94
BAB IV PERLINDUNGAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN PEMBERIAN
GARANSI TERHADAP PERUSAHAAN OLEH MITRA USAHA DALAM KEGIATAN USAHA PERDAGANGAN BERBASIS PENJUALAN
LANGSUNG
A. Tanggung jawab mitra usaha dalam pemberian garansi
Tanggung jawab menurut kamus umum Bahasa Indonesia adalah, keadaan wajib menanggung segala sesuatunya. Berkewajiban menanggung, memikul
tanggung jawab, menanggung segala sesuatunya, atau memberikan jawab dan menanggung akibatnya. Tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan
kesadaran akan kewajibannya
.144
Tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya yang disengaja maupun yang tidak di sengaja.
Tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadarankan kewajiban. Tanggung jawab itu bersifat kodrati, artinya sudah menjadi bagian
hidup manusia, bahwa setiap manusia di bebani dengan tanggung jawab, apabila dikaji tanggung jawab itu adalah kewajiban yang harus di pikul sebagai akibat
dari perbuatan pihak yang berbuat. Tanggung jawab adalah ciri manusia yang beradab, manusia merasa bertanggung jawab karena ia menyadari akibat baik atau
buruk perbuatannya itu, dan menyadari pula bahwa pihak lain memerlukan pengadilan atau pengorbanan.
145
Kemitraan adalah suatu sikap menjalankan bisnis yang diberi ciri dengan hubungan jangka panjang, suatu kerjasama bertingkat tinggi, saling percaya,
144
Khairunnisa, Kedudukan, Peran dan Tanggung Jawab Hukum Direksi Medan: Pasca Sarjana, 2008, hlm. 4.
145
BagusArifAndrian2011Manusiadantanggungjawabonlinehttp:baguspemudaindonesi a.blogdetik.com20110420manu sia-dan-tanggung-jawabhlm1, terakhir diakses 8 Maret 2016
Universitas Sumatera Utara
dimana pemasok dan pelanggan berniaga satu sama lain untuk mencapai tujuan bisnis bersama.
146
Kemitraan Usaha adalah jalinan kerjasama usaha yang saling menguntungkan antara pengusaha kecil dengan pengusaha menengahbesar
perusahaan mitra disertai dengan pembinaan dan pengembangan oleh pengusaha besar, sehingga saling memerlukan, menguntungkan dan memperkuat. Kemitraan
usaha akan menghasilkan efisiensi dan sinergi sumber daya yang dimiliki oleh pihak-pihak yang bermitra dan karenanya menguntungkan semua pihak yang
bermitra. Kemitraan juga memperkuat mekanisme pasar dan persaingan usaha yang
efisien dan produktif. Bagi usaha kecil kemitraan jelas menguntungkan karena dapat turut mengambil manfaat dari pasar, modal, teknologi, manajemen, dan
kewirausahaan yang dikuasai oleh usaha besar. usaha besar juga dapat mengambil keuntungan dari keluwesan dan kelincahan usaha kecil. Kemitraan hanya dapat
berlangsung secara efektif dan berkesinambungan jika kemitraan dijalankan dalam kerangka berfikir pembangunan ekonomi, dan bukan semata-mata konsep
sosial yang dilandasi motif belas kasihan atau kedermawanan.
147
Tanggung jawab produsenpelaku usaha berdasarkan wanprestasi juga merupakan bagian dari tanggung jawab kontrak contractual liability. Dengan
demikian, suatu produk rusak dan mengakibatkan kerugian, maka konsumen melihat isi kontrak, baik tertulis maupun tidak tertulis.
148
Kewajiban membayar ganti rugi dalam tanggung jawab berdasarkan wanprestasi merupakan akibat
penerapan klausula baku dalam perjanjian, yang merupakan ketentuan hukum
146
http:webcache.googleusercontent.com, diakses tanggal 8Maret 2016
147
Sigit Restuhadi, Pola-pola Kemitraan Usaha melalui http:webcache.googleuser content.com, diakses tanggal 8 Maret 2016
148
Zulham. Hukum perlindungan Konsumen Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013. Hlm. 92.
Universitas Sumatera Utara
bagi para pihak produsen dan konsumen, yang secara suka rela mengikatkan diri dalam perjanjian tersebut.
149
Dasar aturannya Pasal 1233 KUHPerdata, tiap perikatan lahir karena persetujuan dan undang-undang. Hubungan produsenpelaku usaha dengan
pembeli timbul karena kesepakatan. Dimana berawal dari tawar-menawar sampai timbul kesepakatan dalam transaksi dapat dikategorikan suatu perjanjian.
Tanggung jawab seorang mitra usaha apabila terjadi kerugian pada pihak ketiga sangat bergantung pada kedudukan mitra usaha tersebut ketika berurusan dengan
pihak ketiga, seorang mitra usaha dapat digugat berdasarkan wanprestasi apabila terdapat cacat tersembunyi pada barang yang ia jual, dan perbuatan melawan
hukum apabila ia melakukan tindakan marketing yang berlebihan dan tidak sesuai kode etik.
Banyak penjual bertindak lebih jauh dengan menawarkan garansi guarantees. Garansi merupakan kepastian umum bahwa produk itu dapat
dikembalikan jika kinerjanya tidak memuaskan. Salah satu contohnya adalah garansi “uang kembali”. Lebih lanjut garansi merupakan kiat pemasaran yang
efektif dalam situasi tertentu. Pertama, perusahaan dan atau produknya tidak terkenal. Sebagai contoh, perusahaan dapat mengembangkan dan menawarkan
produk yang unggul. “Garansi uang kembali bila tidak puas” akan memberikan
keyakinan pada pembeli untuk membeli produk itu. Garansi berfungsi paling baik bila syarat-syaratnya dinyatakan dengan jelas dan tidak ada celah untuk
menghindarinya. Pelanggan harus merasa mudah untuk meminta garansi dan perusahaan harus menanggapinya dengan cepat. Jika tidak, pelanggan tidak akan
149
Ibid., hlm. 93.
Universitas Sumatera Utara
puas. Garansi atau jaminan istimewamutlak ini dirancang untuk meringankan kerugian pelanggan, dalam hal pelanggan tidak puas dengan suatu produk atau
jasa yang telah dibayarnya. Fungsi utama garansi adalah untuk mengurangi resiko kerugian pelanggan sebelum dan sesudah pembelian produkjasa, sekaligus
memaksa perusahaan bersangkutan untuk memberikan yang terbaik dan meraih loyalitas pelanggan.
Pelaku usaha bertanggung jawab atas kerugian yang diakibatkan oleh pemakai, pengguna, atau pengkonsumsian suatu barang yang dihasilkannya.
Berkaitan dengan tanggung jawab pelaku usaha telah diatur secara tegas dalam Pasal 19 Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang telah dijelaskan pada bab
sebelumnya. Bentuk tanggung jawab ganti kerugian pelaku usaha ada tiga yaitu tanggung jawab ganti kerugian atas kerusakan, tanggung jawab ganti kerugian
atas pencemaran, dan tanggung jawab ganti kerugian atas kerugian konsumen. Tujuan dari penerapan tanggung jawab ganti kerugian kepada konsumen adalah
untuk memberikan perlindungan kepada konsumen consumer protection dan untuk memberikan pembebanan resiko yang adil antara pelaku usaha dan
konsumen a fair apportionment of risks between producers and consumers. Tuntutan ganti kerugian bisa muncul dari perbuatan wanprestasi atau dari
perbuatan melanggar hukum. Terdapat perbedaan antara tuntutan ganti kerugian yang didasarkan pada perbuatan wanprestasi dan perbuatan melanggar perbuatan
hukum. Apabila tuntutan ganti kerugian didasarkan pada wanprestasi, maka terlebih dahulu tergugat pelaku usaha dan konsumen terikat suatu perjanjiuan itu
artinya hubungan antar keduanya bersifat kontraktual. Bentuk perjanjian itu biasa dilakukan secara tertulis maupun lisan.
Universitas Sumatera Utara
Ganti kerugian yang diperoleh karena adanya wanprestasi merupakan akibat dari tidak dipenuhinya kewajiban utama atau kewajiban tambahan yang
berupa kewajiban atas prestasi utama atau kewajiban jaminangaransi dalam perjanjian. Bentuk kerugian yang dapat diterima oleh konsumen yang melakukan
pembelian barang melalui multi level marketing dapat berupa pelanggaran hak konsumen oleh pelaku usaha. Pelaku usaha terkadang untuk mendapakan
keuntungan besar mereka melakukan kecurangan dengan cara memberikan informasi yang tidak benar dengan bentuk, warna, ukuran, harga, atau kwalitas
dari barang yang ditawarkannya melalui multi level marketing barangnya. Adanya persaingan curang, pemalsuan, penipuan, periklanan yang menyesatkan dan
sebagainya yang dilakukan oleh pelaku usaha jelas dapat merugikan konsumennya.
Wujud dari tanggung jawab tersebut dapat berupa tanggung jawab untuk memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, danatau pemberian santunan
yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan berlaku. Ketidaktaatan pada isi transaksi konsumen, kewajiban, serta larangan yang telah
disepakati sebelumnya antara pelaku usaha dan konsumen.
150
B. Perlindungan terhadap Pemberian Garansi terhadap Perusahaan oleh Mitra
Usaha dalam kegiatan Usaha Perdagangan Berbasis Penjualan Langsung Perlindungan konsumen merupakan istilah yang dipakai untuk
menggambarkan adanya hukum yang memberikan perlindungan kepada
150
Vira Arista Indika Yanti, Fendi Setyawan, Mardi Handono, Perlindungan Konsumen Terhadap Produk Oriflame Yang Dipasarkan Melalui Mekanisme Multi Level Marketing Oleh Pt
Orindo Alam Ayu Cabang Surabaya , Hukum Perdata, Fakultas Hukum, Universitas Jember
UNEJ, Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa 2014
Universitas Sumatera Utara
konsumen dari kerugian atas penggunaan produk barang dan atau jasa.
151
Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen. Sedangkan pengertian
konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa, yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun
makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
152
Penjualan langsung diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor: 32M-DAGPER82008 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Perdagangan
Dengan Sistem Penjualan Langsung. Pengaturan penjualan langsung dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor: 32MDAGPER82008 tentang
Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Perdagangan Dengan Sistem Penjualan Langsung merupakan salah satu bentuk upaya perlindungan konsumen dari
pemerintah terkait kegiatan penjualan langsung. Konsideran Peraturan Menteri Perdagangan Nomor: 32MDAGPER82008 tentang Penyelenggaraan Kegiatan
Usaha Perdagangan Dengan Sistem Penjualan Langsung menyatakanbahwa dalam rangka penataan, peningkatan tertib usaha, perlindungan konsumen, kepastian
hukum, dan penciptaan iklim usaha yang kondusif guna mendorong peningkatan investasi di bidang perdagangan, perlu mengatur mengenai penyelenggaraan
kegiatan usaha perdagangan dengan sistem penjualan langsung Pengertian pemasaran multi tingkat tidak ditemukan dalam peraturan perundang-undangan
namun frasa “pemasaran multi tingkat” dapat ditemukan dalam Pasal 1 angka 10 Peraturan Menteri Perdagangan Nomor: 32MDAGPER82008 tentang
151
Burhanuddin, Pemikiran Hukum Perlindungan Konsumen Sertifikasi Halal, Cetakan I Malang : UIN-Maliki Press, 2011, hlm. 1
152
Pasal 2 angka 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Universitas Sumatera Utara
Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Perdagangan Dengan Sistem Penjualan Langsung yang menyatakan program pemasaran Marketing Plan adalah
program perusahaan dalam memasarkan barang danatau jasa yang akan dilaksanakan dan dikembangkan oleh mitra usaha melalui jaringan pemasaran
dengan bentuk pemasaran satu tingkat atau pemasaran multi tingkat. Kegiatan multi level marketing
berkaitan dengan beberapa pihak yang antara lain perusahaan produk, mitra usaha, dan konsumen. Perusahaan produk adalah badan
usaha yang berbentuk badan hukum yang melakukan kegiatan usaha perdagangan barang dan atau jasa dengan sistem penjualan langsung.
Mitra usaha adalah anggota mandiri jaringan pemasaran atau penjualan yang berbentuk badan usaha atau perseorangan dan bukan merupakan bagian dari
struktur organisasi perusahaan yang memasarkan atau menjual barang danatau jasa kepada konsumen akhir secara langsung dengan mendapatkan imbalan berupa
komisi danatau bonus atas penjualan. Perlindungan konsumen dalam pemasaran multi tingkat multi level marketing sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri
Perdagangan Nomor: 32MDAGPER82008 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Perdagangan Dengan Sistem Penjualan Langsung memuat jenis sanksi
yang berbeda dengan perlindungan konsumen yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Perlindungan konsumen
dalam pemasaran multi tingkat multi level marketing sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor: 32M-DAGPER82008 tentang
Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Perdagangan Dengan Sistem Penjualan Langsung tidak memuat sanksi pidana tetapi hanya memuat sanksi administratif
yang berupa peringatan tertulis, pemberhentian sementara, pencabutan SIUPL.
Universitas Sumatera Utara
Jika konsumen menderita kerugian berupa terjadinya kerusakan, pencemaran, atau kerugian financial dan kesehatan karena mengonsumsi produk yang
diperdagangkan, produsen sebagai pelaku usaha wajib memberikan penggantian kerugian, baik dalam bentuk pengembalian uang, penggantian barang, perawatan,
maupun dengan pemberian santunan. Penggantian kerugian itu dilakukan dalam waktu paling lama tujuh hari setelah tanggal transaksi. Dengan demikian,
ketentuan ini tidak memaksudkan supaya persoalan deselesaikan melalui pengadilan, tetapi merupakan kewajiban mutlak bagi produsen untuk memberi
penggantian kepada konsumen, kewajiban yang harus dipenuhi seketika. Bentuk perlindungan hukum yang dimaksud di sini adalah perlindungan
hukum yang diberikan oleh peraturan perundangundangan agar hak-hak yang dimiliki konsumen tidak dirugikan atau untuk melindungi pihak konsumen dari
tindakan curang pelaku usaha.Tuntutan yang dapat diajukan kepada pelaku usaha tidak hanya tuntutan secara perdata akan tetapi apabila pelaku usaha terbukti
melakukan tindak pidana maka pelaku usaha juga dapat dituntut secara pidana melalui jalur pengadilan. Hal ini diatur dalam Pasal 61 sampai Pasal 63 UUPK.
153
C. Akibat Hukum Terlanggarnya Kewajiban Pemberian Garansi
Suatu perjanjian pemberian garansijaminan akan membawa akibat hukum antara guarantorpenjamin dengan kreditur. Perjanjian pemberian garansijaminan
merupakan perjanjian antara seorang penjaminguarantor dengan kreditur yang menjamin pembayaran kembali utang debitur manakala debitur sendiri tidak
memenuhinya cidera janji. Penjaminguarantor merupakan pihak ketiga yang mengikatkan diri kepada kreditur untuk menjamin pembayaran kembali utang
153
http:tendycaptain.blogspot.co.id201506hukum-perlindungan-konsumen.html, terakhir diakses 10 Maret 2016.
Universitas Sumatera Utara
debitur. Penjamin yang mengikatkan diri kepada kreditur dapat dilakukan dengan sepengetahuan
debitur atau
diluar pengetahuan
debitur. Seorang
guarantorpenjamin yang telah mengikatkan diri sebagai guarantorpenjamin membawa akibat hukum bagi guarantorpenjamin untuk melunasi utang debitur
si berutang utama manakala debitur cidera janji. Kewajiban guarantorpenjamin untuk melunasi utang debitur tersebut baru dilakukan setelah kreditur
mengeksekusi harta kekayaan milik debitur yang hasilnya tidak mencukupi untuk melunasi utangnya.
154
Selama kreditur belum melakukan eksekusi atau penjualan harta kekayaan debitur, guarantorpenjamin tidak memiliki kewajiban membayar
utang debitur yang dijaminnya. Jadi meskipun guarantorpenjamin telah mengikatkan diri sebagai guarantorpenjamin tidak serta merta memiliki
kewajiban uuntuk membayar utang debitur. Bisa dikatakan bahwa tanggung jawab guarantorpenjamin hanyalah sebagai cadangan atau subsider, dalam hal penjualan
harta kekayaan debitur tidak mencukupi atau sama sekali debitur tidak memiliki harta benda yang dapat dijual. Hal ini sesuai Pasal 1831 KUHPerdata yang
mengaskan bahwa guarantorpenjamin tidaklah diwajibkan membayar kepada kreditur, selain jika debitur lalai sedangkan harta benda debitur ini harus lebih
dahulu disita dan dijual untuk melunasi utangnya. Penjamin wajib memenuhi kewajiban debitur sejak debitur cidera janji
atau tidak memenuhi kewajiban sesuai dengan yang diperjanjikan dalam hal pemberian garansijaminan. Penjamin yang telah mengikatkan dirinya untuk
memenuhi kewajiban debitur, berada dalam posisi yang lemah. Hal ini disebabkan karena pemberian garansijaminan dibuat untuk melindungi kepentingan kreditur,
154
Sutarno, Op.cit., hlm. 250-251.
Universitas Sumatera Utara
sehingga pada saat debitur mengalami kegagalan dalam pemenuhan kewajibannya, penjaminguarantor segera dapat dimintakan untuk pemenuhannya
berdasarkan perjanjian pemberian garansijaminan yang telah dibuat. Dalam Memberikan perlindungan bagi guarantor dalam melaksanakan kewajibannya,
Undang-undang memberikan
beberapa hak
istimewa kepada
seorang
penjaminguarantor.
Pelanggaran terhadap hak konsumen disebabkan beberapa faktor. Di antaranya faktor sikap pelaku usaha yang sering memandang konsumen sebagai
pihak yang mudah dieksploitasi dan dipengaruhi untuk mengonsumsi segala bentuk barangjasa yang ditawarkan. Faktor ini diperparah dengan kurang
mengertinya masyarakat umum sebagai konsumen terhadap hakhaknya. Jika haknya diabaikan, konsumen tidak bisa berbuat apa-apa karena memang tidak
tahu dan tidak sadar. Ketika sadar, mereka justru tidak mengerti bagaimana tata
cara atau prosedur pengaduan dan p enuntutan atas hak-haknya yang dilanggar.
Universitas Sumatera Utara
104
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN