Deskripsi Tumbuhan Beracun yang Ditemukan di Hutan Cagar Alam Dolok Saut

47

E. Deskripsi Tumbuhan Beracun yang Ditemukan di Hutan Cagar Alam Dolok Saut

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis tumbuhan beracun yang ditemukan di hutan Cagar Alam Dolok Saut ada sebanyak sembilan jenis. Kesembilan jenis tumbuhan beracun tersebut dideskripsikan sebagai berikut: E.1. Apus tutung Clidemia hirta Clidemia hirta atau sering disebut oleh masyarakat Pansur Natolu dengan nama Apus tutung merupakan tumbuhan yang termasuk kelompok tumbuhan perdu. Kondisi topografi hutan Cagar Alam Dolok Saut sangat cocok untuk habitat Apus tutung hal ini terbukti saat pengambilan sampel kelapangan yang menemukan banyak spesies tumbuhan tersebut, hal ini dikarenakan Cagar Alam Dolok Saut sangat cocok baik lahan maupun kondisi lingkungannya sebagai tempat tumbuh Apus, seperti yang telah disebutkan Tanasale 2010 menyatakan bahwa Clidemia hirta sering tumbuh dan berkembang didaerah semak belukar, tepi jurang, daerah terbuka dan terganggu seperti pinggiran jalan, padang rumput dan perkebunan. Apus tutung merupakan tumbuhan perdu yang tegak dan naik dengan tinggi 0,5-2 cm, lebar 1-8 cm, ujung dan pangkal daun runcing, tepi daun rata, berbulu dan berwarna hijau. Bunga majemuk, kelopak berlekatan, berbulu dan berwarna ungu kemerahan. Kandungan kimia tumbuhan Apus tutung Clidemia hirta adalah senyawa golongan terpen, alkoloid dan tanin . Pengklasifikasian terhadap tumbuhan ini dapat dijelaskan bahwa Apus tutung merupakan tumbuhan yang masuk dalam Kingdom: Plantae, Divisi: Magnoliophyta, Kelas: Magnoliopsida, Ordo : Myrtale, Famili: Melastomataceae, Genus: Clidemia dan termasuk dalam Spesies: Clidemia hirta Tanasale,2010. Universitas Sumatera Utara 48 Gambar 7. Apus tutung Clidemia hirta Gambar 7 menujukan bahwa Apus tutung dapat tumbuh pada bermacam- macam kondisi lingkungan, pada pemantauan dilapanga ditemukan Apus tutung pada daerah yang terbuka atau tanpa naungan dan banyak juga yang ditemukan pada daerah yang memiliki naungan, bahkan ditemukan juga pada kondisi yang kandisi tanahnya berair seperti dipinggir sungai. Hal ini menujukan bahwa Apus tutung sangat mudah beradaptasi pada lingkungan dan penyebarannya sangat luas. E.2. Tahul-tahul Nephentes renwartiana. Tahul –tahul merupakan tumbuhan yang masuk dalam Kingdom: Plantae, Divisi: Magnoliophyta, Kelas: Magnoliopsida, Ordo: Caryophyllales, Famili: Nepenthaceae, Genus: Nepenthes dan merupakan spesies: Nepenthes renwartiana Tanasale, 2010. Berdasarkan pengamatan di lapangan menunjukan bahwa spesies Nepenthes renwartiana dikenal dengan sebutan Tahul-tahul di daerah Desa Dolok Saut. Tumbuhan ini secara umum disebut kantung semar karena bentuknya seperti kantong dan berfungsi sebagai penampung makanan atau mangsanya, dan setiap daerah terutama wilayah masyarakat sekitar hutan memiliki nama khusus bagi tumbuhan ini. Seperti halnya tempat tumbuh Tahul-tahul, Mansur 2006 telah Universitas Sumatera Utara 49 menyatakan bahwa Kantong semar banyak hidup ditempat-tempat terbuka ataupun terlindung tajuk-tajuk pohon bahkan di habitat yang miskin unsur hara dan memiliki kelembaban udara yang cukup tinggi. Tanaman ini bisa hidup di hutan hujan tropik dataran rendah, hutan pegunungan, hutan gambut, hutan kerangas, gunung kapur dan padang savana. Berdasarkan ketinggian tempat tumbuhnya, kantong semar dibagi menjadi tiga kelompok yaitu kantong semar dataran rendah, menengah, dan dataran tinggi. Mansur 2006 mengatakan bahwa karakter dan sifat kantong semar berbeda pada tiap habitat. Beberapa jenis kantong semar yang hidup di habitat hutan hujan tropik dataran rendah dan hutan pegunungan bersifat epifit, yaitu menempel pada batang atau cabang pohon lain. Pada habitat yang cukup ekstrim seperti di hutan kerangas yang suhunya bisa mencapai 30º C pada siang hari, kantong semar beradaptasi dengan daun yang tebal untuk menekan penguapan air dari daun. Sementara kantong semar di daerah savana umumnya hidup terestrial, tumbuh tegak dan memiliki panjang batang kurang dari 2 m. Gambar 8. Tahul-tahul Nephentes renwartiana Universitas Sumatera Utara 50 Kandungan kimia yang terkandung pada tumbuhan Tahul-tahul Nephentes spp adalah golongan flavonoid dan saponin, memiliki tata daun alternate, bagun daun berbentuk lanset lanselatus, daun tungga, pangkal daun duduk sessilet,tepi daun rata entire, ujung daun berpiala, permukaan daun licin laevis, pertulangan daun sejajar recctinervis pialanya berwarna coklat kemerahan dengan sedikit warna kekuningan mulut kantungdengan ukuran tinggi 7-9 cm. E.3. Birah Alocasia arifolia Hallier Birah dapat diklasifikasikan sebagai berikut; dengan Kingdom: Plantae dan Divisi: Angiosperms, Kelas: Monocots, Order: Alismatales, Famili: Araceae, Genus: Alocasia, Species: Alocasia arifolia Hallier Asmaliyah, 2010. Berdasarkan temuan di lapangan Birah merupakan tumbuhan yang tidak dominan pada kawasan Cagar Alam Dolok Saut hal ini terbukti dengan jumlah yang sedikit saat pengamatan yang hanya berjumlah 62 spesies dan tempat tumbuhnya Birah Alocasia arifolia Hallier merupakan tumbuhan bawah. Lebih lengkap hal ini telah dijelaskian oleh Asmaliyah 2010 yang menyatakan bahwa Birah Alocasia arifolia Hallier termasuk tanaman kelas rhizomatous dan berdaun lebar tuberous dari keluarga Araceae. Tercatat saat ini yang sudah diketahui terdapat lebih dari 80 species yang berasal dari daerah tropis dan subtropis dari Amerika Selatan, Asia hingga ke Australia Timur. Birah dapat dijadikan bahan pestisida nabati yakni berfungsi sebagai pengusir serangga. Hasil pengujian fitokimia yang dilakukan terhadap Birah bahwa Kandungan kimia yang terkandung dalam tumbuhan ini adalah flavanoid, terpen, dan alkaloid. Dengan banyaknya kandungan senyawa metabolit sekunder yang Universitas Sumatera Utara 51 dimilikinya dapat disimpulkan bahwa Birah dapat dijadikan sebagai bahan pestisida alami. Dari hasil pemantauan di lapangan penampilan Birah dengan daun berbentuk panah, warna hijau tua dengan striping tipis pada daun, daun besar tumbuh dengan panjang 20-90 cm pada tangkai panjang. Warna hijau tua dengan striping tipis. Tipe perakarannya merupakan tipe perakaran serabut, sedangkan bunga dan biji tidak ditemukan pada dilakukan identifikasi. Gambar 9. Birah Alocasia arifolia Hallier. E.4. Modang lalisiak Ficus sinuata Thunb Modang lalisiak merupakan tumbuhan yang masuk dalam Kingdom: Plantae Divisi: Magnoliophyta, Kelas: Magnoliopsida, Bangsa: Urticales, Suku: Moraceae, Marga: Ficus, dan Jenis: Ficus sinuata Thunb Rusli, 2011. Hasil pengamatan di lapangan yang telah dilakukan menunjukan bahwa tumbuhan yang hidunp di Cagar Alam Dolok Saut ini dikenal dengan nama Modang laisiak Ficus sinuata Thunb. Pohon Modang lalisiak berukuran besar hingga besar, tingginya mencapai 45 meter dan berdiameter hingga mencapai 50- 120 cm, kulit batang berwarna coklat dan tebalnya 1-5cm. Rusli 2011 menyatakan Modang lalisiak merupakan pohon Ara Ficus kebanyakan berupa tumbuhan tropis yang hijau sepanjang tahun dan menghuni berbagai relung Universitas Sumatera Utara 52 ekologi, namun beberapa spesies yang menggugurkan daun tumbuh terbatas didaerah di luar wilayah tropis dan didataran tinggi. Jenis-jenis ara dikenali dari perbungaannya yang unik dan pola penyerbukannya Pollination syndrome yang khas dan melibatkan sejenis tawon dari familia Agaonidae untuk menyerbuki bunga-bunganya yang tertutup. Nama daerah tumbuhan ini di lokasi penelitian Cagar Alam Dolok Saut adalah Modang lalisiak Ficus sinuata Thunb. Hasil pengujian fitokimia menunjukan kandungan kimia yang terkandung dalam tumbuhan ini adalah golongan flavonoid, terpen, dan saponin. Dan hasil pengamatan di lapangan juga menunjukan hasil identifikasi bahwa Modang lalisiak memiliki ciri daun kuncup, ranting terlindungi oleh sepasang daun penumpu yang lekas rontok, meninggalkan bekas berupa cincin dibuku-buku rantingnya, serta tulang daun lateral yang pertama cenderung lurus dan menyudut terhadap tulang daun dibagian pangkal daun; membentuk pola tiga-cabang tri- veined yang khas. Bunga tertutup yang dikenal sebagai bunga periuk syconium; disebut demikian karena bentuknya menyerupai periuk tertutup atau hampir tertutup, dimana pada dinding dalamnya berjejal- jejal kuntum-kuntum bunga ara yang berukuran sangat kecil. Jika bunga-bunga ini telah berkembang menjadi buah, dengan ukuran yang sama kecilnya, barulah tepat dapat disebut sebagai buah, meskipun juga hanya buah semu. Tipe perakaran tumbuhan ini banyak diantaranya yang memiliki akar gantung atau akar udara. Universitas Sumatera Utara 53 Gambar 10. Modang lalisiak Ficus sinuata Thunb. E.5. Langge Homalonema javanica Langge merupakan tumbuhan yang masuk dalam Kingdom: Plantae tumbuhan, Divisi: Angiospermae tumbuhan berbunga, Kelas: Equisetopsida Berkeping satumonokotil, Ordo: Alismatales, Famili: Araceae suku talas- talasan, Genus: Homalomena dan merupakan Spesies: Homalonema javanica Susanto, 2009. Hasil pengamatan di lapangan Langge dapat dideskripsikan sebagai tumbuhan Herba, tinggi 75 cm; batang bulat, panjang pelepah 4- 6 cm, permukaan licin, tegak lurus, warna hijau; daun tunggal, perisai, panjang 30-52 cm x lebar 21-23 cm, ujung meruncing, pangkal berlekuk, tepi rata, permukaan licin, pertulangan menyirip, tangkai 40-46 cm, daging seperti perkamen, warna hijau . Berdasarkan pengamatan di lapangan Langge banyak ditemukan di daerah pinggiran sungai dan kondisi lingkungannya adalah daerah dataran tinggi, hal ini sesuai dengan pernyataan Susanto 2009 yang mengatakan bahwa Homalonema javanica biasa ditemukan di pegunungan, pinggiran sungai, tepi danau, atau ditanam sebagai tanaman hias di sekitar pekarangan rumah. Kandungan kimia Universitas Sumatera Utara 54 yang terkandung adalah dari golongan flavanoid, tanin, terpen, alkaloid, dan saponin. Walaupun mengandung racun tumbuhan Langge biasa digunakan oleh masyaraka baik di desa maupun diperkotaan sebagai tumbuhan hias dan ditanam disekitar pekarangan rumah karena memiliki pemandangan yang unik jika dipadukan dengan tumbuhan hias lainnya. Gambar 11 . Langge Homalonema javanica E.6. Dong-dong Laportea stumulans Gaud Dong-dong merupakan tumbuhan yang masuk dalam Kingdom: Plantae, Divisi: Spermatophyta, Kelas: Dycotiledoneae, Ordo: Urticales, Famili Urticaceae, Genus: Laportea dan merupakan Spesies: Laportea stimulans Gaud Mansur, 2006. Hasil identifikasi dari Mansur, 2006 menyebutkan bahwa Dong-dong adalah jenis pohon dengan tinggi 5-12 meter, daun tunggal, bentuk daun menjorong, melonjong, dan membundar telur, tangkai daun panjang dengan permukaan kasar. Cabang banyak, bentuk batang bulat dan kulit batang berwarna kehijauan. Bunga keluar dari ketiak daun, bunga warna putih kebiruan. Memiliki buah yang berwarna bening. Universitas Sumatera Utara 55 Hasil pengamatan dilapanga populasi Dong-dong sangat sedikit jumblahnya di Cagar Alam Dolok Saut. Daun Dong-dong mengandung racun apabila terkena kulit manusia bisa mengakibatkan gatal-gatal, daunnya memiliki warna hijau terang. Memiliki tulang dan urat daun yang tampak jelas. Pinggir daun mudanya berbentuk gerigi dengan jarak gerigi tidak terlalu rapat. Semakin tua, gerigi semakin menghilang. Bagian atas dan pinggir daun ditumbuhi bulu- bulu halus yang hanya nampak bila dilihat dari jarak sangat dekat. Bila bulu-bulu ini dapat tersentuh bagian kulit kita yang halus dan sensitif seperti punggung tangan, lengan, paha atau betis dapat menimbulkan rasa gatal, perih dan panas yang cukup menyengat. Sengatan pulus pada kulit tubuh biasanya baru akan hilang setelah satu atau dua minggu bila tanpa penanganan sehingga masyarakat sekitar hutan menyebut tumbuhan ini sebagai tumbuhan beracun . Gambar 12. Dong-dong Laportea stumulans Gaud Universitas Sumatera Utara 56 E.7. Bedi Bedi Callicarpa dichotoma Bedi-bedi merupakan tumbuhan yang masuk dalam Kingdom: Plantae: Divisi: Angiosperms, Kelas: Monocots, Order: Lamiales, Famili: Lamiaceae, Genus: Alocasia dan merupakan Species: Callicarpa dichotoma, Soerianegara 2005. Hasil pengamatan menunjukan Callicarpa dichotoma yang lebih dikenal dengan nama Bedi-bedi ditemuka didaerah semak belukar atau dilahan yang tidak bertajuk di kawasan Cagar Alam Dolok Saut. Tumbuhan ini hanya sedikit ditemukan di Cagar Alam Dolok Saut dan dapat disimpulkan bahwa tumbuhan ini penyebaran dan pertumbuhannya sangat rendah. Soerianegara 2005 menyebutkan bahwa tumbuhan ini dapat tumbuh pada daerah dengan kelembapan sedang dan basah. Bedi-bedi dapat tumbuh degan tinggi 1 hingga 2 meter, memiliki ciri buah berwarna ungu buah tumbuh dari ketiah daun baru, buah biasanya berada disepanjang dahan disetiap ketiak daun baru. Buah dari tumbuhan ini biasa menjadi makanan burung. Kandungan kimia tumbuhan ini adalah berasal dari kandungan alkoloid, flavonoid dan saponin dan memiliki Aktivitas biologis, seperti anti bakteri, antifungi, anti hama, cytotoxic, dan phytotoxic activities . Tata daun oposite daun majemuk,bunga daun lanset. Gambar 13. Bedi Bedi Callicarpa dichotoma Universitas Sumatera Utara 57 E.8. Antaladan Xanthosoma sp Antaladan merupakan tumbuhan yang masuk dalam klasifikasi: Kingdom Plantae, Divisi: Magnoliophyta, Kelas: Liliopsida, Ordo: Arales, Famili: Araceae, Genus: Xanthosoma dan merupakan Spesies : Xanthosoma sp. Heyne, 1987 Hasil pengamatan di lapangan tumbuhan ini sering disebut Antaladan oleh masyarakat sekitar hutan mengenal tumbuhan ini sejak lama dan sering dimanfaatkan sebagai tumbuhan hias karena tampilan daunnya sangat menarik, namun demikian masyarakat sekitar hutan juga sangat mewaspadai tumbuhan ini karena dipercaya mengandung racun, dampak yang sangat jelas dirasakan adalah gatal-gatal dan umbinya yang berbau amis menyengat. Hal ini juga telah dijelaskan oleh Suin 2002 yang menyatakan bahwa Xanthosoma sp adalah jenis tumbuhan dari wilayah hutan hujan tropika. Secara alami, tumbuhan ini hidup dibawah naungan tajuk hutan, namun dalam kultivasi ia dapat tumbuh baik dilahan-lahan pertanian terbuka dengan sinar matahari penuh. Umumnya Antaladan merupakan tanaman wilayah dataran rendah dan membutuhkan rata-rata temperatur harian diatas 21 °C. Curah hujan tahunan rata- rata sekitar 1400 mm, tetapi lebih disukai 2000 mm, yang merata disepanjang tahun, dengan kelembaban tanah cukup. Meskipun cukup tahan dengan tanah yang mengandung garam, Antaladan tidak tahan terhadap penggenangan dan memerlukan tanah yang berdrainase baik Heyne 1987 menyatakan bahwa tumbuhan ini biasa tumbuh di daerah lembab seperti pinggiran sungai yang tenang ditengah hutan dan tidak bergerombol seperti jenis keladi lainnya. Memiliki ciri khas daun lebar bercorak putih terang dan dibagian bawah daun berwarna merah marun. Tumbuhan ini bisa Universitas Sumatera Utara 58 menyebabkan iritasi pada mulut, terasa terbakarpanas pada bagian mulut, lidah, bibir, bisa menyebabkan ileran yang parah, mual dan susah menelan. Hal tersebut dikarena ditanaman sebangsa ini punya zat yang namanya Kalsium oksalat yang tidak dapat larut, kalsium oksalat ini yang beracun untuk kucing. Gambar 14. Anataladan Xanthosoma sp E.9. Sitanggis Belamcanda sp Dahmartha 1994 mengatakan bahwa Sitanggis merupakan tumbuhan yang masuk dalam klasifikasi Kingdom: Plantae, Divisi: Magnoliophyta, Kelas: Liliopsida, Ordo: Asparagales, Famili: Iridaceae, Genus: Belamcanda dan merupakan Spesies: Belamcanda sp. Hasil pengamatan di lapangan, tumbuhan yang hidup di Cagar Alam Dolok Saut ini dikenal dengan nama Sitanggis Belamcanda sp. Sitanggis merupakan tumbuhan tahunan yang tumbuh tegak dengan tinggi 50 hingga 120 cm, tumbuhan ini biasanya tumbuh liar di daerah sekitar hutan Cagar Alam Dolok Saut yang merupakan daerah pegunungan dan seperti yang telah dinyatakan oleh Dahmartha 1994 bahwa Belamcanda sp dapat hidup dan berkembang didataran tinggi dan terdapat dari dataran rendah sampai 2000 m Universitas Sumatera Utara 59 diatas permukaan laut. Sitanggis memiliki daun tampak jelas 2 baris, dengan pangkal yang membelah berbentuk pelepah tinggi, dengan bentuk garis atau lanset yang miring, hijau kebiruan, bertepi transparan serta yang terendah 30 - 60 kali 2 4 cm, yang tinggi kecil dan agak berjarak. Tumbuhan ini mempunyai rimpang yang menjalar dengan banyak akar serabut. Bunga berupa bunga majemuk dengan jumlah 6-12 kuntum, Buah bulat berwarna hijau dan jika sudah matang berwarna biru donker berbuah di ujing tangkai dengan panjang 2,5 hingga 3,5 cm dengan biji yang banyak berwarna hitam. Sitanggis sangat banyak tumbuh didalam hutan Cagar Alam Dolok Saut bahkan di lahan sekitaran pekarangan masyarakat Desa Pancur Natolu yang berada didekat hutan Cagar Alam Dolok Saut sangat banyak tumbuh secara liar sehingga masyarakat dapat memanfaatkan Sitanggis sebagai racun tikus di lahan pertanian masyarakat sekitar hutan karena masyarakat tersebut percaya bahwa akar tumbuhan ini mengandung racun yang dapat membunuh tikus karena sejak zaman nenek moyang mereka telah menggunakan tumbuhan ini sebagai racun tikus. Gambar 15. Sitanggis Belamcanda sp. Universitas Sumatera Utara 60

F. Potensi Pengembangan Tumbuhan Beracun di Hutan Cagar Alam Dolok Saut