BAB II Tinjauan Umum Tentang Perjanjian
A. Pengertian dan Hakekat Perjanjian
Dalam ilmu pengetahuan hukum soal istilah adalah sangat penting. Para ahli hukum dalam mempelajari berbagai sudut dari hukum seperti isi, sifat
maksud perluasan. Sebagainya dari berbagai peraturan hukum adalah menemukan dan mempergunakan kata-kata, yang dimaksudkan untuk mengemukakan suatu
pandangan atau suatu pendapat. Dengan adanya berbagai pandangan dan pendapat ini, sering kali ada perbedaan antara para pihak ahli hukum. Saling debat
mendebat ini memang hal ini orang memikirkan pada suatu hal yang jelek, yaitu hal bertegang-tegang leher dalam mana masing-masing pihak secara maju mundur
mempertahankan pendirinya, meskipun ada jalan penuh untuk saling mendekati satu sama lain secara melepaskan sebagian dari pendirian itu. Juga dalam hal
kedua belah pihak mempunyai penuh goodwill dan kejujuran tentang hal ini, toh masih luaslah lapangannya, dimana mereka baru saja mulai bertukar pikiran satu
sama lain. Dalam usaha mereka untuk saling mendekati dalam lapangan yang luasa ini, ada hal pentng yang harus diperhatikan, yaitu janganlah hendaknya ada
salah paham antara mereka.
8
8
Wirjono Prodjodikoro, Azas-azas Hukum PerjanjianBandung: CV. Mandar Maju,2011, hlm 1- 3
Universitas Sumatera Utara
Untuk seberapa boleh menghindarkan kesalahan paham ini, perlu adanya kata sepakat diantara para ahli hukum tentang arti hukum tentang arti dari kata-
kata yang dipergunakannya. Kalau kata sepakat ini tidak ada, niscayalah tidak akan berhasil segala pertukaran pikiran. Masing-masing pandangan akan
bersimpang siur dengan tidak terhingga. Dan pada akhirnya orang-orang mengeluarkan berbagai pandangan, berada sama jauhnya satu sama lain seperti
semula. Mengingat ini semua, adalah perlu sebagai pembukaan dari karangan ini
dijelaskan dulu arti kata “Hukum Perjanjian”. Yang kini dimaksudkan. Pertama- tama dikemukakan bahwa Hukum Perjanjian ini adalah bagian dari Hukum
Perdata yang berlaku di Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat pentingdalam Hukum Perdata. Oleh karena Hukum Perdata banyak mengandung
peraturan-peraturan hukum yang berdasar atas janji seorang. Pengertian lebih sempit ini barang kali memerlukan suatu penjelasan.
Dengan mempersempitkan pengertian ini, tidaklah masuk dalam istilah “Hukum Perjanjian” : segala hal yang menurut Burgerlijk Wetboek masuk pengertian
“verbintenissen “uit de wet alleen” perjanjian yang bersumber pada undang-
undang saja dan “verbintenissen “uit onrechmatige daad” perjanjian yang bersumber pada perbuatan melanggar hukum”. Dua macam verbintenissen ini
tidak mengandung anasir janji. Orang tidak dikatakan berjanji hal sesuatu, apabila suatu kewajiban dikenakan kepadanya oleh undang-undang belaka atau perbuatan
melanggar hukum Onrechtmatige daad pasal 1365 B.W secara bertentangan dengan langsung dengan kemauannya.
Universitas Sumatera Utara
Dalam hal kewajiban-kewajiban yang menurut Hukum melekat pada perbuatan seorang yang tidak melanggar hukum, masih dapat dikatakan, bahwa
seorang itu dianggap tahu adanya hukum itu dan oleh karena itu dapat dianggap berjanji akan melaksankan kewajiban yang ditentukan oleh hukum itu.
Ada baiknya juga kalau dalam bagian pembukaan ini dikemukakan arti sebenarnya dari perkataan “perjanjian” dalam rangkaian kata-kata “Hukum
Perjanjian” sebagai pokok soal peninjauan dari karangan ini. Perjanjian kini penulis artikan sebagai suatu perhubungan hukum
mengenai harta benda antara dua pihak, dalam mana suatu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu hal atau tidak melakukan sesuatu hal,
sedangkan pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu. Menurut penulis, satu-satunya bagian dari Hukum Perdata yang dalam
jangka pendek dapat di kodifikasi ialah Hukum Perjanjian yang saya maksudkan diatas. Maka karangan ini bermaksud juga untuk memberi bahan-bahan kepada
pembentuk undang-undang apabila dianggap telah tiba saatnya untuk melaksanakan pasal 102 Undang-undag Dasar sementara perihal bagian hukum
ini.
9
Dalam praktik dan istilah kontrak atau perjanjian terkadang masih dipahami secara rancu. Banyak pelaku bisnis mencapuradukkan kedua istilah
tersebut seolah merupakan pengertian yang berbeda. Burgelijk Wetboek menggunakan istilah overeenkomst dan contract untuk pengertian yang sama. Hal
ini secara jelas dapat disimak dari judul Buku III titel kedua tentang “Perikatan-
9
Ibid; hlm 4
Universitas Sumatera Utara
Perikatan yang lahir dari Kontrak atau Perjanjian” yang dalam bahasa belanda yaitu : “Van verbintenissen die uitcontract of overeenkomst geboren
worden” pengertian ini di dukung oleh pendapat banyak sarjana antara lain :
Subekti mempunyai pendapat yang berbeda mengenai istilah perjanjian atau persetujuan dengan kontrak. Menurut Subekti istilah kontrak mempunyai
pengertian lebih sempit karena ditujukan kepada perjanjian atau persetujuan yang tertulis. Menurut Pothier tidak memberikan pembedaan antara kontrak dan
perjanjian, namun membedakan antara kontrak dan perjanjian, namun membedakan pengertian contract
dengan convetion
pacte. Disebut convetion
pacte yaitu perjanjian dimana dua orang atau lebih menciptakan, menghapuskan opheffen atau mengubah wijzegen perikatan. Sedangkan
contract adalah perjanjian yang mengharapkan terlaksananya perikatan.
10
Peter Mahmud marzuki memberikan argumentasi kritis mengenai penggunaan istilah kontrak atau perjanjian dengan melakukan perbandingan
terhadap pengertian kontrak atau perjanjian dalam sistem Anglo-American. Sistematika Buku III tentang VerbintenissenrechtHukum Perikatan mengatur
mengenai overeenkomst yang kalau diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia berarti perjanjian. Istilah kontrak merupakan terjemahan dari bahasa inggris
contract. Didalam konsep kontinental, penempatan pengaturan perjanjian pada
Buku III BW Indonesia tentang Hukum Perikatan mengindikasikan bahwa perjanjian memang berkaitan dengan masalah Harta Kekayaan vermogen.
11
10
Subekti, Loc.cit, hlm 1
11
Peter, Mahmud Marzuki, “Batas-batasKebebasanberkontrak”Yuridika, Volume 18 no.3, Mei Tahun 2003, hlm. 195 - 196
Universitas Sumatera Utara
Terhadap penggunaan istilah kontrak dan perjanjian, saya sependapat dengan beberapa sarjana yang memberikan pengertian sama antara kontrak
dengan perjanjian. Hal ini disebabkan fokus kajian saya berlandaskan pada perspektif Burgelijk Wetboek, dimana antara perjanjian atau persetujuan
overeenkomst mempunyai pengertian yang sama dengan kontrak contract. Subektimemberikan definisi perjanjian adalah suatu peristiwa dimana
seorang berjanji pada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melakukan sesuatu hal.
12
3. Sehingga perumusannya menjadi “perjanjian adalah perbuatan hukum dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling
mengikatkan drinya terhadap satu orang atau lebih” .
Menurut Setiawan rumusan pasal 1313 BW selain tidak lengkap juga sangat luas. Tidak lengkap karena hanya menyebutkan persetujuan sepihak saja.
Sangat luas karena dengan digunakannya perkataan perbuatan tercakup dengan digunakannya sukarela dan perbuatan melawan hukum. Sehubungan dengan ini,
menurut Setiawan perlu kirannya diadakan perbaikan mengenai definisi tersebut, ialah :
1. Perbuatan yang harus diartikan sebagai perbuatan hukum yaitu perbuatan yang bertujuan untuk menimbulkan akibat hukum;
2. Menambahkan perkataan atau saling mengikatkan dirinya dalam pasal 1313 BW.
13
12
Subekti, Loc.cit, hlm 26
13
Setiawan, Pokok-pokokHukumPerikatanbesertaPerkembangannya. Yogyakarta: Liberty, 1985.hlm. 8
Universitas Sumatera Utara
Demikian halnya menurut Suryodiningrat bahwa definisi pasal 1313 BW ditentang beberapa pihak dengan argumentasi sebagai berikut :
1. Hukum tidak ada sangkut pautnya dengan setiap perikatan, dan demikian pula tidak ada sangkut pautnya dengan setiap sumber perikatan.
2. Definisi pasal 1313 BW hanya mengenai persetujuan sepihak unilateral, satu pihak sajalah yang tidak berprestasi misal: schenking atau hibah.
Seharusnya persetujuan itu berdimensi dua pihak, dimana para pihak saling prestasi.
3. Pasal 1313 BW hanya mengenai persetujuan obligatoir melahirkan hak dan kewajiban bagi para pihak, dan tidak berlaku bagi persetujuan jenis
lainnya misalnya: perjanjian liberatoirmembebaskan;perjanjian dilapangan hukum keluarga;perjanjian kebendaan;perjanjian pembuktian.
14
14
Agus Yudha Hernoko, Op.cit., hlm 17
B. Jenis-jenis Perjanjian