Amplifikasi DNA Total Padi Lokal Sumatera Utara dengan Menggunakan Marka SSR

tingginya kosentrasi cetakan DNA yang digunakan dalam PCR akan menghasilkan amplifikasi DNA yang kurang baik. Cetakan DNA yang terlalu banyak kemungkinan menyulitkan primer yang digunakan untuk menempel. Menurut Haris et al., 2003, kosentrasi DNA akan berdampak pada kualitas fragmen hasil amplifikasi. Kosentrasi DNA yang rendah akan menghasilkan fragmen yang tipis, sebaliknya kosentrasi DNA yang tinggi akan menyebabkan fragmen terlihat tebal sehingga sulit membedakan antar fragmen.

4.3 Amplifikasi DNA Total Padi Lokal Sumatera Utara dengan Menggunakan Marka SSR

Amplifikasi DNA total koleksi padi lokal dan padi hibrida dengan menggunakan 4 marka SSR yaitu primer RM 580, RM 413, RM 131 dan RM 20. 4 primer yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari penelitian yang telah dilakukan oleh Singh et al., 2015 yang menggunakan primer RM 580, RM 413, RM 131 dan RM 20 sebagai penanda genetik dalam menganalisis kenakeragaman koleksi padi internasional. Gambar 4.3 Hasil elektroforesis amplifikasi DNA total padi dengan primer SSR. a Primer RM 580 b Primer RM 20 c Primer RM 413 d Primer RM 131. M marker 100 bp 1. IR64 2. Sigudang 3. Sigambi 4. Siasahan 5. Siorsik 6. Ramos 7. Kukubalam 8. Talipuyu 9. Sigambiri Putih 10. Sigambiri Merah 11. Martabe 12. Mandailing Universitas Sumatera Utara Dari Gambar 4.3 menunjukkan bahwa seluruh primer yang digunakan dapat mengamplifikasi seluruh DNA total dari 12 koleksi padi yang diuji. Seluruh DNA total menghasilkan pita sebesar 603bp-1769bp dan memiliki total pita yang teramplifikasi pada seluruh primer sebesar 89 pita. Hasil amplifikasi DNA menunjukkan bahwa seluruh primer yang digunakan dalam penelitian ini menghasilkan pita yang baik dan dengan keadaan pita yang jelas, hal ini dikarenakan menurut Simatupang 2015, dipengaruhi oleh kondisi DNA hasil ekstraksi yang menunjukkan adanya kesamaan sekuens antara DNA cetakan dengan primer. Menurut Langga 2012, semakin banyak sekuens yang dapat dikenali oleh primer pada sebuah DNA template, maka akan menghasilkan pita yang lebih banyak. Pita-pita yang diperoleh dari hasil amplifikasi pada seluruh koleksi padi dengan menggunakan 4 primer menunjukkan pola pita yang teramplifikasi berbeda-beda pada masing-masing primer. Hal ini menunjukkan adanya polimorfisme pada seluruh pita yang dihasilkan. Menurut Suryatini 2011 polimorfisme ditandai dengan ada dan tidak adanya pita pada suatu sampel serta perbedaan ukuran pita yang dihasilkan setiap sampel. Polimorfisme yang dimiliki oleh masing-masing primer disajikan pada Tabel 4.4 di bawah ini Tabel 4.4 Data Polimorfisme tiap Penanda SSR yang Digunakan No Primer Ukuran Pita Jumlah Pita Polimorfik Jumlah Pita Monomorfik Total Pita Persentase Pita Polimorfik 1. RM 580 603bp-1578bp 12 12 24 50

2. RM 20

200bp-1769bp 19 10 29 65,52

3. RM 131

793bp-1685bp 9 7 16 56,25

4. RM 413

1431bp-1706bp 11 2 13 84,61 Total 51 31 82 64,1 Pita polimorfik diperoleh pada primer RM 413 dengan persentase pita polimorfis sebesar 84,61 dan persentase pita polimorfisme terendah diperoleh pada primer RM 580 yaitu sebesar 50. Primer RM 20 memperoleh persentase pita polomorfik sebesar 65,52 dan primer RM 131 sebesar 50. Jumlah pita yang paling banyak diperoleh pada primer RM 20 yaitu sebesar 29 pita DNA dan yang terendah diperoleh pada primer RM 413 yaitu hanya 13 pita DNA. Pada primer RM 131 menghasilkan 16 pita DNA dan primer RM 580 menghasilkan 24 pita DNA. Universitas Sumatera Utara Secara umum keempat primer yang digunakan dalam analisis ini dapat diketegorikan sebagai primer yang memiliki polimorfisme tinggi, maka keempat primer ini adalah primer yang baik. Pada penelitian Singh et al., 2015, dari 28 primer yang digunakan dalam menganalisis keanekaragaman koleksi padi internasional, primer RM 580, RM 20, RM 413 dan RM 131 merupakan primer yang memiliki nilai Polymorphic Informationt Content PIC tertinggi dari primer- primer yang lainnya. Menurut Tasliah et al ., 2013, nilai PIC didefinisikan sebagai nilai yang menginformasikan tingkat polimorfisme suatu marka yang digunakan. Menurut Kristamtini et al., 2014 jika semakin tinggi persentase lokus polimorfik maka, semakin tinggi pula koefisien keragaman yang timbul dalam populasi.

4.4 Analisis Keanekaragaman Genetik Padi Lokal Sumatera Utara