BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Masalah.
Proyeksi penduduk Indonesia Tahun 2008 mencapai 220 juta jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk berkisar antara 1,3-1,49 persen, berarti setiap tahunnya penduduk
Indonesia bertambah 3-4 juta jiwa hampir sama dengan jumlah penduduk Negara Singapura. Permasalahan kependudukan timbul ketika jumlah penduduk yang cukup besar
tidak diimbangi dengan tinnginya kualitas Sumber Daya Manusianya. Salah satu kebijakan yang diambil oleh pemerintah dalam rangka menekan jumlah penduduk adalah dengan
menggalakkan kembali Program KB Nasional. Program KB Nasional untuk mengendalikan kelahiran sekarang terabaikan seiring
dengan pelaksanaan Otonomi Daerah. Akibatnya Indonesia mengalami ledakan jumlah penduduk yang diestimasikan mencapai 220 juta jiwa tahun ini akan menjadi 248 juta jiwa
Tahun 2015 bkkbn.go.id. Ledakan jumlah peduduk ini akan berdampak luas terhadap penyediaan anggaran dan fasilitas kesehatan serta meningkatnya angka penggangguran.
Jika penduduknya berkualitas tidak menjadi masalah, namun jika kualitasnya rendah maka akan menjadi beban negara dan masyarakat.
Dengan telah dilaksanakannya Otonomi Daerah maka berdasarkan Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah
menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 maka kepada Daerah diberikan keleluasaan untuk menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup bidang
pemerintahannya, kecuali bidang yang berdasarkan Udang-Undang tersebut telah ditetapkan menjadi kewenangan Pusat. Keleluasaan otonomi ini mencakup pula
Universitas Sumatera Utara
kewenangan yang utuh dan bulat dalam penyelenggaraan pemerintahan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan., pengendalian dan evaluasi.
Kebijakan ini telah membawa perubahan di dalam pengelolaan Program KB Nasional dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah, keberhasilan Program KB
Nasional sangat ditentukan oleh dukungan politis dan operasional dari para pengambil kebijakan, baik di pusat maupun di daerah. Tetapi akhir-akhir ini dukungan tersebut mulai
menurun dan perlu ditingkatkan kembali di semua tingkat wilayah dengan kegiatan pertemuan serta rapat koordinasi yang merupakan kekuatan dalam penggalangan
kesepakatan baik politis maupun operasional serta pendekatan kepada tokoh agama dan masyarakat.
Hal ini juga akan berakibat terjadinya variasi antar kabupatenkota dalam melaksanakan program KB Nasional, variasi tersebut tergantung dari tiga faktor, yaitu:
1 Tersusunnya kebijakan tertulis dalam bentuk peraturan daerah sebagai wujud
komitmen politis pemerintah daerah dalam melaksanakan program KB Nasional 2
Tersedianya anggaran dan sistem pembiayaan yang mencukupi untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan yang ditetapkan dan
3 Tersedianya Sumber Daya Manusia yang berkualitas dan partisipasi masyarakat
serta faktor swasta dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan yang ditetapkan. Di samping itu, keberhasilan desentralisasi program KB Nasional akan
dipengaruhi juga oleh kondisi geografis, sosial-ekonomi, dan demografis daerah yang sangat menentukan keberhasilan program KB pasca sentralisasi, misalnya daerah yang luas
dan tergolong tak miskin makmur belum tentu mau melanjutkan program KB Nasional,
Universitas Sumatera Utara
hal ini karena faktor difusi inovasi manfaat KB belum berhasil menembus seluruh lapisan masyarakat yang ada sehingga ada sebagian masyarakat belum dapat menerima konsep
keluarga kecil. Dengan diserahkannya kewenangan di bidang KB kepada pemerintah daerah, hal
ini merupakan tantangan besar bagi kelangsungan program KB Nasional dalam mewujudkan keluarga berkualitas karena persepsi pemerintah daerah dalam memahami dan
melihat program KB Nasional sangat beragam. Di sisi lain, posisi, struktur dan kewenangan Badan Koordinasi Keluarga
Berencana BKKBN berbeda dengan masa Orde Baru. Saat ini persoalan kependudukan ditangani oleh pemerintah daerah. Sayang, komitmen sejumlah pemerintah daerah kurang
serius menangani masalah kependudukan. Itulah sebabnya jumlah peserta KB cenderung menurun dibandingkan 10 tahun lalu, jika Tahun 1998 persentase KB mencapai 70,4
persen, Tahun 2006 hanya 69,6 persen bkkbn.go.id. BKKBN seharusnya mampu meyakinkan pemerintah kabupatenkota tentang
pentingnya program KB Nasional dalam konteks pembangunan keseluruhan. Pemahaman yang menilai program KB Nasional sebagai program konsumtif hanya menghabiskan
anggaran daerah telah terbantahkan oleh hasil penelitian cost benefit analysis yang dilakukan oleh Ascobat Gani selama 10 tahun dengan mengambil sampel DKI Jakarta.
Ascobat Gani dari Universitas Indonesia mengungkapkan bahwa DKI Jakarta berhasil melaksanakan program KB dengan 1,8 juta kelahiran tertunda. Ascobat Gani menganalisis
kebutuhan kesehatan dasar dan pendidikan dasar untuk 1,8 juta jiwa jika terlahir. Kesimpulannya bahwa DKI Jakarta dapat menghemat biaya sebesar 6,8 triliun rupiah
setelah dikurangi anggaran untuk program KB sejak Tahun 1990-2000 bkkbn.go.id.
Universitas Sumatera Utara
Untuk Sumatera Utara dengan laju pertumbuhan penduduk sekitar 1,32 persen data bps.go.id, lebih tinggi jika dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk secara
nasional yang berkisar 1,49 persen dan juga lebih tinggi jika dibandingkan dengan target laju pertumbuhan Tahun 2009 sebesar 1,1 persen.
Untuk itu pemerintah kota khususuya Pemerintah Kota Medan harus serius mengatasi persoalan kependudukan. Di tengah minimnya perhatian pemerintah daerah
itulah penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Partisipasi Masyarakat dalam Program Keluarga Berencana Nasional”
I.2. Perumusan Masalah