Perlindungan Hukum Terhadap Mitra Usaha Dalam Perusahaan Berbasis Distribusi Penjualan Langsung Atas Tuntutan Ganti Rugi oleh Konsumen yang Disebabkan Karena Kegagalan Produk

(1)

Citra Aditya Bakti, 2001.

Badrulzaman, Mariam Darus.Aneka Hukum Bisnis. Bandung: Alumni, 1994. Fuady, Munir.Pengantar Hukum Bisnis-Menata Bisnis Modern di Era Global.

Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2005.

Gautama, Sudargo. Indonesian Business Law. Bandung:PT. Citra Aditya Bakti, 1995.

Happy, Susanto.Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan. Jakarta: Visimedia, 2008. Harefa, Andrias. Menapaki Jalan DS-MLM. Yogyakarta: Gradien Books, 2007. Ibrahim, Johannes. Hukum Organisasi Perusahaan Pola Kemitraan dan Badan

Hukum. Bandung: PT. Refika Aditama, 2006.

J. Satrio. Hukum Perikatan (Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian- Buku

I).Bandung: Citra Aditya Bakti, 1955.

Leaders, MLM. The Secret books of MLM. Jakarta: Mic Publishing, 2007.

PC, M.Rozani.Mind Therapy for MLM.Jakarta: Penerbit Hikmah (P.T Mizan Publika) Anggota IKAPI, 2007.

Rachmadi, Usman. Hukum Ekonomi dalam Dinamika. Jakarta: Djambatan, 2000. Robert T.Kiyosaki, Robert, Sharon L. The Cashflow Quadrant. Jakarta: PT.

Gramedia Pustaka Utama, 2006.

Rozi, M. Fachrur.Kontroversi Bisnis MLM. Cetakan Pertama. Yogyakarta: Pilar Media, 2006.

Santiago, Faisal.Pengantar Hukum Bisnis. Jakarta: PT. Mitra Wacana Media, 2012.

Sembiring, Sentosa. Hukum Dagang Edisi Revisi Cetakan Ketiga. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2008.


(2)

90

Serfianto D., R., Iswi Hariyani, Cita Yustisia.Multi Level Marketing Money

Game & Skema Piramid. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2011.

Serfianto,R., D. Purnomo (et.al.). 2011.Multi Level Marketing Money Game &

SkemaPiramid, Cetakan ke 1, Jakarta: Kompas Gramedia, 2011.

Soerjono Soekanto, Soerjono, Sri Mamudji.Penelitian Hukum Normatif Suatu

Tinjauan Singkat. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006.

Soerjono Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum.Jakarta:UI-Press, 2008.

Sukirno, Sadono.Mikro Ekonomi Teori Pengantar (Edisi Ketiga). Jakarta: PT.Rajagrafindo Persada, 1994.

Sutedi, Adrian. Tanggung Jawab Produk dalam Hukum Perlindungan

Konsumen. Bogor: Ghalia Indonesia. Bogor, 2008.

Tarmizi, Yusuf. Strategi MLM Secara Cerdas dan Halal. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2000.

Tracy, Brian. MLM Sukses. Malang: PT. Delapratasa Publishing, 2005.

William J. Stanton, William.Prinsip Pemasaran, Edisi Ketujuh, Jilid 2. Jakarta: Erlangga, 1995.

B. Perundang-undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Kitab Undang-Undang Hukum Dagang

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor 32/M-DAG/PER/8/2008 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Perdagangan dengan Sistem Penjualan Langsung

Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor 13/M-DAG/PER/3/2006 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Izin Usaha Penjualan Langsung


(3)

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1974 Tentang Perkawinan C. Skripsi

Eneilmy, Elfano. “Perlindungan Hukum Mitra Usaha dalam Multi Level Marketing”. Skripsi Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Padjajaran. 2012.

D. Kamus

Kamus Besar Bahasa Indonesia Black’s Law Dictionary

Merriam Webster Inc, Merriam Webster Dictionary (Springfield: Merriam-Webster, 1997)

E. Media Online

About Direct Selling tanggal 12 Maret 2016).

Bisnis Penjualan Langsung Direct Selling 2016).

Ethic Code, http://www.greenlite.co.id/ethic-code (diakses tanggal 8 Maret 2016).

Kode Etik Distributor PT. MNI Pengertian Direct Selling, MLM, dan Jenis-Jenisnya, http:// infobisniswaralaba.

blogspot.com/2012/10/pengertian-direct-selling-mlm-dan-jenis.html? m=1 (diakses tanggal 23 Februari 2016).

Sejarah Sistem Jualan Langsung


(4)

45 BAB III

KEDUDUKAN HUKUM MITRA USAHA DALAM PERUSAHAAN BERBASIS DISTRIBUSI PENJUALAN LANGSUNG

A. Definisi Mitra Usaha Secara Umum

Dalam dunia bisnis modern, jarang terjadi pertemuan langsung antara produsen dan konsumen. Pada umumnya arus barang mulai dari produsen hingga konsumen melewati berbagai perantara perdagangan, mulai dari distributor,

pengangkut barang, perantara pembayaran seperti bank dan sebagainya. Landasan utama dari kegiatan pedagang perantara adalah kontrak (perjanjian),

khususnya antara pihak yang menyuruh dan pihak yang disuruh untuk melakukan suatu pekerjaan atau urusan. Pada bagian pertama Undang-Undang tentang Kemitraan (Partnership) 1890, mendefenisikan Kemitraan sebagai berikut, “the

relationship which subsist between person carrying on a business with a view to profit”, maksudnya adalah suatu hubungan yang timbul antara orang dengan

orang untuk menjalankan suatu usaha dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan.48

Hubungan antara orang dengan orang tersebut timbul berdasarkan kontrak yang dinyatakan secara langsung atau tidak langsung. Adapun yang menjadi karakteristik atau ciri umum dari suatu kerjasama yang dibuat oleh para pihak dalam hal kemitraan adalah :49

48Johannes Ibrahim, Op. Cit., hlm. 26 49Ibid.


(5)

1. Timbul karena adanya keinginan untuk mengadakan hubungan konsensual, dimana keinginan itu timbul bukan karena diatur oleh Undang-undang (melainkan dari masing-masing pribadi para pihak).

2. Selalu melibatkan unsur-unsur seperti modal, pekerja atau gabungan dari keduanya.

3. Pada umumnya terdiri atas perusahaan (firma) dan mitranya. 4. Dibentuk untuk memperoleh keuntungan bagi para pihak.

Suatu kemitraan pada dasarnya dapat berdiri berdasarkan keinginan para pihak yang membuatnya. Berdasarkan jenisnya, kemitraan dapat dibedakan sebagai berikut :50

a. General partnership dan specific partnership

1) General partneship

Kemitraan ini timbul berdasarkan hubungan secara umum dari berbagai macam bentuk bisnis.

2) Specific partnership

Kemitraan ini dibentuk untuk satu maam bentuk transaksi. Seperti contoh kemitraan untuk menjual saja atau membeli saja.

b. Trading partnership dan non trading partnership

1) Trading partnership

Kemitraan yang dibentuk dengan tujuan pembelian maupun penjualan dalam bidang perdagangan barang, seperti contoh perusahaan yang bergerak di bidang usaha bahan makanan.


(6)

47

2) Non trading partnership

Kemitraan yang dibentuk untuk sesuatu yang bersifat tidak komersial, seperti contoh kerjasama dalam bidang kedokteran.

Berdasarkan Pasal 1 ayat 1 Permendag 32/2008, setiap perusahaan yang bergerak di bidang direct selling atau MLM bekerja sama dengan mitra usahanya untuk mendapat keuntungan dengan cara memberi uang ataupun barang sebagai imbalan kepada mitra usahanya dengan menggunakan target ataupun diukur dari total hasil penjualan kepada konsumen dan pengembangan jaringan pemasaran yang telah dicapai oleh mitra usahanya tersebut. Definisi mitra usaha sendiri tercantum dalam Pasal 1 ayat 4 Permendag 32/2008, yaitu :

”Mitra usaha adalah anggota mandiri jaringan pemasaran atau penjualan yang berbentuk badan usaha atau perseorangan dan bukan merupakan bagian dari struktur organisasi perusahaan yang memasarkan atau menjual barang dan/atau jasa kepada konsumen akhir secara langsung dengan mendapatkan imbalan berupa komisi dan/atau bonus atas penjualan.”

Berdasarkan pasal diatas yang menyebutkan tentang definisi mitra usaha secara umum, mitra usaha dianggap sebagai pedagang perantara atau pembantu pengusaha. Hal itu dapat dilihat dengan jelas dalam praktiknya, bahwa hak dan tanggung jawab mitra usaha itu berbeda-beda tergantung kontrak yang dibuat dengan perusahaan induknya, namun terdapat beberapa poin yang bisa membuat seorang mitra usaha bisa dikategorikan baik sebagai pedagang perantara.


(7)

Tugas utama pedagang perantara adalah menghubungkan produsen dengan konsumen. Pedagang perantara secara umum dapat dibagi dalam dua golongan yakni :51

1. Berdasarkan hubungan kerja, artinya pedagang perantara dalam menjalankan tugasnya terikat dalam perjanjian kerja antara majikan dan pekerja. Macam-macamnya antara lain pekerja keliling, pengurus filial, pemegang prokurasi, dan pimpinan perusahaan.

2. Berdiri sendiri, artinya pedagang perantara tidak terikat dengan pemberi kerja. Macam-macamnya antara lain agen perdagangan, makelar, komisioner, perantara pedagang efek dan pialang berjangka.

B. Kode Etik Mitra Usaha pada Perusahaan Berbasis Distribusi Penjualan Langsung

Perusahaan MLM dalam operasinya harus memiliki standar peraturan atau tata tertib yang jelas seperti kode etik untuk mengatur para distributor perusahaan dalam menjalankan pemasaran. Kode etik merupakan kontrak lengkap (perjanjian) yang mengikat antara perusahaan dengan para distributornya. Kode etik tersebut berisi keterangan-keterangan mengenai perusahaan, kedudukan hak, kewajiban, fasilitas, dan pengaturan sanksi apabila salah satu pihak yang terikat melakukan pelanggaran (wanprestasi). Kode etik juga berfungsi sebagai acuan bagi distributor perusahaan maupun calon

51Sentosa Sembiring, Hukum Dagang, Edisi Revisi Cetakan Ketiga (Bandung: PT. Citra


(8)

49

distributor untuk memberi informasi mengenai rencana dasar pemasaran perusahaan (marketing plan/business plan).52

Istilah marketing plan atau business plan dalam perusahaan penjualan langsung atau MLM mencakup keterangan hal mengenai visi dan misi perusahaan, kedudukan hierarki posisi distributor, rancangan sistem pembagian pendapatan dari perusahaan yang meliputi keuntungan, penghargaan, prosedur dan persentase yang akan dibagikan melalui sistem jaringan.53 Adapun hal-hal yang diatur dalam Pasal 4 Permendag 32/2008 mengenai kode etik dalam perusahaan penjualan langsung, antara lain :54

1. Kegiatan usaha perdagangan dengan sistem penjualan langsung diselenggarakan berdasarkan perjanjian tertulis antara perusahaan dan mitra usaha dengan memperhatikan kode etik dan peraturan perusahaan. 2. Kode etik dan peraturan perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

harus memuat ketentuan paling sedikit sebagai berikut: a. persyaratan menjadi mitra usaha;

b. hak dan kewajiban para pihak;

c. program pembinaan, bantuan pelatihan, dan fasilitas yang diberikan perusahaan, dan/atau jaringan pemasaran kepada mitra usaha;

d. jangka waktu perjanjian;

e. pemutusan dan perpanjangan perjanjian; f. jaminan pembelian kembali;

52 Ethic Code,

53 MLM Leaders, The Secret books of MLM (Jakarta: Mic Publishing, 2007), hlm. 195. 54Pasal 4 Permendag 32/2008


(9)

g. ganti rugi atas barang dan/atau jasa yang tidak sesuai dengan kualitas dan jenis yang diperjanjikan;

h. ketentuan tentang pemberian komisi, bonus, dan penghargaan lainnya; dan

i. penyelesaian perselisihan.

3. Perjanjian dan kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuat dalam Bahasa Indonesia dan berlaku Hukum Indonesia.

Kode Etik Sedunia (selanjutnya disebut kode etik) diterbitkan oleh Federasi Sedunia Asosiasi-Asosiasi Penjualan Langsung (WFDSA) bagi para anggota asosiasi nasional penjualan langsung yang tergabung dalam WFDSA. Kode Etik ini menyangkut hubungan antara perusahaan-perusahaan penjualan langsung dan para penjual langsung di satu pihak dan para konsumen di lain pihak, antara perusahaan penjualan langsung dengan anggota dan calon anggota independen/mandiri, dan juga di antara perusahaan-perusahaan penjualan langsung sendiri. Kode Etik ini bertujuan memberikan kepuasan dan perlindungan kepada semua pihak yang berkepentingan, memajukan kompetisi yang sehat dalam rangka sistem dunia usaha bebas, dan peningkatan citra umum dari kegiatan Penjualan Langsung.

Berikut adalah contoh kode etik yang diterapkan oleh salah satu perusahaan penjualan langsung yakni PT. Melia Nature Indonesia. Isi dari kode etik PT. Melia Nature Indonesia antara lain :55

55Kode Etik Distributor PT. MNI,


(10)

51

1. Permohonan untuk menjadi distributor ini diajukan atas kemauan pemohon sendiri tanpa ada paksaan dari pihak manapun.

2. Distributor PT. Melia Nature Indonesia bukan perwakilan agen resmi, karyawan PT. Melia Nature Indonesia, sehingga tidak mempunyai wewenang mengikat atau berbicara atas nama PT. Melia Nature Indonesia.

3. Distributor berwenang menjalankan kegiatan usahanya yaitu: mensponsori, membeli, dan menjual produk-produk PT. Melia Nature Indonesia dalam wilayah Republik Indonesia.

4. Distributor hanya dapat memberikan pernyataan, deskripsi, penjelasan yang sesuai dengan publikasi resmi yang dikeluarkan oleh PT. Melia Nature Indonesia.

5. Distributor tidak akan melibatkan PT. Melia Nature Indonesia apabila ada pernyataan atau suatu klaim baik lisan maupun tertulis yang melanggar ketentuan yang berlaku dan distributor harus mempertanggung-jawabkannya secara hukum.

6. Distributor mematuhi hakekat dari semua isi yang terkandung di dalam kode etik distributor dan garis-garis kebijaksanaan PT. Melia Nature Indonesia, peraturan-peraturan lain, termasuk perubahan-perubahan yang dilakukan dari waktu ke waktu oleh PT. Melia Nature Indonesia, akan mendasari perjanjian antara PT. Melia Nature Indonesia dengan distributor, tanpa persetujuan lebih dahulu dari distributor.


(11)

7. Distributor tidak akan melakukan penjualan produk-produk di bawah harga yang ditentukan oleh PT. Melia Nature Indonesia atau menjual produk-produk di toko, supermarket, apotek, salon dan penjualan umum lainnya. 8. Distributor memahami bahwa logo/trademark perusahaan merupakan milik

PT. Melia Nature Indonesia, sehingga distributor tidak berhak mengkopi, mencetak dan menggandakannya.

9. Semua data pribadi distributor yang termasuk, menjadi milik PT. Melia Nature Indonesia, dan jika disalurkan pada pihak ketiga semata-mata untuk kepentingan tujuan usaha.

10. Distributor memahami bahwa merupakan hal yang penting untuk mendapatkan persetujuan terlebih dahulu sebelum melibatkan diri dalam aktivitas usaha dan PT. Melia Nature Indonesia berhak untuk menerima atau menolak semua permohonan.

11. Surat perjanjian ini baru berlaku setelah pemohon menandatangani dan telah disahkan oleh PT. Melia Nature Indonesia .

12. Permohonan distributor yang melalui fax harus diisi lengkap dan jelas di atas formulir permohonan distributor yang resmi dari PT. Melia Nature Indonesia, perbedaan formulir akan mengakibatkan permohonan tidak diproses/ tertunda.

13. Surat Perjanjian disahkan oleh PT. Melia Nature Indonesia jika semua persyaratan baik data maupun pembayaran sudah dipenuhi oleh pemohon, kelalaian memenuhi persyaratan akan mengakibatkan permohonan distributor tidak diproses/tertunda.


(12)

53

14. Pemohon dengan ini menyatakan bahwa keterangan yang diberikan di balik formulir ini adalah jujur dan benar. Distributor memahami bahwa kedistributorannya dapat diambil alih/dibatalkan secara sepihak dan atau dapat diajukan ke pengadilan oleh PT. Melia Nature Indonesia apabila Distributor tidak mematuhi ketentuan-ketentuan yang tertera di atas.

15. Distributor dilarang mempengaruhi anggota atau distributor PT. Melia Nature Indonesia lainnya untuk pindah ke jaringan perusahaan MLM.

Berdasarkan contoh kode etik tersebut dapat dilihat bahwa kode etik ini berisikan bagian-bagian yang menentukan sikap distributor atau mitra usaha yang sesuai dengan peraturan perusahaan penjualan langsung atau MLM. Seorang mitra usaha harus taat kepada kode etik yang telah ditentukan dan disepakati oleh kedua belah pihak dan apabila ada pihak yang melanggar akan dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati.

C. Kedudukan Hukum Mitra Usaha dalam Perusahaan Berbasis Distribusi Penjualan Langsung

Pedagang perantara dalam perusahaan penjualan langsung atau MLM adalah orang-perorangan yang bersedia bergabung menjadi mitra usaha dengan cara mendaftarkan diri melalui perjanjian tertulis antara perusahaan dengan dirinya sebagai pribadi, kemudian dengan itu ia disetujui dan diakui keanggotaannya oleh suatu perusahaan penjualan langsung atau MLM.56

56Ethic Code

Distributor perusahaan penjualan langsung atau MLM sering disebut sebagai


(13)

agen resmi atau sales yang bertugas melakukan penjualan produk secara langsung kepada konsumen. Istilah agen resmi atau sales sesungguhnya kurang tepat untuk dipergunakan, sebab kedua istilah tersebut secara luas dapat diartikan sebagai pegawai tetap, pegawai lepas, pegawai harian, atau honorer yang mempunyai ikatan jam kerja dengan suatu perusahaan.

Distributor perusahaan penjualan langsung atau MLM lebih tepat disebut sebagai mitra usaha, sebab kerja sama yang dijalin antara keduanya bersifat lebih independen (sukarela). Seorang distributor MLM tidak memperoleh penghasilan berkala berupa gaji atau upah sebagaimana yang diperoleh pekerja, pegawai atau karyawan dari suatu perusahaan, akan tetapi ia memperoleh penghasilan dalam bentuk komisi berupa imbalan yang berkaitan dengan omzet penjualan. Dengan demikian distributor MLM dapat dikatakan sebagai pengusaha yang mandiri. Distributor perusahaan penjualan langsung atau MLM dapat memiliki tiga segi peranan yaitu:

1. Menjual produk perusahaan secara langsung kepada konsumen.

2. Mengembangkan pemasaran dengan cara membangun jaringan distributor, yaitu merekrut orang lain untuk menjadi distributor baru dalam perusahaan. 3. Sebagai konsumen perusahaan, yaitu pengguna produk perusahaan dengan

tujuan untuk pemakaian pribadi dan tidak bermaksud untuk memperjualbelikan produk tersebut kepada orang lain.

Setiap distributor dalam perusahaan penjualan langsung atau MLM tergabung dalam organisasi distributor yang membentuk jaringan kerja atau


(14)

55

satuan networking tertentu. Hubungan yang dimiliki antara masing-masing distributor dalam satuan networking yang sama adalah sebagai berikut:57

1. upline, yaitu distributor yang menjadi sponsor bagi distributor lain;

2. downline, yaitu orang yang disponsori oleh distributor lain, atau orang yang

direkrut oleh distributor yang sudah lebih dahulu terdaftar menjadi distributor perusahaan.

Setiap distributor dalam networking-nya memiliki kesempatan atau peluang yang sama untuk mengembangkan karirnya berdasarkan sistem peringkat (ranking) yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Jenjang peringkat tersebut bervariasi, namun umumnya berkisar antara 7-8 peringkat dari peringkat terendah misalnya distributor biasa, distributor langsung, dst sampai ke peringkat tertinggi misalnya diamond distributor, president’s team, crown agency

manager, dan lain-lain. Kemungkinan untuk sampai ke posisi puncak relatif lebih

terbuka sebab jumlahnya tidak harus satu sebagaimana halnya presiden direktur pada perusahaan-perusahaan non-MLM.58

Masing-masing distributor untuk setiap peringkat berhak mendapatkan presentase potongan harga tertentu seperti komisi, bonus atau rabat dari total penjualan yang dilakukan kelompoknya, juga berbagai hadiah atau penghargaan lain, seperti pin penghargaan, kesempatan bertamasya ke mancanegara, mendapat rumah, mobil mewah, dan sebagainya.59

Mitra usaha sebagai partner atau pembantu pengusaha dalam menyalurkan barang untuk sampai kepada konsumen baik dari segi distribusi barang secara

57Brian Tracy, MLM Sukses (Malang: PT. Delapratasa Publishing, 2005), hlm. 10. 58Andrias Harefa, Op. Cit., hlm. 191.

59 Ibid.


(15)

langsung maupun dari segi marketing mempunyai peran dan kedudukan yang berbeda-beda. Peran dan kedudukan mitra usaha inilah yang menjadi dasar dalam menentukan hak dan kewajiban yang melekat pada mitra usaha dalam menjalankan usahanya. Dalam menentukan kedudukan dan peran mitra usaha dalam sistem penjualan langsung atau MLM, pada mulanya harus ditentukan dulu jenis perjanjian yang dilakukan antara mitra usaha dan perusahaan MLM yang bersangkutan. Dengan adanya asas kebebasan berkontrak dalam perjanjian yang dilakukan mitra usaha dengan perusahaan produsen, posisi kedua belah pihak adalah sama dan sederajat. Dalam asas kebebasan berkontrak, pembuat undang-undang yang memberikan asas ini kepada para pihak yang berjanji sekaligus memberikan kekuatan hukum yang mengikat kepada apa yang telah mereka perjanjikan (pacta sun servanda).60

Hal yang melatarbelakangi dibuatnya suatu standar kontrak adalah untuk mempermudah perusahaan MLM dalam menjalankan usahanya, dimana

Namun berdasarkan hasil penelitian, penulis menemukan dalam praktik bahwa sebenarnya kedua pihak tidak dalam posisi yang seimbang. Pada kenyataannya pihak mitra usaha harus menerima persyaratan-persyaratan yang diberikan oleh perusahaan produsen dalam hal ini perusahaan MLM secara mutlak tanpa bisa menawar lagi. Hal ini disebabkan perusahaan MLM telah mempersiapkan formulir standar kontrak yang berarti setiap calon mitra usaha yang ingin mengadakan perjanjian dengan pihaknya (produsen) terikat dengan formulir-formulir kontrak yang sudah disediakan perusahaan MLM tersebut.


(16)

57

perusahaan MLM telah mempersiapkan kemungkinan berkembangnya jaringan distribusi produk yang ia miliki secara massal dan tidak eksklusif dipegang oleh 1 (satu) distributor dan hanya pada 1 (satu) negara melainkan lebih dari itu. Oleh karenanya untuk mempermudah aspek pemahaman transaksi, pola administrasi dan permasalahan lainnya, maka perusahaan penjualan langsung atau MLM cenderung menjalankan pola pemberlakuan standar kontrak baku tersebut. Pada perjanjian yang telah dibuat dengan format baku ini seharusnya disebutkan hak dan kewajiban dari mitra usaha agar pihak ketiga dengan jelas mengetahui apa hak dan kewajiban mereka jika bergabung mereka ingin menjadi anggota jaringan pemasaran perusahaan MLM tersebut.

Secara normatif menurut hukum dagang, kedudukan mitra usaha dalam sistem penjualan langsung atau MLM berdasaran perjanjian distribusi tidak dapat digolongkan kedalam salah satu jenis pedagang perantara secara baik agen maupun distributor secara mutlak, melainkan memiliki kedudukan campuran antara agen dan distributor tergantung jenis transaksi yang ia lakukan dengan pihak ketiga. Meski pada kenyataannya distributor perusahaan MLM sering disebut sebagai agen resmi atau sales yang bertugas melakukan penjualan produk secara langsung kepada konsumen. Istilah agen resmi atau sales sesungguhnya kurang tepat untuk dipergunakan, sebab kedua istilah tersebut secara luas dapat diartikan sebagai pegawai tetap, pegawai lepas, pegawai harian, atau honorer yang mempunyai ikatan jam kerja dengan suatu perusahaan dimana hal tersebut tidak terdapat pada mitra usaha perusahaan penjualan langsung atau MLM.


(17)

Agen dan distributor tidak diatur secara spesifik dalam KUHD, namun perbedaan dan persamaan ciri distributor dan agen sebagai pedagang perantara dapat diketahui dengan berkembangnya hukum dagang seperti yang dapat dilihat melalui rincian dibawah ini :61

1. Agen :

a. pihak yang menjual barang atau jasa untuk dan atas nama prinsipal;

b. pendapatan yang diterimanya berupa komisi berdasarkan jumlah barang atau jasa yang dijualnya kepada konsumen;

c. barang dikirimkan langsung dari prinsipal ke konsumen jika antara agen dan konsumen mencapai suatu persetujuan;

d. agen tunduk pada perjanjian pemberian kuasa sebagaimana diatur dalam Pasal 1792 KUHPerdata;

e. pembayaran atas barang yang telah diterima konsumen langsung kepada prinsipal bukan melalui agen.

2. Distributor :

a. perusahaan yang bertindak untuk dan atas namanya sendiri;

b. membeli dari prinsipal dan menjual kembali kepada konsumen atas kepentingannya sendiri;

c. prinsipal tidak selalu mengetahui konsumen akhir dari produk-produknya; d. bertanggung jawab atas keamanan pembayaran barang-barangnya untuk

kepentingannya sendiri.

61Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis-Menata Bisnis Modern di Era Global (


(18)

59

Distributor perusahaan MLM lebih tepat disebut sebagai mitra usaha, sebab kerja sama yang dijalin antara keduanya bersifat lebih independen (sukarela). Seorang distributor MLM tidak memperoleh penghasilan berkala berupa gaji atau upah sebagaimana yang diperoleh pekerja, pegawai atau karyawan dari suatu perusahaan, akan tetapi ia memperoleh penghasilan dalam bentuk komisi berupa imbalan yang berkaitan dengan omzet penjualan. Dengan demikian distributor MLM dapat dikatakan sebagai pengusaha yang mandiri. Jika dikaji menurut hukum dagang, perjanjian yang telah dibuat antara pihak mitra usaha dan perusahaan MLM seringkali membuat mitra usaha tidak mempunyai kedudukan yang pasti dalam jenis pedagang perantara, karena terdapat beberapa poin penting yang menyatakan seorang mitra usaha termasuk kedalam golongan pedagang perantara yang tidak disebutkan secara khusus dalam KUHD seperti yang disebutkan ini :

1. Mitra usaha adalah pihak yang melakukan perjanjian untuk melakukan pekerjaan dengan perusahaan penjualan langsung atau MLM dengan nama perjanjian kerjasama distribusi. Perjanjian kerjasama distribusi ini termasuk kedalam golongan perjanjian untuk melakukan pekerjaan dengan pelayanan berkala. Jadi antara keduanya tidak mempunyai urusan yang tetap, melainkan urusan yang sesekali menguntungkan.

2. Perjanjian kerjasama distribusi antara mitra usaha dan perusahaan penjualan langsung atau MLM tersebut menjadi satu-satunya landasan untuk menentukan hak serta kewajiban mitra usaha dan perusahaan penjualan langsung atau MLM dalam menjalankan usahanya. Perjanjian tersebut


(19)

memberikan kedudukan yang tidak seimbang kepada kedua belah pihak pada praktiknya, karena seorang mitra usaha tidak lagi bersifat mandiri dan independent melainkan terikat oleh peraturan yang dibuat perusahaan MLM berupa kode etik.

3. Mitra usaha dalam praktiknya menjalankan usaha marketing mendapatkan upah atau bayaran berupa komisi berdasarkan jumlah paket atau volume atau kuantitas barang yang terjual baik oleh dirinya secara langsung maupun dari jaringan yang ia bangun, komisi yang di dapat oleh mitra usaha dalam menjalankan bisnisnya ini ditentukan oleh kebijakan perusahaan penjualan langsung atau MLM.

4. Seorang mitra usaha yang merupakan badan usaha mandiri, dalam menjalankan bisnisnya dapat bertindak baik atas nama perusahaan penjualan langsung atau MLM (secara khusus) ataupun atas nama dirinya sendiri (secara umum) tergantung tujuan apa yang ingin ia capai dalam menjalankan bisnisnya tersebut. Pada umumnya seorang mitra usaha bertindak dengan cara menawarkan produk atau sistem bisnis yang sebenarnya ditawarkan oleh perusahaan penjualan langsung atau MLM. Dalam hal ini ia bertindak sebagai pedagang perantara dimana ia dapat mengambil keuntungan ketika pihak ketiga berniat untuk membeli produk yang ia tawarkan ataupun ketika pihak ketiga tersebut memutuskan untuk bergabung menjadi bagian dari jaringan mitra usaha.

5. Keuntungan yang didapat oleh mitra usaha dalam menjalankan bisnisnya tidak hanya berupa komisi yang diberikan oleh perusahaan, melainkan juga


(20)

61

keuntungan dari penjualan eceran. Apabila seorang mitra usaha mendapatkan komisi dari perusahaan penjualan langsung atau MLM berarti telah terjadi penjualan barang/paket secara resmi oleh mitra usaha tersebut ataupun jaringan pemasarannya dengan syarat pembelian barang/paket tersebut dilakukan oleh mitra usaha ataupun jaringan pemasarannya tersebut dengan melibatkan pihak perusahaan penjualan langsung atau MLM, ataupun terjadinya pertambahan anggota jaringan pemasaran mitra usaha tersebut yang sudah pasti disertai dengan pertambahan jumlah barang/paket yang telah terjual.

6. Apabila seorang mitra usaha dalam menjalankan bisnisnya menjual barang/paket secara resmi atau merekrut pihak ketiga untuk bergabung kedalam jaringan pemasarannya guna mendapatkan komisi maka ia hanya menjadi perpanjangan tangan (agen) perusahaan penjualan langsung atau MLM pada saat melakukan penawaran kepada pihak ketiga (apabila ia melakukan penawaran sesuai kode etik). Namun apabila ia berniat untuk mendapatkan keuntungan eceran dengan cara menjual produk tanpa melibatkan perusahaan penjualan langsung atau MLM, maka pada saat itu ia dapat dikatakan berdiri sendiri dan bukan perpanjangan dari perusahaan (independent trader/distributor) sehingga pada saat itu ia tidak wajib untuk menaati kode etik yang dibuat oleh perusahaan penjualan langsung atau MLM.

7. Ketika seorang mitra usaha bertindak sebagai perpanjangan tangan perusahaan, maka disini ia wajib melaporkan kepada perusahaan penjualan


(21)

langsung atau MLM yang diwakilinya mengenai dengan siapa ia membuat perjanjian. Apabila seorang mitra usaha bertindak atas nama dirinya sendiri maka ia tidak wajib untuk memberitahu kepada perusahaan MLM dengan siapa ia membuat kesepakatan guna mendapatkan keuntungannya itu.

8. Seorang mitra usaha yang berada dalam jaringan pemasaran tidak dapat dimintai pertanggung jawaban secara bertingkat, karena kedudukan diantara mereka bukanlah subordinasi melainkan kedudukan terpisah dimana seorang mitra usaha tidak bertanggung jawab atas kesalahan apapun terhadap mitra usaha lain yang berada di jaringannya.

Berdasarkan beberapa poin diatas dapat diketahui bahwa seorang mitra usaha mempunyai kedudukan ganda tergantung jenis penghasilan mana yang ingin ia dapatkan dalam menjalankan bisnisnya, ia bisa bertindak layaknya seorang agen perusahaan penjualan langsung atau MLM ataupun distributor. Kemampuan seorang mitra usaha yang dapat bertindak layaknya agen dan distributor tersebut membuat ia tidak dapat digolongkan kedalam salah satu jenis golongan perantara yang telah diatur oleh KUHD. Jadi, mitra usaha merupakan hasil yang lebih baik dari gabungan kedua golongan pedagang perantara tersebut (agen dan distributor), hal ini didasari oleh ciri-ciri mitra usaha yang disebutkan dibawah ini :

1. Bertindak untuk dan atas namanya sendiri secara umum. 2. Bertindak atas nama perusahaan MLM secara khusus.

3. Membeli dari prinsipal dan menjual kembali kepada konsumen demi kepentingannya sendiri.


(22)

63

4. Pendapatan yang diterimanya secara umum berasal dari penjualan barang atau jasa kepada konsumen yang sebelumnya telah ia beli dari perusahaan MLM. 5. Pendapatan yang diterimanya secara khusus berupa komisi berdasarkan

jumlah barang atau jasa yang dijualnya kepada konsumen.

6. Tidak bertanggungjawab atas tindakan anggota jaringan pemasarannya

7. Secara umum perusahaan MLM tidak selalu mengetahui konsumen akhir dari produk-produknya.

8. Bertanggung jawab atas keamanan pembayaran barang-barangnya untuk kepentingan sendiri.

D. Hak, Kewajiban dan Tanggung Jawab Mitra Usaha pada Perusahaan Berbasis Distribusi Penjualan Langsung

UU Perlindungan Konsumen telah memperinci apa saja yang menjadi hak dan kewajiban pelaku usaha. Pelaku usaha juga mempunyai hak-hak yang harus dihargai dan dihormati oleh konsumen, pemerintah, serta masyarakat pada umumnya karena pengusaha tanpa dilindungi hak-haknya akan mengakibatkan macetnya aktivitas perusahaan. Hal ini sejalan dengan asas-asas perlindungan konsumen yaitu asas manfaat, asas keadilan, asas keseimbangan, asas keamanan dan keselamatan konsumen serta asas kepastian hukum.

Adapun hak-hak pelaku usaha yang dimuat dalam Pasal 6 UU Perlindungan Konsumen meliputi :62

62Pasal 6 UU Perlindungan Konsumen


(23)

1. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar, barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.

2. Hak mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik.

3. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen.

4. Hak untuk rehabilitas nama baik.

5. Hak-hak lain yang diatur perundangan lainnya. Kewajiban pelaku usaha antara lain :63

1. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.

2. Melakukan informasi yang benar dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan.

3. Memperlakukan atau melayani konsumen, secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif, pelaku usaha dilarang membedakan konsumen dalam memberikan pelayanan, pelaku usaha dilarang membeda-bedakan mutu pelayanan kepada konsumen, menjamin mutu barang dan atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasar ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku.

4. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan/atau mencoba barang dan/jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan, dan memberi kompensasi ganti


(24)

65

rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

Undang-Undang Perlindungan Konsumen Pasal 7 dan Pasal 8 dijelaskan mengenai perbuatan hukum yang dilarang bagi pelaku usaha , antara lain :64

1. Larangan dalam memproduksi/ memperdagangkan barang dan / atau jasa, misalnya :

a. Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dalam ketentuan peraturan perundangan.

b. Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau neto dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut.

c. Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan, dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya.

d. Tidak sesuai dengan kondisi, jamina, keistimewaan, atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut.

e. Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan, atau promosi penjualan barang dan/ atau jasa tersebut. f. Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan,

gaya, mode atau penggunan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/ atau jasa tersebut.

g. Tidak mencantumkan tanggal daluwarsa.

64Endang Purwaningsih, Op. Cit. hlm.76.


(25)

h. Tidak memasang label tentang penjelasan barang seperti ukuran, berat, isi bersih, komposisi dan lain-lain.

i. Tidak mencantumkan informasi dan/ atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Larangan dalam menawarkan/ mempromosikan/ mengiklankan. Pelaku usaha dilarang menawarka, mempromosikan, mengiklankan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar, dan/ atau seolah-olah :

a. Barang tersebut telah memenuhi dan/ atau memiliki potongan harga, harga khusus, standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu, karakteristik tertentu, sejarah atau guna tertentu.

b. Barang tersebut dalam keadaan baik dan/atau baru.

c. Barang dan/atau jasa tersebut telah mendapat dan memiliki sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciri-ciri kerja atau aksesoris tertentu.

d. Barang dan/ atau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang mempunyai sponsor, persetujuan atau afiliasi.

e. Barang dan/atau jasa tersebut tersedia

f. Barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi. g. Barang tersebut berasal dari daerah tertentu.

h. Secara tidak langsung atau langsung merendahkan barang dan/ atau jasa lain.

i. Menggunakan kata-kata yang berlebihan seperti aman, tidak berbahaya, tidak mengandung risiko atau efek samping tanpa keterangan yang


(26)

67

lengkap, dan menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.

Para mitra usaha juga memiliki hak serta kewajiban yang harus dilaksanakan. Adapun yang menjadi hak mitra usaha, antara lain :65

1. Hak untuk mendapatkan kompensasi

Setiap mitra usaha mempunyai hak untuk mendapatkan kompensasi, tetapi para mitra tidak boleh menerima selain dari kompensasi atas pelayanan kemitraan.

2. Hak untuk mendapatkan ganti rugi

Suatu waktu seorang mitra melakukan perjalanan bisnis atau kegiatan lainnya yang merupakan kemitraan. Ada kalanya mitra tersebut harus terlebih dahulu mengeluarkan dana pribadinya. Oleh karena itu mitra tersebut berhak memperoleh ganti rugi atas dana yang dikeluarkannya tersebut.

3. Hak untuk memperoleh pengembalian pinjaman

Sebagaimana dikemukakan di atas, bahwa setiap mitra dapat memberikan pinjaman kemitraan. Oleh karena itu mitra tersebut berhak untuk menerima pengembalian pinjaman tersebut.

4. Hak untuk memperoleh pengembalian modal

Setiap mitra berhak untuk menarik/menerima modal yang telah dikontribusikan kepada kemitraan. Tetapi hak setiap mitra tersebut dilakukan bilamana suatu kemitraan dibubarkan.

5. Hak untuk mendapatkan informasi

65Johannes Ibrahim, Op. Cit. hlm. 30.


(27)

Setiap mitra berhak memperoleh informasi berkaitan dengan kemitraan. Selain memiliki hak, seorang mitra usaha memiliki kewajiban-kewajiban antara lain kewajiban untuk mentaati perjanjian. Setiap mitra usaha yang membuat perjanjian dengan perusahaan produsen, maka perjanjian itu mengikat bagi dirinya. Apabila seorang mitra usaha melanggar kewajibannya tersebut, maka dia berkewajiban membayar ganti rugi atau mendapat sanksi atas pelanggaran sesuai dengan kode etik yang telah dibuat oleh perusahaan produsen.


(28)

69 BAB IV

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP MITRA USAHA DALAM PERUSAHAAN BERBASIS DISTRIBUSI PENJUALAN LANGSUNG

ATAS TUNTUTAN GANTI RUGI OLEH KONSUMEN YANG DISEBABKAN KARENA KEGAGALAN PRODUK

A. Kerugian yang Mungkin Diderita Oleh Konsumen dalam Perusahaan Berbasis Distribusi Penjualan Langsung

Pada peristiwa hukum jual-beli tak jarang konsumen merasa dirugikan dengan perbuatan pelaku usaha yang tidak jujur dan tidak bertanggung jawab. Yang dimaksud dengan kerugian menurut Nieuwenhuis adalah “berkurangnya harta kekayaan pihak yang satu, yang disebabkan oleh perbuatan (melakukan atau membiarakan) yang melanggar norma oleh pihak lain”. Selain Nieuwenhuis, Bloembergen juga berpendapat mengenai apa yang dimaksud dengan kerugian. Pengertian kerugian menurut Bloembergen yaitu, bahwa kerugian merupakan pengertian normatif yang membutuhkan penafsiran, dan menurutnya bukan kehilangan atau kerusakan barang yang merupakan kerugian, melainkan harga barang yang dimaksud atau biaya-biaya perbaikan.

Bentuk kerugian yang dapat diterima oleh konsumen yang melakukan pembelian barang melalui sistem penjualan langsung atau MLM dapat berupa pelanggaran hak konsumen oleh pelaku usaha. Pelaku usaha terkadang melakukan kecurangan dengan cara memberikan informasi yang tidak benar dengan bentuk, warna, ukuran, harga, atau kualitas dari barang yang ditawarkannya melalui MLM untuk mendapakan keuntungan besar. Adanya


(29)

persaingan curang, pemalsuan, penipuan, periklanan yang menyesatkan, dan sebagainya yang dilakukan oleh pelaku usaha jelas dapat merugikan konsumen. Penolakan pelaku usaha dengan tidak memberikan ganti kerugian kepada konsumen juga menambah kerugian bagi konsumen yang melakukan pembelian barang melalui MLM.

Secara umum, masalah-masalah yang sering dikeluhkan konsumen berkenaan dengan pelanggaran hak konsumen sebagai berikut :66

1. Keluhan terhadap keterlambatan pengiriman barang.

2. Barang yang dikirim sering kali berbeda dengan apa yang sudah dipesan. 3. Kualitas barang yang tidak bagus.

4. Pelayanan barang/ jasa yang buruk.

5. Manipulasi produk barang/jasa yang ditawarkan dengan berbagai cara.

Kerugian yang mungkin diterima oleh konsumen dalam perusahaan berbasis penjualan langsung atau MLM antara lain :

1. Kecacatan pada produk yang diterima

Perusahaan MLM pada umumnya menjual produk suplemen kesehatan, makanan ataupun produk kebersihan yang mempunyai kemungkinan lebih sering untuk dibeli oleh masyarakat. Produk-produk tersebut tidak hanya berasal dari dalam negeri namun juga dari luar negeri. Untuk dapat melakukan kegiatannya tersebut, perusahaan penjualan langsung atau MLM harus melewati proses yang cukup rumit seperti mendapatkan surat izin untuk melakukan penjualan, surat izin untuk melakukan penjualan dengan sistem penjualan langsung, serta


(30)

71

prosedur lain terhadap produk-produk yang mereka jual. Untuk dapat menjual produk tertentu dalam sistem penjualan langsung atau MLM, produk tersebut harus terlebih dahulu lulus dari pengujian yang dilakukan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Majelis Ulama Indonesia.

Sejauh ini pendaftaran makanan dan minuman untuk seluruh wilayah Indonesia ditangani langsung oleh Direktorat Penilaian Keamanan Pangan, Badan POM. Untuk makanan dalam dan luar negeri diperlukan fotokopi izin industri dari Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Formulir pendaftaran dapat diperoleh di bagian Tata Usaha Direktorat Penilaian Keamanan Pangan, Badan POM, Gedung D Lantai III, Jl.Percetakan Negara No.23 Jakarta Pusat, Telp. 021-4245267. Setelah formulir diisi dengan lengkap, kemudian diserahkan kembali bersama contoh produk dan rancangan label yang sesuai dengan yang akan diedarkan.

Penilaian untuk mendapatkan nomor pendaftaran disebut penilaian keamanan pangan. Pada dasarnya klasifikasi penilaian pangan ada dua macam, yaitu penilaian umum dan penilaian ODS (One Day Service). Penilaian umum adalah untuk semua produk beresiko tinggi dan produk baru yang belum pernah mendapatkan nomor pendaftaran. Penilaian ODS adalah untuk semua produk beresiko rendah dan produk sejenis yang pernah mendapatkan nomor pendaftaran.

Produk yang berupa suplemen kesehatan ataupun produk kebersihan ini sering kali tidak lepas dari kecacatan. Kecacatan yang timbul ini dapat menyebabkan kerugian pada pihak ketiga yang akan menggunakan produk


(31)

tersebut. Namun dalam praktiknya tanggung jawab mengenai siapa yang harus mengganti kerugian masih sering menjadi perdebatan karena tidak mempunyai pengaturan yang jelas.

Kecacatan yang sering terjadi adalah rusaknya produk ataupun telah lewatnya masa kadaluarsa serta produk yang tidak sesuai standar yang telah ditetapkan. Apabila barang yang telah dijual kepada konsumen tersebut sudah masuk kedalam tanggal kadaluarsa maka akan dapat menyebabkan penyakit dan kerugian bagi konsumen. Apabila hal tersebut terjadi maka pertanggungjawaban pihak manakah yang harus diminta masih menjadi pertanyaan. Pihak mitra usaha yang merupakan badan usaha mandiri tentu saja tidak terlibat dalam proses pembuatan produk tersebut, namun seringkali pihak mitra usahalah yang dimintai pertanggungjawaban karena mereka yang menjual produk tersebut ke masyarakat.

Terdapat 3 (tiga) jenis kegagalan produk yang terjadi pada kegiatan produksi, ketiga jenis kegagalan tersebut adalah :

a. Dijual langsung

Kegagalan yang dijual lagsung adalah jenis produk gagal atau produk cacat yang tidak lulus tahap inspeksi, namun masih layak untuk dijual langsung kepada konsumen yang siap menampung produk cacat jenis seperti ini.


(32)

73

Kegagalan ini merupakan jenis produk cacat yang dapat dimasukkan ke dalam proses produksi lagi untuk diproses lebih lanjut, untuk menghasilkan suatu produk lain dalam kondisi yang tidak cacat lagi.

c. Dibuang langsung

Kegagalan ini merupakan jenis produk cacat yang paling parah. Artinya produk cacat jenis ini merupakan hasil dari proses produksi yang sudah tidak ada artinya lagi. Dalam artian, produk cacat tersebut sudah tidak mungkin tidak dikerjakan kembali dan juga sudah tidak mungkin untuk dijual, karena tingkat kegagalan produk jenis ini merupakan kegagalan yang tidak dapat diusahakan apa-apa. Jadi solusi untuk menangani jenis barang seperti ini adalah dengang dibuang langsung.

2. Tindakan marketing yang berlebihan

Tindakan marketing tidak terlepas dari peran Mitra usaha guna mendapatkan omset bagi jaringannya agar ia memperoleh penghasilan. Pemasaran (marketing) adalah proses penyusunan komunikasi terpadu yang bertujuan untuk memberikan informasi mengenai barang atau jasa dalam kaitannya dengan memuaskan kebutuhan dan keinginan manusia. Pemasaran dimulai dengan pemenuhan kebutuhan manusia yang kemudian bertumbuh menjadi keinginan manusia. Contohnya, seorang manusia membutuhkan air dalam memenuhi kebutuhan dahaganya. Jika ada segelas air maka kebutuhan dahaganya akan terpenuhi. Namun manusia tidak hanya ingin memenuhi kebutuhannya namun juga ingin memenuhi keinginannya yaitu misalnya segelas air merek Aqua yang bersih dan mudah dibawa. Maka manusia ini memilih Aqua


(33)

botol yang sesuai dengan kebutuhan dalam dahaga dan sesuai dengan keinginannya yang juga mudah dibawa.

Proses dalam pemenuhan kebutuhan dan keinginan manusia inilah yang menjadi konsep pemasaran. Mulai dari pemenuhan produk (product), penetapan harga (price), pengiriman barang (place), dan mempromosikan barang (promotion). Seseorang yang bekerja dibidang pemasaran disebut pemasar. Pemasar ini sebaiknya memiliki pengetahuan dalam konsep dan prinsip pemasaran agar kegiatan pemasaran dapat tercapai sesuai dengan kebutuhan dan keinginan manusia terutama pihak konsumen yang dituju. Pada perusahaan penjualan langsung atau MLM, seorang mitra usaha melakukan tindakan marketing guna mendapatkan pembeli. Namun pada kenyataannya banyak tindakan marketing ini yang berlebihan dan tidak sesuai kenyataan.

Perusahaan penjualan langsung atau MLM telah diwajibkan untuk memberikan pelatihan kepada para mitra usahanya agar mengetahui dengan benar apa yang mereka jual agar siap dalam menghadapi konsumen, namun hal itu tidak menutup kemungkinan para mitra usaha yang ingin cepat mendapatkan bonus dengan cara melebih-lebihkan keunggulan produk-produk yang mereka tawarkan. Tindakan ini dapat menyebabkan kekecewaan pada pihak ketiga yang membeli barang mereka, dalam kenyataannya tidak ada penanganan khusus terhadap mitra usaha yang melebih-lebihkan ataupun berbohong soal produk yang mereka jual, hal ini sudah menjadi rahasia umum dan menyebabkan buruknya nama MLM.


(34)

75

B. Perjanjian Kerjasama antara Mitra Usaha dan Perusahaan Berbasis Distribusi Penjualan Langsung

Perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada orang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.67

1. Nama, alamat dan tempat kedudukan para pihak.

Melalui perjanjian terciptalah perikatan atau hubungan hukum yang menimbulkan hak dan kewajiban pada masing-masing pihak yang membuat perjanjian. Perjanjian penjualan langsung pada umumnya sudah dibuat dalam bentuk standar oleh perusahaan penjualan langsung atau MLM yang bersangkutan. Perjanjian tersebut dapat dibuat dengan ataupun tanpa akta autentik/ akta notaris. Perjanjian dengan akta autentik/ akta notaris memiliki kekuatan hukum yang lebih besar dibandingkan tanpa akta autentik/ akta notaris.

Pasal 1870 KUHPerdata menentukan bahwa suatu akta autentik/ akta notaris memberikan antara para pihak beserta para ahli warisnya atau orang yang mendapat hak dari mereka, suatu bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat di dalamnya. Kegiatan usaha perdagangan dengan sistem penjualan langsung diselenggarakan berdasarkan perjanjian tertulis antara perusahaan penjualan langsung atau MLM dan mitra usaha. Menurut Permendag 13/2006, perjanjian tersebut paling sedikit memuat :

2. Hak dan kewajiban para pihak.

3. Program pembinaan bantuan pelatihan dan fasilitas yang diberikan perusahaan dan/atau jaringan pemasaran kepada mitra usaha.

67R. Soebekti, Op.Cit., hlm. 1.


(35)

4. Jangka waktu perjanjian, minimal 1 (satu) tahun. 5. Pemutusan dan perpanjangan perjanjian.

6. Jaminan pembelian kembali oleh perusahaan atas barang milik mitra usaha yang dibeli dalam kurun waktu paling sedikit 6 (enam) bulan sebelum tanggal efektif pengunduran diri dan masih berada dalam keadaan layak jual apabila mitra usaha mengundurkan diri atau diberhentikan perusahaan (buy back

guarantee).

7. Ganti rugi atas barang dan/atau jasa yang tidak sesuai dengan kualitas jenis yang diperjanjikan.

8. Ketentuan tentang pemberian komisi, bonus, dan penghargaan lainnya. 9. Penyelesaian perselisihan.

Perusahaan penjualan langsung atau MLM, baik secara langsung atau melalui mitra usaha yang sudah ada wajib memberikan keterangan secara lisan atau tertulis dengan benar kepada calon mitra usaha baru dan/atau konsumen paling sedikit mengenai :68

1. Identitas perusahaan.

2. Mutu dan spesifikasi barang dan/atau jasa yang akan dipasarkan. 3. Program pemasaran barang dan/atau jasa.

4. Kode etik dan peraturan perusahaan.

5. Persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi untuk menjadi mitra usaha.

6. Program pembinaan, bantuan pelatihan dan fasilitas yang diberikan perusahaan.


(36)

77

7. Ketentuan dalam perjanjian penjualan langsung/penjualan berjenjang.

Hubungan perjanjian antara mitra usaha dan perusahaan penjualan langsung atau MLM ini adalah hubungan antara pengusaha dan pembantunya yang secara teori merupakan sebuah perjanjian untuk melakukan pekerjaan, perjanjian jenis ini adalah jenis perjanjian yang banyak sekali dipergunakan dalam lapangan perusahaan. Perjanjian ini diatur dalam Bab VII A, Buku III, KUHPerdata. Perjanjian distribusi antara mitra usaha dan perusahaan MLM digolongkan kedalam perjanjian untuk melakukan pekerjaan yang lebih khususnya lagi adalah perjanjian pelayanan berkala, perjanjian pelayanan berkala tersebut diatur dalam Pasal 1601 KUHPerdata. Perjanjian jenis ini mengikat para pihak apa saja yang telah disepakati dalam perjanjian itu beserta segala syarat-syarat yang diperjanjikan, atau hal-hal yang menurut kebiasaan dalam perniagaan mengikat pada perjanjian jenis ini.

Menurut ketentuan KUHPerdata maka seharusnya kedudukan kedua belah pihak sama tinggi, jadi dalam perjanjian hubungan mereka adalah setingkat. Kedudukan mitra usaha yang berada diluar perusahaan sebagai pihak mandiri yang melakukan perjanjian dengan perusahaan penjualan langsung atau MLM dengan kedudukan sama tinggi atau setingkat, pada kenyataannya membuat posisi mitra usaha menjadi sangat rentan dan dapat menjadi subjek hukum tunggal yang dimintai pertanggungjawaban apabila terjadi kesalahan yang menyebabkan kerugian pada pihak ketiga, karena secara umum ia tidak bertindak atas nama orang lain melainkan atas keinginannya dan atas namanya sendiri sebagai anggota dari jaringan pemasaran perusahaan MLM.


(37)

C. Perlindungan Hukum Terhadap Mitra Usaha dalam Perusahaan Berbasis Distribusi Penjualan Langsung atas Tuntutan Ganti Rugi oleh Konsumen yang Disebabkan Karena Kegagalan Produk

Setiap pelaku usaha harus berlanggung jawab terhadap segala kerugian yang diderita oleh konsumennya sebagai akibat pemakaian, pemanfaatan, atau mengkonsumsi barang yang dihasilkannya. Wujud dari tanggung jawab tersebut dapat berupa tanggung jawab untuk memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan berlaku. Ketidaktaatan pada isi transaksi konsumen, kewajiban, serta larangan yang telah disepakati sebelumnya antara pelaku usaha dan konsumen dapat menimbulkan sengketa konsumen. Salah satu bentuk sengketa konsumen yang bisa timbul dalam jual-beli barang melalui penjualan langsung atau MLM adalah karena pelaku usaha tidak memberikan informasi yang benar pada penjualan langsung atau MLM mengenai barang yang dijualnya, sehingga konsumen yang melakukan pembelian barang melalui penjualan langsung atau MLM menjadi dirugikan. Selain itu, pelaku usaha tidak mau memberikan ganti rugi atas kerugian yang diderita konsumennya.

Menurut Pasal 19 ayat (1) dan (3) UU Perlindungan Konsumen, konsumen yang merasa dirugikan akibat adanya informasi yang tidak benar pada sistem penjualan langsung atau MLM dapat menuntut secara langsung penggantian kerugian kepada pelaku usaha dan pelaku usaha harus memberi tanggapan dan/atau penyelesaian dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi pembelian. Hal inilah yang dimaksud dengan penyelesaian sengketa konsumen secara damai. Namun, jika dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi pelaku usaha tidak ada niat baik memberikan ganti


(38)

79

kerugian kepada konsumennya yang dirugikan akibat adanya informasi tidak benar pada proses penjualan langsung atau MLM, maka dalam hal ini konsumen tersebut dapat menuntut pelaku usaha melalui Badan Penyelesaian sengketa Konsumen (BPSK) atau melalui peradilan umum. Namun, pada sengketa konsumen umumnya, para pihak (pelaku usaha dan konsumen) lebih memilih untuk menyelesaikan sengketa konsumen diluar pengadilan/non litigasi. Alasan mereka memilih menyelesaiakan sengketa konsumen di luar pengadilan adalah untuk menghemat biaya, waktu, dan dapat tercapai apa yang diinginkan oleh para pihak.

Hukum perlindungan konsumen dibuat untuk kegiatan perdagangan yang adil dengan memberikan informasi yang benar dan jujur di tempat umum. Hukum perlindungan konsumen dibuat juga untuk mencegah pelaku usaha yang mengarah ke penipuan atau praktik tertentu yang tidak adil dan memperoleh keuntungan atas persaingan dan juga memberikan perlindungan terhadap mereka yang memiliki kelemahan dan tidak dapat menjaga diri mereka.69

69Endang Purwaningsih, Op. Cit., hlm. 73.

Hukum perlindungan konsumen adalah salah satu peraturan pemerintah yang bertujuan melindungi keresahan konsumen. Sebagai contoh, pemerintah tetap saja membutuhkan pernyataan pelaku usaha yang rinci mengenai informasi tentang produk khususnya berkaitan dengan keamanan atau kesehatan masyarakat sebagai suatu isu, misalnya makanan. Perlindungan konsumen berkaitan dengan hak-hak konsumen (dimana konsumen memiliki beberapa hak sebagai


(39)

konsumen), dan membuat organisasi konsumen yang dapat membantu konsumen dapat memilih yang terbaik di pasaran.

Menurut penjelasan umum UU Perlindungan Konsumen, faktor utama yang menjadi penyebab eksploitasi terhadap konsumen sering terjadi adalah masih rendahnya tingkat kesadaran konsumen akan haknya.70

Sesuai dengan prinsip pertanggungjawaban yang tercantum dalam Pasal 1366 KUHPerdata, apabila pihak ketiga (konsumen) dirugikan maka pihak-pihak yang karena perbuatannya mengakibatkan kerugian itu baik perusahaan produsen maupun mitra usahanya harus bertanggung jawab atas kerugian itu. Dalam pembahasan sebelumnya, telah dijelaskan bahwa mitra usaha dapat berperan sebagai agen dari perusahaan penjualan langsung, dimana ia hanya perpanjangan tangan dari perusahaan untuk melakukan perjanjian dengan pihak ketiga (konsumen), dimana ia dianggap sebagai pengusaha yang berdiri sendiri Tentunya, hal tersebut terkait erat dengan rendahnya pendidikan konsumen. Jika diteliti lebih lanjut, konsumen ternyata tidak hanya dihadapkan pada persoalan lemahnya kesadaran dan ketidakmengertian (pendidikan) mereka terhadap hak-haknya sebagai konsumen. Hak-hak yang dimaksud, misalnya bahwa konsumen tidak mendapatkan penjelasan tentang manfaat barang atau jasa yang dikonsumsi. Lebih dari itu, konsumen ternyata tidak memiliki bargaining position (posisi tawar) yang berimbang dengan pihak pelaku usaha. Hal ini terlihat sekali pada perjanjian baku yang siap untuk ditandatangani dan bentuk klausula baku atau ketentuan baku yang tidak informatif dan tidak bisa ditawar-tawar lagi.


(40)

81

(independent) yang melakukan persetujuan dan perjanjian dengan pihak ketiga (konsumen) atas namanya dan kepentingannya sendiri.

Kedudukan mitra usaha yang berada diluar perusahaan sebagai pihak mandiri yang melakukan perjanjian dengan perusahaan penjualan langsung atau MLM dengan kedudukan sama tinggi atau setingkat, pada kenyataannya membuat posisi mitra usaha menjadi sangat rentan dan dapat menjadi subjek hukum tunggal yang dimintai pertanggungjawaban apabila terjadi kesalahan yang menyebabkan kerugian kepada pihak ketiga (konsumen), karena secara umum ia tidak bertindak atas nama orang lain melainkan atas keinginannya dan atas namanya sendiri sebagai anggota dari jaringan pemasaran perusahaan berbasis distribusi penjualan langsung.

Mitra usaha dapat dimintai pertanggungjawaban oleh konsumen apabila dalam menjalankan bisnisnya, ia bertindak sebagai badan usaha yang mandiri dan bukan perpanjangan tangan dari perusahaan produsennya. Sebagai seorang pedagang perantara, hak, kewajiban dan tanggung jawab mitra usaha dalam menawarkan barang kepada konsumen tidak terbatas dengan cara-cara umum saja, namun dalam pelatihan yang menurut Permendag 32/2008 wajib diberikan perusahaan kepada mitra usahanya.

Ingkar janji dapat mengakibatkan kerugian bagi kreditur yang dalam hal ini adalah pihak ketiga, sehingga sejak saat itu debitur wajib mengganti kerugian yang timbul sebagai akibat dari ingkar janji tersebut. Apabila debitur dalam keadaan wanprestasi maka kreditur dapat memilih diantara beberapa kemungkinan seperti yang disebutkan dalam Pasal 1267 KUHPerdata, yaitu


(41)

pemenuhan perikatan, pemenuhan perikatan dengan ganti kerugian, ganti kerugian, pembatalan persetujuan timbal-balik dan pembatalan dengan kerugian.

Ganti rugi diatur dalam Pasal 1243 sampai dengan Pasal 1252 KUHPerdata. Dapat diambil kesimpulan dari pasal-pasal tersebut bahwa yang dimaksud dengan ganti rugi adalah sanksi yang dapat dibebankan kepada debitur yang tidak memenuhi prestasi dalam suatu perikatan untuk memberikan penggantian biaya, rugi, dan bunga. Jika barang-barang yang dijual oleh mitra usaha mempunyai cacat tersembunyi, maka mitra usaha selaku pengusaha yang bersifat mandiri dapat dimintai pertanggungjawaban oleh pihak ketiga (konsumen) secara sepihak karena telah melakukan wanprestasi terhadap perjanjian.71

1. Pemenuhan perikatan secara patut

Perusahaan penjualan langsung atau MLM selaku pihak yang memproduksi barang tidak dapat dimintai pertanggungjawabannya atas segala kerugian yang diderita oleh pihak ketiga, karena dalam penjualan produk mitra usaha bersifat independent dan bukan sebagai perpanjangan tangan dari perusahaan MLM.

Sebenarnya ketika terjadi kerugian pada pihak ketiga akibat cacat produk yang tersembunyi, maka pihak perusahaan penjualan langsung atau MLM dapat dikatakan tidak memenuhi kewajibannya secara patut dan membawa kerugian bagi pihak mitra usaha dimata pihak ketiga, namun karena pihak ketiga hanya melakukan perjanjian jual-beli dengan mitra usaha, maka pihak ketiga dapat menuntut kepada mitra usaha untuk :


(42)

83

2. Pemenuhan perikatan dengan ganti rugi 3. Ganti rugi

4. Pembatalan persetujuan timbal balik 5. Pembatalan dengan ganti rugi

Berdasarkan kasus ini pihak ketiga menderita kerugian karena terdapat cacat tersembunyi pada produk, perusahaan penjualan langsung atau MLM sebenarnya tidak dapat dibebaskan dari tanggung jawab atas tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan pihak ketiga, karena pelaku usaha lain (mitra usaha) yang membeli barang yang diproduksi olehnya tersebut untuk dijual kembali kepada pihak ketiga tidak melakukan tindakan apapun yang termasuk kedalam kategori “melakukan perubahan-perubahan atas barang yang diproduksi perusahaan MLM tanpa sepengetahuan pihak perusahaan MLM.”

Perusahaan MLM dapat dibebaskan dari tanggung jawab atas tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan pihak ketiga apabila terdapat pelaku usaha lain yang membeli barang yang ia produksi, kemudian pelaku usaha yang menjual kembali barang tersebut kepada pihak ketiga melakukan perubahan-perubahan atas barang tersebut tanpa sepengetahuan pihak perusahaan MLM. Jika adanya cacat tersembunyi pada produk yang dijual oleh mitra usaha kepada pihak ketiga yang menimbulkan kerugian tanpa didasari pada hal-hal yang diperjanjikan, maka pihak ketiga dapat menggugat mitra usaha karena telah melakukan perbuatan melawan hukum sesuai dengan Pasal 1365 KUHPerdata, namun terdapat satu unsur penting yang harus dipenuhi dalam mengajukan gugatan kepada mitra usaha karena telah melakukan perbuatan melawan hukum.


(43)

Unsur yang harus dipenuhi tersebut adalah harus dibuktikan adanya hubungan langsung antara kerugian yang diderita oleh pihak ketiga tersebut karena kesalahan yang dilakukan oleh mitra usaha. Apabila seorang mitra usaha membeli produk perusahaan MLM lalu menjual kembali produk tersebut kepada Pihak ketiga tanpa melakukan perubahan-perubahan atas produk tersebut baik dengan sepengetahuan maupun izin dari pihak perusahaa MLM, maka seharusnya mitra usaha tidak dapat dimintai pertanggungjawaban kecuali cacat tersembunyi pada produk yang dijual oleh mitra usaha tersebut terjadi dalam hal terdapat kelalaian dari mitra usaha dalam menjaga produk yang berada di bawah pengawasannya.

Mitra usaha tidak dapat diminta pertanggungjawabannya atas hal-hal yang bukan merupakan tanggung jawabnya atau diluar kewajiban dan kewenangannya, karena dalam praktiknya mitra usaha hanya sebagai perantara penjualan maupun perjanjian dari perusahaan MLM kepada pihak ketiga. Hubungan antara mitra usaha dan pihak ketiga (konsumen) dapat berupa jual-beli maupun perjanjian kerjasama diantara kedua pihak yang saling membutuhkan, yakni salah satu pihak melakukan prestasi yang diinginkan oleh pihak lain dengan imbalan atau pembayaran dari pihak yang menginginkan terjadinya prestasi tersebut. Prestasi merupakan sesuatu yang wajib dipenuhi oleh debitur dalam setiap perikatan. Prestasi merupakan isi dari perikatan, perwujudan keinginan para pihak. Jika debitur dalam hal ini mitra usaha tidak memenuhi prestasi seperti yang ditentukan di dalam perjanjian maka debitur dikatakan melakukan ingkar janji atau wanprestasi.


(44)

85 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian-uraian yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat diambil suatu kesimpulan yang menjawab permasalahan dari skripsi ini. Adapun kesimpulan tersebut adalah :

1. Pengaturan perusahaan berbasis distribusi penjualan langsung yang diatur dalam KUHPerdata, UU Perdagangan, UU Perlindungan Konsumen dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor: 32/M-DAG/PER/8/2008 tentang penyelenggaraan kegiatan usaha perdagangan dengan sistem penjualan langsung telah cukup memberikan kepastian hukum terhadap keberadaan dan penyelenggaraan kegiatan penjualan langsung. Adapun hal-hal yang diatur secara khusus dalam Permendag 32/2008 adalah mengenai kewajiban yang harus dipenuhi oleh perusahaan penjualan langsung dan setiap perusahaan penjualan langsung harus memiliki SIUPL (Surat Izin Usaha Penjualan Langsung) serta harus terdaftar dalam APLI (Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia). Dengan adanya Permendag 32/2008 tersebut maka akan menimbulkan kekuatan hukum yang mengikat bagi perusahaan penjualan langsung, sehingga meningkatkan penataan, tertib usaha, perlindungan konsumen, kepastian hukum dan penciptaan iklim usaha yang kondusif guna mendorong peningkatan investasi di bidang perdagangan.

2. Mitra usaha dalam perusahaan berbasis distribusi penjualan langsung mempunyai kedudukan khusus tergantung jenis penghasilan yang ia terima.


(45)

3. Sebagai pedagang perantara, ia tidak disebutkan secara tertulis di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Jika dilihat dari sifat pemberian kuasa menurut KUHPerdata mitra usaha mempunyai kedudukan ganda dalam sistem hukum dagang, maka mitra usaha dapat dikategorikan sebagai anggota mandiri jaringan pemasaran yang bersifat seperti distributor ataupun perwakilan dari perusahaan yang bersifat seperti agen perusahaan. Sehingga dalam melakukan usahanya, seorang mitra usaha dapat berurusan dengan pihak ketiga (konsumen) baik atas nama dirinya sendiri maupun atas nama perusahaan berbasis distribusi penjualan langsung seperti gabungan antara distributor dan agen.

4. Penentuan pihak yang bertanggungjawab dan pihak yang dapat digugat oleh konsumen atas kerugian yang diderita konsumen dapat ditentukan berdasarkan hubungan-hubungan hukum, baik hubungan hukum yang lahir berdasarkan perjanjian (perjanjian antara perusahaan produsen dengan mitra usaha dan/atau mitra usaha dengan mitra usaha) maupun hubungan hukum yang lahir berdasarkan undang-undang. Tanggung jawab mitra usaha dalam sistem penjualan langsung/berjenjang atas kerugian yang dialami konsumen bergantung pada tindakan dan kedudukan mitra usaha ketika berurusan dengan konsumen. Menurut KUHPerdata konsumen dapat menuntut mitra usaha berdasarkan wanprestasi apabila ia berkedudukan sebagai distributor dan terdapat cacat tersembunyi pada barang yang ia jual, lalu konsumen juga dapat menuntut pertanggungjawaban mitra usaha berdasarkan perbuatan melawan hukum apabila konsumen dapat membuktikan bahwa mitra usaha


(46)

87

yang pada saat berurusan dengan konsumen berkedudukan sebagai distributor telah melakukan tindakan marketing yang berlebihan dan tidak sesuai kode etik yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Apabila seorang mitra usaha bertindak sesuai dengan kode etik perusahaan, maka mitra usaha harus mendapat perlindungan sebagai bagian dari perusahaan penjualan langsung tersebut.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, maka penulis mengajukan saran sebagai masukan bagi pihak-pihak yang berkepentingan, antara lain:

1. Sebaiknya sebelum bergabung dengan perusahaan berbasis distribusi penjualan langsung, seorang calon mitra usaha harus meneliti apakah perusahaan tersebut sudah terdaftar dalam Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia (APLI) dan telah mematuhi peraturan-peraturan yang berlaku, agar mitra usaha tidak terjebak ke dalam perusahaan yang hanya berkedok bisnis penjualan langsung yang menipu dan dan merugikan.

2. Demi kepastian hukum, maka disarankan agar pemerintah membuat suatu landasan yang merumuskan dan mengatur mengenai kedudukan serta batas-batas hak dan tanggung jawab mitra usaha secara jelas, karena menentukan kedudukan mitra usaha merupakan kebutuhan praktik yang penting dalam perbuatan hukum. Dengan demikian, masyarakat dan pihak terkait


(47)

mendapatkan payung hukum yang berfungsi untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum dalam hal terjadi suatu peristiwa hukum.

3. Pihak mitra usaha dalam melakukan transaksi dengan pihak ketiga (konsumen), disarankan agar memperhatikan dan memberikan penjelasan (berupa perjanjian tertulis) kepada pihak ketiga (konsumen) mengenai kedudukannya yang mandiri dalam melakukan perjanjian jual-beli maupun sebagai perpanjangan tangan perusahaan berbasis distribusi penjualan langsung dalam merekrut pihak ketiga (konsumen) masuk ke dalam jaringan perusahaan. Dengan demikian, baik pihak ketiga maupun mitra usaha mendapatkan kepastian hukum mengenai siapa yang dapat dimintai pertanggungjawaban manakala terjadi kerugian baik yang disebabkan oleh perjanjian maupun kesalahan dan kealpaan.


(48)

21 BAB II

PENGATURAN PERUSAHAAN BERBASIS DISTRIBUSI PENJUALAN LANGSUNG MENURUT HUKUM POSITIF INDONESIA

A. Tinjauan Umum Perusahaan Berbasis Distribusi Penjualan Langsung 1. Definisi perusahaan berbasis distribusi penjualan langsung

Dilihat dari berbagai ciri sistem perusahaan berbasis distribusi penjualan langsung, ada beberapa hal yang menurut hemat penulis memberikan pesona atau daya tarik kepada mereka yang belum mendapat pekerjaan, atau mereka yang sudah bekerja, dan ingin menambah penghasilannya. Dengan bekerja di sebuah perusahaan konvensional, baik swasta maupun negeri, belum menjamin peningkatan taraf hidup yang diharapkan, karena rendahnya tingkat gaji bagi para pekerja di Indonesia. Sistem penjualan langsung merupakan aktivitas penjualan barang atau produk secata langsung kepada konsumen, dimana aktivitas penjualan tersebut dilakukan oleh seorang penjual langsung yang disertai penjelasan, presentasi dan demo produk.14

Multi Level Marketing (MLM) dikenal sebagai bisnis penjualan langsung

(direct selling), karena pelaksanaan penjualan produk dilakukan secara langsung oleh wiraniaga kepada konsumen, tidak melalui perantara, tidak melalui swalayan, kedai atau warung, tetapi langsung kepada pembeli.15

14

R. Serfianto D., Iswi Hariyani, Cita Yustisia, Multi Level Marketing Money Game &

Skema Piramid (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2011), hlm. 15-16.

15Yusuf Tarmizi, Strategi MLM Secara Cerdas dan Halal (Jakarta: PT. Elex Media

Komputindo, 2000), hlm. 4.


(49)

Penjualan langsung (direct selling) merupakan istilah formal yang digunakan di dunia internasional dalam penyelenggaraan kegiatan usaha MLM. Hal ini selain disebabkan karena faktor sejarah, juga karena perusahaan MLM pada umumnya memiliki reputasi tergabung dalam Asosiasi Penjualan Langsung. Asosiasi Penjualan Langsung tersebut salah satunya adalah Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia (selanjutnya disebut APLI) yang sekaligus termasuk anggota Asosiasi Penjualan Langsung dunia yaitu WFDSA (World Federation of Direct

Selling Association).16 Ketentuan mengenai penyelenggaraan penjualan langsung

di Indonesia diatur dalam Permendag 32/2008. Adapun defenisi dari penjualan langsung berdasarkan Pasal 1 angka 1 Permendag 32/2008 adalah sebagai berikut :17

Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Permendag 32/2008 yang telah disebutkan sebelumnya setiap perusahaan yang bergerak di bidang direct selling atau MLM bekerja sama dengan mitra usahanya untuk mendapat keuntungan dengan cara memberi uang ataupun barang sebagai imbalan kepada mitra usahanya dengan menggunakan target ataupun diukur dari total hasil penjualan kepada konsumen dan pengembangan jaringan pemasaran yang telah dicapai oleh mitra usahanya tersebut.

“Penjualan langsung (Direct Selling) adalah metode penjualan barang dan/atau jasa tertentu melalui jaringan pemasaran yang dikembangkan mitra usaha yang bekerja atas dasar komisi dan/atau bonus berdasarkan hasil penjualan kepada konsumen di luar lokasi eceran tetap.”

16Andrias Harefa, Menapaki Jalan DS-MLM (Yogyakarta: Gradien Books, Yogyakarta,

2007), hlm. 25.


(50)

23

2. Sejarah lahirnya perusahaan berbasis distribusi penjualan langsung

Penjualan langsung telah dikenal sejak manusia melakukan pertukaran dalam bentuk natura (barter barang dengan barang) hingga manusia mengenal uang sebagai alat pembayaran yang dapat diterima secara umum. Pertukaran dalam bentuk natura (barter barang dengan barang) merupakan aktivitas ekonomi yang diterapkan dalam sistem ekonomi pasar. Sistem ini sebagai bentuk pertukaran ekonomi yang mengiringi pertumbuhan perusahaan telah berkembang pesat hingga menampilkan wajahnya yang paling modern yaitu MLM.18

Istilah penjualan langsung (direct selling) memang lebih dulu muncul dibanding MLM. Istilah penjualan langsung (direct selling) merujuk pada aktivitas penjualan barang-barang atau produk langsung kepada konsumen, dimana aktivitas penjualan tersebut dilakukan oleh seorang penjual langsung (direct seller) dengan disertai penjelasan, presentasi atau demo produk. Praktek-praktek penjualan langsung (direct selling) sesungguhnya sudah berlangsung sejak zaman dahulu kala. Esensinya adalah adanya tenaga penjual independen yang menjualkan produk atau barang dari produsen tertentu kepada konsumen.19

Penjualan langsung (direct selling) dalam bentuknya yang sekarang pertama kali muncul dengan beroperasinya The California Perfume Company di New York tahun 1886 yang didirikan oleh Dave McConnel.20

18M. Fachrur Rozi, Kontroversi Bisnis MLM, Cetakan Pertama (Yogyakarta: Pilar Media,

2006), hlm. 14-15.

19APLI (Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia,

apli-blog.blogspot.co.id/2007/12/visi-dan-misi-apli-asosiasi-penjualan.html?m=1 (diakses pada tanggal 15 Februari 2016)

20Ibid.

McConnell inilah yang memiliki ide mempekerjakan Mrs. Albee sebagai California Perfume Lady yang pertama dengan cara menjual langsung kepada konsumen dari rumah ke


(51)

rumah. Perusahaan ini kemudian berganti nama menjadi Avon pada tahun 1939, sementara Mrs. Albee sendiri dianggap sebagai pioneer metode penjualan direct

selling.

Perkembangan berikutnya, muncul perusahaan Nutrilite tahun 1934 di California dengan metode penjualan baru, yaitu memberi komisi tambahan pada distributor independen yang berhasil merekrut, melatih, dan membantu anggota baru itu untuk ikut menjual produk. Metode baru ini memungkinkan seorang distributor terus merekrut anggota baru dengan kedalaman dan keluasan yang tidak terbatas. Produk pertama yang mereka jual adalah vitamin dan makanan tambahan Nutrilite.21 Saat itu, Nutrilite Products Inc. merupakan salah satu perusahaan di Amerika yang dikenal telah menggunakan metode penjualan secara bertingkat. Dengan modal awal yang relatif tidak besar, seorang tenaga penjual biasa mendapatkan penghasilan melalui dua cara. Pertama, keuntungan diperoleh dari setiap program makanan tambahan yang berhasil dijual ke konsumen. Kedua, dalam bentuk potongan harga dari jumlah produk yang berhasil dijual oleh distributor yang direkrut dan dilatih oleh seorang tenaga penjual dari perusahaan. Pada tahun 1945 direct selling mulai diperkenalkan oleh Karl Ramburg.22

Selanjutnya pada pertengahan tahun 1950, organisasi dalam perusahaan Nutrilite mengalami guncangan. Momentum ini merupakan awal berdirinya Amway pada tahun 1959. Amway didirikan oleh Rich DeVos dan Jay Van Andel, berdasarkan suatu keyakinan, bahwa kesuksesan memasarkan suatu

21Sejarah Sistem Jualan Langsung,


(52)

25

produk adalah menjualnya secara langsung kepada pelanggan. Berdasarkan pengalaman berharga yang diperoleh dari Nutrilite, mereka memulai usaha yang sederhana dengan menempati sebuah gudang di kota Ada, Michigan, dengan produk awal LOC (Liquid Organic Cleaner), suatu cairan pembersih biodegradable yang aman untuk lingkungan. Usaha ini kemudian berkembang menjadi Amway Corporation, sebuah perusahaan yang berskala Internasional berada di 80 negara dan teritori dengan metode penjualan yang sama, yang kemudian lebih dikenal dengan metode penjualan MLM. Perkembangan sistem MLM ini sangat sedikit dijadikan objek studi kaum akademis, termasuk dalam aspek hukumnya.

Penjualan langsung (direct selling) memang memberikan kesempatan kepada setiap orang, yang semula tidak diperhitungkan di dunia perdagangan. Bisnis ini menawarkan kemudahan bagi setiap orang, dengan cara yang sederhana, untuk menambah penghasilan mereka. Penjualan langsung (direct

selling) memperbolehkan orang berbisnis dengan produk atau jasa yang unik dan

inovatif, membawa mereka ke pasar tanpa mengeluarkan biaya iklan di media masa yang sangat besar dan tanpa harus bersaing di toko-toko pengecer. Suatu metode distribusi eceran dengan sentuhan pribadi yang sudah menyebar ke seluruh pelosok dunia.23

23M. Rozani PC, Mind Therapy for MLM (Jakarta: Penerbit Hikmah P.T Mizan Publika

Anggota IKAPI, 2007), hlm. 6.

Dengan cara unik dan inovatif, penjualan langsung (direct selling) telah menjadi metode penjualan yang sukses selama 50 tahun. Nilai kegiatan usaha penjualan langsung (direct selling) melebihi 100 miliar dolar AS dan lebih dari 40 juta rakyat diseluruh dunia bergabung dalam kegiatan usaha


(53)

penjualan langsung (direct selling).24 Dari 500 jutawan Amerika, 20 persennya terlibat dalam kegiatan usaha penjualan langsung (direct selling). Dari 100 perusahaan terbesar, 37 persennya berjalan di usaha penjualan langsung (direct

selling).25

B. Ruang Lingkup Perusahaan Berbasis Distribusi Penjualan Langsung Menurut John Naitsbitt, penulis buku Mega Trend 2000, dalam pasaran Asia tahun 1990-2000, hanya ada tiga jenis bisnis yang berkuasa, yaitu telekomunikasi, komputer, dan produksi obat-obatan yang berasaskan usaha penjualan langsung (direct selling). Di Malaysia, jumlah usaha industri penjualan langsung pun kini melebihi 10 triliun rupiah. Angka ini memberi petanda positif bahwa sudah saatnya MLM menjadi industri yang paling berhasil di dunia. Penjualan langsung merupakan jalur alternatif bagi perusahaan untuk mendistribusikan produk dan jasanya ke pasaran dengan acara memasarkan barang/jasa langsung kepada pelanggan (jalur distribusi yag lain termasuk supermarket, toko retail, door to door sales dan lain-lain).

Penjualan langsung (Direct Selling) menurut rumusan WFDSA, “is the

marketing and selling of products directly to consumers away from a fixed retail location”, yang artinya adalah pemasaran dan penjualan produk (barang dan/atau

24APLI Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia,

Februari 2016).


(54)

27

jasa) secara langsung kepada konsumen di tempat yang terpisah dari lokasi penjualan eceran.26

APLI melihat ada dua bentuk penjualan langsung antara lain :27

1. Single level marketing (pemasaran satu ingkat), merupakan metode

pemasaran barang dan/atau jasa dari sistem penjualan langsung melalui program pemasaran berbentuk satu tingkat, dimana mitra saha mendapatkan komisi penjualan dan bonus penjualan dari hasil penjualan barang dan/atau jasa yang dilakukannya sendiri.

2. Multi level marketing (pemasaran multi tingkat), merupakan metode

pemasaran barang dan/atau jasa dari sistem penjualan langsung melalui program pemasaran berbentuk lebih dari satu tingkat, dimana mitra usaha mendapatkan komisi penjualan dan bonus penjualan dari hasil penjualan barang dan/atau jasa yang dilakukannya sendiri dan anggota jaringan di dalam kelompoknya.

Menurut WFDSA, konsumen mendapatkan keuntungan dari penjualan langsung karena kemudahan dan pelayanan yang disediakan, termasuk demonstrasi pribadi dan penjelasan produk, pengiriman ke rumah, dan jaminan kepuasan pembelian. Berbeda dengan waralaba, biaya bagi seorang individu untuk memulai bisnis penjualan independen langsung biasanya sangat rendah dengan persediaan sedikit atau tidak diperlukan atau komitmen kas lainnya untuk

26

About Direct Selling, tanggal 12 Maret 2016).

27Bisnis Penjualan Langsung Direct Selling,


(55)

memulai. Sistem penjualan langsung ini juga dikenal memiliki 3 (tiga) macam, yaitu :28

1. One of one, dalam sistem ini seorang penjual, yang merupakan

agen/anggota/kontraktor yang mandiri atau lepas, menarik konsumen yang berpotensi di area khusus berdasarkan pendekatan orang ke orang. Mereka menawarkan produk, serta mendapat komisi atau basis lain. Pendapatan mereka dapat juga diperoleh dari selisih harga pembelian ke supplier dan penjualan ke konsumen. Cara ini sering digunakan oleh para member

broker/marketing associate suatu agen properti (ERA, Lj. Hooker, Coldwell

Banker, dan sebagainya), dan para agen asuransi (Prudential, Sequis Life, Jiwasraya, dan sebagainya).

2. Party plan, pada metode seorang penjual, karyawan lepas atau tetap, bertugas

mencari atau menjadi tuan rumah yang mengundang sekelompok orang di rumahnya dalam rangka sales party untuk mendemonstrasikan produk. Penghasilan si penjual juga atas dasar selisih harga eceran. Si tuan rumah biasanya diberikan hadiah sebagai tanda terima kasih sesuai dengan nilai penjualan tertentu. Model ini sering digunakan oleh distributor peralatan rumah tangga, kosmetika, minuman kesehatan, dan nutrisi kesehatan. PT. Imawi Benjaya, yang mengusung merek Tupperware dengan produk kemasan plastik, merupakan salah satu dari perusahaan yang sukses dan cukup terkenal di kalangan ibu-ibu rumah tangga, di dalam menerapkan metode penjualan ini.

28Bisnis Penjualan Langsung Direct Selling,


(56)

29

3. Multi level marketing (MLM) atau System Networking, adalah penjualan

secara bertingkat dari distributor mandiri yang memiliki peluang untuk mendapatkan penghasilan dalam dua cara. Pertama, penjualan produk langsung ke konsumen. Kedua, distributor bisa menerima potongan harga atas dasar jumlah produk/jasa yang dibeli oleh anggota kelompok bisnis untuk penjualan atau pemakaian, termasuk jumlah penjualan pribadi. Atau dalam arti lain, MLM atau Network Marketing adalah kegiatan mendistribusikan, menjual atau menyuplai produk/jasa melalui individu yang ditunjuk sebagai agen atau distributor. Agen ini dibayar dalam bentuk komisi, diskon, bonus dan reward lainnya, berdasarkan jumlah penjualan dan kemampuannya merekrut agen. Perekrut disebut upline, sedangkan yang direkrut disebut downline. Dalam sistem MLM, upline juga mendapatkan

reward dari besarnya penjualan downline yang berada di bawahnya langsung,

dan penjualan downline tidak langsung (yang levelnya berada dua tingkat atau lebih di bawahnya).

Secara khusus model pemasaran MLM ini, di Indonesia sendiri mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat dahsyat, serta terbukti menjadi salah satu industri yang turut menjadi pilar perekonomian yang patut diperhitungkan. Terbukti banyak pemasar yang sukses di bidang ini memulai dari nol, dan rata-rata mereka berusia di bawah 40 tahun. Nama-nama MLM seperti Tianshi, CNI, Sophie Martin, Amway, Forever Young, merupakan beberapa nama yang banyak dikenal oleh masyarakat.


(57)

Kekuatan dari sistem direct selling adalah tradisi kemandiriannya layanan ke konsumen dan komitmen untuk pertumbuhan kewirausahaan dalam sistem pasar bebas. Sistem direct selling menawarkan peluang usaha kepada mereka yang mencari alternatif untuk mendapatkan penghasilan tanpa melihat suku, jenis kelamin, tingkat pendidikan, umur maupun pengalaman.

Sistem ini menawarkan peluang untuk mendapatkan penghasilan dengan bekerja paruh waktu maupun penuh waktu. Dalam banyak kasus, peluang direct

selling ini berkembang menjadi suatu ‘karir’ yang memuaskan bagi mereka yang

mencapai kesuksesan dan memilih untuk bekerja secara full time.

Metode ini mempunyai kelebihan antara lain operasinya lebih fleksibel karena penjual dapat mengamati reaksi pelanggan dan menyesuaikan pendekatannya, usaha yang sia-sia dapat diminimalkan, pelanggan yang berminat biasanya langsung membeli, dan penjual dapat membina hubungan jangka panjang dengan pelanggannya. Di dalamnya terkandung praktik salesmanship,

negotiating, dan relationship marketing, yang sangat dibutuhkan pada era

persaingan pasar bebas.

Selain itu, keuntungan lain dari sistem ini yaitu penjual dapat menikmati kebebasan waktu, kebebasan dalam menentukan keuntungan, memperoleh pelatihan gratis dari perusahaan/sponsor, dan memperbolehkan orang berbisnis dengan produk atau jasa yang unik dan inovatif, membawa mereka ke pasar tanpa mengeluarkan biaya iklan dan media massa yang sangat besar, dan tanpa harus bersaing di toko-toko pengecer. Di sisi pelanggan, biasanya penjual akan mendatangi langsung si calon pelanggan, sehingga mereka tidak perlu repot-repot


(1)

KATA PENGANTAR

“Karena masa depan sungguh ada, dan harapanmu tidak akan hilang” Amsal 23:18

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, yang karena anugerah dan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini, yang merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum pada Fakultas hukum Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini berjudul: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP MITRA USAHA DALAM PERUSAHAAN BERBASIS DISTRIBUSI PENJUALAN LANGSUNG ATAS TUNTUTAN GANTI RUGI OLEH KONSUMEN YANG DISEBABKAN KARENA KEGAGALAN PRODUK.

Berkat bimbingan dan arahan serta petunjuk dari dosen pembimbing sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kelemahan-kelemahan serta kekurangan-kekurangannya, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan masukan-masukan dan arahan-arahan yang bersifat membangun agar penulis dapat menjadi lebih baik lagi dikemudian hari.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan, bimbingan dan motivasi dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(2)

3. Bapak Syafruddin Hasibuan, S.H., M.H., DFM., selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak O.K. Saidin, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Windha, S.H., M.Hum., selaku Ketua Jurusan Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak Nazaruddin, S.H., M.A selaku Dosen Penasehat Akademik.

7. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing I, terima kasih atas segala perhatian, masukan dan bimbingan Bapak kepada penulis selama penulisan skripsi ini.

8. Ibu Tri Murti Lubis, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing II, terima kasih atas segala perhatian, masukan dan bimbingan Ibu kepada penulis selama penulisan skripsi ini.

9. Seluruh Staf Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

10. Seluruh Bapak dan Ibu Staf Pengajar di Fakultas Hukum USU.

11. Kedua Orang Tua saya yang sangat saya cintai, Bapak Lagat Silalahi dan Mamak saya Siti Roma br. Simanjuntak terima kasih atas dukungan doa, cinta dan kasih sayang yang tulus, perhatian, dan saran-saran kepada saya selama ini sehingga dapat menyelesaikan studi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

12. Saudara-saudara saya, Mak Tobi, Pak Tobi, Pak Moses, Mak Moses, Kak Nana, Bang Pilot, Bebs Nela, Kak Melda, Nugrah, Brita, Kak Lina, Dek Ana,


(3)

13. Kak Butet dan 3 keponakan saya Moses, Tobi dan Torres, terima kasih karena selama ini memberikan dukungan dan doa yang menjadi penyemangat saya untuk menyelesaikan skripsi ini.

14. Buat sahabat-sahabat saya yang sangat rempong, Lora, Anas, Helen, dan Lia, yang selalu menjadi penyemangat saya untuk menyelesaikan skripsi ini. 15. Buat sahabat-sahabat saya Nanda, Kilut, Uli, Putri, Ica, Jely, Monica, Jupek,

Tata, Yuni, Tyak, Ivana dan Kila yang selalu bertanya kapan sidang dan menjadi penyemangat di perkuliahan serta dalam penulisan skripsi dengan semua canda tawa kalian.

16. Buat Teman Terbaikku Efraim Manasye Sihombing, yang udah janjiin liburan kalau bisa wisuda bulan 5, dan sudah kubuktikan ya bang, terima kasih karena telah menjadi penyemangat dan motivator terbaik selama perkuliahan dan penulisan skripsi ini. (Filipi 1:3)

Demikian Penulis sampaikan, kiranya skripsi ini dapat bermanfaat untuk menambah dan memperluas cakrawala berpikir kita semua.

Medan, 12 April 2016 Penulis,


(4)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAKSI ... ii

DAFTAR ISI ... iii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

D. Keaslian Penelitian ... 9

E. Tinjauan Kepustakaan... 11

F. Metode Penelitian ... 16

G. Sistematika Penulisan ... 18

BAB II PENGATURAN PERUSAHAAN BERBASIS DISTRIBUSI PENJUALAN LANGSUNG MENURUT HUKUM POSITIF INDONESIA A. Tinjauan Umum Perusahaan Berbasis Distribusi Penjualan Langsung ... 21

1. Definisi Perusahaan Berbasis Distribusi Penjualan Langsung ... 21

2. Sejarah Lahirnya Perusahaan Berbasis Distribusi Penjualan Langsung ... 23

B. Ruang Lingkup Perusahaan Berbasis Distribusi Penjualan Langsung ... 26 C. Pengaturan Perusahaan Berbasis Distribusi Penjualan


(5)

Langsung Menurut Hukum Positif Indonesia ... 31 1. Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.... ... 31 2. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014

tentang Perdagangan... .. 38 3. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen ... 39 4. Berdasarkan PERMENDAG RI No.32/M-DAG/PER/8/2008

tentang Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Perdagangan

dengan Sistem Penjualan Langsung... .. ... 41

BAB III KEDUDUKAN HUKUM MITRA USAHADALAM

PERUSAHAAN BERBASIS DISTRIBUSI PENJUALAN LANGSUNG

A. Definisi Mitra Usaha Secara Umum ... 45 B. Kode Etik Mitra Usaha pada Perusahaan Berbasis

Distribusi Penjualan Langsung ... 48 C. Kedudukan Hukum Mitra Usaha dalam Perusahaan

Berbasis Distribusi Penjualan Langsung ... 53 D. Hak, Kewajiban, dan Tanggung Jawab Mitra Usaha dalam

Perusahaan Berbasis Distribusi Penjualan Langsung ... 63

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP MITRA USAHADALAM PERUSAHAAN BERBASIS DISTRIBUSI PENJUALAN LANGSUNG ATAS TUNTUTAN GANTI RUGI OLEH KONSUMEN YANG DISEBABKAN KARENA KEGAGALAN PRODUK


(6)

Perusahaan Berbasis Distribusi Penjualan Langsung ... 69 B. Perjanjian Kerjasama antara Mitra Usaha dan Perusahaan

Distribusi Penjualan Langsung... 75 C. Perlindungan Hukum Terhadap Mitra Usaha dalam

Perusahaan Berbasis Distribusi Penjualan Langsung atas Tuntutan Ganti Rugi Oleh Konsumen yang Disebabkan Karena Kegagalan Produk ... 78

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 85 B. Saran ... 87


Dokumen yang terkait

Pertanggungjawaban Mitra Usaha dalam Perusahaan Berbasis Penjualan Langsung terhadap Pemberian Garansi atas Produk yang Diperdagangkan

1 22 123

Pertanggungjawaban Mitra Usaha dalam Perusahaan Berbasis Penjualan Langsung terhadap Pemberian Garansi atas Produk yang Diperdagangkan

0 0 9

Pertanggungjawaban Mitra Usaha dalam Perusahaan Berbasis Penjualan Langsung terhadap Pemberian Garansi atas Produk yang Diperdagangkan

0 0 2

Pertanggungjawaban Mitra Usaha dalam Perusahaan Berbasis Penjualan Langsung terhadap Pemberian Garansi atas Produk yang Diperdagangkan

0 1 23

Pertanggungjawaban Mitra Usaha dalam Perusahaan Berbasis Penjualan Langsung terhadap Pemberian Garansi atas Produk yang Diperdagangkan

0 0 53

Perlindungan Hukum Terhadap Mitra Usaha Dalam Perusahaan Berbasis Distribusi Penjualan Langsung Atas Tuntutan Ganti Rugi oleh Konsumen yang Disebabkan Karena Kegagalan Produk

0 2 7

Perlindungan Hukum Terhadap Mitra Usaha Dalam Perusahaan Berbasis Distribusi Penjualan Langsung Atas Tuntutan Ganti Rugi oleh Konsumen yang Disebabkan Karena Kegagalan Produk

0 1 1

Perlindungan Hukum Terhadap Mitra Usaha Dalam Perusahaan Berbasis Distribusi Penjualan Langsung Atas Tuntutan Ganti Rugi oleh Konsumen yang Disebabkan Karena Kegagalan Produk

0 0 20

Perlindungan Hukum Terhadap Mitra Usaha Dalam Perusahaan Berbasis Distribusi Penjualan Langsung Atas Tuntutan Ganti Rugi oleh Konsumen yang Disebabkan Karena Kegagalan Produk

0 0 24

Perlindungan Hukum Terhadap Mitra Usaha Dalam Perusahaan Berbasis Distribusi Penjualan Langsung Atas Tuntutan Ganti Rugi oleh Konsumen yang Disebabkan Karena Kegagalan Produk

0 0 3