11
F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka teori
Perkembangan ilmu pengetahuan tidak lepas dari teori hukum sebagai landasannya dan tugas teori hukum adalah untuk : “menjelaskan nilai-nilai hukum
dan postulat-postulatnya hingga dasar-dasar filsafatnya yang paling dalam, sehingga penelitian ini tidak terlepas dari teori-teori ahli hukum yang di bahas dalam bahasa
dan sistem pemikiran para ahli hukum sendiri.
8
Kerangka teori merupakan landasan dari teori atau dukungan teori dalam membangun atau memperkuat kebenaran dari permasalahan yang dianalisis.
Kerangka teori dimaksud adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori tesis, sebagai pegangan baik disetujui atau tidak disetujui.
9
Teori berguna untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi dan satu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada
fakta-fakta yang menunjukkan ketidakbenarannya. Menurut Soerjono Soekamto, bahwa “kontinuitas perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada metodologi,
aktivitas penelitian dan imajinasi sosial sangat ditentukan oleh teori”.
10
Snelbecker mendefenisikan teori sebagai perangkat proposisi yang terintegrasi sacara sintaksis yaitu yang mengikuti aturan tertentu yang dapat dihubungkan secara
8
W.Friedmann, Teori dan Filsafat Umum, Raja Grafindo, Jakarta, 1996, hal.2
9
M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994, hal.80
10
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta 1986, hal.6
Universitas Sumatera Utara
12
logis satu dengan lainnya dengan tata dasar yang dapat diamati dan berfungsi sebagai wahana untuk meramalkan dan menjelaskan fenomena yang diamati.
11
Adapun teori menurut Maria S.W. Sumardjono adalah : Seperangkat preposisi yang berisi konsep abstrak atau konsep yang sudah
didefenisikan dan saling berhubungan antar variable sehingga menghasilkan pandangan sistematis dari fenomena yang digambarkan oleh suatu variable
lainnya dan menjelaskan bagaimana hubungan antar variable tersebut.
12
Kontinuitas perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada metodologi, aktifitas penelitian dan imajinasi sosial sangat ditentukan oleh teori.
13
Karena penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif, diperlukan kerangka teoritis lain
yang khas ilmu hukum yakni teori Hans Kelsen yang dapat dijadikan kerangka acuan pada penelitian hukum normatif. Teori Kelsen merupakan ”normwissenschaft”, dan
hanya mau melihat hukum sebagai kaedah yang dijadikan objek ilmu hukum. Menurut kelsen, maka setiap tata kaedah hukum merupakan suatu susunan daripada
kaedah-kaedah stufenbau. Dipuncak stufenbau tersebut terdapat ”grundnorm” atau kaedah dasar atau kaedah fundamentil, yang merupakan hasil pemikiran secara
yuridis.
14
11
Snelbecker dalam Lexy J.Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1993, hal. 34-35.
12
Maria S. W. Sumarjono, Pedoman Pembuatan Usulan Penelitian, Gramedia, Yogyakarta, 1989, hal 12.
13
Soerjono Soekanto, Op.Cit, Hal. 6
14
Ibid, Hal. 127
Universitas Sumatera Utara
13
Adapun teori yang digunakan dalam melakukan penelitian ini menggunakan Teori Tanggung Jawab Hukum. Menurut Hans Kelsen dalam teorinya tentang
tanggung jawab hukum menyatakan bahwa: ”seseorang bertanggung jawab secara hukum atas suatu perbuatan tertentu atau bahwa dia memikul tanggung jawab hukum,
subyek berarti bahwa dia bertanggung jawab atas suatu sanksi dalam hal perbuatan yang bertentangan.”
15
Lebih lanjut Hans Kelsen menyatakan bahwa:
16
”Kegagalan untuk melakukan kehati-hatian yang diharuskan oleh hukum disebut kekhilafan negligence; dan kekhilafan biasanya dipandang sebagai satu jenis
lain dari kesalahan culpa, walaupun tidak sekeras kesalahan yang terpenuhi karena mengantisipasi dan menghendaki, dengan atau tanpa maksud jahat, akibat yang
membahayakan. Hans Kelsen selanjutnya membagi mengenai tanggung jawab terdiri dari:
17
a. Pertanggungjawaban individu yaitu seorang individu bertangung jawab terhadap pelanggaran yang dilakukannya sendiri;
b. Pertanggungjawaban kolektif
berarti bahwa
seorang individu
bertanggungjawab atas suatu pelanggaran yang dilakukan oleh orang lain;
15
Hans Kelsen sebagaimana diterjemahkan oleh Somardi, General Theory Of Law and State, Teori Umum Hukum dan Negara, Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif Sebagai Ilmu Hukum Deskriptif
Empirik, BEE Media Indonesia, Jakarta, 2007, Hal. 81
16
Ibid., Hal. 83
17
Hans Kelsen sebagaimana diterjemahkan oleh Raisul Mutaqien, Teori Hukum Murni, Nuansa Nusamedia, Bandung, 2006, Hal. 140
Universitas Sumatera Utara
14
c. Pertanggungjawaban berdasarkan kesalahan yang berarti bahwa seorang individu bertanggung jawab atas pelanggaran yang dilakukannya karena
sengaja dan diperkirakan dengan tujuan menimbulkan kerugian; d. Pertanggung jawaban
mutlak yang berarti bahawa seorang individu bertanggung jawab atas pelanggaran yang dilakukannya karena tidak sengaja
dan tidak diperkirakan. Tanggung jawab secara etimologi adalah kewajiban terhadap segala
sesuatunya atau fungsi menerima pembebanan sebagai akibat tindakan sendiri atau pihak lain. Sedangkan pengertian tanggung jawab menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia adalah suatu keadaan wajib menanggung segala sesuatunya jika terjadi sesuatu dapat dituntut, dipersalahkan, diperkarakan dan sebagainya.
18
Menurut kamus hukum ada 2 dua istilah pertanggungjawaban yaitu liability the state of being liable dan responsibility the state or fact being responsible.
Liability merupakan istilah hukum yang luas, dimana liability menunjuk pada makna yang paling komprehensif, meliputi hampir setiap karakter resiko atau tanggung
jawab yang pasti, yang bergantung, atau yang mungkin. Liability didefenisikan untuk menunjuk semua karakter hak dan kewajiban. Liability juga merupakan kondisi
tunduk kepada kewajiban secara aktual atau potensial, kondisi bertanggung jawab terhadap hal-hal yang aktual atau mungkin seperti kerugian, ancaman, kejahatan,
biaya atau beban, kondisi yang menciptakan tugas untuk melaksanakan undang-
18
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2002, Hal. 1139
Universitas Sumatera Utara
15
undang dengan segera atau pada masa yang akan datang.
19
Sedangkan responsibility berarti hal dapat dipertanggungjawabkan atau suatu kewajiban, dan termasuk putusan,
keterampilan, kemampuan, dan kecakapan. Responsibility juga berarti kewajiban bertanggung jawab atas undang-undang yang dilaksanakan, dan memperbaiki atau
sebaliknya memberi ganti rugi atas kerusakan apapun yang telah ditimbulkannya.
20
Menurut Roscoe Pound, jenis tanggung jawab ada 3 tiga yaitu:
21
1. Pertanggungjawaban atas kerugian dengan disengaja 2. Atas kerugian karena kealpaan dan tidak disengaja
3. Dalam perkara tertentu atas kerugian yang dilakukan tidak karena kelalaian serta tidak disengaja.
Fungsi teori dalam penelitian tesis ini adalah memberikan arahpetunjuk serta menjelaskan gejala yang diamati, karenanya penelitian ini diarahkan kepada ilmu
hukum positif yang berlaku, yaitu tentang hukum perjanjian dan lahirnya perjanjian yang ditetapkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dengan azas hukum
kebebasan berkontrak yang menjadi dasar bagi lahirnya perjanjian antara penerjemah dan penerbit, yang dengan perjanjian penerbitan tersebut telah timbul hubungan
hukum yaitu adanya hak dan kewajiban yang melahirkan aturan hukum untuk membuktikan tanggung jawab hukum bagi para pihak.
19
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, Hal. 335
20
Ibid, Hal 335-336
21
Roscoe Pound, Pengantar Filsafat Hukum An Introduction to the philosophy of Law diterjemahkan oleh Mohammad Radjab, Bhratara Niaga Media, Jakarta, 1996, Hal. 92
Universitas Sumatera Utara
16
Van kant mengatakan bahwa hukum bertujuan menjaga kepentingan tiap-tiap manusia supaya kepentingan-kepentingan itu tidak diganggu.
22
Perjanjian penerbitan yang telah ditetapkan sepihak oleh penerbit sebagai bentuk dari perjanjian baku, yang melahirkan hukum bagi keduanya. Bahwa
keduanya terikat untuk melaksanakan isi dari perjanjian yang disepakati. Pitlo menggolongkan kontrak baku sebagai perjanjian paksa dwang contract
yang walaupun secara teoritis yuridis kontrak baku tidak memenuhi ketentuan Undang-Undang dan oleh beberapa ahli ditolak,
namun kenyataannya kebutuhan masyarakat berjalan dalam arah yang berlawanan dengan keinginan hukum.
23
Stein mencoba memecahkan masalah ini dengan mengemukakan bahwa kontrak baku dapat diterima sebagai perjanjian, berdasarkan fiksi adanya kemauan
dan kepercayaan fictie van will en vertrouwen yang membangkitkan kepercayaan bahwa para pihak mengikatkan diri pada perjanjian itu, jika debitur menerima
dokumen itu berarti ia secara sukarela setuju pada isi perjanjian tersebut.
24
Selain itu Aser Rutten mengatakan bahwa : Setiap orang yang menanda tangani perjanjian bertanggung jawab pada isi dan
apa yang ditandatangani. Jika ada orang yang membubuhkan tanda tangan pada formulir perjanjian baku, tanda tangan itu akan membangkitkan
kepercayaan bahwa yan bertanda tangan mengetahui dan menghendaki isi
22
CST Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2002, hal. 44-45
23
Ahmadi miru, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, Raja Grafindo, Jakarta, 2010, hal. 44
24
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
17
formulir yang ditanda tangani tidak mungkin seorang menanda-tangani apa yang tidak diketahui isinya.
25
Berdasarkan Pasal 1 sampai dengan Pasal 5 dari Perjanjian Penerbitan buku antara penerjemah dan penerbit terdapat tanggung jaawab penerjemah dan dalam
Pasal 6 terdapat hak dari penerjemah. Pasal 47 ayat 2 Undang-Undang Hak Cipta No.19 Tahun 2002 menyatakan
bahwa agar dapat mempunyai akibat hukum terhadap pihak ketiga, perjanjian lisensi wajib dicatatkan di Direktorat Jenderal. Pendaftaran ciptaan dalam Undang-Undang
Hak Cipta diatur dalam Pasal 35 sampai dengan 44. Dua esensi hak yang terkandung dalam hak cipta :
1. Hak ekonomi economic rights, yang meliputi: hak untuk mengumumkan
danatau memperbanyak Ciptaannya dan memberi izin untu itu kepada pihak lain, serta hak untuk memberi izin atau melarang orang lain untuk
menyewakan Ciptaannya dibidang Karya Sinematografi dan Program Komputer.
2. Hak moral moral rights Pencipta meliputi :
a. Hak pencipta atau hak warisnya untuk menuntut Pemegang Hak Cipta supaya nama Pencipta tetap dicantumkan dalam Ciptaan;
b. Melarang Pemegang Hak Cipta merubah suatu Ciptaan, pencantuman dan perubahan nama atau nama samara Pencipta, termasuk hak Pencipta
25
Arie Sukanti Hutagalung dan Markus Gunawan, Kewenangan Pemeerintah di bidang Pertanahan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008, hal. 49.
Universitas Sumatera Utara
18
untuk mengadakan perubahan pada Ciptaannya sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat.
Berdasarkan pengertian Hak Ekonomi dan Hak Moral tersebut, jelas bahwa hak ekonomi dari Hak Cipta dapat beralih atau dialihkan kepada orang lain oleh
Pencipta, sedangkan hak moral tidak demikian. Hak moral ini tetap mengikuti dan melekat pada diri Pencipta, walaupun Hak Ekonomi dari Hak Cipta tersebut telah
beralih atau dialihkan kepada orang lain.
26
Hak eksklusif adalah hak yang semata-mata diperuntukkan bagi pemegangnya sehingga tidak ada pihak lain yang boleh memanfaatkan hak tersebut tanpa izin dari
pemegangnya. Hak
eksklusif itu
dalam pengertian
“mengumumkan atau
memperbanyak”, memberikan izin kepada orang lain untuk mengumumkan danatau memperbanyak Ciptaannya.
27
Sesuai dengan Pasal 12 ayat 1 huruf a UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta “UUHC”, merupakan ciptaan yang dilindungi hak cipta. Hak untuk
mengumumkan dan memperbanyak buku dimiliki si penulis buku yang bersangkutan atau pihak lain yang diberikan izin untuk melakukan hal tersebut.
Sebagaimana pemegang hak cipta memiliki hak eksklusif atas hasil ciptaaanya buku, maka pemegang hak cipta tersebut memiliki hak eksklusif atas segala hak
yang timbul hak turunan bila ciptaan tersebut dialihwujudkan dalam bentuk produk- produk yang berbeda, sebagai contoh dibuatnya suatu buku menjadi film ataupun
26
Rachmadi Usman, Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual, Alumni, Bandung, 2003, hal.112.
Universitas Sumatera Utara
19
diterjemahkan ke dalam bahasa asing. Hal ini mengacu kepada penjelasan pasal 2 ayat 1 UUHC.
Oleh karena itu, agar dapat menerbitkan buku asing atau terjemahannya, penerbit harus terlebih dahulu mendapatkan izin berupa lisensi dari pencipta atau
pemegang hak cipta buku asing tersebut. Dari perjanjian lisensi tersebut, pihak penerbit akan mengetahui apa saja hak dan kewajibannya sebagai penerima lisensi.
Terjemahan, berdasarkan UUHC, dilindungi sebagai ciptaan tersendiri dengan tidak mengurangi hak cipta dari ciptaan asli lihat pasal 12 ayat 1 huruf l jo ayat 2
UUHC. Kemudian, sebagai bagian dari hak moral pencipta, penerbit buku terjemahan wajib mencantumkan nama penulis asli buku terjemahan tersebut. Selain
itu, penerbit tidak boleh mengubah isi maupun judul buku kecuali mendapat izin dari penulis asli atau ahli warisnya lihat pasal 24 UUHC.
28
Dengan demikian, sesuai dengan ketentuan Pasal ini, sepanjang sebuah karya tulisan dilindungi Hak Cipta dimana perlindungan Hak Ciptanya tersebut masih
berlaku, maka setiap orang yang ingin menerjemahkan karya tersebut ke dalam bahasa lain harus mendapatkan izin terlebih dahulu dari pemegang Hak Cipta atas
karya aslinya itu. Pemberian hak penerjemahan ini merupakan salah satu “hak eksklusif” yang
dimiliki oleh Pemegang Hak Cipta berkat Hak Ciptanya tersebut. Dalam melaksanakan hak eksklusif itu, terserah kepada si Pemegang Hak Cipta apakah hak
28
http:www.google.com Hak Kekayaan Intelektual Hak-Hak Penerbit.html, diakses 22 Maret 2011.
Universitas Sumatera Utara
20
penerjemahan yang diberikan berlaku eksklusif hanya kepada satu penerjemah untuk satu wilayah tertentu, atau memberikannya kepada banyak penerjemah sekaligus di
suatu wilayah. Maka itu, jangan heran kalau Anda menemukan banyak versi terjemahan atas suatu karya dimana semua versi tersebut mengklaim sebagai
terjemahan resmi, atau authorized translation. Perjanjian yang sah adalah perjanjian yang memenuhi syarat-syarat yang
ditetapkan oleh undang-undang. Perjanjian yang sah diakui dan diberi akibat hukum. Menurut ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata syarat sah perjanjian adalah:
1. Adanya persetujuan kehendak antara pihak-pihak yang membuat perjanjian konsensus.
2. Ada kecakapan pihak-pihak yang membuat perjanjian capacity. 3. Adanya suatu hal tertentu objek.
4. Ada suatu sebab yang halal causa.
29
Menurut ketentuan Pasal 1338 KUHPerdata, perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya, tidak dapat ditarik
kembali tanpa ada persetujuan kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang cukup menurut undang-undang dan harus dilaksanakan dengan itikad baik.
30
Penyelesaian sengketa undang-undang hak cipta diatur dalam Pasal 55 sampai dengan Pasal 67.
29
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandar Lampung, 2000, hal 228.
30
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
21
2. Konsepsi