Perjanjian Kemitraan PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEMITRAAN DALAM HUKUM

B. Perjanjian Kemitraan

1. Pengertian dan unsur perjanjian kemitraan Kemitraan memiliki pengertian yang beragam sebagaimana dikemukakan oleh banyak sarjana. Menurut Tim Penyusun Kamus Bahasa Indonesia 76 kata mitra memiliki arti teman, kawan kerja, pasangan kerja, rekan, sedangkan “kemitraan adalah perihal hubungan atau jalinan kerjasama sebagai mitra”. Dengan pendapat senada, Fletcher 77 mengemukakan “partnership is the relation which subsists between persons carrying on a business in common with a view of profit.” Kedua sarjana di atas menekankan kemitraan sebagai sebuah hubungan atau relasi, meskipun Fletcher menambahkan tujuan dari kemitraan, yaitu keuntungan, dalam definisinya. Sedangkan menurut Wie kemitraan merupakan kerjasama usaha antara perusahaan besar atau menengah yang bergerak di sektor produksi barang-barang maupun di sektor jasa dengan industri kecil berdasarkan atas asas saling membutuhkan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan. 78 Pendapat lain dikemukakan oleh Hafsah 79 yang menyebutkan: “Kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan. Karena merupakan strategi bisnis maka keberhasilan kemitraan sangat ditentukan oleh adanya kepatuhan di antara yang bermitra dalam menjalankan etika bisnis.” 76 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cetakan Ketiga Jakarta: Balai Pustaka, 1990, hlm. 588. 77 Keint L Fletcher, The Law of Partnership Sidney: The Law Book Company Limited, 1987, hlm. 27. 78 Thee Kian Wie. Ed. Dialog Kemitraan dan Keterkaitan Usaha Besar dan Kecil dalam Sektor Industri Pengolahan Jakarta: Gramedia, 1992, hlm 3. 79 Muhammad Jafar Hafsah, Kemitraan Usaha Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1999, hlm. 43. Universitas Sumatera Utara Selain itu, Linton 80 berpendapat: “Kemitraan adalah sebuah cara melakukan bisnis di mana pemasok dan pelanggan berniaga satu sama lain untuk mencapai tujuan bisnis bersama”. Kedua sarjana terakhir di atas, pengertian kemitraan lebih ditekankan pada sebagai suatu strategi atau cara melakukan bisnis untuk dari pihak yang bermitra untuk mencapai tujuan keuntungan bersama. Meskipun Hafsah menambahkan dalam definisi bahwa strategi bisnis tersebut dilandasi prinsip saling membutuhkan dan membesarkan. Pengertian tentang kemitraan yang secara spesifik menyangkut aspek hukum sebagaimana terdapat dalam bla ck’s law dictionary. black’s law dictionary 81 menyebutkan bahwa kemitraan partnership adalah: “A voluntary contract between two or more competent persons to place their money, effects, labor, and skill, or some or all of them, in lawful commerce or business, with the understanding that there shall be a proportional sharing of the profits and losses between the m.” Pengertian dalam kamus tersebut di atas, dapat diketahui adanya penekanan bahwa kemitraan merupakan kontrak yang dibuat secara sukarela. Dua orang atau lebih yang kompeten yang bermitra dapat menempatkan dana, tenaga, dan atau keterampilannya, dengan pemahaman akan adanya pembagian proporsional keuntungan atau kerugian di antara mitra. Berbagai pandangan dan 80 Ian Linton, Kemitraan Meraih Keuntungan Bersama Jakarta: Halirang, 1997, hlm.10. 81 Blacks Law Dictionary, What is Partnership, http: thelawdictionary. orgpartnership, diakses pada tanggal 8 Januari 2016. Universitas Sumatera Utara pendapat sarjana di atas terdapat kesamaan sekaligus perbedaan dalam mendefinisikan kemitraan. Undang- undang Republik Indonesia tentang Usaha Kecil 82 : “Kemitraan adalah kerja sama usaha antara Usaha Kecil dengan Usaha Menengah atau dengan Usaha Besar disertai pembinaan dan pengembangan oleh Usaha Menengah atau Usaha Besar dengan memperlihatkan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan.” Semua pengertian tentang kemitraan yang diuraikan di atas, baik dari para sarjana maupun yang tertera dalam peraturan perundang-undangan, menunjukkan adanya titik penekanan yang sama maupun berbeda satu sama lain. Pengertian yang lebih lengkap dan sempurna dapat dirumuskan apabila pengertian-pengertian yang ada tersebut dipadukan. Mengacu pada berbagai pendapat dan ketentuan di atas, Penulis berpendapat bahwa pengertian kemitraan yang lebih padu dan lengkap adalah kerja sama usaha yang merupakan strategi bisnis yang dilakukan antara dua pihak atau lebih dengan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki yang dilandasi prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan. Pengertian ini, sebagai sebuah strategi bisnis, sumber daya yang dimiliki oleh dua pihak atau lebih yang bermitra akan dimanfaatkan dengan prinsip saling memerlukan dan engan demikian diharapkan usaha atau bisnis para pihak akan menguat serta mendapatkan keuntungan. 82 Republik Indonesia, Undang-undang tentang Usaha Kecil, UU Nomor 9 Tahun 1995, Pasal 1 angka 8. Universitas Sumatera Utara Unsur pembinaan dan pengembangan dengan sendirinya sudah termaktub dalam prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan. Merujuk pada pengertian kemitraan yang tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia tentang Usaha Kecil di atas, maka kemitraan itu mengandung unsur-unsur pokok 83 sebagai berikut: a. Kemitraan adalah Kerja Sama Usaha Dalam konsep kerja sama usaha melalui kemitraan ini, jalinan kerjasama yang dilakukan antara usaha besar atau menengah dengan usaha kecil didasarkan pada kesejajaran kedudukan atau mempunyai derajat yang sama. Ini berarti bahwa hubungan kerja sama yang dilakukan antara pengusaha besar atau menengah dengan pengusaha kecil mempunyai kedudukan yang setara dengan hak dan kewajiban timbal balik sehingga tidak ada pihak yang dirugikan, tidak ada yang saling mengeksploitasi, serta tumbuh dan berkembangnya rasa saling percaya di antara para pihak dalam mengembangkan usahanya. b. Para pihak adalah Pengusaha Besar atau Menengah dan Pengusaha Kecil Kemitraan, pengusaha besar atau menengah dapat menjalin hubungan kerja sama yang saling menguntungkan dengan pengusaha kecil atau pelaku ekonomi lainnya, sehingga pengusaha kecil akan lebih berdaya dan tangguh dalam berusaha demi tercapainya kesejahteraan bersama. Kemitraan disertai dengan Pembinaan dan Pengembangan oleh Pengusaha yang lebih besar. Dasarnya yang membedakan hubungan kemitraan dengan hubungan dagang biasa oleh pengusaha kecil dengan pengusaha 83 Republik Indonesia, Undang-undang tentang Usaha Kecil, op.cit., bagian Penjelasan. Universitas Sumatera Utara besar adalah adanya bentuk pembinaan dari pengusaha besar terhadap pengusaha kecil atau koperasi yang tidak ditemukan pada hubungan dagang biasa. Bentuk pembinaan dalam kemitraan antara lain pembinaan dalam mengakses modal yang lebih besar, pembinaan manajemen usaha, pembinaan peningkatan Sumber Daya Manusia SDM, pembinaan manajemen produksi, pembinaan mutu produksi, serta menyangkut pula pembinaan dalam pengembangan aspek kelembagaan, fasilitas alokasi serta investasi. c. Kemitraan dilandasi prinsip-prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan 1 Prinsip saling memerlukan Menurut Mariotti, 84 kemitraan merupakan suatu rangkaian proses yang dimulai dengan mengenal calon mitranya, mengetahui posisi keunggulan dan kelemahan usahanya. Pemahaman akan keunggulan yang ada akan menghasilkan sinergi yang bedampak pada efisiensi, turunnya biaya produksi, dan sebagainya. Penerapannya dalam kemitraan, perusahaan besar dapat menghemat tenaga dalam mencapai target tertentu dengan menggunakan tenaga kerja yang dimiliki oleh perusahaan yang kecil. Sebaliknya, perusahaan yang lebih kecil, yang umumnya relatif lemah dalam hal kemampuan teknologi, permodalan, dan sarana produksi, dapat menggunakan teknologi dan sarana produksi yang dimiliki oleh perusahaan besar. 84 John L. Mariotti, dalam Muhammad Jafar Hafsah, Op.cit., hlm. 51. Universitas Sumatera Utara Dengan demikian sebenarnya terdapat unsur saling memerlukan atau saling ketergantungan di antara para pihak yang bermitra. 2 Prinsip saling memperkuat Sebelum para pihak bekerja sama, masing-masing pihak mempunyai keinginan untuk mendapatkan nilai tambah tertentu. Nilai tambah ini selain diwujudkan dalam bentuk nilai ekonomi seperti peningkatan modal dan keuntungan, perluasan pangsa pasar, tetapi juga ada nilai tambah yang bersifat non-ekonomi, seperti peningkatan kemampuan manajemen, penguasaan teknologi, dan kepuasan tertentu. Keinginan ini merupakan konsekuensi logis kemitraan. Kemitraan juga mengandung makna sebagai tanggung jawab moral, karena pengusaha besar atau menengah dituntut untuk membimbing dan membina pengusaha kecil mitranya agar mampu mengembangkan usahanya sehingga menjadi mitra yang handal dan tangguh dalam meraih keuntungan untuk kesejahteraan bersama. Hal ini harus disadari juga oleh masing-masing pihak yang bermitra bahwa para pihak memiliki perbedaan dan keterbatasan, baik yang berkaitan dengan manajemen, penguasaan ilmu pengetahuan maupun penguasaan sumber daya. Dengan bermitra nilai tambah yang diterima akan lebih besar. Oleh karena itu prinsip kemitraan harus didasarkan pada unsur saling memperkuat. 3 Prinsip saling menguntungkan Salah satu maksud dan tujuan dari kemitraan usaha adalah “winwin solution.” Dalam kemitraan tidak berarti para pihak harus memiliki Universitas Sumatera Utara kemampuan dan kekuatan yang sama, tetapi yang esensial adalah adanya posisi tawar yang setara berdasarkan peran masingmasing. Pada kemitraan usaha hubungan bersifat timbal balik, bukan seperti kedudukan antara buruh dengan majikan, atau antara atasan dengan bawahan. Dalam kemitraan ada pembagian resiko dan keuntungan yang proporsional. Letak kekhasan dan karakter dari kemitraan usaha tersebut. Berpedoman pada kesetaraan kedudukan bagi masing-masing pihak yang bermitra, maka tidak ada pihak yang tereksploitasi dan dirugikan tetapi justru terciptanya rasa saling percaya di antara para pihak sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan keuntungan melalui pengembangan usaha bersama. 2. Para pihak dalam perjanjian kemitraan Kemitraan sebagai solusi sebagaimana dimaksud, adalah suatu hubungan hukum kerjasama antara para pihak dengan didasari prinsip saling menguntungkan dan saling menghargai diantara mereka. Kemitraan memungkinkan bagi para pihak untuk saling menutupi dan saling member dalam menghadapi kekurangan diantara mereka. Perusahaan sebagai pemilik teknologi dan modal dapat bekerjasamabermitra dengan pekebun, untuk dapat membantu pekebun perusahaan pun memperoleh keuntungan. Wujud kemitraan sangat beragam. Ada kemitraan yang sangat sederhana dan dibangun diatas kesepakatan tidak tertulis, namun dapat berjalan dengan transparan, sukarela dan setara. 85 Kemitraan yang lebih kompleks terdiri dari beberapa pihak dan melibatkan banyak pihak. Kemitraan menjadi seperti ini tumbuh sebagai akibat dari 85 Rofiq Ahmad, Perkebunan Dari NES Ke PI, Cet.1 Jakarta : Penebar Swadaya 1998, hlm. 47. Universitas Sumatera Utara perkembangan dan tingkat kebutuhan yang juga meningkat. Kemitraan diharapkan dapat memberikan manfaat yang lebih luas dan besar bagi kesejahteraan masyarakat. Kemitraan dapat berlangsung dengan baik dan memenuhi harapan berbagai pihak yang bekerjasama, maka kemitraan harus dirumuskan dan dituangkan dalam suatu perjanjian yang memuat hak dan kewajiban para pihak secara jelas, sehingga membentuk pola kerjasama yang teratur dan mengikat. 86 Kemitraan sebagai kerjasama usaha yang telah dipilih oleh pemerintah untuk dijadikan pola untuk memberdayakan usaha kecil, melibatkan beberapa pihak yaitu : a. Pemrakarsa, para pemrakarsa adalah pengusaha besar baik swasta maupun BUMN yang bersedia menjalin kemitraan dengan pengusaha kecil. b. Mitra Usaha yaitu pengusaha kecil termasuk koperasi dapat dipertimbangkan menjadi peserta dalam kemitraan usaha nasional dengan mempertimbangkan antara lain yaitu a kesediaan menjalin kemitraan dengan pengusaha besar, b mempunyai kinerja yang baik. c. Pemerintah berperan dalam koordinasi, fasililitasi, dan pengawasan bagi kemitraan usaha nasional. Kemitraan harus dilaksanakan secara terencana, terbuka, terpadu professional dan bertanggung jawab dan dengan prinsip-prinsip dasar antara lain, prinsip saling menguntungkan, saling menghargai, ketergantungan antara perusahan dan masyarakat sekitar. Atas dasar perjanjian yang telah disetujui oleh para pihak, secara yuridis para pihak akan terikat dengan hak dan kewajiban masing-masing, selanjutnya isi perjanjian tersebut harus dilaksanakan dengan 86 Muhammad Jafar Hafsah, Op.cit., hlm. 37 Universitas Sumatera Utara iktikad baik atau good faith dan tidak dapat dibatalkan secara sepihak. Kewajiban dari perusahaan yang memberikan persetujuan perjanjian kerjasama adalah membina, mengawasi aktivitas. Sedangkan kewajiban dari pihak perusahaan kecil adalah menaati peraturan, syarat dan prosedur, serta pelaksanaan tugas sesuai dengan perjanjian. Perjanjian kerjasama tersebut berupaya untuk mengembangkan usaha kecil yang konsentrasi pada bidang perjasaan, di sisi lain telah memungkinkan untuk lebih optimal melakukan persaingan diantara usaha-usaha kecil lainnya, sebagai salah satu solusi untuk mengatasi kesenjangan antara pengusaha besar dan pengusaha kecil, sehingga upaya dalam membangun kemitraan adalah terciptanya suatu penghubung antar berbagai perusahaan untuk meningkatan potensi usaha di Indonesia tidak hanya secara kuantitas, kualitasnya pun terus meningkat seiring dengan perubahan ekonomi. Ada hal yang sangat perlu diperhatikan dalam sebuah perjanjian kemitraan yakni tentang syarat sahnya suatu perjanjian yang dituangkan dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Hal tersebut adalah mengenai syarat subjektif dan syarat objektif. Para pihak ini, hal penting mengenai kecakapan sebagai syarat subjektif adalah tidak hanya mengenai umur dan kewarasan para pihak, namun juga kepada kapabilitas dan kredibilitas dari para pihak yang melakukan pengikatan dalam suatu perjanjian. Para pihak yang terkait dalam perjanjian kemitraan kerjasama adalah pihak usaha kecil dengan usaha menengah atau besar. Ukuran yang digunakan untuk menentukan usaha kecil, usaha menengah atau besar di lihat dari aspek permodalan. Universitas Sumatera Utara 3. Sahnya perjanjian kemitraan Syarat sah perjanjian kemitraan yaitu: a. Kesepakatan ToestemingIzin Kedua belah pihak Syarat yang pertama sahnya kontrak adalah adanya kesepakatan antara pihak kemitraan. Kesepakatan pihak kemitraan yang dimaksud dengan kesepakatan berupa persesuaian kehendak antara satu orang atau lebih dengan pihak lainnya. Pada dasarnya, pihak kemitraan menggunakan bahasa yang sempurna secara lisan dan secara tertulis. Tujuan pembuatan perjanjian secara tertulis adalah agar memberikan kepastian hukum bagi para pihak kemitraan dan sebagai alat bukti yang sempurna, di kala timbul sengketa dikemudian hari. b. Kecakapan bertindak Kecakapan atau kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum. Perbuatan hukum adalah perbuatan yang akan menimbulkan akibat hukum. Pihak kemitraan yang akan mengadakan perjanjian haruslah memiliki kecakapan dan mempunyai wewenang untuk melakukan perbuatan hukum, sebagaimana yang ditentukan oleh undang-undang. Pihak kemitraan yang termasuk tidak cakap untuk membuat persetujuan perjanjian menurut Pasal 1330 KUHPerdata adalah anak di bawah umur minderjarigheid, orang yang ditaruh dibawah pengampuan dan istri, akan tetapi dalam perkembangannya istri dapat melakukan perbuatan hukum. c. Adanya objek perjanjian Onderwerp der Overeenskomst Objek perjanjian adalah prestasi pokok perjanjian. Prestasi adalah apa yang menjadi kewajiban pihak kemitraan. Prestasi terdiri dari perbuatan Universitas Sumatera Utara positif dan negatif. Prestasi terdiri dari suatu hal memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, dan tidak berbuat sesuatu Pasal 1234 KUHPerdata. Objek perjanjian itu harus tertentu atau sekurang kurangnya dapat ditentukan. Barang yang dimaksudkan dalam perjanjian paling sedikit sudah dapat diketahui jenisnya, bahwa barang itu sudah ada atau sudah berada di tangannya si berutang pada waktu perjanjian dibuat. Kejelasan mengenai pokok perjanjian atau objek perjanjian ialah memungkinkan pelaksanaan hak dan kewajiban pihak-pihak. d. Adanya sebab yang halal Geoorloofde Oorzaak Pasal 1320 KUHPerdata tidak dijelaskan pengertian orzaak sebab yang halal sedangkan dalam Pasal 1337 KUHPerdata hanya menyebutkan sebab yang terlarang. Suatu sebab adalah terlarang apabila bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum. Syarat pertama dan kedua menyangkut subjektif, karena menyangkut pihak-pihak kemitraan yang mengadakan perjanjian, sedangkan syarat ketiga dan keempat disebut syarat objektif karena menyangkut objek perjanjian. Terdapatnya cacat kehendak keliru, paksaan, penipuan atau tidak cakap untuk membuat perikatan, mengenai subjek mengakibatkan perjanjian dapat dibatalkan, artinya bahwa salah satu pihak dapat mengajukan kepada pengadilan untuk membatalkan perjanjian yang disepakatinya, tetapi apabila para pihak tidak ada yang keberatan maka perjanjian itu tetap dianggap sah, apabila syarat ketiga dan keempat mengenai objek tidak terpenuhi, maka perjanjian batal demi hukum, artinya bahwa dari semula perjanjian itu dianggap tidak ada sehingga penulis menyimpulkan Universitas Sumatera Utara perjanjian pihak kemitraan merupakan kegiatan hukum yang melibatkan kedua belah pihak atau lebih, mengikatkan dirinya karena ada unsur kesepakatan yang menimbulkan suatu hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan yang berjanji dan harus dilaksanakan agar tidak terjadi suatu wanprestasi. 87 Kemitraan usaha bukanlah penguasaan yang satu atas yang lain, khususnya yang besar atas yang kecil, melainkan menjamin kemandirian pihakpihak yang bermitra. Kemitraan usaha yang kita inginkan bukanlah kemitraan yang bebas nilai, melainkan kemitraan yang tetap dilandasi oleh tanggung jawab moral dan etika bisnis yang sehat, yang sesuai dengan demokrasi ekonomi. Adapun syarat-syarat kemitraan adalah sebagai berikut: 88 a. Perusahaan mitra harus memenuhi syarat: Mempunyai itikad baik dalam membantu usaha kelompok mitra - Memiliki teknologi dan manajemen yang baik - Menyusun rencana kemitraan dan Berbadan hukum. b. Kelompok mitra yang akan menjadi mitra usaha diutamakan telah dibina oleh pemerintah daerah. c. Perusahaan mitra dan kelompok mitra terlebih dahulu menandatangani perjanjian kemitraan. d. Isi perjanjian kerjasama menyangkut jangka waktu, hak dan kewajiban termasuk kewajiban melapor kemitraan kepada instansi pembina teknis di daerah, pembagian resiko penyelesaian bila terjadi perselisihan dan kepastian hukum bagi kedua belah pihak. 87 http:www.hukumonline.comklinikdetaillt516f36437d214keabsahan-perjanjian- yang-dibuat-di-bawah-ancaman, diakses tanggal 6 Maret 2016 88 Direktorat Pengembangan Usaha, Peluang usaha Kemitraan, Yogyakarta: Gajah Mada Press, 2002, hlm 20-21 Universitas Sumatera Utara e. Kelompok mitra dapat memanfaatkan fasilitas kredit program dari pemerintah, sedangkan perusahaan mitra bertindak sebagai penjamin kredit bagi kelompok mitra. f. Perusahaan mitra dapat memanfaatkan kredit perbankan sesuai perundangundangan yang berlaku. g. Pembinaan oleh instansi Pembina teknis baik di pusat maupun daerah bersama perusahaan mitra untuk menyiapkan kelompok mitra agar siap dan mampu melakukan kemitraan. h. Pembinaan dilakukan dalam bentuk penelitian, pemecahan masalah sesuai dengan kebutuhan para pihak, pemberi konsultasi bisnis dan temu usaha. 4. Hak dan kewajiban para pihak Pelaku kemitraan usaha dapat dikelompokan menjadi lima komponen, Yaitu penyedia dana bank, kelompok perusahaan investor saprodi, koperasi primer, kelompok tani dan kelompok usaha penjamin pasar. 89 Untuk mencapai model kemitraan yang menguntungkan, yang perlu diperhatikan adalah pihak- pihak yang terlibat dengan peran masing-masing sebagai berikut: 90 a. Perusahaan penjamin pasar dan penyedia saprodi benih, pupuk,organik, dan pestisida. b. Investor alsintan seperti traktor, pompa air, drayer, dan pemipil. c. Koperasi atau kelompok tani merupakan penyedia lahan pertanian dan tenaga kerja. d. Petani sebagai pemilik lahan sekaligus tenaga kerja. 89 Martodireso, S., Widada, AS. Terobosan Kemitraan Usaha dalam Era.Globalisasi. Yogyakarta : Kanisius, 2001, hlm 20-23 90 Widiastuti. Hukum Kemitraan. Bogor : Pustaka Widada Agus. 2002, hlm 49 Universitas Sumatera Utara Usaha besar, Usaha menengah dan usaha kecil yang melaksanakan kemitraan mempunyai hak untuk meningkatan efisiensi usaha dalam kemitraan, mendapat kemudahan untuk melakukakan kemitraan, membuat perjanjian kemitraan dan membatalkan perjanjian bila salah satu pihak mengingkari. 91 Usaha besar dan usaha menengah yang melaksanakan kemitraan mempunyai hak untuk mengetahui kinerja kemitraan usaha kecil mitra binaannya. 92 Usaha kecil yang bermitra mempunyai hak untuk memperoleh pembinaan dan pengembangan dari usaha besar dan atau usaha menengah mitranya dalam satu aspek atau lebih tentang pemasaran, sumber daya manusia, permodalan, manajemen dan teknologi. 93 Pelaksanaan kegiatan tertentu oleh usaha besar dan usaha menengah diselenggarakan dengan kewajiban untuk bermitra dengan usaha kecil. 94 Usaha besar dan usaha menengah yang melaksanakan kemitraan dengan usaha kecil berkewajiban untuk memberikan informasi peluang kemitraan, memberikan informasi kepada pemerintah mengenai perkembangan pelaksanaan kemitraan, menunjuk penanggungjawab kemitraan, mentaati dan melaksanakan ketentuan- ketentuan yang telah diatur dalam perjanjian kemitraan. 95 Usaha kecil yang bermitra berkewajiban untuk meningkatkan kemampuan menajemen dan kinerja usahanya secara berkelanjutan, sehingga lebih mampu melaksanakan kemitraan dengan usaha besar dan atau usaha menengah dan memanfaatkan dengan sebaik- 91 Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan, Pasal 12 ayat 1 92 Ibid., Pasal 12 ayat 2 93 Ibid., Pasal 12 ayat 3 94 Ibid., Pasal 13 ayat 1 95 Ibid., Pasal 14 Universitas Sumatera Utara baiknya berbagai bentuk pembinaan dan bantuan yang diberikan oleh usaha besar dan atau usaha menengah. 96 Usaha besar, usaha menengah dan atau usaha kecil yang melaksanakan kemitraan mempunyai kewajiban untuk mencegah gagalnya kemitraan, memberikan informasi tentang pelaksanaan kemitraan kepada menteri teknis dan menteri dan meningkatkan efisiensi usaha dalam kemitraan. 97

C. Perjanjian Kemitraan dalam Hukum di Indonesia

Dokumen yang terkait

Perlindungan Hukum Terhadap Mitra Usaha Dalam Perusahaan Berbasis Distribusi Penjualan Langsung Atas Tuntutan Ganti Rugi oleh Konsumen yang Disebabkan Karena Kegagalan Produk

1 92 99

Pertanggungjawaban Mitra Usaha dalam Perusahaan Berbasis Penjualan Langsung terhadap Pemberian Garansi atas Produk yang Diperdagangkan

0 0 9

Pertanggungjawaban Mitra Usaha dalam Perusahaan Berbasis Penjualan Langsung terhadap Pemberian Garansi atas Produk yang Diperdagangkan

0 0 2

Pertanggungjawaban Mitra Usaha dalam Perusahaan Berbasis Penjualan Langsung terhadap Pemberian Garansi atas Produk yang Diperdagangkan

0 1 23

Pertanggungjawaban Mitra Usaha dalam Perusahaan Berbasis Penjualan Langsung terhadap Pemberian Garansi atas Produk yang Diperdagangkan

0 0 53

Pertanggungjawaban Mitra Usaha dalam Perusahaan Berbasis Penjualan Langsung terhadap Pemberian Garansi atas Produk yang Diperdagangkan

0 0 6

Perlindungan Hukum Terhadap Mitra Usaha Dalam Perusahaan Berbasis Distribusi Penjualan Langsung Atas Tuntutan Ganti Rugi oleh Konsumen yang Disebabkan Karena Kegagalan Produk

0 2 7

Perlindungan Hukum Terhadap Mitra Usaha Dalam Perusahaan Berbasis Distribusi Penjualan Langsung Atas Tuntutan Ganti Rugi oleh Konsumen yang Disebabkan Karena Kegagalan Produk

0 1 1

Perlindungan Hukum Terhadap Mitra Usaha Dalam Perusahaan Berbasis Distribusi Penjualan Langsung Atas Tuntutan Ganti Rugi oleh Konsumen yang Disebabkan Karena Kegagalan Produk

0 0 20

Perlindungan Hukum Terhadap Mitra Usaha Dalam Perusahaan Berbasis Distribusi Penjualan Langsung Atas Tuntutan Ganti Rugi oleh Konsumen yang Disebabkan Karena Kegagalan Produk

0 0 24