Latar Belakang Perjanjian Pemborongan

Dari definisi tersebut dapat dikatakan bahwa : 35 Dilihat dari obyeknya, perjanjian pemborongan bangunan mirip denganperjanjian lain yaitu perjanjian kerja dan perjanjian melakukan jasa, yaitu sama-samamenyebutkan bahwa pihak yang satu menyetujui untuk melaksanakan pekerjaan pihak lain dengan pembayaran tertentu. Perbedaannya satu dengan yang lainnya ialah bahwa pada perjanjian kerja terdapat hubungan kedinasan ataukekuasaan antara buruh dengan majikan. Pada pemborongan bangunan danperjanjian melakukan jasa tidak ada hubungan semacam itu, melainkanmelaksanakan pekerjaan yang tugasnya secara mandiri. 1. Bahwa yang membuat perjanjian pemborongan atau yang terkait dalam Perjanjian pemborongan adalah dua pihak saja, pihak ke satu disebut yang memborongkan bouwheer aanbertender pemberi tugas, pihak kedua disebut pemborong kontraktor rekanan annemer pelaksana. 2. Bahwa obyek dari perjanjian pemborongan adalah perbuatan suatukarya het maken van werk. 36 Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu hasil pembangunan harus dapat dinikmati seluruh rakyat sebagai peningkatan kesejahteraan lahir dan batin secara adil dan

B. Latar Belakang Perjanjian Pemborongan

35 Ibid , hlm 5. 36 Sri Soedewi Masjchun Sofwan. Hukum Bangunan, Perjanjian Pemborongan Bangunan, Yogyakarta: Liberty, 1982, hlm .52 Universitas Sumatera Utara makmur. Sebaliknya berhasilnya pembangunan tergantung partisipasi seluruh rakyat, yang berarti pembangunan harus dilaksanakan seluruh rakyat secara merata oleh segenap lapisan masyarakat. 37 Sudah diatur tentang kontrak pemborongan dan konstruksi, dari contoh kesembilan belas Code Hammurabi yang menjelaskan bahwa, jika seorang pembangun membangun rumah untuk seseorang, dan tidak membangun dengan benar, dan rumah yang dibangun jatuh dan membunuh pemiliknya, maka pembangun harus dihukum mati. Dengan demikian hukum pemborongan dan konstruksi ini sebenarnya sudah tua, yakni setua peradaban manusia. Maka sesuai dengan perkembangan pembangunan maka yang diperlukan untuk memperlancar bidang usaha termasuk adalah perjanjian pemborongan, yang terus berkembang hingga sekarang, dimana hukum bidang ini sudah sangat kompleks,dengan masih memberlakukan dan mengandalkan peraturan-peraturan zaman belanda yaitu Burgerlijke Wetboek , khususnya Buku ketiga atau peraturan bangunan yang disebut Algemene Voormaden voor de uitvoring bij aannmening van openbarewerken in Indonesia atau yang lebih dikenal dengan AV 1941, artinya syarat–syarat umum untuk pelaksanaan pemborongan pekerjaan umum di Indonesia. 38 Pasal 1601 huruf b KUH Perdata yang berbunyi : Perjanjian pemborongan kerja ialah suatu persetujuan bahwa pihak kesatu, yaitu pemborong, mengikatkan diri untuk menyelesaikan suatu pekerjaan bagi pihak lain, yaitu pemberi tugas, dengan harga yang telah ditentukan. 37 F.X. Djumialdji, PerjanjianPemborongan, cet. 3, Jakarta : PT. RinekaCipta. hlm. 1. 38 Ibid , hlm 31 Universitas Sumatera Utara KUH Perdata Indonesia tidak banyak mengatur tentang kontrak pemborongan pekerjaan, yaitu hanya terdapat dalam 14 pasal saja, mulai dari pasal 1604 sampai dengan dan termasuk pasal 1617, walaupun demikian singkat dan sederhana, tentunya KUHPerdata tersebut berlaku sebagai hukum positif di Indonesia. Perjanjian pemborongan dapat dibuat dalam bentuk tertulis maupun lisan. Jika unsur sahnya perjanjian tersebut dipenuhi, maka para pihak yang membuat kontrak, kemudian juga akan tunduk pada pasal 1338 Kitab Undang Undang Hukum Perdata, persetujuan-persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang oleh Undang–Undang dinyatakan cukup itu, dengan demikian orang bebas membuat atau tidak membuat perjanjian, bebas menentukan isi, berlakunya dan syarat- syarat perjanjian dengan bentuk tertentu atautidak dan bebas memilih jenis perjanjian yang akan dipakai untuk perjanjian itu dan inilah yang disebut kebebasan berkontrak Prinsip bahwa orang terikat pada persetujuan mengasumsikan adanya suatu kebebasan tertentu didalam masyarakat untuk turut serta dalam lalu lintas yuridis dan hal ini mengimplementasikan pula prinsip kebebasan berkontrak. 39 Artinya pihakpihak bebas untuk membuat kontrak apa saja, baik yang sudah ada pengaturannya maupun yang belum ada pengaturannya dan bebas menentukan sendiri isi kontrak Namun kebebasan tersebut tidak mutlak karena terdapat pembatasannya, yaitu tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan. 39 Richard Burton Simatupang, Aspek Hukum dalam Bisnis, Jakarta:PT.Rineka Cipta, 2003, hlm 99 Universitas Sumatera Utara Hal inilah yang memberi wewenang kepada hakim untuk mengawasi pelaksanaan perjanjian supaya tidak bertentangan dengan rasa keadilan. Asas kebebasan berkontrak yang dimaksud meliputi isi perjanjian, bentuk perjanjian berupa kata sepakat consensus saja sudah cukup, dan apabila dituangkan dalam suatu akta surat hanyalah dimaksud sekedar sebagai alat pembuktian semata saja. Sedangkan mengenai isinya, para pihak yang pada dasarnya bebas menentukan sendiri apa yang mereka inginkan. Tanpasepakatdarisalahsatupihak yang membuatperjanjian, makaperjanjianyang dibuatdapatdibatalkan.Orang tidakdapatdipaksauntukmemberikansepakatnya. Perjanjianataukontrak yang mengaturkesepakatan- kesepakatanparapihakdalamhaliniadalah, pihak yang mengerjakandisebutpemborong PenyediaBarangJasa, denganpihak yang memborongkanpekerjaandisebutpenggunabarangjasa Owner, inilah yang disebutpemboronganpekerjaan. 40 Menurut Prof. R. Subekti, S.H., yang dinamakan perjanjian pemborongan pekerjaan adalah suatu perjanjian antara seorang pihak yang memborngkan pekerjaan dengan seorang lain pihak yang memborong pekerjaan, dimana pihak pertama menghendaki sesuatu hasil pekerjaan yang disanggupi oleh pihak lawan, atas pembayaran suatu jumlah tertentu sebagai harga pemborongan. 41 Dengan demikian hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan perikatan. Perjanjian adalah sumber perikatan, 40 MunirFuady, KontrakPemborongan Mega Proyek, PT.CitraAdityaBakti Bandung, 1998, hal.6 41 R Subekti, Aneka Perjanjian, Cet 10, PT Citra Aditya Bakti, bandung, 1995, hal. 58. Universitas Sumatera Utara disampingnya sumber-sumber lain. Suatu perjanjian juga dinamakan persetujuan, karena dua pihak itu setuju untuk melakukan sesuatu. Dapat dikatakan bahwa dua perkataan perjanjian dan persetujuan itu adalah sama artinya. Perkataan kontrak, lebih sempit karena ditujukan kepada perjanjian atau persetujuan yang tertulis.

C. Sifat dan Bentuk Perjanjian Pemborongan

Dokumen yang terkait

Aspek Hukum Perjanjian Pemborongan Pemeliharaan Tanaman Kelapa Sawit antara Hutagodang Estate degan PT. Sari Sawit Kencana Labuhan Batu

0 50 101

Tinjauan Yuridis Perjanjian Pola Kemitraan Perkebunan Kelapa Sawit Inti-Plasma Antara PT. Boswa Megalopolis Dengan Masyarakat (Suatu Penelitian Di Kabupaten Aceh Jaya)

14 150 149

Perjanjian Baku/Standar Kontrak Bertentangan Dengan Asas Kebebasan Berkontrak

2 33 147

Tinjauan Yuridis Perjanjian Kerjasama Jual-Beli Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit Antara PTPN I DAN PT. Bagun Sempurna Lestari (BSL)

12 132 123

Studi Sistem Kelistrikan Pada Pabrik Kelapa Sawit (Aplikasi PT. PN III Kebun Sei Silau Kisaran)

42 169 79

Kajian Pengembangan Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Supermini Dalam Rangka Peningkatan Pendapatan Petani Kelapa Sawit Di Sumatera Utara (The Study On The Development Of Supermini Palm Oil Factory In Order To Increase The Palm Oil Farmers Income In North Sumater

0 49 7

Pelaksanaan Perjanjian Pemborongan Pekerjaan Antara PT.PLN (Persero) dengan CV.Carmel dalam Hal Penyeimbangan Beban Trafo (Studi pada PT.PLN (Persero) Area Payakumbuh)

4 40 96

Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan Perjanjian Pemborongan Bangunan Pabrik Kelapa Sawit Antara PT. Bima Dwi Pertiwi Nusantara Dengan PT. Mutiara Sawit Lestari

0 0 2

BAB II Tinjauan Umum Tentang Perjanjian A. Pengertian dan Hakekat Perjanjian - Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan Perjanjian Pemborongan Bangunan Pabrik Kelapa Sawit Antara PT. Bima Dwi Pertiwi Nusantara Dengan PT. Mutiara Sawit Lestari

0 0 34

BAB I Pendahuluan A. Latar belakang Masalah - Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan Perjanjian Pemborongan Bangunan Pabrik Kelapa Sawit Antara PT. Bima Dwi Pertiwi Nusantara Dengan PT. Mutiara Sawit Lestari

0 1 14