Kekurangan umum di berbagai program

4.3.1. Kekurangan umum di berbagai program

Bagian ini mengidentifi kasi beberapa kekurangan umum yang ditemukan di berbagai program, sementara permasalahan yang sifatnya spesifi k dalam program tertentu akan dibahas di bagian berikutnya.

4.3.1.1. Hampir tidak ada perlindungan sosial untuk pekerja sektor informal yang tidak masuk kategori

miskin

Pekerja di sektor informal merupakan kelompok yang paling sedikit mendapat perlindungan. Sebelum Sistem Jaminan Sosial Nasional nantinya berjalan, program jaminan sosial yang ada saat ini hanya terfokus pada pekerja formal seperti pegawai negeri sipil (Askes, Taspen), anggota TNI dan Polri (Asabri, Askes) dan pekerja swasta di sektor formal (Jamsostek). Walaupun pekerja sektor informal jumlahnya sekitar dua per tiga dari keseluruhan angkatan kerja, program yang menyasar mereka masih sangat sedikit dan tidak komprehensif. Program Jamsostek untuk pekerja di luar hubungan kerja dan Askesos cakupan dan tingkat perlindungannya relatif rendah, dan sejauh ini perkembangannya masih lambat.

Setelah masa ujicoba, program Jamsostek untuk pekerja di luar hubungan kerja tidak menunjukkan perkembangan yang signifi kan. Kebanyakan peserta tidak melanjutkan kepesertaan mereka setelah periode ujicoba selesai. Tidak lanjut dari ujicoba tersebut lemah atau bahkan tidak ada. Para pekerja kekurangan informasi/ petunjuk mengenai cara untuk mendaftarkan dirinya secara individu, dan kalaupun mereka tahu, banyak yang merasa kesulitan untuk mendaftar atau membayar iuran apabila mereka berada di wilayah yang tidak dekat dengan pelayanan Jamsostek. Di sisi lain, Jamsostek memiliki keterbatasan kapasitas untuk menjangkau pekerja informal yang tersebar di mana-mana, khususnya mereka yang berada di daerah terpencil. Ada sebagian kecil pekerja yang melanjutkan keanggotaan setelah masa ujicoba selesai (contohnya 50 orang pekerja yang ditemui di Kota Kupang). Dalam hal ini mereka memiliki keadaan khusus, di mana ada asosiasi pekerja yang berfungsi sebagai lembaga penghubung untuk memfasilitasi pendaftaran, pembayaran iuran dan pengajuan klaim.

Program Askesos juga baru menjangkau sejumlah kecil pekerja informal dan tingkat perlindungan yang disediakan juga relatif rendah. Banyak pihak masih mempertanyakan keberlanjutan program tersebut, karena program berjalan melalui yayasan lokal yang akuntabilitasnya belum tertata baik. Penyempurnaan Askesos yang dilakukan mulai tahun 2012 masih perlu dibuktikan efektivitasnya.

UU SJSN merupakan fondasi yang menjanjikan bagi tercapainya jaminan sosial bagi seluruh pekerja di Indonesia. Namun demikian, SJSN belum mencapai tahap pelaksanaan dan masih dalam tahap persiapan. Tantangan besar

35 ke depan adalah untuk mendapatkan mekanisme yang efektif untuk menjangkau pekerja sektor informal yang sebagian besar belum pernah menjadi bagian program jamianan sosial apapun.

Perkembangan terakhir menuju penerapan UU Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah disusunnya peta jalan (roadmap) untuk BPJS I (Kesehatan) dan BPJS II (Ketenagakerjaan), melengkapi penyusunan berbagai peraturan Perkembangan terakhir menuju penerapan UU Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah disusunnya peta jalan (roadmap) untuk BPJS I (Kesehatan) dan BPJS II (Ketenagakerjaan), melengkapi penyusunan berbagai peraturan

4.3.1.2. Tingginya penghindaran di sektor swasta formal

Di sektor swasta, rendahnya jangkauan karena penghindaran membutuhkan perhatian khusus. Meskipun seluruh pekerja formal wajib diikutsertakan dalam program Jamsostek, keanggotaan Jamsostek saat ini masih rendah. Di tahun 2011, hanya 10.311.669 pekerja yang menjadi peserta aktif program Jamsostek untuk JKK, JK dan JHT. Di tahun yang sama, jumlah peserta aktif Jamsostek JPK berjumlah 2.567.672 pekerja (Laporan Tahunan Jamsostek 2011). Berdasar data dari Kementerian Kesehatan, jumlah total pekerja swasta serta keluarganya yang memiliki asuransi (baik Jamsostek, asuransi swasta maupun layanan kesehatan yang disediakan pengusaha dan lain-lain) berjumlah 6 persen dari populasi.

Salah satu penyebab yang diungkapkan oleh pihak Kemenakertrans adalah kurangnya petugas pengawasan dan

ia

inspeksi di tingkat pusat dan di daerah. Berbeda dengan Jamsostek, berdasarkan UU No 24/2011, BPJS Kesehatan

es d on

dan BPJS Ketenagakerjaan diberi peran pengawasan. Mekanisme kontrol dan monitoring perlu ditingkatkan, dan

In l

perlu dikembangkan cara-cara yang inovatif untuk pelaksanaanya.

ia os

S an g u n

4.3.1.3. Keterbatasan data dan permasalahan penyasaran

d lin

er P

Sejumlah program dihadapkan pada masalah kurangnya data, dan berakibat pada penetapan sasaran yang kurang

an

as d akurat. Program yang menyasar kelompok khusus seperti orang dengan kecacatan, anak dengan kebutuhan khusus

an L

atau lansia telantar memerlukan infomasi khusus mengenai warga dengan karakteristik tersebut. Sejauh ini belum

ju u

ada data akurat mengenai kelompok-kelompok sasaran tersebut. Terlebih lagi, defi nisi yang digunakan juga sering

Men

tidak jelas atau tidak seragam.

ia :: es

on d Misalnya, untuk JSPACA dan program lain yang menyasar disabilitas saat ini belum ada klasifi kasi kecacatan yang

i In d seragam. Berbagai lembaga atau kementerian memiliki defi nisi yang berbeda-beda. Demikian juga halnya dengan al JSLU. Meskipun Pedoman Pelaksanaan JSLU mencantumkan kriteria sasaran namun defi nisi tersebut masih terlalu

on si

luas dan belum didukung database yang akurat. Penargetan program seperti JSPACA, JSLU dan PKSA hanya

Na

mengandalkan identifi kasi yang dilakukan oleh dinas sosial atau pekerja sosial, yang kapasitasnya tidak cukup

ia log

n D untuk melakukan pengumpulan data secara sistematis.

ka ar d as

Upaya untuk memperbaiki pendataan terus dilakukan. Diantaranya adalah penetapan database terpadu untuk

er

ia l B program perlindungan sosial (berdasarkan dataset PPLS 2011) yang berisi data mengenai 40 persen masyarakat

os

dengan kondisi sosial-ekonomi terendah. Data tersebut tersedia mulai awal tahun 2012. Database tersebut dirancang

S an

untuk dijadikan dasar penetapan target program perlindungan sosial dan akan diadopsi oleh berbagai program

secara bertahap. Karena proses adopsi masih berlangsung, saat ini kita belum dapat menilai dampaknya terhadap

lin er

efektifi tas dan efi siensi program. Pertanyaan yang masih ada seputar data tersebut diantaranya apakah informasi

P an

yang ada dalam database tersebut cukup detail untuk dapat digunakan oleh semua program , dan seberapa sering

d as an

database tersebut akan diperbarui, sehingga mampu mengimbangi keadaan sosial-ekonomi masyarakat Indonesia

n L ia

yang sangat dinamis.

ila P en

4.3.1.4. Masalah koordinasi dan tumpang-tindih antarprogram

36 Banyak program perlindungan sosial yang fungsinya saling melengkapi satu sama lain. Namun, masalah koordinasi sering menghambat kerjasama, sehingga dampaknya tidak optimal. Jamkesda, misanya, yang dirancang untuk melengkapi program Jamkesmas, memiliki sistem pendataan dan penetapan target yang benar-benar terpisah dari Jamkesmas. Tumpang tindih penerima dapat terjadi (sebagaimana ditemukan di beberapa wilayah seperti

Kabupaten Timor Tengah Selatan, NTT di mana penilaian ini dilakukan dan pemeriksaan silang (crosscheck) data penerima sering sulit dilakukan.

Program BSM dan PKH merupakan program bantuan tunai dengan sasaran serupa. Namun, kedua program tersebut dikelola secara terpisah dan identifi kasi penerima juga dilakukan terpisah. Di tingkat nasional, ada persetujuan

bahwa BSM harus memprioritaskan siswa dari keluarga penerima PKH, namun di tingkat kabupaten hal itu sering tidak diimplementasikan.

Berbagai program, walaupun memiliki sasaran penerima yang sama, dikelola secara sendiri-sendiri, (ada yang dikelola langsung dari pusat, ada yang melalui pemerintah provinsi, dan ada yang dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten) meskipun program dapat berjalan jauh lebih efi sien apabila saling bersinergi. Di sisi lain, pertukaran informasi (secara vertikal antardinas maupun secara horizontal) kadang tidak berjalan. Petugas di salah satu kantor kabupaten yang diwawancara mengeluhkan bahwa mereka tidak mendapat informasi mengenai sebagian program yang dijalankan oleh pusat maupun provinsi, sehingga sinkronisasi program sullit dilakukan.