Kelapa Sawit Briket TINJAUAN PUSTAKA

5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelapa Sawit

Kelapa sawit Elaeis guineensis suatu spesies tropis yang berasal dari Afrika Barat, namun kini tumbuh sebagai hibrida di banyak belahan dunia, termasuk Asia Tenggara dan Amerika Tengah Fricke, 2009. Kelapa sawit merupakan tanaman perkebunan yang mengalami pertumbuhan produksi yang cukup pesat dibandingkan dengan tanaman perkebunan lainnya di Indonesia Ermawati dan Saptia, 2013. Kelapa sawit adalah tumbuhan pohon yang tingginya bisa mencapai 24 meter. Bunga dan buahnya berupa tandan serta bercabang banyak. Buahnya kecil dan berwarna merah kehitaman apabila masak. Buah sawit menempel pada tandan buah. Buah sawit terdiri dari lapisan kulit, serabut, cangkang, inti buah dan embrio yang mengandung banyak minyak inti berkualitas tinggi. Minyak sawit terkandung dalam serabut buah yang biasa disebut Crude Palm Oil CPO dan inti sawit mengandung minyak inti sawit atau Palm Kernel Oil PKO Maryudi, 2104. Setiap satuan massa tandan buah segar akan menghasilkan minyak sekitar 21 berat dan limbah padat berupa tandan kosong sawit TKS 21 berat, cangkang 6 berat, sabut sawit 11 berat dan palm kernel cake 3 Zahrina, 2102. Limbah padat kelapa sawit biasanya dimanfaatkan sebagai bahan bakar boiler dan menghasilkan abu dengan ukuran butiran yang halus yang disebut Palm Oil Fly Ash.

2.2 Abu Pembakaran

Abu merupakan bahan anorganik sisa pembakaran biomassa dan terbentuk dari perubahan bahan mineral karena proses pembakaran. Ada 2 jenis abu yang disailkan dari proses pembakaran yaitu abu terbang fly ash dan abu dasar bottom ash. Fly ash merupakan padatan dari sisa pembakaran yang terbawa bersama gas buang dan ditangkap oleh alat pengendali udara Electric Precipitator sebelum dibuang ke udara melalui cerobong. Sedangkan bottom ash Universitas Sumatera Utara 6 merupakan padatan dari sisa pembakaran biomassa yang keluar dari tungku dasar boiler. Sebagian abu dasar berupa lelehan abu yang disebut terak slag Armeyn, 2014.

2.2.1 Fly Ash Batu Bara

Fly ash batu bara merupakan limbah padat yang dihasilkan dari pembakaran batu bara yang merupakan material yang memiliki ukuran butiran yang halus dan berwarna keabu-abuan. Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat fisik, kimia, teknis dari fly ash adalah tipe batu bara, kemurnian batu bara, tingkat penghancuran, tipe pemanasan dan operasi, metode penyimpanan dan penimbunan Hadi dan Gunawam, 2011. Adapun komposisi kimia pada abu pembakaran batu bara ditunjukkan pada tabel 2.1 berikut ini : Tabel 2.1 Komposisi Abu Pembakaran Batu Bara Aziz et al, 2006 Komposisi Kimia Bottom Ashµ Fly Ash Alumina Al 2 O 3 24,0 30,8 Calcium oxide CaO 2,7 4,0 Silica SiO 2 63,4 54,0 Ferric oxide Fe 2 O 3 5,5 4,6 Magnesium oxide MgO 1,3 1,9 Natrium oxide Na 2 O 1,0 1,3 Sulphuric anhydride SO 3 0,18 0,23 Potassium oxide K 2 O 0,9 6,3 CaO bebas 0,06 0,06 Kand. Silica - 53,4 Lost of ignition LOI 0,68 0,5 D50 - 15,5 µm D90 - 67,9 µm

2.2.2 Fly Ash Kelapa Sawit

Abu limbah kelapa sawit atau disebut juga Palm Oil Fuel Ash merupakan hasil pembakaran dari limbah kelapa sawit yang berasal dari boiler dengan suhu di dalam sekitar 1000 o C sampai 2000 o C. Pembakaran ini juga menghasilkan 2 jenis Universitas Sumatera Utara 7 abu yaitu bottom ash abu dasar dan fly ash abu terbang PT. Abdi Budi Mulia, 2015. Palm Oil Fly Ash berwarna keabuan, menjadi hitam dengan meningkatnya proporsi karbon yang tidak terbakar. Palm Oil Fly Ash mengandung jumlah silika yang tinggi dan berpotensi sebagai pengganti semen dan porselin. Jumlah silika yang tinggi dapat diperoleh dari Palm Oil Fly Ash dengan harga murah sebagai bahan alternatif untuk banyak industri Jamo dan Abdul, 2015. Adapun komposisi Fly Ash dan Palm Oil Fly Ash ditunjukkan pada tabel 2.2 sebagai berikut : Tabel 2.2 Komposisi Fly ash dan Palm Oil Fuel Ash Liu et al, 2016 Komposisi Kimia Class F-Fly Ash Palm Oil Fly Ash Silica SiO 2 57,6 63,4 Ferric oxide Fe 2 O 3 5,8 4,2 Calcium oxide CaO 0,2 4,3 Magnesium oxide MgO 0,9 3,7 Potassium oxide K 2 O 0,9 6,3 Sulphuric anhydride SO 3 0,2 0,9 Alumina Al 2 O 3 28,9 5,5 Lost of ignition LOI 3,6 6,0 SiO 2 + Al 2 O 3 + Fe 2 O 3 92,3 73,1

2.2.3 Sifat-Sifat Fly Ash

Abu terbang fly ash memiliki sifat-sifat sebagai berikut: a. Sifat pozolan Sifat pozolan adalah sifat bahan dalam keadaan halus dapat bereaksi dengan kapur dan air pada suhu kamar 24 o C- 27 o C membentuk senyawa yang padat tidak larut dalam air dan dapat bersifat sebagai pengikat. Kehalusan butiran abu terbang mempunyai pengaruh pada sifat pozolan, makin halus makin baik sifat pozolannya. b. Warna Abu terbang berwarna abu-abu, bervariasi dari abu-abu muda sampai abu- abu tua makin muda warnanya sifat pozzolannya makin baik. Warna hitam Universitas Sumatera Utara 8 yang sering timbul disebabkan karena adanya karbon yang dapat mempengaruhi mutu abu terbang. c. Komposisi Unsur pokok abu terbang adalah silikon dioksida SiO2 30 - 60, aluminium oksida Al2O3 15 - 30, karbon yang tidak terbakar bervariasi hingga 30, kalsium oksida CaO 1 - 7 dan sejumlah kecil magnesium oksida MgO dan sulfur trioksida SO3. d. Kepadatan Densitas Kepadatan abu terbang bervariasi, tergantung pada besar butir dan hilang pijarnya. Biasanya berkisar antara 2,43 grcc sampai 3 grcc. Luas permukaan spesifik rata-rata 225 m2kg-300m2 kg. Ukuran butiran yang kecil kadang-kadang terselip dalam butiran yang besar yang mempunyai fraksi lebih besar dari 300 μm. e. Hilang pijar Hilang pijar menentukan sifat pozolan abu terbang. Apabila hilang pijar 10 - 20 berarti kadar oksida kurang, sehingga daya ikatnya kurang, yang berarti sifat pozolannya kurang. Armeyn, 2014

2.2.4 Pemanfaatan Abu Terbang

Pemanfaatan abu terbang yang tepat dapat mengurangi volume limbah sehingga sangat bermanfaat bagi kelestarian lingkungan Yuliana et al, 2016. Seiring dengan kemajuan teknologi maka saat ini keberadaan dari fly ash tidah hanya sebagai limbah tidak bermanfaat tetapi telah dipergunakan untuk campuran beragam jenis produk seperti pemanfaatan abu terbang sebagai bahan bangunan, refraktori dan Metal Matrix Composite. Pemakaian abu terbang sebagai bahan campuran atau pengganti sebagian semen Portland, khusunya untuk pembuatan beton massa pada konstruksi bendungan atau beton yang berada di daerah agresif. Kegunaan abu terbang adalah sebagai berikut: 1. Untuk pekerjaan betonbahan bangunan bersemen :  Sebagai bahan tambah untuk memperbaiki mutu beton karena mempunyai sifat pozoland,memudahkan pekerjaan beton juga menambah kekuatan. Universitas Sumatera Utara 9  Sebagai pengganti sebagian semen sehingga lebih murah pada beton, paving block dan lain-lain.  Sebagai bahan pengisi sehingga beton akan lebih kedap terutama untuk DAM, bak penampung dan pipa drainase. 2. Untuk penggunaan lainnya  Pada pekerjaan jalan sebagai jalan penstabil tanah dan bahan pengisi di bawah lapisan drainase.  Bahan baku pembuatan agregat ringan dengan proses kalisinasi.  Sebagai bahan pembuat bahan keramik, pemisah besi, mineral aluminat dan lain-lain. Spesifikasi abu terbang sebagai bahan tambahan untuk campuran beton disebutkan ada 3 jenis abu terbang, yaitu : a. Abu terbang kelas F, adalah abu terbang yang dihasilkan dari pembakaran batubara, jenis antrasit pada suhu 1560°C. b. Abu terbang kelas N, adalah hasil kalsinasi dari pozolan alam seperti tanah diatonoce, shale serpih, tuft, dan batu apung. c. Abu terbang kelas C adalah abu terbang yang dihasilkan dari pembakaran limit atau batubara dengan kadar karbon ± 60 . Abu terbang ini mempunyai sifat pozolan dan sifat seperti semen dengan kadar kapur di atas 10 . Armeyn, 2014 Selain pemanfaatannya dalam bidang konstruksi bangunan, abu terbang juga telah banyak diteliti kelayakannya sebagai refraktori. Refraktori merupakan bahan tahan api sebagai penahan isolator panas pada tanur-tanur suhu tinggi yang banyak digunakan oleh berbagai industry seperti industry peleburan logam, kaca, keramik, semen. Refraktori cor merupakan bahan tahan api berupa bubuk yang jika dicampur dengan air dan dibiarkan beberapa saat akan mengeras. Penggunaannya sebagai isolator panas dilakukan dengan cara pengecoran adonan campuran bahan tersebut dengan air pada dinding tanur yang akan diisolasi. Ada 3 tipe refraktori cor berdasarkan kandungan CaO-nya yaitu: - Low cement castables mengandung maksimum CaO 2,5 - Ultra - low cement castables mengandung CaO - No cement castables mengandung CaO Universitas Sumatera Utara 10 Menurut data produk perdagangan dari Sharada Ceramic Ltd, India 2000, refraktori cor yang bersifat asam mengandung Al 2 O 3 65 - 95, dan SiO 2 5 - 32, tahan terhadap suhu 1750 - 1860°C, bulk density 2,1 - 2,8 gml. Bahan refraktori yang baik harus memiliki kadar Al 2 O 3 lebih tinggi daripada SiO 2 dengan perbandingan Al 2 O 3 : SiO 2 = 65 : 35 atau nilai Al 2 O 3 SiO 2 =1,85 Aziz et al, 2006.

2.3 Briket

Pembuatan briket merupakan metode yang efektif untuk mengkonversi bahan baku padat menjadi suatu bentuk hasil kompaksi yang lebih mudah digunakan Solichah dan Afifah, 2011. Dalam penelitian ini tujuan pembentukan briket adalah untuk menguji sifat mekanis menggunakan POFA sebagai bahan baku dan pengujian tersebut hanya bisa dilakukan dengan menggunakan briket dan juga sebagai bahan alternative bahan bakar. Briket POFA adalah POFA yang dirubah bentuk, ukuran dan kerapatannya dengan cara mengepres campuran POFA dengan bahan perekat. Pembuatan briket meliputi pencampuran bahan baku dengan perekat, kemudian dicetak dengan sistem hidrolik maupun manual dan selanjutnya dikeringkan pada kondisi tertentu sehingga menghasilkan bentuk, ukuran fisik dan sifat kimia tertentu Setiawan et al, 2012. Penggunaan bahan perekat dimaksudkan agar ikatan antar partikel semakin kuat dan kompak. Kriteria untuk menilai ketepatan posisi bahan pengikat dalam briket adalah meratanya campuran, campuran dapat digumpalkan, air tidak merembes keluar pada saat pencetakan dan peregangan kembali briket tidak terlalu besar setelah proses pengeringan. Peregangan yang terlalu besar mengindikasikan perekat tidak bekerja dengan baik. Penggunaan perekat juga bertujuan agar briket tidak pecah Lestari et al, 2010. Namun dalam pembuatan briket, penggunaan bahan perekat menjadi suatu pilihan. Pembuatan briket dengan bahan perekat seperti clay, bentonit serta yucca starch disebut dengan kompaksi rendah sedangkan pembuatan briket tanpa bahan perekat disebut dengan kompaksi tinggi Gandhi, 2010. Universitas Sumatera Utara 11 Pencetakan bertujuan agar adonan briket menyatu secara padat dengan bahan perekat Hidayah et al, 2014 selain itu memudahkan dalam pengemasan dan memperoleh bentuk yang seragam dalam penggunaannya, ada berbagai macam alat pencetak yang dapat dipilih tetapi semua itu tergantung tujuan penggunaannnya. Setiap cetakan menghendaki kekerasan atau kekuatan pengempaan tertentu Kurniawan dan Marsono,2008. Pengempaan juga memiliki tujuan untuk meningkatkan kerapatan, menurunkan masalah penanganan seperti penyimpanan dan pengangkutan serta dapat memperbaiki sifat fisik. Dalam proses pemadatan ada beberapa teknik yang dapat digunakan seperti balling, briquetting dan pelleting dengan pemberian tekanan untuk memadatkan adonan. Pemberian tekanan akan menyebabkan perekat yang masih dalam keadaan cair akan mulai tersebar secara merata ke dalam celah-celah dan keseluruhan permukaan yang menyebabkan ikatan antar partikel semakin kuat sehingga briket yang dihasilkan tidak mudah rapuh Maryono et al, 2013. Semakin tinggi tekanan kompaksi mampu menaikkan nila densitas, compression strength, durability dan stability . Densitas menentukan kualitas briket, angka yang tinggi menunjukkan kekompakan briket. Semakin besar densitas maka volume atau ruang yang diperlukan lebih kecil untuk massa yang sama Saputro et al, 2012. Pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air dan mengeraskan briket yang masih bersifat basah dan lunak sehingga aman dari gangguan jamur dan benturan fisik. Berdasarkan caranya, dikenal 2 metode pengeringan, yakni penjemuran dengan sinar matahari dan pengeringan dengan oven. Cara pembuatan briket bermacam-macam, berdasarkan perlakuannya ada yang melalui proses karbonisasi atau diarangkan terlebih dahulu dan ada juga yang pembuatannya tanpa dikarbonisasi. Proses karbonisasi merupakan suatu proses dimana bahan-bahan dipanaskan dalam ruangan tanpa kontak dengan udara selama proses pembakaran sehingga terbentuk arang. Proses karbonisasi merupakan proses pembakaran tidak sempurna dari bahan-bahan organik dengan jumlah oksigen yang sangat terbatas, yang menghasilkan arang serta menyebabkan penguraian senyawa organik yang menyusun struktur bahan membentuk uap air, metanol, uap-uap asetat dan hidrokarbon Fachry et al, 2016. Universitas Sumatera Utara 12 Berikut cara pembuatan briket batu bara dengan proses karbonisasi dan tanpa proses karbonisasi menurut Peraturan Menteri ESDM 2016 ditunjukkan pada gambar 2.1 dan gambar 2.2 sebagai berikut : 1. Briket Batubara Tanpa Karbonisasi Gambar 2.1 Diagram Alir Proses Pembuatan Briket Batubara Tanpa Karbonisasi 2. Briket Batubara Terkarbonisasi Gambar 2.2 Diagram Alir Proses Pembuatan Briket Batubara Terkarbonisasi

2.4 Bahan Perekat