Penyelesaian sengketa diluar pengadilan non ligitasi

98 4 Putusan atas permohonan kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat 3 yang memuat secara lengkap pertimbangan hukum yang mendasari putusan tersebut harus diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum. 5 Panitera mahkamah agung wajibb menyampaikan salinan putusan kasasi kepada panitera paling lama 7 tujuh hari setelah putusan atas permohonan kasasi diucapkan 6 Juru sita wajib menyampaikan salinan putusan kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat 5 kepada pemohon kasasi dan termohon kasasi paling lama 7 tujuh hari setelah putusan kasasi diterima oleh panitera.

2. Penyelesaian sengketa diluar pengadilan non ligitasi

Dalam UUHC diatur pula penyelesaian sengketa hak cipta diluar pengadilan, diantaranya melalui arbitrase. Penggunaan arbitrase dalam penyelesaian sengketa hak cipta dapat dilihat dalam Pasal 65 UUHC. Disebutkan didalamnya, bahwa penyelesaian perselisihan menyangkut hak cipta dapat dilakukan melalui arbitrase atau alternative penyelesaian sengketa out court settlement. Pada umumnya, dalam sengketa-sengketa bisnis penyelesaian melalui luar pengadilan lebih dipilih dari pada penyelesaian melalui pengadilan. Beberapa keuntungan penyelesaian melalui nonlitigasi, seperti halnya melalui arbitrase, diantaranya adalah dijaminnya kerahasiaan sengketa para pihak, kemudian dapat dihindarinya keterlambatan karena masalah procedural dan administratif, para pihak Universitas Sumatera Utara 99 dapat menentukan pilihan hukum untuk penyelesaian masalah, proses dan tempat penyelesaiannya dan lain-lain. Kenyataannya apa yang telah disebutkan diatas tidak sesuai dengan keadaan, sebab di Negara-negara tertentu proses peradilan ternyata dapat lebih cepat dari proses arbitrase. Satu-satunya kelebihan arbitrase dibandingkan dengan pengadilan adalah sifat kerahasiaannya, karena putusan yang dihasilkannya tidak dipublikasikan. Keberadaan dan ketentuan arbitrase di Indonesia diatur dalam Undang- Undang No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Disebutkan dalam Pasal 1 ayat 1, bahwa arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Berdasarkan pasal tersebut, diketahui bahwa penyelesaian melalui arbitrase haruslah didasarkan pada perjanjian tertulis yang dibuat oleh para pihak, baik berupa klausula yang tertera dalam perjanjian pokok maupun dituangkan dalam perjanjian tersendiri yang dibuat setelah timbulnya sengketa. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 ayat 3 UU Arbitrase yang menyatakan : Perjanjian arbitrase adalah suatu kesepakatan berupa klausula arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum timbul sengketa atau suatu perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul sengketa. Universitas Sumatera Utara 100 Apabila para pihak telah memilih penyelesaian melalui arbitrase dan terikat dalam perjanjian didalamnya, maka pengadilan harus menyatakan dirinya tidak berwenang untuk mengadili sengketa jika suatu saat timbul permasalahan hukum diantara para pihak. Hal ini, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 3 UU Arbitrase, yang menyatakan bahwa Pengadilan Negeri tidak berwenang untuk mengadili sengketa para pihak yang terikat dalam perjanjian arbitrase. Perkembangan dunia bisnis dan banyaknya transaksi bisnis yang berkaitan dengan HAKI, misalnya dalam bentuk perlindungan hukum hak cipta dibutuhkan penyelesaian sengketa secara bisnis yang amicable solution bagi para pihak yang berkepentingan atas bisnis atau sengketa tersebut. Tuntutan penyelesaian secara bisnis ini bukan semata-mata karena tekanan dari Negara-negara maju ke Negara- negara berkembang ataupun ketidakpercayaan masyarakat khususnya pelaku bisnis akan proses jalur pengadilan. Bagaimanapun juga jalur pengadilan tetap diperlukan sebagai the last resort dari penyelesaian bisnis, itupun dengan bentuk pengadilan yang berkompeten. Kontra bisnis internasional selalu malibatkan para pihak yang tunduk pada dua atau lebih system hukum naasional yang berbeda sehingga apabila terjadi sengketa dalam pelaksanaan kontra tersebut, selalu timbul masalah hukum dalam meyelesaikannya. Dalam persengketaan, perbedaan pendapat dan perdebatan yang berkepanjangan biasanya mengakibatkan kegagalan proses mencapai kesepakatan. Keadaan seperti ini biaasanya berakhir dengan putusnya jalur komunikasi yang sehat Universitas Sumatera Utara 101 sehingga masing-masing pihak mencari jalan keluar tanpa memikirkan nasib ataupun kepentingan lainnya. Agar tercipta proses penyelesaian sengketa yang efektif, prasyarat yang harus dipenuhi adalah kedua belah pihak harus sama-sama memperhatikan atau menjunjung tinggi hak untuk mendengar dan hak untuk didengar. Dengan prasyarat tersebut proses dialog dan pencarian titik temu yang akan menjadikan. Ada 3 tiga factor utama yang mempengaruhi proses penyelesaian sengketa yaitu : a. Kepentingan interest b. Hak-hak rights c. Status kekuatan power Para pihak yang bersengketa menginginkan agar kepentingannya tercapai, hak-haknya dipenuhi, dan kekuasaannya diperlihatkan, dimanfaatkan, dan dipertahankan. Dalam proses penyelesaian sengketa, pihak-pihak yang bersengketa lazimnya akan bersengketa mempertahankan ketiga factor tersebut diatas. Sebagaimana ditentukan dalam Pasal 65, bahwa selain penyelesaian sengketa melalui Pengadilan Niaga, para pihak dapat menyelesaikan perselisihan tersebut melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa. pengaturan Arbitrase dan ADR Alternatif Dispute Resolution ini adalah sama dengan pengaturan dalam undang-undang HAKI lainnya. Universitas Sumatera Utara 102 Bila menyimak sejarah perkembangan ADR di Negara tenaga tempat pertama kali dikembangkan Amerika Serikat, pengembangan ADR dilatarbelakangi oleh kebutuhan sebagai : 1 Mengurangi kemacetan di pengadilan. Banyaknya kasus-kasus yang diajukan ke pengadilan menyebabkan proses pengadilan sering kali berkepanjanngan sehingga memakan biaya yang tinggi dan sering memberikan hasil yang kurang memuaskan. 2 Meningkatkan ketertiban masyarakat dalam proses penyelesaian sengketa. 3 Memperlancar serta memperluas akses keadilan. 4 Memberikan kesempatan bagi tercapainya penyelesaian yang menghasilkan keputusan yang dapat diterima oleh semua pihak dan memuaskan. Undang-undang No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah dasar pengaturan alternatif penyelesaian sengketa dan arbitrase sebagai suatu hukum yang berlaku di Indonesia. Artinya apabila para pihak ingin menyelesaikan sengketanya harus mngacu dan tunduk pada hukum acara dan seluruh syarat prosedural dalam UU No.30 Tahun 1999, bukan tunduk pada undang- undang hak cipta. Dengan memperhatikan penerapan HKI di Negara-negara barat,maka penyelesaian terhadap pelanggaran infringement terhadap pemegang HKI diselesaikan secara perdata, misalnya dengan membayar ganti rugi, kompensasi termasuk keuntungan yang seharusnya diperoleh dari biaya-biaya yang timbul untuk Universitas Sumatera Utara 103 mengajukan gugatan dan bukan berdasarkan hukum public dengan menerapkan,misalnya;hokum pidana dengan sanksi pidana penjara.oleh karena i itu, jangan heran apabila copyrights,design patatens act 1998 yang dimiliki inggris tidak mencantumkan sanksi pidana,begitu pula dalam sistem HKI di Australia. 75 Khusus untuk masalah rahasia dagang pola penyelesain sengketanya sangatlah berbeda, karena berkaitan dengan kerahasiaan, yakni bersifat tertutup. Secara umum penyelesaian sengketa rahasia dagang dapat dilakukan melalui dua mekanisme, yakni lembaga peradilan atau non peradilan. Lembaga peradilan adalah lembaga yang mempunyai fungsi menyelesaikan masalah rahasia dagang, dimana kekuatan putusan dari lembaga peradilan ini bersifat mengikat kepada para pihak dan dari sifat persidangan tertutup. Kemudian lembaga non peradilan adalah penyelesaian sengketa rahasia dagang diselesaikan diluar lembaga peradilan ini dikenal dengan istilah lembaga ADR alternative dispute resolution. Kalau memperhatikan pada dua mekanisme diatas,maka sangatlah tepat apabila penyelesaian sengketa rahasia dagang melalui lembaga ADR.george applebely dalam tulisannya An overview alternatifdispute resolution dengan merujuk pendapat lebermann dan Hendry;bahwa ADR pertama –tama adalah merupakan suatu eksperimen untuk mencari : 1. model-model baru dalam penyelesaian sengketa; 75 Ibid. Universitas Sumatera Utara 104 2. penerapan-penerapan baru terhadap metode-metode lama 3. forum-forun baru bagi penyelesaian sengketa; dan 4. penekanan yang berbeda dalam pendidikan hukum. 76 Pendapat yang lebih spesifik pengertian ADR disampaikan oleh Philip D. Bostwik yang menyatakan bahwa ADR merupakan serangkaian praktik dan teknik- teknik hukum yang ditujukan untuk : a. memungkinkan sengketa-sengketa hokum diselesaikan diluar pengadilan untuk keuntungan atau kebaikan para pihak yang bersengketa sendiri. b. Mengurangi biaya dan keterlambatan kalau sengketa tersebut diselesaikan melalui ligitasi konvensional; c. Mencegah agar sengketa-sengketa hokum tidak dibawa kepengadilan. 77 Pendapat lainnya mengatakan bahwa ADR adalah sebuah konsep yang mencakup berbagai bentuk penyelesaian sengketa selain proses pengadilan melakui cara-cara yang sah menurut hokum, baik berdasarkan pendekatan consensus atau tidak berdasarkan pendekatan consensus. 78 Dari pengertian-pengertian ini, maka kehadiran lembaga ADR pada hakikatnya merupakan perimbangan atas kondisi dan realitas dari eksistensi system 76 Nanang Sutrisno. “Dasar-Dasar Penyelesaian Sengketa Alternative”, Makalah Disampaikan Dalam Pelatihan Alternative Dispute Resolution Adr, Diselenggarakan Oleh Fakultas Hokum Uii Kerjasama Dengan The Asia Foundation, Yogyakarta tanggal 19 sd 22 agustus 1999, hal 3-4. 77 Ibid. 78 Hadimulyo., Mempertimbangkan ADR Kajian Alternatif Penyelesaian Sengketa Diluar Peradilan, Elsam, Jakarta, 1997 hal 2. Universitas Sumatera Utara 105 peradilan yang mulai banyak dipertanyakan orang, baik dari segi efektivitasnya maupun dari segi prosedur penyelesaiannya. Sudah menjadi rahasia umum bahwa proses penyelesaian melalui lembaga peradilan akan memakan waktu lama, berbelit-belit, dan biaya sangat mahal. Anggapan ini sudah terjadi sejak abad ke-18 ketika Voltaire berkata “I was ruined but twice-once when I gained a lawsuit, and one when ilost one”. Kemudian Abraham Licoln menasihatkan : “hindarilah perkara di pengadilan, sedapat mungkin ajaklah tetangga-tetangga anda untuk berkompromi. Tunjukkan kepada mereka betapa orang yang menang berperkara seringkali merupakan orang yang kalah”. 79 ADR yang selama ini dikenal pada prinsipnya mempunyai berbagai macam bentuk :

1. NEGOSIASI