Tingkat Keanekaragaman Tumbuhan Beracun Di Cagar Alam Dolok Saut

33

B. Tingkat Keanekaragaman Tumbuhan Beracun Di Cagar Alam Dolok Saut

Tumbuhan beracun yang ditemukan di Hutan Cagar Alam Dolok Saut sebanyak sembilan jenis. Data analisis tumbuhan beracun telah ditunjukkan dalam Tabel berikut ini. Tabel 3. Analisis tumbuhan beracun di Hutan Cagar Alam Dolok Saut Jenis Tumbuhan K ind.ha KR F FR INP H Modang lalisiak 0,02 0,01 0.07 7,07 50,66 Antaladan 4,50 3,64 0.04 4,04 7,68 Apustutung 4,50 11,53 0.23 23,23 34,77 Tahul-tahul 11,5 9,31 0.04 4,40 13,35 Birah 16,00 12,95 0.14 14,14 27,09 Langge 10,25 7,20 0.11 11,11 18,31 Bedi-bedi 2,75 2,22 0.08 8,08 10,30 Dong-dong 0,03 0,03 0.10 10,07 66,55 Sitanggis 64,25 52,02 0.35 35,35 87,37 Total 123,55 100,00 1.18 100,00 200,00 1.54 Hasil analisis tumbuhan beracun pada Tabel 3, dapat dijelaskan bahwa Sitanggis merupakan jenis dengan nilai KR Kerapatan Relatif suatu jenis yang paling tinggi yaitu 52,02 ditunjukan pada Tabel 2. Nilai ini menujukan bahwa jenis Sitanggis banyak tumbuh di hutan C.A c hal tersebut disebabkan karena kondisi hutan C.A Dolok Saut memiliki ketinggian 1,280-1,360 m diatas permukaan laut sehingga sangat cocok sebagai tempat tumbuh Sitanggi, hal ini sesuai dengan pernyataan Dahmartha 1994 yang mengatakan bahwa habitat Belamcanda sp dapat hidup dan berkembang secara baik didataran sampai 1000- 2000 m diatas permukaan laut. Nilai KR terendah adalah pada jenis Modang lalisiak dengan nilai sebesar 0,01. Hal ini disebabkan oleh Modang lalisiak adalah pohon yang bijinya sangat susah untuk tumbuh dipermukaan tanah yang ada naungannya mengingat hutan C.A Dolok Saut yang memiliki tutupan tajuk yang rapat, hal ini sesuai dengan pernyataan Rusli 2011 menyatakan bahwa Ficus sinuata membutuhkan cahaya Universitas Sumatera Utara 34 matahari yang tinggi untuk dapat tumbuh sehingga Ficus sinuata akan sukar berkembang dengan lahan yang bernaungan tajuk lebat. Keberagaman nilai KR dapat disebabkan oleh kondisi hutan yang memiliki kondisi lingkungan yang beragam dan kemampuan adaptasi setiap jenis tumbuhan yang berbeda-beda, sehingga jenis-jenis tertentu yang mampu beradaptasi cenderung tumbuh. Loveless 1989 menyatakan bahwa sebagian tumbuhan dapat berhasil tumbuh dalam kondisi lingkungan yang beraneka ragam sehingga tumbuhan tersebut cenderung tersebar luas. Nilai Frekuensi Relatif FR paling tinggi yang ditunjukkan pada Tabel 2 adalah Sitanggis sebesar 35.35 yang menunjukan bahwa jenis ini adalah jenis yang penyebarannya paling luas. Frekuensi ini terdapat pada petak sampel yang paling banyak yaitu 35 petak sampel, sedangkan frekuensi yang paling rendah terdapat pada jenis Antaladan yaitu sebesar 4,04 dan Jenis Tahu-tahul yang juga sebesar 4.04 dan kedua jenis ini hanya terdapat pada 4 petak sampel. Nilai ini menujukan bahwa jenis Antaladan dan Tahul-tahul populasinya hanya sedikit tumbuh di hutan Cagar Alam Dolok Saut. Suin 2002 menyatakan bahwa Konstansi atau frekuensi kehadiran organisme dapat dikelompokkan atas empat kelompok yaitu jenis aksidental frekuensi 0-25, jenis assesori 25-50, jenis konstan 50-75, dan jenis absolut di atas 75. Data dalam Tabel 3 menunjukan bahwa semua tumbuhan yang ada di Hutan Cagar Alam Dolok Saut termasuk dalam kategori jenis aksidental dengan frekuensi 0-25. Hal ini menunjukkan bahwa jenis-jenis tersebut daerah penyebarannya terbatas, dan hidup pada daerah tertentu saja. Universitas Sumatera Utara 35 Berdasarkan pernyataan Soerianegara 2005 Indeks Nilai Penting INP digunakan untuk menetapkan dominasi suatu jenis terhadap jenis lainnya atau dengan kata lain nilai penting menggambarkan kedudukan ekologis suatu jenis dalam komunitas. Indeks Nilai Penting dihitung berdasarkan penjumlahan nilai Kerapatan Relatif KR, Frekuensi Relatif FR. Kerapatan individu tumbuhan beracun yang memiliki kelimpahan jenis tertinggi berdasarkan INP yang ditunjukan pada Tabel 3 adalah jenis Sitanggis sebesar 87.37. Dominasi jenis tersebut ditunjukan dengan banyaknya jenis Sitanggis jika dibandingka dari jumlah keseluruhan individu yang ditemukan, yakni 257 jenis dari 585 jenis tumbuhan yang ditemukan. Sedangkan kelimpahan jenis paling rendah adalah jenis Antaladan yaitu sebesar 7.68. Rendahnya INP spesies ini juga didukung oleh frekuensi penemuan yang cukup jarang atau tumbuh tidak merata pada kawasan hutan Cagar Alam Dolok Saut, dimana frekuensi jenis ini hanya sebesar 4,04. Indeks Keanekaragaman Shannon-Winner H’ tumbuhan beracun yang tumbuh di Hutan Cagar Alam Dolok Saut yang ditunjukkan melalui Tabel 3 adalah sebesar 1,54 . Odum 1993 menyatakan bahwa H’ 1-3, menunjukan bahwa keanekaragaman spesies tergolong sedang. Data dalam Tabel 3 menunjukkan bahwa kesembilan tumbuhan beracun di Hutan Cagar Alam Dolok Saut tergolong ke dalam kategori berkeanekaragaman sedang, sehingga Hutan Cagar Alam Dolok Saut masi dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan baku pengolahanpemanfaatan tumbuhan racun sebagai biopestisida. Universitas Sumatera Utara 36

C. Aspek Fitokimia