Adat Perkawinan dan Kematian

baikko ado razia ini, nanti ada razia 6 Sajo Saja baikko sajo nyo hidup ambo indak ado perubahan Gini saja hidup ku, gak ada perubahan 7 Pai Pergi nandak pai ambo ka rumah lakik ambo tu Pengen pergi aku kerumah suami pacar ku itu Koenjaraningrat dalam buku Pengantar Ilmu Antropologi menjelaskan bahwa kesadaran dan identitas dalam “kesatuan budaya” seringkali tetapi tidak selalu dikaitkan oleh kesatuan atau kemiripan bahasa. Beberapa model dan cara yang digunakan untuk mengelompokkan perilaku dan budaya tertentu kemudian diasosiasikan dengan etnik tertentu sudah tidak dapat lagi dipergunakan sekarang ini, dimana dalam kenyataan setiap etnik adalah sangat berbeda datu dengan lainnya.

2.8. Adat Perkawinan dan Kematian

Sibolga Negeri Berbilang Kaum, menurut sejarahnya kota Sibolga memiliki latarbelakang sebagai Etnik Pesisir. Etnik Pesisir dikenal memiliki adat sumando. Istilah Sumando berasal dari kat suman dalam bahasa Batak berarti serupa, atau terjemahan bebasnya dipasuman-suman. Selanjutnya, kata suman berubah menjadi sumando artinya hampir serupa tetapi tidak sama dengan adat yang ada pada Suku Minangkabau di Sumatera Barat. Pada mulanya, adat yang tertinggi berada pada Raja atau Kuria. Seterusnya, tingkat pelaksanaan adat berada pada emapat Universitas Sumatera Utara lapisan, yaitu fakir miskin dada, orang miskin lamukku, orang kaya ata, dan keturunan raja bare. Adat sumando adalah “campuran” dari hukum Islam, adat Minangkabau, dan adat Batak. Ini berarti bahwa semua hal-hal yang baik diterima dan yang tidak baik sesuai dengan tata karma dan sikap hidupan sehari-hari masyarakat Suku Pesisir diabaikan. Hal tersebut sesuai dengan konsep sumando yakni adat bersandi sarak. Tidak seluruhnya masyarakat kota Sibolga dapat dikatakan sebagai masyarakat pesisir. Terdapat beberapa etnik yang berbeda-beda di kota Sibolga, tempat tinggal lingkungan beberapa etnik ini juga berpengaruh terhadap perbedaan bahasa dan adat. Misalnya, tidak akan ditemukan orang pesisir sebagai sebutan untuk individu berEtnik Pesisir di kota Sibolga tinggal di wilayah kelurahan Hutabarangan yang mayoritas ber agama Kristen. Namun, akan banyak ditemukan masyarakat pesisir di daerah kelurahan Aek Habil yang dalam rutinitas keseharian mereka menggunakan Bahasa Pesisir. Selebihnya masyarakat pesisir tersebar di semua kelurahan di kota Sibolga kecuali di kelurahan Hutabarangan. Namun yang dikenal data dari Informan non-pesisir sebagai daerah mayoritas masyarakat pesisir adalah masyarakat yang tinggal di kelurahan Sibolga Sambas dan Sibolga Selatan. Masyarakat Pesisir umatmuslim masih menggunakan beberapa adat pesisir, terutama didalam adat pernikahan seperti malam inai bacilok yang dilakukan di malam hari sebelum hari pernikahan. Acara pernikahan diadakan di depan rumah dengan menggunakan taratak atau tenda, tenda didirikan di jalan lintas kendaraan dan acara pernikahan dilaksanakan di hari minggu. Namun, untuk mereka yang memiliki dana lebih banyak masyarakat pesisir juga dapat membuat acara pernikahan di Gedung Nasional hal ini juga terjadi pada Etnik lain. Pada acara kematian, masyarakat pesisir menggunakan aturan agama yakni agama islam. Universitas Sumatera Utara

2.9. Kesehatan