Evaluasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja

dilaporkan dalam waktu tidak boleh lebih dari 24 jam. Top Set Investigation yang dimaksud adalah: T = Technology, yaitu semua peralatan yang digunakan ketika bekerja O = Organization, yaitu budaya dan manajemen perusahaan P = People, yaitu pengetahuan, sikap dan tindakan karyawan S = Similar event, yaitu ditemukan kejadian yang sama E = Environment, yaitu lokasi area kerja T = Time, yaitu waktu kecelakaan kerja tanggal, bulan, tahun dan jam Hal tersebut terbukti dari ungkapan Koordinator HSEQ, yang mengatakan: “Kami pakai ada namanya Top Set Investigation dari UK, mulai dari awal terjadi kecelakaan sampai proses closing root cause dibuat dalam story board. Biasanya wawancara dilakukan oleh tim HSE, manajemen, supervisor, foreman dan wawancara juga dari korbannya sendiri, itupun kalau korbannya masih bisa diwawancarai, kalau sudah fatal gunakan saksi untuk menggali permasalahannya sehingga apa nanti yang perlu diperbaiki. Dilakukan juga wawancara terhadap atasan supervisor untuk melihat apakah supervisinya kurang ataukah behavior orang tersebut tidak mau tahu. Dan untuk reporting di perusahaan kita tidak boleh lebih dari 24 jam, dalam waktu 24 jam itu harus sudah selesai, meskipun nanti improvement beberapa minggu ke depan tetapi investigasinya harus sudah selesai dalam 1x24 jam.”

4.3.5 Evaluasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Perusahaan harus mengawasi dan mengevaluasi usaha-usaha keselamatan kerja. Berdasarkan hasil wawancara yang diperoleh, manajemen PT. Expro Indonesia melakukan evaluasi keselamatan dan kesehatan kerja terhadap semua hal, termasuk hasil temuan di lapangan dan program keselamatan dan kesehatan kerja. Hasil evaluasi tersebut akan dibawa ke manajemen puncak melalui pertemuan untuk mendapat masukan apakah perlu diperbaiki atau membutuhkan peningkatan Universitas Sumatera Utara berkelanjutan. Hal tersebut terbukti dari ungkapan Koordinator HSEQ PT. Expro Indonesia, yang mengatakan:

1. Implementasi Evaluasi K3

“Lewat checklist untuk memonitoring K3, salah satu pertanyaan di dalamnya adalah apakah orang-orang di sekitar sudah memakai alat pelindung diri yang disyaratkan oleh perusahaan. Lalu apakah yang mengoperasikan forklift sudah memiliki lisensi K3 atau tidak, apakah tangga dicek atau tidak grinding, listriknya dicek atau tidak, lalu kipas. Environment juga, misalnya apakah selama ini ada pencemaran atau tidak, termasuk volume limbah juga dicek. Hasil evaluasi K3 akan dibawa ke top manajemen melalui meeting untuk mendapat masukan apakah perlu perbaikan yang besar atau akan higher electration supervisor yang kompeten.”

2. Aspek yang Dibahas Dalam Evaluasi K3

“Semua lini akan dievaluasi, termasuk hasil temuan di lapangan juga program- program K3 misalnya training, pencapaian LTI free, premedical dan remedical karywan dan itu juga continue terus.”

3. Tindakan Perbaikan dan Peningkatan Kinerja K3

“Untuk improvement memang kita lakukan secara terus-menerus, tidak pernah kita lepas. Improvement yang kita lakukan itu diambil dari root cause. Misalnya untuk limbah kami memang sudah bagus, namun ada perbaikan dari tim Surveyor Indonesia bahwa tempat limbah kami itu kurang lebar dan sudah kami buat. Lalu untuk penampungannya kecil dan kemudian sudah kami buat lagi, dan improvement sudah berjalan satu bulan dan tim surveyor sudah datang tadi untuk mengecek.” Berdasarkan data sekunder yang diperoleh, manajemen PT. Expro Indonesia juga memiliki Risk Assessment Form dengan penilaian risiko sebagai berikut: a. Risiko rendah: risiko dapat diterima, namun harus ditinjau untuk melihat apakah risiko dapat dikurangi lebih lanjut. b. Risiko menengah: tugas hanya harus dilanjutkan dengan otorisasi manajemen lini yang tepat setelah berkonsultasi dengan para ahli dan tim penilai. Bila Universitas Sumatera Utara memungkinkan, tugas harus didefinisikan kembali untuk memperhitungkan bahaya yang terlibat atau risiko harus dikurangi lebih lanjut sebelum tugas dilanjutkan. c. Berisiko tinggi: tugas tidak harus dilanjutkan. Tugas harus didefinisikan ulang atau tindakan pengendalian lebih lanjut diberlakukan untuk mengurangi risiko. Kontrol harus dinilai ulang untuk kecukupan sebelum memulai tugas. Universitas Sumatera Utara 68

BAB V PEMBAHASAN

5.1 Faktor-faktor yang Memengaruhi Pencapaian Nihil Kecalakaan Kerja

Manajemen keselamatan kerja yang efektif menuntut adanya komitmen perusahaan terhadap kondisi kerja yang aman. Akan tetapi, lebih penting lagi, program keselamatan dan kesehatan kerja yang didesain dan dikelola dengan baik juga dapat menyumbangkan keuntungan melalui pengurangan biaya yang berhubungan dengan kecelakaan kerja Mathis dan Jackson, 2002.

5.1.1 Komitmen Perusahaan

Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa PT. Expro Indonesia telah memiliki komitmen manajemen untuk mendukung keberhasilan keselamatan dan kesehatan kerja pada setiap proses pekerjaannya yaitu berupa Expro House Rules yang wajib dimiliki oleh setiap karyawan. Komitmen ini juga sudah dikoordinasikan oleh manajemen puncak sehingga harus dilaksanakan oleh semua orang yang berada di lingkungan perusahaan. Selain itu, pihak manajemen PT. Expro Indonesia juga telah melakukan berbagai pendekatan, yaitu dimulai dengan memiliki komite keselamatan dan kesehatan kerja, melakukan berbagai pengontrolan setiap harinya sampai memberikan pelatihan, serta memberi penghargaan dan konseling untuk mendorong motivasi dan sikap pekerja terhadap keselamatan kerja yang dalam pelaksanaannya telah terjalin kerja sama antara manajemen, karyawan dan orang lain untuk bersedia mengikuti keselamatan dan kesehatan kerja. Hasil penelitian tersebut Universitas Sumatera Utara