SANSAN PERILAKU SEKSUAL REMAJA

BAB III PERILAKU SEKSUAL REMAJA

3.1. SANSAN

“kak, itu lakik ku, si Idong ucap Sansan sambil menunjuk seorang pria yang lewat dengan menggunakan sepedamotor ninja berwarna hijau. Sansan adalah remaja laki-laki berumur 18 tahun. Sansan nama panggilannya, Sandro nama di akte lahir.Dia adalah adik kandung dari Santi sahabat saya. Saya bersahabat dengan Santi semenjak saya duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama SMP, kami bertemu di SMP Negeri 1 Sibolga, mulai akrab di awal kelas 2. Sekolah itu lumayan jauh dari rumah saya, sekolah ini berada di belakang stadion Horas, satu-satu nya stadion memilik kota Sibolga yang biasa digunakan untuk perlombaan sepakbola, penampilan drum band, dan kegiatan olahraga maupun ekstrakurikuler untuk kegiatan sekolah yang seperti nya harus minta izin terlebih dahulu kepada pihak tertentu apabila hendak menggunakan stadion untuk kepentingan tertentu pula. Lingkungan sekolah yang tak jauh dari laut membuat terik nya matahari menyengat hingga ke tulang, kalau tidak pakai pelindung kulit dari sinar matahari kulit akan gosong dan berwarna gelap. Sekolah negeri memungkinkan saya untuk bertemu orang-orang dari berbagai genre yang berbeda, agama yang berbeda, etnik yang berbeda, serta pergaulan yang sangat berbeda dengan lingkungan sekolah saya sebelumnya SD Negeri dekat rumah yang mayoritas orang batak. Saya memilih SMP negeri 1 karna bapak saya adalah alumni dari sekolah itu, mamak bilang kalo yang tamat dari situ banyak yang berhasil kayak walikota Sibolga saat itu adalah alumni sekolah saya. Saya terjun ke SMP Negeri 1 sebagai anak pendiam dan pemalu karena tidak memiliki banyak teman, saya Universitas Sumatera Utara berusaha bergaul dengan mereka dari latar belakang yang berbeda dengan saya seperti etnik, suku, lingkungan rumah serta kebiasaan yang berbeda dengan saya. Di sekolah teman-teman saling memaki dengan menggunakan bahasa pesisir pantek dan gandek yang sebelum nya saya kira kata yang sopan bukan untuk memaki, di sekolah ini saya pertama kali nya mulai belajar bahasa pesisir. Awalnya saya di tempatkan di kelas 1.7 namun karena saya mengeluh kepada mamak, mamak datang kesekolah untuk mengurus perpindahan saya dari kelas 1.7 ke 1.2 dari 7 kelas untuk kelas 1 terdiri dari kelas 1.1-1.7, sebelumnya saya tidak mengetahui ruangan kelas berapa Santi, namun di kelas 2 waktu itu kami dipertemukan, di awal kami kedatangan murid baru yakni Dina, tampilan nya yang manis dengan rambut panjangnya yang hitam, dan dipadukan dengan rambut yang bergelombang, dengan gaya ceplas-ceplos bila berbicara, sambil memukul orang sekitar nya ia tertawa, tak lama ia kemudian mengenakan jilbab setelah beberapa bulan menjadi murid kelas kami. Santi orang batak toba sama seperti saya, entah bagaimana kami bisa akrab, kami berembuk membuat nama geng, memakai nama geng merupakan sesuatu yang sedang trend masa itu, kami ber lima saya, Dina, Santi, Riska, dan Yanti adalah teman akrab dengan nama MTZ genk yang terkenal dimana- mana “coba klen tanya orang Sibolga mana yang gak kenal kami? haha”, hingga sekarang belum tau apa kepanjangan dari singkatan itu, terkadang apabila orang bertanya “apa itu woi?” Riska menjawab “Mayat Tanpa Jenazah”, indahnya dunia sekolah ketika saya menemukan sahabat, di kelas tiga kami semua terpilih sebagai ketua kelas, sekretaris, bendahara, seksi kebersihan, dan seksi keamanan di kelas 3.2. Banyak kebiasaan kami dari tingkah konyol hingga berujung maut yang kami lakukan bersama, walaupun kami menganggap itu adalah bunga-bunga kehidupan, kami cabut saat ada les komputer yang diadakan sekolah Universitas Sumatera Utara untuk sekali dalam seminggu yakni dihari kamis kemudian kami mencoret dinding atau pun langit-langit angkot, masa itu mencoret langit-langit angkot adalah salah satu trend dan kami pernah melakukan nya hampir disemua angkot yang kami naiki sampai-sampai kami pernah diturunkan paksa dari dalam angkot karna supir angkot marah saat kami mencoret angkot yang baru di cat, kami menggunakan pulpen atau pun spidol berwarna hitam untuk itu. Hampir setiap hari kami bakuliling naik angkot untuk rute dari simpang Korem sampai Sarudik ujung, pulang pergi beberapa kali hingga kami bosan atau sudah ditanyai oleh supir kapan kami akan turun, apabila ada hari khusus yang menyebabkan sekolah cepat dibubarkan, kami pergi ke Sarudik untuk mandi-mandi tempat itu yang dulu selalu ramai dengan anak-anak sekolah. Selain di sekolah, kami juga akrab saat malam minggu dan malam spesial tertentu yang kami gunakan untuk kumpul dan melakukan berbagai hal walaupun hanya sesuatu yang biasa dan dianggap konyol, saat itu kami tidak memakai narkoba, sesekali mencoba untuk merokok di lapak tempat kami terkadang kumpul untuk menghabiskan malam minggu hanya untuk menunggu Dina, Santi, dan Riska selesai pacaran dibelakang rumah penduduk dengan posisi menghadap ke sungai yang sering mengeluarkan aroma busuk itu. Lapak sangat gelap, kami duduk di samping pot bunga yang disusun rapi itu. Lapak berada didekat rumah Dina. Apabila ada kegiatan tertentu seperti kami latihan untuk dance ataupun sekedar nongkrong setelah pulang sekolah, kami sering kumpul di salah satu rumah diantara kami berlima, namun paling sering di rumah Riska, ke tempat Dina sesekali untuk menjemput dan mengizinkan Dina dari mama nya, selanjutnya rumah Santi untuk sekedar mampir menjemput Santi karna dari rumah saya masih satu jalan dengan rumah Santi sebelum hendak ke rumah Riska atau yang lainnya. Saya naik beccak ke rumah Santi, saya ingat jelas aroma tubuh Santi terkadang seperti sedang flu atau Universitas Sumatera Utara batuk, rambutnya yang di rebondingdiluruskan minimal 2 kali dalam setahun, diwajah nya ada beberapa goresan seperti bekas luka “ini kenak getah pohon dulu put” ungkap nya, tubuh nya jauh lebih pendek daripada tubuh saya apabila kami saling berdiri mengukur tinggi badan, kepalanya sama rata dengan pundak saya. Kami berdua dari etnik batak toba sedangkan yang tiga lagi tinggal daerah Sibolga Selatan yakni pesisir. Pernah di malam minggu saya kabur dari rumah dengan alasan menghadiri ulang tahun Riska, tapi Santi mengajak saya jalan dengan pacar nya berempat dengan pacar saya saat itu, di ujung jalan ada tikungan kami berempat tercampakdan terguling hingga luka-luka di kaki saya, kami kabur sebelum warga keluar saat tengah malam itu. Saya takut pulang kerumah, namun Santi tetap tenang, abang saya mencari saya ke rumah Santi dan kemudian mencari saya ke daerah rumah Riska tempat saya di dapat oleh abang, abang marah kepada saya begitu juga kepada Santi. Namun Santi tidak kembali kerumah malam itu. Sansan adalah adik Santi yang sering sayakami jumpai secara tak sengaja dirumah mereka saat mampir kerumah. Saya mengenalnya sejak ia masih menggunakan seragam putih dengan celana merah pendek saat pergi kesekolah, ia masih duduk di bangku Sekolah Dasar waktu itu. Sejak saya mengenal nya, ia memanggil saya “kak” putri, dia suka menyapa dan mengajak mengobrol. Tak jarang Sansan juga bermain dengan anak sebaya nya disekitar rumah itu. Rumah mereka dulu nyaberada di pinggir jalan lintas JL.SM.Raja. didekat rumah nya yakni diarah belakang rumah ada mesjid, di depan rumah itu ada kedai kecil yang tak berpenghuni pagi siang maupun malam hari selalu kosong, digantung lampu untuk menerangi teras rumah Sansan disamping kedai itu.Rumah Sansan itu berlantai semen sebagai bahan dasarnya, setengah dindingnya berbahan semen jugabeton dan setengahnya lagi terbuat dari kayu-kayu yang sudah terlihat tua. Atap rumah berbahan seng dan ditopang oleh kayu sebagai tiang nyakudakuda. Saat Universitas Sumatera Utara membuka pintu depan, ruangan terlihat gelap di siang hari karena mereka jarang menyalakan lampu waktu itu, sebelah kanan rumah berderet dua kamar kecil, sebelah kiri adalah ruang tamu dengan sofa kayu dan di foto-foto anggota keluarga mereka di pajang rapi di atas meja seperti buffet panjang itu, ada tv yang terlihat tua dan berdebu seperti tidak pernah di nyalakan. Menuju bagian dapur lantai semen semakin kasar, sebelah kiri ada kamar mandi, didepan kamar mandi ada tempat untuk mencuci pakaian di lantai semen yang kasar dengan beberapa ember plastik terletak disitu, air kamar mandi terlihat kotor yang mengendap di dasar bak, kamar mandi diterangi dengan lampu berwarna putih. Ujung ruang itu terlihat gelap dan pintu belakang adalah pintu kayu yang berbunyi saat dibuka ataupun ditutup. Ayah Sansan adalah salah satu teman dekat bapak saya, ayah Sansan saya panggil Uda karena Uda memanggil “abang” ke bapak saya, juga karna mengikutkan partuturon etnik batak toba , ibu Sansan saya panggil Inanguda. Anak dari Inanguda dan Uda juga memanggil “maktua” ke mamak saya dan “paktua” untuk bapak saya. Uda adalah “orang pasaran” yakni sebutan untuk mereka yang suka bergaul dan beberapa dari mereka mencari nafkah dari pergaulan itu, “orang pasaran” biasanya aktif di bidang organisasi masyarakat dan dikenal oleh banyak orang terutama penduduk Sibolga dan sekitarnya. Kalo mau cari Uda, cari saja ke terminal. Uda mengobrol di terminal dekat loket-loket bus itu. Hampir setiap saya mampir kerumah Uda selalu tak berada di rumah bahkan seperti malam minggu saat saya menjemput Santi, Uda belum juga pulang. Uda juga memiliki berbagai kegiatan sehari-hari salah satunya sebagai guru silat dalam salah satu perkumpulan silat di kota Sibolga. Uda sering mengikuti berbagai event seperti atraksi untuk tidur diatas serpihan kaca sambil di lindas dengan sepeda motor, atau terkadang dengan mengendarai sepeda motor Uda melewati seperti lingkaran api, kalo biasa kita lihat diacara tv ada Universitas Sumatera Utara tulisan dilakukan oleh orang professional, tidak bisa dilakukan dirumah. Foto-foto Uda saat melakukan atraksi juga dicetak dan ditaruh dengan bingkai foto, yang dipajang diruang tamu diatas buffet berbahan kayu itu. Uda tidak gendut dan tidak kurus, saat berjumpa dengan nya beberapa kali Uda sedang menggunakan seragam putih yakni seragam yang biasa digunakan nya untuk kegiatan silat, Uda memiliki beberapa anak didik yang disayangi nya dalam perkumpulan itu, seperti yang sering menemani dia saat melakukan atraksi dan yang dikirim keluar kota untuk mengikuti pertandingan. Inanguda, wanita berambut pirang dengan kulit gelap nya dan potongan rambut pendeknya, beberapa kali tidak berada dirumah saat saya mampir, Inanguda aktif di acara pesta dan beberapa kali juga saya berjumpa dengan nya di acara pesta apabila saya bersama dengan mamak. Saat itu inanguda merokok Gudang GaramGP atau terkadang berganti dengan Surya. Inanguda sering mengajak kami mengobrol apa bila datang kerumah, menanyai mau kemana dan memberi uang jajan untuk Santi. Keluarga Santi lumayan akrab dengan kami MTZ terutama saya karna masih termasuk keluarga walaupun keluarga jauh berkat dari partuturon, Kak Sonni adalah kakak tertua di keluarga mereka yakni sebagai anak sulung. Wajah kak Sonni agak mirip dengan Santi, kak Sonni terkadang tertawa dan berbicara seperti latah, ia berbisik tapi tak jelas apa yang dikatakannya. Dia juga rebonding meluruskan rambut serta mencat rambutnya dengan warna merah maroon, poni nya yang pendek di pangkas model cincang namanya kalo dulu. Saat itu kak Sonni duduk di bangku Sekolah Menengah Atas SMA, saat berjalan ia membusungkan dada nya seperti tonggek. Ia beberapa kali gonta ganti pacar saat saya masih duduk di bangku SMP. Berbagai gosip buruk mengenai kak Sonni beredar di Sibolga dan terdengar sampai telinga saya Universitas Sumatera Utara mengenai kak Sonni di bawa oleh pria hingga malam hari, dan tak jarang berganti ganti pria. Selanjutnya Bollok dan Putra, mereka merupakan 2 dua orang anggota keluarga yang kami kenal hanya sekedar kenal, karna hampir setiap kerumah kami tak pernah berjumpa. Kalo pun berjumpa itu hanya sa ling menyapa saja “woi” kemudian mereka pergi dari rumah dengan teman nya masing-masing. MTZ sering bertengkar dan baikan seiring waktu tanpa harus ada yang meminta maaf, hubungan persahabatan kami masih terjalin hingga sekarang apabila saya pulang ke Sibolga kami sering kumpul tanpa kehadiran Santi, sedih rasa nya saat Santi tidak melanjutkan sekolah ketika masih berada di kelas 2 SMA, memang saat kami tamat dari SMP kami semua melanjut di sekolah yang berbeda. Santi hamil sebelum menikah MBA, dan memiliki 2 orang anak yakni seorang anak laki-laki dan seorang anak perempuan, entah bagaimana cerita kehidupan Santi karna saya sendiri juga dilarang oleh mamak saya untuk berjumpa dengan nya karena mamak merasa Santi mengalami berbagai permasalahan kehidupan yang jauh berbeda dengan saya, mamak merasa Santi akan tidak suka melihat saya, ia akan berontak mengenai kehidupan nya apabila masih bergaul dengan kami. Awal tahun 2012 Yanti sudah melanjutkan perkuliahan di sibolga yakni STKIP, sedangkan di tahun 2013 Riska dan Dina juga kuliah di STIE Sibolga, dan saya melanjut perkuliahan ke luar kota di tahun 2011. Belum lama ini anak laki-laki Santi meninggal karena sakit namun berbagai gosip beredar mengenai perbuatan Santi yang sudah melukai anak nya hingga meninggal. Saat kami berempat datang ke rumah duka, Santi menangis histeris melihat anak nya yang sudah kaku sore itu, rumah yang kecil dengan lantai semen, lampu redup dilengkapi dengan satu kamar utama dan kamar mandi entah dimana saya tidak melihat nya saat itu, kami berusaha menenangkan Santi yang berontak dan berteriak melihat anak nya Universitas Sumatera Utara yang sudah meninggal. Saya mengetahui kabar duka dari adik Santi yakni Sansan saat dia memasang foto anak itu terkujur kaku dan hidung nya disumbat dengan kapas, saya lihat Sandro memajang foto itu sebagai DP Display Picture untuk kontak bbm nya dan menuliskan status “masih belum nyangka bere pergi secepat ini”. Saya mendapat pin bbm Sansan ketika saya dan teman pergi kerumah orang tua dari teman kami untuk mengantarkan oleh-oleh dari teman kami yang ada di Jakarta. Sansan meneriakkan saya “kak putli, siapa itu cowo kakak?” ia bersama dengan teman nya perempuan saat itu sedang duduk di pinggir jalan diatas trotoar dengan mengenakan celana pendek berwarna coklat muda. “kak mana pin kakak?” Tanya Sansan, setelah saya memberikan pin bbm sambil mengambil hp nya dari dalam kantong celana itu, ia mengetik pin bbm ku dengan hp berwarna merah cerah. “udah ya kak, terima lah” katanya. Beberapa kali Sansan ngechat saya di bbm, pernah ia bercerita mengenai Uda dan Inanguda yang sedang bertengkar dan ia menyatakan sedih akan hal itu. Saat itu saya sangat membatasi mengenai kedekatan saya dan Sansan karena saya takut akan terlibat dalam permasalahan keluarga mereka. Salah satu yang menarik dari Sansan adalah dia mudah bergaul, saya pikir dia cukup friendly untuk dijadikan sahabat terutama dengan saya. Sansan sering mengganti profil picture nya di bbm dengan foto bersama dengan beberapa teman nya perempuan, baik foto selfie ataupun full body. Dari beberapa foto diri nya terlihat dia berpose tanpa menggunakan baju sambil menggigit ujung bibir nya, pose itu juga dijadikan nya profil picture . Beberapa foto yang ada di facebook Sansan juga memperlihatkan hasil foto dengan gaya selfie diri nya dengan beberapa ekspresi wajah yang berbeda, Sansan juga sering berfoto dengan teman sekolah nya pria dan teman dekat nya perempuan. Universitas Sumatera Utara Dulu saat SD Sansan bersekolah di SD negeri, kemudian melanjutkan ke SMP PGRI dan selanjutnya SMA di sekolah tinggi pelayaran, hampir seluruh siswa SMK pelayaran adalah laki- laki. Sansan berencana akan melanjutkan perkuliahan keluar kota yakni Jakarta. Inanguda dan Udadisebutnya mama dan papa. Sekarang Sansan sudah berada di ibukota Jakarta namun sebelumnya Sansan dan keluarga tinggal di lingkungan Kampung Kelapa yang letak nya berada di sebelah Terminal Bus kota Sibolga. Hingga sekarang mama Sansan masih tinggal di rumah itu bersama ke dua anak laki-laki nya. Info yang saya dapat mengenai Kampung Kelapa bahwa di tak sedikit remaja yang tidak melanjutkan sekolah dan beberapa dari mereka adalah pengedar narkoba, beberapa remaja juta mengalami kehamilan yang tak diinginkan saat duduk dibangku sekolah. Kedekatan kami, saya dengan Sansan semakin akrab beberapa bulan sebelum Sansan tamat SMA dan melanjutkan studi nya ke Jakarta, ketika saya stay di Sibolga sejak awal tahun kemarin. Sayamelihat Sansan duduk didepan tempat jualan parfum di Jalan.Suprapto Sibolga, tempat ini berada dijalan lintas kendaraan menuju Pelabuhandan daerah ini padat penduduk. Sepanjang jalan Suprapto ini banyak penjual makanan dan mainan dipinggir jalan terutama di malam hari. Tempat jualan Parfum ini belum memiliki nama karena masih baru dibuka. Disebelah toko terdapat tempat yang menerima pengiriman barang keluar kota, beberapa pegawai sebelah sering mengajak Sansan dan Tuty mengobrol. Didepan toko ada konter servis HP, ada seorang pria bermata cipit didalam toko itu bersama dengan pegawai perempuan, disebelah konter itu ada Naughty tempat jual aksesoris wanita seperti yang biasa ada di seluruh Plaza di kota Medan. Sebelah kanan tempat jasa pengiriman tersebut ada konter HP yang buka mulai Universitas Sumatera Utara pukul 10.00 WIB hingga malam hari tak tentu pukul berapa, tepat disebelah nya juga ada penjual pisang crispy keju coklat, donat mini, dan juga terkadang menjual pargedel. Sore itu saya mampir di toko, Sansan mengenal kan saya pada Tuty, Tuty seorang pekerja toko parfum isi ulang iturefillsejak pagi hingga malam hari. Hampir tiap malam bos nya atau pemilik tempat parfum ini datang untuk mengambil setoran dari Tuty. Tuty terlihat masih muda dengan tubuh yang tidak tinggi mengenakan jeans hitam dan baju lengan panjang dengan jilbab berwarna cerah. Tuty adalah salah satu teman dekat Sansan, sambil bersalaman kami menyebutkan nama. Beberapa perbincangan kami, saya janji akan datang di hari lain karena saya hanya mampir dan masih ada beberapa urusan perintah dari mamak. Hari Selasa saya datang ke toko dengan membawa sepeda motor Vario, saya parkirkan sepeda motor lalu duduk dengan bangku plastik berwarna biru itu. Beberapa pertanyaan di utarakan Sansan kepada saya untuk menanyakan mengenai perkuliahan saya, keluarga saya, pacar saya , dan “dari mana kakak tadi?”. Ia mengenakan celana jeans dengan model longgar dan kaos polos berwarna cera h. Tuty keluar dari toko, “eh kak, dari mana kakak?” “dari rumah dek” jawab ku. Sore kemarin itu sudah petang hari, langit sudah mulai gelap dan terdengar suara adzan maghrib, beberapa kaum muslim di kota Sibolga meyakini bahwa ketika maghrib tidak boleh keliyuran. Malam itu kami duduk bersampingan Tuty bolak-balik melihat HP nya, Sansan melihat seperti memperhatikan orang-orang yang lewat malam itu dari depan toko seperti sedang menunggu seseorang. “lama bana lewat dia ya” ujar Sansan kepada Tuty. Tuty hanya diam dan tersenyum. Saya bingung mereka membicarakan apa. Setiap ada teman Sansan yang lewat, iya menyapa nya sambil berteriak dan terkadang ia melambaikan tangannya. Beberapa teman nya perempuan dan pria, ada yang tariktiga menggunakan sepeda motor, ada juga yang hanya lewat Universitas Sumatera Utara tanpa menyahut Sansan kembali. Malam itu setelah bos Tuty datang, kami sudah berencana untuk bakuliling atau sekedar nongkrong entah dimana. Saat saya duduk di depan toko, tak ada satu orang pun pengunjung yang datang untuk membeli parfum. Parfum yang di jual di toko ini, adalah parfum isi ulang dengan berbagai aroma yang berbeda-beda, beberapa botol parfum berbahan seperti kaleng disusun rapi di atas rak-rak dari kayu itu, dinding tokok berwarna oranye, dan ada seperti garis-garis dengan cat berwarna hitam, di oleskan ke dinding agar dinding tidak terlihat polos. Didalam toko juga ada steleng kaca tempat botol-botol parfum yang dijual apabila pembeli ingin membeli parfum beserta botol nya, terkadang pembeli juga membawa botol masing-masing untuk di isi ulang di toko. Dibelakang steleng ini ada karpet bercorak kotak-kotak putih dan hitam, tempat itu dimaksudkan sebagai tempat duduk Tuty sembari menunggu pembeli, sekalian sebagai tempat untuk menyimpan uang hasil jualan yang ditaruh Tuty didalam dompet dan di taruh pada steleng kaca itu. Setelah pukul 22.00 WIB Sansan mengambil bangku plastik itu kembali dan berdiri diatas nya, ia hendak mengambil lampu dan menyimpan nya ke dalam toko. Tuty menyapu ruang toko yang kecil itu, dan membuang sampah kedepan toko tidak ke tempat sampah, Tuty membuang sampah begitu saja ke jalan “nanti datang nya tukang sampah itu kak” iya menjawab ketika saya menanyai nya. Tuty dan Sansan saling membantu menarik pintu penutup toko dan menggembokkan nya, setelah Tuty mengambil sepatu berwarna hitam dengan corak putih milik nya. “mangapo mamakke sipatu kau?” tanya Sansan. “biar rancak, suko ambo lah” jawab Tuty. Sansan membawa sepedamotor Vario saya dan saya di bonceng, Tuty memakai sepedamotor mio berwarna mer ah itu.”kemana kita?” tanya Tuty. “ayok la entah kemana, mutar- mutar” jawab Sansan. Kami bakuliling melewati korem kemudian saya mengajak mereka makan di pasar belakang di tempat jual nasi goreng dan sup buah yang terkenal di Universitas Sumatera Utara Sibolga itu. “makan dulu la kita dek disini” kata ku ke mereka. “ayok kak” jawab Sansan, Tuty hanya melihat kearah Sansan. Kami parkirkan kereta di tempat parkir dan mencari tempat duduk, “disini aja la” kata Sansan, disebelah meja itu ada 8 orang laki-laki yang terlihat memakai baju o lahraga sedang makan disitu. Kami duduk dan memesan makanan dan sup buah. “ndak ado yang ganteng” ujar Sansan sambil tersenyum manis. Tak lama saat kami makan, kumpulan pria itu hendak pulang “hati-hati ya bang” teriak Sansan lembut kearah mereka. “woi, jangan.. kenal ambo itu” Tuty berbisik kepada Sansan. “Siapa?” tanya Sansan. “kawan nya abang ambo” jawab Tuty. “oh” jawab Sansan sambil mengangkat alis kiri nya dan memonyongkanbibir nya. Setelah kami selesai makan “cabut la kita yok” kata Sansan. Saya yang membayar makan kami malam itu. “kakak yang bayar?” tanya Sansan ketika saya mengeluarkan uang dari dalam kantong “iya dek” jawab ku, Tuty melihat Sansan sambil tersenyum “aduh kak, makasi kak” ucap Tuty. Kemudian kami melanjutkan bakulilingkearah lapangan Simare-mare, saat saya di bonceng, Sansan menegakkan badan nya dan menggas kereta itu dengan agak kencang hingga sampai disekitar lapangan, Sansan mulai memperlambat kecepatan kereta. Ia melihat kiri dan kanan siapa saja yang sedang duduk di sekitaran lapangan itu, kami berkeliling memutar melihat bagian per bagian lapangan, Sambil Sansan terkadang sedikit tertawa dan berbisik juga terkadang berteriak kearah orang-orang yang berada di sekitar itu, saya pikir mungkin Sansan mengenal orang- orang itu. “duduk la kita dulu disini kak” ucap Sansan sambil memparkirkan kereta didekat semen tempat duduk itu. Saat saya sudah duduk dan Sansan juga, Tuty seperti bingung “disini kita?” kata nya kearah Sansan. “iya bentar la dulu ngeliat abang itu main sepeda” jawab Sansan sambil melihat kumpulan cowok-cowok itu sedang asik bermain bmx atau sepeda dengan beberapa style. Beberapa kali Sansan tertawa dan bertepuk tangan melihat atraksi para bmx itu. Universitas Sumatera Utara Kami juga menyahut tawa Sansan dan tertawa bersama. Beberapa obrolan malam itu, akhir nya kami pulang, pertama kami mengantarkan Tuty ke rumah nya yang terlihat gelap dari luar itu, dinding nya kayu tapi saya tak masuk kedalam. Saya mengantarkan Sansan, tetapi masih Sansan yang membawakkereta. Akhirnya sampai didepan gang disamping gereja itu, JL.S.M.Raja, “dimana rumah kalian sekarang dek?” tanya ku. “didalam kak, gak jauh dari sini, masuk gang ini aja kok kak” jawab Sansan. “oke dek, kakak balek ya” ujar ku. “oke kak, thankyou kak bye bye” jawab Sansan sambil melambai kan tangan kanan nya. Beberapa hari tanpa komunikasi, saya kembali ngebbm Sansan menanyakan dia sedang dimana. Ternyata Sansan sedang di toko. Malam itu saya ke toko, langit tampak bersahabat tak turun hujan malam itu. Sampai di toko yang lumayan jauh ini bahkan masih lewat lagi dari sekolah saya SMP Negeri 1. Sampai di toko saya langsung parkirkan motor. Sansan sudah duduk di depan toko dengan kaos oblong nya itu. Kami bacarito panjang lebar mengenai berbagai hal, beberapa perkataan Sansan yang menarik seputar hub ungan nya dengan pria. “kak, aku mau cerita la soal cowokku, eh mantanku dia udah nikah sama perempuan kak” dengan senang hati saya mendengarnya. “dia masih hubungi aku kak, dia juga sering kirimin uang jajan aku tapi istrinya gak tau kak” dan saya mulai menanyakan mengenai awal kedekatan mereka. “Dulu kak pertama kali aku kenal dia, dia itu orang sini nya kak didaerah Sibuluan sana rumahnya. Dia la pertama kali cowok ku kak, semua semuanya aku pertama kali sama dia tapi dia nikah sama perempuan kak dan keluarga nya gak tau kalo sebenarnya dia suka sama laki-laki tapi udah pernah dulu aku di bawak kerumahnya” “ha? Kapan kau diajak dek? Trus..?” Tanya ku sambil kepo atau ingintahu mengenai dia dan pria itu. “sama dia juga la aku pertama kali gitu kak” “Ngapain aja dek?” Tanya ku. “Pas kebetulan orangtuanya lagi pergi kak jadi aku diajak Universitas Sumatera Utara kerumahnya, diajak kekamarnya. Awalnya aku diam-diam aja kak trus di cium nya la aku kak, aku pun ku balasnya kak e, langsung la dibukaknya baju ku kak, trus disuruh nya ku isap itunya. Geli juga aku pas baru itu kak, cuma disitu juga pecah perawan ambo kak e, dimasukkan nya ke punyaku kak. Ih mantap kali la dulu itu kak. Gimana la kalok hamil aku bang? Ku Tanya juga sama dia kak sambil ketawak-ketawak kami. Tapi hampir 2 tahun kami pacaran dia pun kadang mau ku bawak kerumah ku, jumpa sama mama dirumah, aku juga udah dikenal keluarga nya tapi akhirnya putus kami karna mau nikah sama perempuan dia. Hancur kali nya ku rasa kak e, tapi apa la terbilangkan karna kami pun gak mungki n direstui kan kak?” jawab Sansan padaku. Spontan aku kaget karena setelah sekian lama aku mengenal nya, Sansan yang ku kenal sejak kecil ini sudah begini sekarang. Kami hanya duduk didepan toko sepanjang malam hingga toko tutup dan kami bakuliling bersama Tuty, saya membonceng Sansan dan Tuty sendiri mengendarai sepeda motor milik kakaknya seperti biasa. Sepanjang jalan bakuliling, di depan SMA Negeri 1 Sibolga tepat di belakang Gedung Nasional ada gang kecil dan gelap, saat kami lewat Tuty tak sengaja melihat laki- laki di gang itu, spontan Tuty teriak “ ala, karokke inyo kak baru jam barapo lai ini”. “maksud nya dek?” teriak ku ke arah Tuty. “itu kak” sambil ia mengarahkan tangan nya ke dekat mulut nya. Sansan tidak segan menyapa pria atau wanita yang b erpapasan dengan kami bahkan yang tidak di kenalnya. Terkadang Sansan berteriak “He LOMBOK” Teriak nya kepada seorang pria yang duduk cantik diatas sepeda motornya. Tak lama bakuliling kami mengantar Tuty kembali kerumahnya dan saya mengantar Sansan ke depan gang di Jalan.S.M.Raja yang yakni gang menuju rumahnya. Dihari Rabu tepat di “malam kamis”. Saya kembali datang ke toko, seperti biasa Sansan sudah duduk dibangku plastik berwarna putih itu dengan mengenakan baju tanpa lengan seperti Universitas Sumatera Utara pria yang sedang berolahraga di tempat gym. “hai kak Putri” sapa nya dengan lembut. “He kak” kata Tuty sambil muncul dari dalam toko dan duduk sambil bercerita bersama kami. Malam itu banyak orang yang lewat dari Jalan.Suprapto, ya seperti biasanya jalan ini memang selalu ramai. “dari rumah kakak?” tanyanya. Beberapa orang teman nya malam itu datang ke toko dengan menggunakan sepeda motor, mereka sambil berbisik lalu pergi sedikit menjauh dari ku. Setelah mereka pergi, saya langsung bertanya kepada Tuty “kenapa dek? Ada apa?” “ada bisnis orang itu kak” jawabnya. Dua orang pria ini pergi sambil menyapa Tuty “pa i yo Lombok”. Tuty bertanya pada Sansan “Berapa?” “seikat” jawab nya. Sembari Tuty melayani pembeli parfum perlahan saya menanyakan kepada Sansan “kenapa tadi dek?” “ada kawan kak cewek carik bapak-bapak dimintak 1 juta” “maen juga ya dek” jawabku. “aku pun pernah nya kak, dibawak ke hotel di suruh isap sama dimasukkan tapi gak enak rasa ku kak, dikasi uang jajan memang tapi kayak gak ku rasa nikmat gitu kak, gak macam kalo sama cowok ku”. “berapaan la dikasi kau dek?”, “300 ribu kak kadang 500 ribu cuma untuk bentar aja kak, trus di bawak naik mobil tapi jumpa diluar, gak dijemput kerumah” “jumpa dimana dek?” “pernah aku jumpa didepan terminal kak, jalan kaki aja dari simpang depan rumah yang biasa kakak antar aku”. Sore itu saya lewat dari depan toko, saya melihat Sansan duduk di depan toko hanya seorang diri, saya tidak berniat mampir di toko, saya hanya lewat karna hendak ke apotik Segar dekat toko itu, “woi dek” teriak ku, sambil seperti mengecilkan mata nya ia melihat kearah saya “he kak put”. Padahal saya hanya lewat sore itu. Malam nya di hari jumat itu, saya kembali datang ke toko dengan mobil avanza milik mamak. Saya parkirkan mobil di depan tempat jual pisang crispy itu, saya datang ke toko. “Tuty,mana Sansan?” tanya ku ke Tuty yang sedang memegang HP didalam toko di belakang steleng kaca itu, saya ambil bangku plastik biru itu dan Universitas Sumatera Utara duduk di teras toko. “belum datang dia kak, tadi pulang dia ke rumah nya katanya” jawab Tuty mengambil bangku dan duduk di sebelah saya. “dari mana kakak?” tanya Tuty. “dari rumah dek, tadi udah lewat kakak tapi gak singgah” jawab ku. “iya di bilang Sansan tadi sama ku kak, naik mobil juga kakak kan?” jawab Tuty. “iya dek”. Sembari menunggu Sansan kami mengobrol, agak kaku, Tuty meli hat HP nya sambil mengetik sesuatu disitu. “kapan jalan-jalan kita dek?” Tanya ku untuk mengisi ke kosongan kami. “kapan la yok kak, minggu depan kami ada rencana mau ke Sidempuan kak, ikut kakak?” “iya dek? Yaaah nanti kakak kabarin la, siapa aja?” “Sansan, kawan-kawan yang lain, abang sebelah ini juga kak” “naik apa dek?” “naik kreta kak” jawab Tuty. Kurang lebih pukul 20.00 WIB, Sansan berjalan kaki datang dari arah kanan toko. Ia menggunakan kaos dan celana tiga perempat beserta sandal andalan nya itu. “dari mana kau dek?” teriak ku. “dari rumah kak, mandi, kok gak singgah kakak tadi?” tanyanya. “ia kakak belik obat tadi dek” jawab ku. Sansan ikut mengambil kursi dan duduk bersama kami. Ternyata ada kabar baru yang tidak saya ketahui. “kak, si Tuty udah jadian sama cowok itu, yang dsebelah” ujar Sansan kearah ku. Tuty tersenyum “heboh bana ya he” kata nya. “iya dek? Seeeeh enak la” kata ku. “mana dia?” tanya Sansan. “didalam, mana la tau tau ku ngapain aja disitu” jawab Tuty. “bacakkak munak?” tanya Sansan kembali, “indak e” jawab nya. Itu sebagian dari berbagai percakapan malam itu. Setelah tutup toko, kami kembali bakuliling malam itu pukul 23.00 WIB. Saya menyetir, Tuty duduk disebelah saya, Sansan di belakang Tuty sambil membuka kaca mobil. “gak pake AC kita?” tanya ku. “gak usah kak, kan enak mandang-mandang” jawab Sansan. Kami mulai melewati korem kemudian Pasar Balakkang selanjutnya bank BNI dan berputar melewati Simare-mare kemudian kearah Simpang Lima hingga ke Jalan.Merpati saat di sekitaran Jalan .Merpati Sansan berteriak “heee, kak” kepada seorang wanita yang lewat Universitas Sumatera Utara mengendarai sepeda motor itu, Tuty bertanya “gimana nya san yang ke Pasid itu?” “yok la, semoga aku ada duit” jawab Sansan. “aku juga udah nabung ini, takut nya yang lain nanti gak jela s kan?” “iya, semoga la jadi. Ayok ikut kak put” tanya Sansan. “nanti kakak kabarin la dek, nanti kakak juga gak jelas” jawab ku. Kami berputar lewat Jalan.SM.Raja sekalian mengantar Tuty karena saya sudah di telfon mamak menyuruh segera pulang. Tengah malam itu diakhiri dengan gerimis sendu menemani saya kembali kerumah. Malam minggu pun tiba, saya datang ke toko mengenakan baju garis-garis, saya bertemu Sansan yang mengenakan kaos, celana pendek dan mengenakan sandal jepit yang biasa dipakai laki- laki. “kakak selalu pakek sepatu ya kak, aku malas pakek sepatu nanti dibilang anak alay” “hahaha iya dek” jawab ku malu merasa disindir secara halus. Kami duduk didepan toko, Tuty bolak-balik masuk ke toko sambil mencek HP nya yang sedang di cas. Beberapa motor sedang parkir didepan toko dan salah satu nya adalah motor Judika teman nya Sansan yang dipanggil nya “bang Judika”, mereka anak motor dari Medan yakni Road Eagle yang sedang konvoi ke kota Sibolga dihari libur waktu itu. Judika datang menghampiri Sansan “he kau nya itu Sandro” ujarnya sambil berjabat tangan. Seperti biasa Sansan menjawabnya manja “iya bang, darimana aja orang abang? Tanyanya. “mau mutar-mutar aja dek, ikut kalian?” “ayok bang, tapi tunggu tutup toko la nanti” jawab Sansan. Pukul 23.00 WIB kami mulai keluar dari toko, saya dan Sansan naik ke sepeda motor Vario saya, Tuty membawa mio merahnya. Kami bermaksud nongkrong di Lapangan Simare- mare yang merupakan salah satu tempat nongkrong hits di kota Sibolga, sampai disana ternyata kami berjumpa lagi dengan anak Road Eagle yang sedang duduk dan memparkirkan rapi motor- motor tua yang di modifikasi menjadi keren itu. “dek sini” panggil Judika. Kami datang kearah Universitas Sumatera Utara mereka, saya duduk disebelah Sansan. Sambil bercerita tentang mereka dan perjalanan mereka ke Sibolga, sesekali mereka tertawa kepada Sansan karna beberapa kalimat Sansan yang dianggap seronok seperti “baju om ini kok kek gitu? Pendek kali nantik masuk angin” ujar nya. Sambil tertawa salah satu dari mereka menjawab “iya la, ini kek kau jugak ini dek”, dan Sansan juga menjawab dengan sedikit lelucon juga. Kami diajak nongkrong ketempat makan, kami memutuskan nongkrong di Sibolga Square. Sesampai disana, kami pesan minuman yakni pesan 3 teh manis dingin untuk saya, Sansan dan Tuty. Anggota dari Road Eagle berjumlah 11 orang, kami duduk di bangku dengan 1 meja panjang, “kami belum makan dari tadi sore dek” ujar salah satu dari mereka yang duduk tepat didepan Tuty. Saat saya membuka facebok, Sansan update status mengenai Uda yang sedang sakit. Saya mengirim pesan kepada Sansan menanyakan mengenai kondisi Uda, Sansan bilang bakal di operasi, kemudian saya tanya diruang berapa Uda dirawat. Saya langsung beritahu mamak mengenai keadaan Uda yang sudah parah. Kemarin itu di hari minggu saya, abang, kakak, mamak pergi ke Rumah Sakit Umum RSU FL.Tobing. Sebelumnya abang segan kepada Uda karena sudah lama abang tidak menemui Uda, abang juga merasa tak sanggup melihat keadaan Uda. Namun, karena kondisi Uda yang kabar nya semakin parah, minggu itu kami akhirnya datang ke Rumahsakit. Kami datang ke ruangan Uda di rawat. Uda sudah lemas, tubuhnya sangat kurus sambil berbicara ia tiduran. Mamak mengajak Uda mengobrol, saya datang ke tempat Sansan terbaring. “tadi Sansan donor darah untuk papa kak, udah lemas ini makanya golek” kata Sansan pada ku. Suasana sepi ditempat ini hanya ada dua orang pasien sakit di dalam ruangan yang memiliki 6 tempat tidur pasien yang kosong. Disebelah Uda ada laki-laki paruh baya sedang dudu k sambil minum ditemani oleh seorang wanita sepertinya adalah isteri nya. “ndang sanggup Universitas Sumatera Utara be au akkang” kata Uda ke mamak sambil memegang perut nya. Uda mengalami pendarahan setiap hari karena dibagian lambung atau sekitar usus nya sudah infeksi, sehingga Uda membutuhkan transfusi darah setiap hari yakni 3 kantong darah. Di sebelah ruangan itu saya melihat Inanguda sedang bertelepon, ia berbicara dengan suara pelan menjelaskan mengenai keadaan suaminya ke keluarga Uda, namun Inanguda mengeluh kepada saya karna tidak ada yang mau membantu. “ini la inang, gak ada yang mau membantu udah kayak gini keadaan Uda mu. Kemarin kawan nya la yang dari Pekanbaru ngirim uang makanya bisa masih dirawat disini Uda” kata Inanguda kepada ku. Saya, mamak, abang, dan kakak turun ke bawah karena ada tamu lain yang hendak menjenguk Uda. Mamak memberikan uang kepada saya untuk di berikan kepada Inanguda. Saya naik ke atas dan masih menemui Inanguda di tempat tadi, “inanguda, ini dari mamak sama abang untuk keperluan Uda” kata ku. “makasih ya Inang, gak ada yang mau membantu” kembali ia meletakkan HP di telinga nya sambil berkata “on ma ha, jolma na asing mam bantu iba, hamu daong. Padahal holan dongan ni boru ku do boru na ale olo mambattu hami”. Saya pamit ke Sansan hendak pulang “dek, turun kakak ya” “iya kak, makasih kak” Ia terbaring pucat di tempat tidur itu. Kami mendengar kabar bahwa Uda membutuhkan banyak darah per hari nya. Besok nya saya dan kakak mencari orang yang mau mendonor yakni pendonor yang sesuai dengan golongan darah Uda. Akhirnya kami menemukan 3 orang calon pendonor dari rumah mantan bapak wakil walikota Sibolga Marudut Situmorang. Kami bergegas ke rumah sakit. Dirumah sakit abang sudah menunggu, ternyata saya juga berjumpa dengan Santi dan suaminya, kak Sonni dan suaminya dan teman-teman suami Santi yang sudah mendonor. Ketika kami menyodorkan 3 orang pendonor yang kami bawa, ternyata pihak Rumahsakit menolak, kata nya mereka tidak Universitas Sumatera Utara memiliki tempat untuk menyimpan darah untuk besok hari, kapan diperlu kan harus saat itu juga darah di ambil. Akhirnya calon pendonor yang kami bawa sia-sia. Tak lama kami di depan ruangan tempat ambil darah itu. Inanguda datang “molo neng mate palok ma mate I, nga loja au, dang olo mangan dang olo manginum ubat”. Kak Sonni berusaha menenangkan Inanguda. Kami terdiam, dan malu mendengar kata menyerah dari mulut istri Uda sendiri. Calon pendonor yang kami bawa bertanya “si Kancil kan yang sakit?”, “iya kak” jawab kakak. “oh, kenal aku nya aku kalo sama si Kancil” jawab ibu itu sambil mengajak Inanguda mengobrol. Setelah urusan untuk keperluan Uda selesai, saya dan kakak pamit pulang dan hendak membeli jus sebelum pulang untuk mereka yang telah mendonor agak fit kembali. Kami membeli 6 cup jus terongbelanda. “san, ini jus dari kak Astri” teriak ku kearah Santi. “makasi kak as” jawab Santi dari pagar rumahsakit. Inanguda bolak-balik mengeluh kepada kami karna tidak ada biaya untuk pengobatan Uda, padahal Uda sudah di tolak perawatannya oleh RSU FL.Tobing karena harus segera dilakukan operasi. Esok nya kami kembali ke Rumahsakit untuk melihat keadaan Uda. Inanguda menemui mamak. “kak, nga loja si Santi manggadehon kareta nami, ale dang adong na manarima” ujar Inanguda ke mamak. “bah, coba ma sukkun si Astri jo” kata mamak. “kalo gak ada barang yang digade kan, gak mau aku Inanguda, ini pun karena melihat Uda nya aku makanya mau membantu” kata kakak menanggapi pembicaraan Inanguda. “iya, nanti kreta itu pegang dulu inang, biar bisa dibawak ke Medan Uda mu ini” jawab Inanguda. Santi dan Sansan datang mengantar kreta itu kerumah dan juga surat nya dikasi kan ke kakak. Kakak tidak langsung memberikan uang 4,5 juta itu kepada mereka karena kakak takut Inanguda berbohong dan tak jadi membawa Uda ke Medan. “anggi, urus ma sude keperluan asa Universitas Sumatera Utara barangkat hamu marsogot, hepeng on marsogot ma hu lean pas berangkat hamu singgah ma di jolo jabu molo nga di ambulans” kata mamak di telfon ketika sedang berbicara dengan Inanguda. Inanguda memberi kabar sudah diberangkat dari rumahsakit, kemudian mamak menunggu didepan rumah. Mobil ambulans berwarna hijau itu bertuliskan BPJS. Mamak menghampiri mereka ke depan rumah. “semoga ma selamat si Kancil on” kata mamak kearah ku. Sansan beberapa kali update status mengenai perkembangan Uda yang sudah di rawat di RS.Adam Malik Medan. Namun sayangnya, siang itu Sansan mengirim pesan kepada saya yang waktu itu saya telah berada di Medan. “kak, udah gak ada lagi papa kak, udah pergi dia kak” “kenapa dek? Kenapa Uda dek?” balas ku. “udah meninggal papa kak” kata Sansan. “astaga, semua pasti berlalu dek, sabar ya dek” balas ku, sambil aku memberi kabar ke kakak. Kakak pasang status di bbm mengenai kabar Uda yang sudah meninggal. Beberapa menit kemudian Sansan mengirim pesan kembali “kak, masih diberi Tuhan kesempatan buat papa kak,masih ada papa kak” kata Sansan. “yaaah syukur lah dek” balas ku dengan kaget langsung memberi tahu kabar itu ke kakak. Belum sampai setengah jam Sansan kembali mengirim pesan. “kak, udah meninggal papa kak, udah gak ada lagi papa kak, gak akan kemba li lagi papa kak” kata Sansan. “yaah dek, turut berduka adek ku sayaang” saya juga memberi kabar ke kakak. Saat itu Sansan tidak ikut ke Medan, Sansan menunggu kabar itu di Sibolga. Universitas Sumatera Utara

3.2. ANA