Waktu dan Tempat Penelitian Prosedur Penelitian 1. Aspek Pengetahuan Lokal

23 METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan November 2015 – Desember 2015 di kawasan Cagar Alam Dolok Saut, Desa Pansur Natolu, Kecamatan Pangaribuan, Kabupaten Tapanuli Utara serta dilakukan uji fitokimia di laboratorium Fitokimia Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara. B. Alat dan Bahan Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: alat tulis, beaker glass, gelas ukur, kalkulator, kamera, kantung plastik, kertas label, kertas saring, oven, penangas air, pipet tetes, saringan, shaker, spatula, tabung reaksi, dan timbangan analitik, buku identifikasi tanaman. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : HCl 2 N, HCl 10, Pereaksi Bouchardatd, Pereaksi Maeyer, Pereaksi Dragendorff, Cerium Sulfat 1, H 2 SO 4 10, NaOH 10, FeCl 3 1, Mg-HCl cair, air panas, akuades dan metanol serta simplisia dari setiap tumbuhan yang diuji . C. Prosedur Penelitian C.1. Aspek Pengetahuan Lokal Survey pengetahuan lokal dilakukan untuk mengetahui adanya jenis-jenis tumbuhan beracun pada hutan Cagar Alam Dolok Saut. Narasumber yang dipilih adalah masyarakat lokal yang telah berpengalaman memanfaatkan tumbuhan beracun di kawasan Cagar Alam Dolok Saut serta penetua masyarakat yang telah menggunakan tumbuhan tersebut secara turun temuru sebagai biopestisida alami dan karena gejala yang ditimbulkan dari tumbuhan tersebut berdampak buruk bagi Universitas Sumatera Utara 24 kesehatan mereka. Data yang terkumpul di tabulasikan dan di analisis secara deskriptif. C.2. Aspek Keanekaragaman Metode yang digunakan adalah dengan pengambilan sampel di lapangan yang dilakukan secara transek yang diletakkan secara purpossive sampling berdasarkan keberadaan tanaman yang mewakili kawasan tersebut. Intensitas sampling yang diambil adalah 10 atau seluas 3,9 hektar dengan jumlah plot sebanyak 98 plot. Gambar 2. Desain petak contah transek Pengamatan Keterangan: a. Petak A : petak ukur untuk semai dengan ukuran 2 × 2 m b. Petak B : petak ukur untuk pancang dengan ukuran 5 × 5 m c. Petak C : petak ukur untuk tiang dengan ukuran 10 × 10 m d. Petak D : petak ukur untuk pohon dengan ukuran 20 × 20 m a. Kerapatan suatu jenis K K = ∑ individu suatu jenis Luas petak contoh Arah Rintis Universitas Sumatera Utara 25 b. Kerapatan relatif suatu jenis KR KR = c. Frekuensi suatu jenis F F = d. Frekuensi relatif suatu jenis FR FR= e. Indeks Nilai Penting INP INP = KR + FR f. Indeks keragaman Shannon – Wiener H’ = − [niNlnniN] Keterangan : H’ = Indeks keanekaragaman Shannon – Wiener S = Jumlah jenis dalam petak utama ni = jumlah individu jenis ke-i N = Total seluruh individu Kriteria nilai H’ yang digunakan adalah : a. H’ 1, keanekaragaman tergolong rendah; b. H’ 1-3, keanekaragaman tergolong sedang; dan c. H’ 3, keanekaragaman tergolong tinggi Odum, 1993. K suatu jenis ∑K seluruh jenis × 100 ∑ Sub-petak ditemukan suatu jenis ∑Seluruh sub-petak K suatu jenis ∑K seluruh jenis × 100 F Suatu jenis ∑ F Seluruh jenis × 100 � � �=1 Universitas Sumatera Utara 26 C.3. Aspek Fitokimia Skrining fitokimia atau disebut juga penapsiran fitokimia merupakan uji pendahuluan dalam menentukan golongan senyawa metabolit sekunder yang mempunyai aktivitas biologi dari suatu tumbuhan. Skrining fitokimia tumbuhan dijadikan informasi awal dalam mengetahui golongan senyawa kimia yang terdapat dalam suatu tumbuhan. Jenis-jenis tumbuhan beracum dideteksi kandungan senyawanya yang tergolong metabolit sekunder yaitu alkaloid, terpen, tanin, flavonoid dan saponin. Prosedur pengujian fitokimia yang dilakukan berdasarkan buku Penuntun Dan Laporan Praktikum Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Lubis, 2014, adalah sebagai berikut: C.3.1. Pengujian Alkaloid Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5 g kemudian ditambahkan 1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanasakan di atas penangas air selama 2 menit. Didinginkan dan disaring. Filtrat dipakai untuk percobaan sebagai berikut: a. Filtrat sebayak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes larutan pereaksi Meyer, akan terbentuk endapan menggumpal bewarna putih atau kuning. b. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes larutan pereaksi Bouchardat, akan terbentuk endapan berwarna coklat sampai hitam. c. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes larutan pereaksi Dragendorff, akan terbentuk endapan merah atau jingga. Universitas Sumatera Utara 27 HCl 2 N Sampel 10 gr Pemanasan 2 jam 60 o C pendinginan penyaringan Filtrat Filtrat 3 tetes Pereaksi Meayer 2 tetes Pengendapan Endapan putih kekuningan Filtrat 3 tetes Pereaksi Dragendarff 2 tetes Pengendapan Endapan Merah kebataan Filtrat 3 tetes Pereaksi Bouchardatd 2 tetes Pengendapan Endapan cokelat Kehitaman Alkaloida positif jika terjadi endapan atau kekeruham paling sedikit dua dari tiga percobaan Depkes RI, 1995. Gambar 2. Skema pengujian alkoloid. Universitas Sumatera Utara 28 Sampel 1 gram Ekstrak Pemanasan 15 menit n-heksana 10 mL penyaringan Larutan warna ungu dan merah danatau hijau biru Filtrat di uapkan dalam cawansampai kering Asam asetat anhidrida Ditetesi H 2 SO 4 C.3.2. Pengujian Terpen Sebanyak 1 g serbuk simplisia dimaserasi dengan 10 ml n-heksana selama 2 jam, disaring, filtrat diuapkan dalam cawan penguap, dan pada sisanya ditambahkan 10 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes asam sulfat pekat pereaksi Liebermann – Burchard. Apabila terbentuk warna ungu atau merah yang berubah menjadi biru hijau menunjukkan adanya terpen Harborne, 1987. Gambar 3. Skema pengujian Terpen. Universitas Sumatera Utara 29 Sampel 0,5 gram Ekstrak penyaringan Metanol 10 mL Filtrat 1 tetes H2SO4 3 tetes FeCl3 1 3 tetes NaOH 10 3 tetes Mg-HCl cair 3 tetes Warna hitam kehitaman Warna ungu kemerahan Warna merah muda Warna jingga kekuningan C.3.3. Pengujian Flavonoid Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia ditambahkan 20 ml air panas, didihkan selama 10 menit dan disaring dalam keadaan panas, ke dalam 5 ml filtrat ditambahkan 0,1 g serbuk magnesium dan 1 ml asam klorida pekat dan 2 ml amil alkohol, dikocok dan dibiarkan memisah. Flavonoida positif jika terjadi warna merah, kuning, jingga pada lapisan amil alkohol Depkes, 1995. Gambar 4. Skema Pengujian Flavonoid C.3.4. Pengujian Saponin Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia, dimasukkan kedalam tabung reaksi, ditambahkan 10 ml air panas, dinginkan kemudian dikocok selama 10 detik. Jika terbentuk busa setinggi 1 sampai 10 cm yang stabil tidak kurang dari 10 menit dan tidak hilang dengan penambahan asam klorida 2 N bila adanya saponin Depkes RI, 1989. Universitas Sumatera Utara 30 Sampel 0,5 g Diperoleh fitrat Terjadi warna biru kehitaman atau hijau kehitaman Diencerka dengan akuades Disari dengan 10 ml akuades lalu di saring Diambil 2 ml larutan Ditambahkan 2 tetes larutan FeCl 3 10 Gambar 6. Skema Pengujian Tanin C.3.5. Pengujian Tanin Sebanyak 0,5 g sampel yang sudah dihaluskan simplisia disaridimaserasi dengan 10 ml akuades selama 15 menit. Kemudian disaring, fitrat di encerkan dengan akuades sampai hampir tidak berwarna. Diambil 2 ml fitrat, di tambahkan 2 tetes larutan FeCl 3 10. Perhatikan warna yang terjadi, warna biru atau hijau menujukan adanya tanin. Warna biru menunjukan adanya buah 3 gugus hidroksi pada inti aromatis tanin. Warna hijau menunjukan ada 2 buah gugushidroksil pada anti aromatis tanin Harborne, 1987. Sampel 0,5g Buihbusa 1-3 cm Didinginkan lalu dikocok 10 detik Ditambahkan 1 tetes asam klorida 2 N Ditambahkan 10 ml air panas Gambar 4. Skema Pengujian Saponin Universitas Sumatera Utara 31 HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Aspek Pengetahuan Lokal