komunikasi massa harus selalu berdampingan dengan teori-teori sosial Bungin,2003:153-155.
II.1.1 Analisis Wacana Kritis
Analisis wacana termasuk dalam paradigma kritis. Wacana untuk konsumsi publik bukan dilihat dalam keadaan mentah tapi sebaliknya adalah
wacana yang diorganisasi ulang dan dikontekstualisasikan agar sama dengan bentuk ekspresi tertentu yang sedang digunakan. Bentuk ekspresi teks tertentu
mempunyai dampak besar atau apa yang terlihat, siapa yang melihat dan dari perspektif sudut pandang macam apa.
Hal ini bisa dijelaskan bahwa ketika kita membaca teks, maka makna tidak akan kita temukan dalam teks yang bersangkutan. Yang kita temukan adalah
pesan dalam sebuah teks. Sebuah peristiwa yang direkam oleh media massa baru mendapat makna ketika peristiwa tersebut ditempatkan dalam identifikasi kultural
di mana berita tersebut hadir. Peristiwa demi peristiwa diatur dan dikelola sedemikian rupa oleh para awak media, dalam hal ini oleh penyiar radio. Itu
berarti bahwa para awak media menempatkan peristiwa ke dalam peta makna. Seluruh aktivitas dan pemaknaan simbolik dapat dilakukan dalam teks media
massa. Pada dasarnya teks media massa bukan realitas yang bebas nilai. Pada titik kesadaran pokok manusia, teks selalu memuat kepentingan.
Analisis wacana merupakan jenis penelitian yang berfokus pada analisis struktur, strategi dan proses produksi dan reproduksi makna text dan talk
yang dilakukan secara eksplisit dan sistematis. Text berkaitan dengan struktur ekspresi dalam bentuk kata, susunan kata, atau susunan kalimat, sementara talk
Universitas Sumatera Utara
merupakan struktur ekspresi dalam bentuk audio suara, ucapan, dan sebagainya. Akan tetapi, text dan talk tidak hanya dianalisis dari aspek strukturnya
bentuknya melalui perspektif semiotika tetapi juga dianalisis dari proses dan konteks yang melatarbelakangi produksi dan reproduksi keduanya. Pokok soal
yang dipermasalahkan analisis wacana kritis adalah perihal bagaimana sebuah realitas atau fakta dihadirkan kembali dalam pesan atau teks media. Problem
representasi ini tidak hanya menyangkut penyajian belaka, bahkan juga berkait erat dengan soal pemilihan jenis fakta yang akan diangkat, perspektif yang
digunakan , narasumber, topik yang dipilih dan semacamnya. Asumsi dasar analisis wacana kritis adalah bahwa realitas yang disajikan
teks-teks media massa adalah realitas yang terdistorsi dalam arus proses sejarah dominasi antara kekuatan –kekuatan sosial, politik, ekonomi dan budaya.
Analisis wacana sebagai salah satu dari analisis isi selain analisis ini kualitatif yang banyak dipakai. Kalau analisis ini kuantitatif lebih menekankan
pada pertanyaan ”apa” what, analisis wacana lebih melihat pada ”bagaimana’ how dari pesan atau teks komunikasi. Lewat analisis wacana kita bukan hanya
mengetahui bagaimana isi teks berita, tetapi juga bagaimana pesan itu disampaikan. Lewat kata, frase, kalimat, metafora macam apa suatu berita
disampaikan. Dengan melihat bagaimana bangunan struktur kebahasaan tersebut, analisis wacana lebih bisa melihat makna yang tersembunyi dari suatu teks
Eriyanto, 2001:xv. Dalam Analisis Wacana Kritis Critical Discourse AnalysisCDA, wacana
di sini tidak dipahami sebagai studi bahasa. Bahasa di sini dianalisis bukan dengan menggambarkan semata dari aspek kebahasaan tetapi juga
Universitas Sumatera Utara
menghubungkan dengan konteks. Artinya, bahasa dipakai untuk tujuan dan praktek tertentu termasuk di dalamnya praktek kekuasaan dalam melihat
ketimpangan yang terjadi. Dalam Eriyanto 2001: 8-13 mengutip Fairclough dan wodak , Analisis
Wacana kritis menyelidiki bagaimana melalui bahasa kelompok sosial yang ada saling bertarung dan mengajukan versinya masing-masing. Karakteristik Analisis
Wacana Kritis menurut Teun A. van Dijk , Fairclough dan Wodak adalah: 1. Tindakan
Wacana diasosiasikan sebagai bentuk interaksi. Wacana tidak ditempatkan seperti dalam ruang tertutup dan internal. Ada beberapa konsekuensi yang harus
dipandang. Pertama wacana dipandang sebagai sesuatu yang bertujuan. Apakah untuk mempengaruhi, membujuk, merayu, mendebat, bereaksi. Kedua, wacana
dipahami sebagai sesuatu yang diekspresikan secara sadar, terkontrol, bukan sesuatu yang di luar kendali.
2. Konteks Analisis Wacana Kritis mempertimbangkan konteks dari wacana seperti
layar, situasi, peristiwa dan kondisi. Wacana diproduksi, dimengerti, dan dianalisis pada suatu konteks tertentu. Menurut Gyu Cook, analisis wacana juga
memeriksa konteks dari komunikasi: siapa yang mengkomunikasikan dengan siapa dan mengapa; dalam jenis khalayak dan siatuasi apa; bagaimana perbedaab
tipe dari perkembangan komunikasi; dan hubungan untuk masing-masing pihak. Ada tiga hal sentral yang harus ada dalam wacana, yakni teks, konteks,
dan wacana. Teks adalah semua bentuk bahasa, bukan hanya kata-kata yang tercetak di lembar kertas, tetapi juga semua jenis ekspresi komunikasi, ucapan ,
Universitas Sumatera Utara
musik gambar, efek suara, citra, an lain sebagainya. Konteks memasukkan semua situasi dan hal yang berada di luar teks dan mempengaruhi pemakaian bahasa,
seperti partisipan dalam bahasa, situasi dimana teks tersebut diproduksi. Wacana disini, kemudian dimaknai sebagai teks dan konteks bersama-sama.
3. Historis Salah satu aspek penting untuk mengerti teks adalah dengan menempatkan
wacana itu dalam konteks historis tertentu dimana wacana itu diciptakan. Pemahaman akan wacana teks ini hanya akan diperoleh kalau kita bisa memberi
konteks historis dimana teks itu diciptakan. 4. Kekuasaan
Setiap wacana yang muncul dalam bentuk teks, percakapan, atau apapun, tidak dipandang sebagai sesuatu yang alamiah, wajar, dan netral tetapi merupakan
bentuk pertarungan kekuasaan. Kekuasaan berhubungan dengan kontrol kekuasaan. Bisa berupa kontrol atas teks atau mengontrol struktur wacana.
5. Ideologi Teori-teori klasik tentang ideologi diantaranya mengatakan bahwa ideologi
dibangun oleh kelompok yang dominan dengan tujuan mereproduksi dan melegitimasi dominasi mereka. Salah satu strategi utamanya adalah dengan
membuat kesadaran kapada khalayak bahwa dominasi itu diterima secara taken for granted. Wacana dalam pendekatan semacam ini dipandang sebagai medium
melalui mana kelompok yang dominan mempersuasi dan mengkomunikasikan kepada khalayak produksi kekuasaan dan dominasi yang mereka miliki, sehingga
tampak absah dan benar.
Universitas Sumatera Utara
II.2. Model Teun A. van Dijk