Pendekatan Konseptual Pendekatan Kemampuan Membaca

pembaca dengan tuturan tertulis yang dibacanya. Hal tersebut melatar belakangi pendekatan konseptual. Pendekatan konseptualkonsep ini dikembangkan dari karya Jean Piaget, Jerome Bruner, David Ausubel, dan Howard Gardner. Studi-studi mereka menunjukkan bagaimana berpikir konseptual berkembang pada anak-anak dan remaja di mana pendekatan pengajaran konsep mempengaruhi pembelajaran kognitif mereka Arends, 2007: 232. Tugas guru dalam pendekatan ini adalah bagaimana meningkatkan kemampuan siswa dalam memproses informasi. Guru menciptakan lingukungankondisi agar siswa mampu memiliki kemampuan berikut: dapat menangkap stimulus dari lingkungan, dapat menemukan masalahkonsep, dan dapat mengembangkan pemecahan masalah baik secara verbal maupun nonverbal. Menurut Jerome Bruner, J. Goodnow dan George Agustin Mulyan1,1999: 46 bahwa model pencapaian konsep dilandasi bahwa lingkungan banyak ragam dan isinya sehingga manusiasiswa mampu membedakan objek-objek dengan aspek-aspeknya. Dengan kata lain siswa harus mampu berpikir tingkat tinggi menentukan kategori untuk membentuk konsep- konsepnya. Kategori ini memungkinkan siswa untuk mengelompokkan objek-objek dengan perbedaan yang nyata berdasarkan karakteristik untuk mengurangi kerumitan lingkungan. Proses berpikir seperti ini oleh Bruner dan kawan-kawannya, dinamakan kategorisasi. Kegitan kategorisasi mempunyai dua komponen yaitu kegiatan pembentukan konsep dan kegiatan pencapaian konsep.

B. Pendekatan Empirikal

Pendekatan ini mencakup bermacam–macam pendekatan yang bertolak dari pengalaman serta penghayatan proses membaca, baik dari penyusunan teori itu sendiri maupun orang lain yang dijadikan banyak penelitian. Teori yang memandang membaca sebagai proses berpikir sebagai seperangkat keterampilan membaca sebagai proses mempersepsi, sebagai kegiatan visual, dan membaca sebagai pengalaman bahasa. Teori yang pertama yaitu teori yang memandang membaca sebagai proses berpikir, dirintis pengembangannya oleh Edward L Thorndike. Teori kedua yang berdasarkan pendekatan empirikal adalah teori yang memandang proses membaca sebagai penerapan keterampilan. Sebagai suatu paham atau aliran dalam filsafat, empirisme menekankan pengalaman sebagai sumber utama untuk mendapatkan pengetahuan. Istilah empirisme berasal dari bahasa Yunani empeiria yang berarti coba-coba atau pengalaman. Dalam penafsiran lain dikatakan bahwa kata empeiria itu terbentuk dari en – di dalam; dan peira – suatu percobaan. Jadi artinya suatu cara menemukan pengetahuan berdasarkan pengamatan dan percobaan. Pemikiran empirisme lahir sebagai suatu sanggahan terhadap aliran filsafat rasionalisme yang mengutamakan akal sebagai sumber pengetahuan. Untuk lebih memahami filsafat empirisme kita perlu terlebih dahulu melihat dua ciri pendekatan empirisme, yaitu: pendekatan makna dan pendekatan pengetahuan. Pendekatan makna menekankan pada pengalaman; sedangkan, pendekatan pengetahuan menekankan pada kebenaran yang diperoleh melalui pengamatan observasi, atau yang diberi istilah dengan kebenaran posteriori. Para tokoh filsafat mengembangkan pemikiran empiris karena mereka tidak puas dengan cara mendapatkan pengetahuan sebagaimana dipercayai oleh aliran rasionalisme. Orang- orang rasionalisme dalam mencari kebenaran sangat menjunjung tinggi penalaran atau yang disebut dengan cara berpikir deduksi, yaitu pembuktian dengan menggunakan logika. Sebaliknya, bagi John Locke, berpikir deduksi relatif lebih rendah kedudukannya apabila dibandingkan dengan pengalaman indra dalam pengembangan pengetahuan. Locke sangat menentang pendapat mazhab rasionalisme yang menyatakan bahwa pengetahuan seseorang sudah dibawa sejak lahir. Menurut Locke, pikiran manusia ketika lahir hanyalah berupa suatu lembaran bersih tabula rasa, yang padanya pengetahuan dapat ditulis melalui pengalaman-