C. Syarat-syarat Sahnya Perjanjian
Dalam kesempatan ini ada baiknya bila kita membahas lebih mendalam mengenai persyaratan untuk melahirkan suatu perjanjian yang sah dan mengikat.
Mengapa itu perlu, karena persyaratan suatu perjanjian merupakan hal mendasar yang harus diketahui dan dipahami dengan baik. Kita tidak perlu ragu lagi untuk
mengatakan bahwa suatu perjanjian atau kontrak yang dibuatnya sudah sah dan mengikat sehingga dapat dilaksanakan, yaitu valid binding and enforceable. Atau
sebaliknya, perjanjian itu dianggap tidak pernah ada karena tidak memenuhi persyaratan sehingga dianggap batal dengan sendirinya yang disebut batal demi
hukum atau null and void. 1. Syarat Untuk sahnya Perjanjian
Sebagaimana telah disinggung mengenai syarat yang ditetapkan oleh pasal 1320 KUHPerdata, ada 4 syarat yang harus dipenuhi, yaitu :
a. Kesepakatan para pihak yang mengikatkan diri b. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian
c. Mengenai suatu hal tertentu; dan d. Suatu sebab yang halal.
1. Kesepakatan Tidak mungkin ada suatu kesepakatan apabila tidak ada phak yang saling
berkomunikasi, menawarkan sesuatu yang kemudian diterima oleh pihak lainnya. Artinya, tawar-menawar merupakan proses awal yang terjadi
sebelum terwujud kata sepakat diantara para pihak yang berjanji. Komunikasi yang mendahului itu bertujuan untuk mencari titik temu atau
Universitas Sumatera Utara
a meeting of the minds agar bisa tercapai kata sepakat secara bebas.
Sesungguhnya yang kita jumpai disini bukanlah suatu kesamaan kepentingan para pihak, melainkan keinginan yang satu justru sebaliknya
dari keinginan yang lain. Namun keberlawanan itu menghasilkan kesepakatan. Dengan adanya keterbalikan itu terjadilah pertemuan
kehendak yang saling setuju mengenai barang dan harga serta syarat-syarat sehingga terjadilah kesepakatan.
Sebagai hal mendasar yang harus diketahui adalah bahwa suatu kesepakatan itu harus diberikan secara bebas. Hal in dapat disimpulkan
dari pasal 1321 KUHPerdata yang menyatakan bahwa suatu kesepakatan itu sah apabila diberikan tidak ada karena kekhilafan atau tidak dengan
paksaan ataupun tidak karena penipuan. Dengan kata lain, suatu kesepakatan harus diberikan bebas dari kekhilafan, paksaan, ataupun
penipuan. Apabila sebaliknya yang terjadi, kesepakatan itu menjadi tidak sah dan perjanjian yang dibuat menjadi perjanjian yang cacat.
Sebenarnya ada dua kemungkinan yang terjadi dalam hal syarat perjanjian tidak dipenuhi.Kemungkinan pertama adalah, pembatalan atas perjanjian
tersebut yang pembatalanya dimintakan kepada hakim melalui pengadilan. Ini disebut dapat dibatalkan.Kemungkinan kedua adalah perjanjian adalah,
perjanjian itu batal dengan sendirinya, artinya batal demi hukum. 2. Kecakapan melakukan perbuatan hukum.
Cakap atau bekawan menurut hukum adalah orang yang sudah dewasa, yaitu sudah berumur 21 tahun pasal 330 BW. Dalam hal ini undang-
Universitas Sumatera Utara
undang beranggapan bahwa ada dasarnya setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan apabila ia oleh undang-undang tidak dinyatakan tidak
cakap untuk membuat perjanjian prinsipnya semua orang adalah cakap untuk membuat perjanjian kecuali ia dinyatakan tidak cakap. Jadi, pada
prinsipnya semua orang adalah cakap untuk membuat perjanjian kecuali ia dinyatakan tidak cakap oleh undang-undang. Ini merupakan general legal
presumption.Mengenai ketidakcakapan ini, pasal 1330 KUHPerdata menyatakan bahwa orang yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian
adalah orang-orang yang belum dewasa, mereka yang ditaruh dibawah pengampuan. Pada dasarnya seseoranya yang mempunyai niat serius untuk
mengikatkan diri niat kontraktual, mengerti akan isi dan persyaratan perjanjian, sadar akan tanggung jawab yang dipikulkan di pundaknya serta
akibatnya sehingga orang tersebut haruslah cakap menurut hukum.Oleh karena itu, untuk melakukan tindakan hukum orang yang belum dewasa
diwakili oleh walinya sedangkan untuk orang yang tidak sehat pikirannya diwakili oleh pengampunya karena tidak mampu untuk bertindak sendiri
3.Suatu hal tertentu Suatu hal tertentu maksudnya adalah sedikit-dikit macam atau jenis benda
dalam perjanjian itu sudah di tentukan, misalnya jual beli beras sebanyak 100 kilogram adalah dimungkinkan asal disebutkan macam atau jenis dan
rupanya sedangkan jual beli beras 100 kilogram tanpa disebutkan macam atau jenis , warna dan rupanya dapat dibatalkan.
Universitas Sumatera Utara
Perjanjian mengenai suatu barang yang akan diterima kelak hasil panenan diperkenankan. Satu sama lain kalau mengenai barang-barang
harus barang-barang yang di dalam perdagangan. 4. Suatu Sebab yang Halal
Dari persyaratan tersebut dikatakan bahwa isi suatu perjanjian harus memuat suatu kausa yang diperbolehkan atau legal. Yang dijadikan objek
atau isi dan tujuan prestasi yang tertuang dalam perjanjian harus merupakan kausa yang legal sehingga perjanjian tersebut menjadi
perjanjian yang valid atau sah dan mengikat binding. Kausa yang diperbolehkan disini dimaksudkan selain yang dibolehkan berdasarkan
undang-undang, juga tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum atau kesusilaan.Bisa saja yang mejadi latar belakang atau sebab seseorang
membeli sebilah pisau adalah untuk menusuk seseorang atau untuk membunuh, tetapi tidak tertuang atau tidak dinyatakan dalam perjanjian.
Undang-undang tidak melarang maksud atau tujuan apa yang ada dibenak seseorang, namun lebih kepada yang dinyatakan. Jadi, pembelian pisau
adalah sah karena pisau merupakan barang yang dapat diperdagangkan pasal 1332 BW, sedangkan niat untuk membunuh tidak dinyatakan dan
tidak tertuang dalam isi perjanjian.Penggunaan istilah halal bisa menimbulkan keraguan atau kerancuan. Misalnya, seseorang pedagang
hewan yang biasa melakukan ekspor impor hewan potong, melakukan transaksi dengan objek perjanjian adalah ternk babi. Babi atau daging babi
lebih populer dengan konotasi atau sebutan haram. Jangankan
Universitas Sumatera Utara
dagingnya,minyaknya saja udah bisa menjadi masalah sehingga penjualan makanan yang diperkirakan hanya mengandung minyak atau lemak babi.
20
Secara hukum sudah tentu jual beli atau transaksi yang demikian adalah sah, namun agar tidak rancu, dalam hubungan ini penulis menyarankan
untuk mempergunakan istilah legal sebagai kebalikan atau lawan dari kata “ilegal” yang artinya tidak legal atau tidak sah menurut hukum. Lagi pula
kata –kata tersebut sudah menjadi kata baku bahasa Indonesia serta dimuat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia.Dengan sendirinya perjanjian yang
demikian mejadi tidak legal atau ilegal, dan tidak mempunyai akibat hukum artinya perjanjian itu tidak dapat dilaksanakan karena tidak
dilindungi oleh hukum. Karea tidak dilindungi, perjanjian tidak mempunyai kekuatan hukum sehingga tidak dapat dipaksakan
pelaksanaanya dan akibatnya. Pihak yang tidak dapat mematuhi perjanjian atau yang melakukan wanprestasi, tidak dapat dikenakan sanksi hukum.
21
1. Perjanjian mengikat para pihak. Siapa yang dimaksud dengan para pihak itu?
D. Konsekuensi Perjanjian