Anak-anak “Semua anak harus menikmati jaminan penghidupan untuk memastikan akses terhadap nutrisi, pendidikan dan perawatan/pengasuhan”.
4.2.3. Anak-anak “Semua anak harus menikmati jaminan penghidupan untuk memastikan akses terhadap nutrisi, pendidikan dan perawatan/pengasuhan”.
4.2.3.1. Program pendidikan (BOS dan beasiswa untuk siswa miskin) Bantuan Operasional Sekolah (BOS)
Program-program bantuan sosial Pemerintah dalam bidang pendidikan mencakup di antaranya program Bantuan Operasional Sekolah (BOS), program beasiswa bagi siswa dari keluarga miskin dan program pembangunan serta rehabilitasi sekolah. Sesuai dengan amendemen UUD 1945 yang mengharuskan anggaran pendidikan setidaknya sebesar 20 persen dari total anggaran belanja negara, pengeluaran untuk pendidikan pada tahun 2012 dianggarkan sebasar Rp 308 triliun (Nota Keuangan dan APBN-P 2012) dan pada tahun 2013 diperkirakan sebesar Rp 331,8 triliun (Nota Keuangan dan RAPBN 2013).
Bantuan operasional sekolah (BOS) adalah komponen utama dari program bantuan sosial Pemerintah di bidang pendidikan. Pemerintah memberikan block grant ke sekolah dengan tujuan untuk menyediakan pendidikan dasar
(dari kelas 1 sampai kelas 9) secara cuma-cuma dan memastikan bahwa semua pelajar bisa mendapatkan pendidikan
ia
es
dasar yang berkualitas. Alokasi anggaran untuk program BOS dalam lima tahun terakhir telah meningkat dari Rp
on d ia l In
4,8 triliun pada 2005 menjadi Rp 23,6 triliun pada 2012. Peningkatan ini berdampak pada peningkatan jumlah
penerima manfaat dan juga jumlah bantuan per kapita. Program tersebut menjangkau 34,5 juta siswa pada 2005,
os
S g an
41,9 juta siswa pada tahun 2008, dan 44,7 juta siswa pada tahun 2012. Dana bantuan per kapita yang diterima
d sekolah dasar (SD) adalah Rp 235.000 per siswa per tahun pada 2005 dan Rp 254.000 per siswa per tahun pada
as d Pada tingkat Sekolah Menegah Pertama (SMP), bantuan yang diberikan meningkat dari Rp 324.500 per siswa per
an L
tahun pada 2005 menjadi Rp 354.000 per siswa per tahun pada 2008. Sejak 2010, program tersebut membedakan
u ju
jumlah dana bantuan per kapita untuk siswa di perkotaan dan pedesaan. Alokasi untuk sekolah-sekolah di perkotaan
:: Men
berjumlah Rp 400.000 per siswa per tahun untuk siswa sekolah dasar (SD) dan Rp 575.000 per siswa per tahun
ia es
untuk siswa sekolah menengah pertama (SMP) sedangkan untuk sekolah-sekolah di pedesaan menerima dana
on d In
bantuan sebesar Rp 397.000 per siswa per tahun untuk tingkat SD dan Rp 570.000 per tahun untuk siswa sekolah
al menengah pertama.
on si
Subsidi untuk Siswa Miskin (SSM)
Na ia log
Program Subsidi Siswa Miskin merupakan kelanjutan dari program yang sebelumnya dinamai Beasiswa untuk Siswa
n D ka
Miskin (BSM). Program ini menargetkan pelajar miskin dari tingkat dasar hingga universitas. Saat diluncurkan pada
ar d as
2008, program tersebut memiliki anggaran Rp 2,2 triliun dan menjangkau 2,7 juta siswa. Pada 2012, anggaran yang
ia l B er
dialokasikan untuk program ini adalah Rp 5,9 triliun, dan jangkauannya lebih luas, sekitar 6,3 juta siswa (APBN-P
2012). Uang untuk siswa ditransfer langsung dari kementrian ke siswa yang bersangkutan, biasanya melalui layanan
Penargetan program BSM masih kurang jelas. Jumlah penerima manfaat didasarkan atas ketersediaan dana yang
er P
diterima provinsi dari Kementerian Pendidikan, dan seleksi penerima manfaat seringkali diserahkan pada dinas
an d as
pendidikan daerah atau kepala sekolah. Di tingkat nasional, ada kesepakatan bahwa beasiswa harus diprioritaskan
an
n L ia ila
untuk siswa yang keluarganya merupakan penerima Program Keluarga Harapan (PKH) karena mereka dari keluarga
sangat miskin. Meskipun demikian, pada prakteknya sekolah atau dinas pendidikan daerah mungkin memiliki
P en
pertimbangan lain, seperti pemerataan bantuan kepada siswa miskin yang belum mendapatkan bantuan dari program PKH.
22 Program BSM tidak mengikuti siswa penerimanya. Artinya siswa yang menerima beasiswa sewaktu di bangku SD mungkin tidak lagi menerima bantuan ketika ia masuk SMP, meskipun keadaan ekonominya tetap sama. Bahkan juga ditemukan (di NTT) bahwa di sekolah yang sama penerima dapat berubah-ubah. Keadaan ini menunjukkan bahwa metode penargetan perlu diperjelas dan database penerima perlu diperbaiki.
Sebagian pemerintah provinsi atau kabupaten memiliki program pendidikan yang bertujuan untuk melengkapi program BOS dan beasiswa. Di Maluku, misalnya, pemerintah provinsi memperluas jangkauan program BOS ke sekolah menengah atas (untuk siswa usia 15-18 tahun). Diskusi-diskusi yang berlangsung di Maluku selama proses Penilaian mengarah pada rekomendasi untuk juga membuat program beasiswa dengan menggunakan anggaran provinsi, untuk melengkapi program beasiswa nasional. Pemerintah provinsi Jawa Timur memperluas program BOS ke pondok-pondok pesantren yang saat ini tidak menjadi bagian dari program BOS pemerintah pusat.
4.2.3.2. Program Bantuan Tunai Bersyarat Program Keluarga Harapan (PKH)
Program Keluarga Harapan utamanya dirancang untuk meningkatkan kesehatan ibu hamil dan bayi serta pendidikan dasar bagi rumah tangga miskin. Dalam Penilaian ini, PKH ditempatkan di bawah judul jaminan pendapatan untuk anak, karena anak-anak merupakan kelompok yang paling banyak menerima manfaat dari program ini, baik dalam hal jumlah bantuan maupun lamanya pemberian bantuan. Namun demikian, kita dapat melihat bahwa program ini juga memberikan jaminan pendapatan bagi perempuan di usia produktif pada saat kehamilan dan persalinan.
Saat pertama diperkenalkan pada tahun 2007, program ini merupakan proyek percontohan di tujuh provinsi. Pada tahun 2012, PKH telah menjangkau 1,5 juta rumah tangga sangat miskin di 1.462 Kabupaten/Kota pada 33 provinsi, dengan alokasi anggaran Rp 1,8 triliun. Program ini ditargetkan menjangkau 3 juta rumah tangga sangat miskin pada tahun 2014 (RKP 2013, APBN 2012). Saat ini, prioritas diberikan pada daerah-daerah miskin (daerah dengan jumlah rumah tangga sangat miskin yang tinggi, tetapi terdapat fasilitas perawatan kesehatan dan pendidikan). Wilayah yang saat ini disasar oleh PKH merupakan wilayah yang dianggap memiliki pelayanan sosial (kesehatan dan pendidikan) yang relatif memadai. Namun tantangan besar akan dihadapi ketika memperluas jangkauan ke wilayah baru, terutama yang terletak di Indonesia Timur, mengingat layanan kesehatan dan pendidikan masih terbatas dan perlu perbaikan.
Penerima manfaat terdiri atas rumah tangga yang memiliki anak usia kurang dari 15 tahun (atau 15-18 tahun, apabila belum menyelesaikan kelas 9) dan/atau perempuan hamil atau menyusui. Jumlah yang diterima bervariasi berdasarkan struktur keluarga dan kepatuhan mereka dalam persyaratan pendidikan dan kesehatan. Setiap rumah tangga menerima antara Rp 600.000 hingga Rp 2.200.000 per tahun. Syarat-syarat pemberian bantuan ini di antaranya: (1) anak bersekolah dan hadir paling tidak 85 persen hari sekolah; (2) ibu hamil/menyusui dan bayi 0-6 tahun secara teratur mengunjungi fasilitas kesehatan untuk pemeriksaan kesehatan.
Tabel 6: Manfaat program PKH Manfaat per Rumah Tangga
Skema Manfaat
(Rp per tahun)
Manfaat Tetap 200 000 Anak di bawah usia 6 tahun, ibu hamil/menyusui
800 000 Anak di sekolah dasar
400 000 Anak di sekolah menengah pertama
800 000 Rata-rata manfaat per rumah tangga miskin
1 390 000 Manfaat minimum per rumah tangga miskin
600 000 Manfaat maksimum per rumah tangga miskin
Sumber: Kementerian Sosial, 2010
Sebuah studi oleh Febriany, Toyamah dan Sodo (2010) memperlihatkan bahwa PKH telah memotivasi rumah tangga perdesaan untuk mempertahankan anak-anak di sekolah dan berkontribusi untuk meningkatkan tingkat partisipasi sekolah. Untuk ibu hamil dan menyusui, pemberian bantuan tunai yang disertai keharusan untuk memeriksa kesehatan juga telah meningkatkan tingkat pemeriksaan kehamilan dan bayi. Tetapi, studi tersebut mengungkapkan bahwa dampak program PKH masih terhambat oleh keterbatasan ketersediaan pelayanan kesehatan. Studi dampak Bank Dunia (2011) menunjukkan terjadinya “spill-over effect” terhadap tetangga para peserta yang tidak menerima bantuan tunai melalui peningkatan kunjungan ke puskesmas dan pola hidup yang lebih sehat. Hal ini terjadi melalui peranan yang kuat dari pendamping PKH dalam memotivasi masyarakat. Studi juga menemukan adanya perbaikan kesejahteran rumah tangga penerima antara lain dengan meningkatnya pengeluaran sebesar rata-rata Rp. 190.000 per orang atau sebesar 10 persen lebih tinggi dari saat sebelum masuk program. Peserta umumnya menggunakannya untuk membeli makanan yang lebih bergizi, dan pemeliharaan kesehatan. Tidak ada bukti peserta menggunakannya untuk barang non produktif seperti rokok dan alkohol.
Program Pengurangan Pekerja Anak untuk Mendukung Program Keluarga Harapan (PPA-PKH)
Program PPA-PKH bertujuan untuk mengurangi jumlah pekerja anak di antara rumahtangga target PKH. Anak-anak dari keluarga target PKH yang bekerja dan tidak lagi sekolah akan difasiliasi transisinya untuk kembali ke sekolah.
ia
Anak-anak ini ditempatkan di shelter/pusat pelatihan di mana mereka diberi pelatihan akademis dan motivasi
es d on
selama satu bulan, dan diikuti dengan pendampingan di luar shelter oleh petugas sosial, untuk mempersiapkan
In l ia
mereka kembali ke sekolah. Program ini dijalankan oleh Kemenakertrans dan berkoordinasi dengan Kemendiknas,
os S
Kemenkes, Kemenag, serta Kemensos yang terlibat dalam program PKH.
an g
u n d Program ini dimulai pada tahun 2008, dengan menyasar 4.853 anak di 48 kabupaten di 7 provinsi. Di tahun
lin er
pertama pencapaian jumlah anak yang kembali ke sekolah (return to school rate) baru mencapai 32%. Jumlah
P an
sasaran di tahun 2010 adalah 3.000 anak di 50 Kabupaten di 13 provinsi, dan 74% berhasil dikembalikan ke sekolah
as d an
(Kemenakertrans, 2012). Di tahun 2012 jumlah sasaran meningkat menjadi 10.750 anak di 84 kabupaten di 21
L u ju
provinsi. Hingga saat ini, belum ada evaluasi terkait pelaksanaan program ini.
:: Men
Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
ia es on
Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA) adalah bantuan tunai bersyarat khusus bagi anak-anak dengan masalah
i In d sosial. Program ini menargetkan lima kelompok anak: balita telantar atau balita dengan kebutuhan khusus, anak al telantar (6-18 tahun), anak jalanan (6-18 tahun), anak yang bermasalah dengan hukum (6-16 tahun) dan anak
on si
penyandang disabilitas (0-18 tahun) (Keputusan Menteri Sosial No. 15/2005). Program ini menyediakan rekening
Na log
tabungan (Rp 1,8 juta/tahun pada 2011) yang dapat dicairkan untuk keperluan apapun, dengan persetujuan dari
ia
D n pekerja sosial yang ditugaskan. Persyaratan yang berlaku berbeda-beda untuk masing-masing kelompok sasaran ka
(tetap sekolah, berhenti bekerja di jalan, tidak melakukan tindakan kriminal dan seterusnya). Total anggaran untuk
ar
d as
2011 adalah Rp 287,1 miliar.
B er ia l
os S
Tabel 7. Jumlah sasaran PKSA dibanding estimasi jumlah anak yang membutuhkan
g an n
u d Jumlah sasaran program (Berdasarkan Perpres Estimasi jumlah anak yang membutuhkan
lin er
No. 3/2010) program PKSA (Pedoman Operasional PKSA,
142.530 anak terlantar 230.000 anak jalanan
ia n ila
6.925 Balita terlantar Lebih dari 10.000 anak yang berhadapan dengan
P en
4.200 anak jalanan hukum
24 46.000 anak dengan disabilitas 930 anak yang berhadapan dengan hukum
180.000 anak korban kekerasan 1.750 anak dengan disabilitas
Instruksi Presiden No. 3/2010 menetapkan target jumlah penerima manfaat pada 2011 mencakup 6.925 balita telantar/berkebutuhan khusus, 142.530 anak telantar, 4.200 anak jalanan, 930 anak dengan masalah kriminal dan 1.750 anak penyandang disabilitas. Pusat informasi Kementerian Sosial memberikan estimasi jumlah anak yang membutuhkan program tersebut sebanyak: 230.000 anak jalanan, lebih dari 10.000 anak yang menghadapi dakwaan pidana, 46.000 anak penyandang disabilitas berat dan lebih dari 180.000 anak korban kekerasan (Pedoman Operasional PKSA, 2010).
Jumlah capaian sasaran PKSA secara kumulatif selama 2010-2012 sebanyak 446.706 anak, yang terdiri dari 15.790 anak dan balita telantar, 408.051 anak telantar, 5.010 anak disabilitas, 12.715 anak jalanan, 1.930 anak yang berhadapan dengan hukum, dan 3.210 anak yang membutuhkan perlindungan khusus. Melihat angka tersebut, program ini baru menjangkau sebagian kecil dari jumlah anak yang membutuhkan. Selain itu, program ini juga menghadapi tantangan kurangnya data mengenai anak-anak dengan karakteristik yang menjadi target program sehingga menghambat pengawasan yang efektif (Puska UI dan Bank Dunia, 2011).
4.2.3.3. Program Makanan Pokok (Subsidi beras untuk masyarakat miskin -- Raskin)
Pada akhir dekade 1990-an, penduduk miskin, yang rata-rata seperempat penghasilannya digunakan untuk konsumsi beras, adalah kelompok yang paling terkena dampak naiknya harga beras selama krisis (Smeru, 2010). Krisis tersebut mengakibatkan menurunnya konsusmsi beras dan menurunnya status kesehatan anak (Bank Dunia, 2006). Untuk dapat mempertahankan tingkat konsumsi makanan keluarga, sebagian anak keluar dari sekolah dan bekerja (Smeru, 2010). Untuk melindungi konsumsi makanan pokok, mulai tahun 1998 pemerintah memperkenalkan program beras subsidi yang menyediakan 1,05 juta ton beras pada tahun fi skal tersebut. Meskipun program ini menargetkan unit rumah tangga, kami memilih untuk memasukkannya di bawah jaminan pendapatan untuk anak, mengingat anak dilihat sebagai penerima manfaat utama dari program ini.
Pada 2002, nama program tersebut diubah menjadi Beras untuk Orang Miskin – Raskin. Pada 2012, anggaran Rp 15,7 triliun dialokasikan untuk mensubsidi 3,41 juta ton beras, guna didistribusikan kepada 17,5 juta rumah tangga (APBN-P, 2012).
Sebuah studi oleh Sumarto, Suryahadi & Widiyanti (2005) melaporkan bahwa kepesertaan dalam program beras subsidi meningkatkan konsumsi rumah tangga sebanyak 4,4 persen dan hasilnya adalah bahwa rumah tangga penerima berkurang kemungkinannya untuk menjadi miskin sebanyak 3,83 persen dibanding dengan rumah tangga serupa yang tidak menerima.
Meskipun demikian, beberapa evaluasi yang telah dilakukan terhadap pelaksanaan Raskin mengemukakan bahwa program tersebut menghadapi persoalan dalam hal penargetan dan efi siensi. Hastuti et al (2009), misalnya
menemukan “banyak masalah muncul saat pendistribusian beras dari titik distribusi utama ke penerima manfaat” dan ada masalah “kurangnya informasi dan transparansi; penargetan, jumlah dan frekuensi dari beras yang diterima serta harga beras sering tidak jelas; pengelolaan program berbiaya tinggi, monitoring dan evaluasi tidak efektif; dan mekanisme penanganan keluhan yang tidak efektif”.
4.2.3.4. Program Makanan Tambahan Anak Sekolah
Kementerian Pendidikan, berkoordinasi dengan enam kementerian lain, meluncurkan Program Makanan Tambahan Anak Sekolah pada tahun 2010. Program ini menyediakan makanan tambahan bagi anak TK dan SD di
27 kabupaten/kota yang tertinggal dan terisolir. Pada 2011, program menargetkan sekitar 1,4 juta siswa TK/SD di bawah Kementerian Pendidikan serta Madrasah Ibtidaiyah (RA) dan Madrasah Aliyah (MI) di bawah Kementerian
Agama. Para pelajar menerima tiga kali makan setiap minggu. Anggaran dialokasikan sebesar Rp 250 miliar. Estimasi 25 biaya dari satu kali makan adalah Rp 2.600 di Indonesia bagian Timur dan Rp 2.250 di bagian Barat. Program ini
memprioritaskan pemberian makanan lokal.
4.2.3.5. Imunisasi Dasar untuk Balita
Imunisasi Dasar disediakan secara gratis kepada balita. Imunisasi terdiri dari BCG, DPT1-3, HepB3, Polio dan Campak. Cakupan di beberapa wilayah masih terhambat oleh kurangnya akses maupun kurangnya kesadaran masyarakat. Estimasi oleh UNICEF dan WHO menunjukkan bahwa pada tahun 2011 jangkauan vaksinasi adalah 82 persen untuk BCG, 86 persen untuk DPT1 dan 63 persen DPT3, 63 persen untuk HepB3, 70 persen untuk Polio3, and 89 persen untuk Campak (WHO dan Unicef, 2012).
Estimasi WHO tersebut menunjukan cakupan imunisasi di atas selama sepuluh tahun terakhir umumnya menunjukkan tren yang cukup stabil, dengan sedikit variasi dari tahun ke tahun. Grafi k estimasi untuk Campak menunjukkan kenaikan yang relatif lebih tinggi, sementara DPT3 menunjukkan penurunan sejak tahun 2006. 8
4.3.3.6. Tabel Rangkuman Table 8: Rangkuman program jaminan sosial untuk anak-anak Skema atau program
Kontribusi atau pendanaan
Jumlah orang yang dicakup
ia es
on d Bantuan Operasional
APBN
44,7 juta pelajar pada tahun 2012
l In ia
Sekolah (BOS)
Rp 23,6 triliun tahun 2012
os S
0,3 persen dari PDB (2012)
g an n d u
Beasiswa untuk siswa
APBN
6,3 juta siswa pada tahun 2012
lin er P
miskin (BSM)
Rp 5,9 triliun tahun 2012
an
d as an L
0,07 persen dari PDB (2012)
u ju
1,5 juta rumah tangga sangat Harapan (PKH)
Program Keluarga
APBN
:: Men ia es
Rp 1,8 triliun. Tahun 2012
miskin tahun 2012
0,02 persen dari PDB (2012)
d on i In d
Program Kesejahteraan
Rp 287 miliar tahun 2011
156,335 anak pada tahun 2011
al on
Sosial Anak (PKSA)
0,004 persen dari PDB (2011)
si Na ia log
Beras untuk Orang Miskin
17,5 juta rumah tangga tahun n D (Raskin)
APBN
RP 15,7 triliun tahun 2012
ka ar as
0,2 persen dari PDB (2012)
d er
l B ia
Program Makanan
APBN
1.4 juta siswa pada tahun 2011
os S
Tambahan Anak Sekolah
RP 250 miliar tahun 2011
g an u n
(PMTAS)
0,003 persen dari PDB (2011)
d lin er
P an
Imunisasi dasar untuk
APBN
BCG: 82%; DPT1: 86%; DPT3: 63%,
d as
Balita HepB3: 63%; Polio3: 70%; Campak:
8 Laporaan tersedia di http://apps.who.int/immunization_monitoring/en/globalsummary/timeseries/ tswucoveragebycountry.cfm?country=IDN dan diperbarui secara berkala.
4.2.3. Penduduk usia kerja “Penduduk usia kerja yang tidak bisa memperoleh pendapatan yang memadai dalam pasar kerja (karena menganggur, pekerjaan kurang, maupun dalam kondisi sakit atau hamil) menikmati jaminan pendapatan minimum melalui bantuan maupun melalui program-program ketenagakerjaan’
4.2.3.1. Jaminan pendapatan jika terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK)
Menurut UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, semua karyawan sektor swasta yang telah menyelesaikan masa percobaan empat bulan berhak mendapatkan pesangon. Pada saat dilakukan PHK, terlepas apapun alasannya, pengusaha wajib memberikan pesangon dan uang penghargaan masa kerja dalam bentuk lump sum. Jumlah uang pesangon berbeda-beda, tergantung masa kerja. Menurut UU ketenagakerjaan, jumlahnya adalah 1 bulan gaji untuk masa kerja kurang dari 1 tahun, 2 bulan gaji untuk masa kerja antara 1 dan 2 tahun, 3 bulan gaji untuk masa kerja 2 sampai 3 tahun, dan seterusnya sampai maksimal 8 tahun masa kerja. Karyawan yang sudah bekerja lebih dari 8 tahun akan menerima pesangon 9 bulan gaji.
4.2.3.2. Jaminan pendapatan jika sakit atau hamil
Menurut UU Ketenagakerjaan, pengusaha wajib membayar gaji penuh kepada karyawannya dalam hal mereka absen karena sakit. Karyawan tidak dapat dipecat karena sakit kecuali kalau hari tidak masuknya sudah melebihi 12 bulan. Karyawan perempuan harus diberikan 3 bulan cuti dengan bayaran pada saat hamil/melahirkan.
Program Askesos (Asuransi Kesejahteraan Sosial) adalah program Kementerian Sosial berupa skema penggantian pendapatan untuk pekerja sektor informal, yang dikelola melalui yayasan lokal selama 3 tahun. Dengan membayar iuran RP 5.000 per bulan, program ini menyediakan bantuan tunai kepada anggotanya pada saat sakit, mengalami kecelakaan kerja atau meninggal. Jika sakit, pekerja menerima Rp 300.000, tetapi dibatasi klaim per manfaat per tahun. Sampai saat ini jangkauan wilayah Askesos maupun jumlah pesertanya masih terbatas.
Saat ini tengah dikembangkan inisiatif baru untuk mentransformasi Askesos agar lebih sejalan dengan prinsip- prinsip asuransi sosial sesuai dengan peraturan perundangan mengenai jaminan sosial. Inisiatif tersebut saat ini tengah dalam percobaan dan pelaksanaannya bekerjasama dengan PT Jamsostek.
4.2.3.3. Kecelakaan kerja Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) Jamsostek untuk Pekerja Formal
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 14/1993 tentang program jaminan sosial pekerja, semua karyawan sektor swasta formal wajib menjadi peserta program jaminan kecelakaan kerja (JKK), jaminan kematian (JK) dan Jaminan Hari Tua (JHT) Jamsostek. Asuransi kecelakaan kerja mencakup kecelakaan di tempat kerja, penyakit yang disebabkan karena pekerjaan, dan kecelakaan yang terjadi pada saat melakukan perjalanan dari dan ke tempat kerja melalui rute yang biasa. Kontribusi dibayar penuh oleh pengusaha dan jumlahnya beragam mulai dari 0,24 hingga 1,74 persen dari gaji, tergantung pada tingkat risiko bidang pekerjaan.
Jamsostek untuk Pekerja Konstruksi
Jamsostek menyediakan paket khusus untuk pekerja konstruksi yang terdiri dari jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian. Berdasarkan Keputusan Menakertrans No. 196/1999, semua kontraktor atau subkontraktor yang melakukan pekerjaan konstruksi harus mendaftarkan seluruh pekerjanya dalam program khusus Jamsostek untuk Pekerja Konstruksi. Para pekerja mendapat perlindungan selama periode kontrak kerja mereka berlaku. Di tahun
27 2010, 4.330.383 pekerja konstruksi terdaftar dalam program ini.
Program Ujicoba Jamsostek untuk Pekerja di Luar Hubungan Kerja (Jamsostek LHK)
Salah satu skema yang disediakan dalam program percontohan Jamsostek untuk pekerja informal dilakukan adalah jaminan kecelakaan kerja. Kontribusi untuk jaminan kecelakaan kerja ditetapkan 1 persen dari pendapatan (“pendapatan” ditetapkan dengan upah minimum Rp 1 juta/bulan).
Askesos
Dalam pelaksanaan program Askesos tahun 2012, peserta menerima manfaat berupa asuransi kecelakaan maksimum Rp. 20 juta, penggantian gigi palsu Rp. 2 juta, cacat sebagian 70% x 80 bulan gaji dan santunan Rp. 200 ribu x 24 bulan. Untuk itu, pemerintah membayarkan iuran. Ke Jamsostek sebesar Rp. 10.400/orang/bulan. Pendaftaran dan pengelolaan administrasinya di lakukan oleh Lembaga Pelaksana Askesos (LPA/organisasi sosial) yang mendapatkan biaya operasional 12,5% dari total premi peserta yang diterima Jamsostek.
4.2.3.4. Jaminan Kematian Jaminan Kematian (JK) Jamsostek untuk Pekerja Formal
Jaminan kematian merupakan salah satu program Jamsostek yang wajib diikuti oleh seluruh karyawan sektor swasta (berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 14/1993 tentang program jaminan sosial pekerja). Jika terjadi kematian saat aktif bekerja (karena sebab apapun), keluarga yang menjadi tanggungan pekerja yang meninggal dunia menerima manfaat yang terdiri dari Rp. 10 juta santunan tunai dalam bentuk lump sum, santunan biaya penguburan Rp. 2 juta dan santunan tunai Rp. 200.000 per bulan selama 24 bulan. Kontribusi untuk jaminan kematian sebesar 0,3 persen
dari gaji ditanggung oleh pengusaha.
ia
es
on d Askesos untuk Pekerja Informal
l In ia os
Program Askesos (Asuransi Kesejahteraan Sosial) untuk pekerja sektor informal menyediakan santunan kematian
S an
sebesar Rp. 14 juta, biaya pemakaman Rp. 2 juta, dan santunan berkala Rp.200 ribu x 24 bulan, yang dibayarkan u n g d melalui Jamsostek.
lin er P
Jamsostek di Luar Hubungan Kerja (LHK)
an
as d Program percontohan Jamsostek untuk pekerja ekonomi informal juga mencakup jaminan kematian. Program
an L
tersebut menyasar pekerja ekonomi informal yang berpenghasilan paling tidak upah minimum (sekitar Rp.
ju u
1.000.000, tetapi berbeda-beda tergantung provinsinya). Kontribusi untuk jaminan kematian ditetapkan 0,3 persen
:: Men
dari upah minimum.
ia es on d
In i
d 4.2.3.5. Skema Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian Dalam SJSN yang akan berlaku al (Berdasarkan UU No. 40/2004 & UU No. 24/2011)
on si Na
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, undang-undang mengenai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU No
ia log
24/2011), sebagai bagian dari pelaksanaan sistem jaminan sosial nasional yang akan datang, mengatur bahwa
n D ka
jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian akan diberlakukan untuk semua pekerja, baik yang di sektor formal
ar d as
maupun informal. Skema jaminan tersebut nantinya akan menjadi bagian dari Jaminan sosial Ketenagakerjaan
er B l
yang menjadi domain Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS Ketenagakerjaan). BPJS
ia os
Ketenagakerjaan ditargetkan mulai beroperasi pada Juli 2015. Berdasarkan pengalaman program yang telah an g berjalan (khususnya Jamsostek LHK dan Askesos), kita dapat mengantisipasi bahwa memperluas cakupan jaminan
sosial kepada pekerja informal melalui skema iuran penuh akan sulit dilakukan.
lin er
P an
as d 4.2.3.6. Jaminan pendapatan untuk penduduk usia kerja yang tidak bekerja atau tidak cukup bekerja:
an ia n L
pemberdayaan masyarakat, pelatihan kerja, program usaha kecil
ila en P
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)
Indonesia memiliki pengalaman cukup panjang dalam program-program pemberdayaan masyarakat. Mulai tahun
28 2007, berbagai program pemberdayaan masyarakat diharmonisasi melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri. Melalui bantuan stimulan dan fasilitasi, masyarakat dapat menentukan sendiri prioritas
pembangunan dan melaksanakannya sehingga dapat tercipta kesempatan kerja di wilayah tersebut. PNPM saat ini terdiri atas dua sub program: PNPM inti dan PNPM Penguatan. PNPM inti adalah program pemberdayaan masyarakat berdasarkan jenis wilayah, termasuk di dalamnya adalah PNPM-Pedesaan, PNPM-Perkotaan, PNPM untuk Daerah tertinggal dan Daerah Khusus, PNPM-Infrastruktur Pedesaan, dan PNPM-Infrastruktur Sosial dan
Ekonomi. Sedangkan PNPM Penguatan adalah program pemberdayaan masyarakat terkait pencapaian sektor tertentu, seperti PNPM-Pengembangan Usaha Agrobisnis Pedesaan, PNPM Perikanan dan Kelautan, dan PNPM Pariwisata.
Pada tahun 2012, alokasi anggaran untuk PNPM sebesar Rp 13,4 triliun. Dari jumlah tersebut, alokasi PNPM Pedesaan sebesar Rp 10 triliun untuk didistribusikan ke 6.622 kecamatan. Setiap kecamatan menerima Rp 1,5 miliar-Rp 3 miliar, atau secara keseluruhan anggaran PNPM Pedesaan dan Perkotaan kira-kira setara dengan 0,18 persen dari PDB (APBN 2012). Lebih dari 60% pemanfaatannya adalah kegiatan infrastruktur yang memberikan banyak kesempatan kerja bagi masyarakat.
Program Balai Latihan Kerja (BLK)
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mengawasi Pusat Pelatihan Teknis dan Kejuruan yang dikenal dengan Balai Latihan Kerja (BLK). Balai ini menyediakan pelatihan kejuruan dan layanan penempatan kerja untuk pekerja formal dan informal. Pelatihan umumnya diberikan tanpa dipungut bayaran, meskipun beberapa BLK juga menyediakan kursus-kursus nonsubsidi. Pusat-pusat BLK ada di semua provinsi dan di beberapa kab/kota. Sejak adanya desentralisasi pemerintah pada 2001, 11 BLK dikelola oleh pemerintah pusat, 33 dikelola oleh pemerintah provinsi dan 141 dikelola oleh pemkab/pemkot.
Menurut Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (dikutip oleh Kantor Berita Antara, 2011), lulusan BLK memiliki peluang dipekerjakan (employability) yang tinggi. Pada 2009, dari 107.051 lulusan, 95.094 atau 89 persen terserap di pasar tenaga kerja. Sayangnya banyak pusat BLK, khususnya yang dikelola oleh Pemerintah daerah, kekurangan staf dan kurang terpakai. Kebanyakan fasilitas tidak berfungsi optimal dan perlu revitalisasi yang serius. Diperkirakan sekitar 6 persen dari perlengkapan pelatihan di BLK kabupaten/kota perlu perbaikan besar (Kementerian Tenaga Kerja, 2010). Tetapi, data lengkap mengenai kapasitas BLK, pendanaan dan kinerjanya sulit didapatkan di tingkat pusat.
Menurut survei yang dilaksanakan oleh Bank Dunia di sejumlah BLK, biaya per kapita untuk pelatihan sangat beragam. Rata-rata biaya per lulusan (pelatihan sekitar tiga bulan) di BLK yang dikelola oleh pusat adalah Rp 17 juta, sementara biaya per lulusan adalah di BLK provinsi Rp 9 juta dan di BLK kabupaten/kota Rp 4 juta. Jumlah rata-rata lulusan pada tahun 2009 untuk tiga jenis BLK kisarannya mendekati 1.300 per BLK untuk BLK yang dikelola oleh pusat, dan 650 di tingkat provinsi serta 340 di tingkat kabupaten/kota (World Bank, 2011C). Pendanaan untuk BLK pusat semuanya berasal dari pemerintah pusat, sementara untuk BLK provinsi dan kab/kota didanai secara bersama antara pemerintah pusat dengan provinsi atau kabupaten/kota.
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mengawali program revitalisasi BLK untuk meningkatkan kinerja BLK. Untuk mendukung program revitalisasi ini, proyek ILO EAST bekerja sama dengan BLK di beberapa provinsi. Menaker memberikan estimasi bahwa paling tidak dibutuhkan Rp 2 triliun per tahun untuk merevitalisasi seluruh BLK yang ada. Alokasi anggaran Pemerintah untuk pengoperasian BLK berjumlah Rp 540 miliar pada 2010 dan Rp 786 miliar pada 2011. Rata-rata, BLK pusat menghabiskan Rp 20,7 miliar per tahun sementara BLK provinsi menghabiskan Rp 5,8 miliar dan BLK kab/kota menghabiskan Rp 1,5 millar per tahun.
Program kredit mikro
Program kredit mikro pemerintah dimaksudkan untuk menyediakan akses terhadap kredit yang dapat dijangkau oleh orang miskin dan pengusaha kecil (yang biasanya tidak dapat mengajukan pinjaman ke bank karena kurangnya agunan). Kredit Usaha Rakyat (KUR) adalah sebuah program yang dilaksanakan oleh enam bank yang berpartisipasi menyediakan pinjaman kepada usaha mikro dan koperasi dengan skema jaminan 70 persen disubsidi oleh Pemerintah (Bank Indonesia, 2012). Sampai 2011, total pinjaman berjumlah Rp 29 triliun telah dipinjamkan kepada sekitar 6 juta pengusaha (Pernyataan Menteri Koordinator Perekonomian seperti dikutip Antara, 10 Januari
Program Padat Karya
Padat Karya merupakan sebutan yang sudah digunakan setidaknya sejak tahun 1970-an untuk program-program pembangunan infrastruktur desa yang secara khusus menciptakan lapangan kerja bagi warga setempat (Perdana Padat Karya merupakan sebutan yang sudah digunakan setidaknya sejak tahun 1970-an untuk program-program pembangunan infrastruktur desa yang secara khusus menciptakan lapangan kerja bagi warga setempat (Perdana
Setelah itu, pemerintah meneruskan program padat karya dalam skala yang lebik kecil tetapi lebih berjangka panjang. Tujuan padat karya utamanya adalah “memberikan dukungan penghasilan bagi penganggur dan orang miskin sembari membangun infrastruktur lokal” (OECD Employment Outlook, 2010). Permasalahan seputar penargetan dan efi siensi sering menjadi kritikan terhadap program Padat Karya (lihat antara lain: Ausaid, 1998; URDI, 1999; EPWSP, 2007)
Program pembangunan infrastruktur
Sejalan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2010-2014, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) meluncurkan sebuah program pembangunan infrastruktur dengan total anggaran US$ 47 miliar yang tersebar di 23 provinsi. Program infrastruktur tersebut “bertujuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar
ia
dan meraih daya saing bagi produk-produk Indonesia” (Bappenas, 2011). Proyek-proyek tersebut akan dilaksanakan
es
d on l In
oleh sektor swasta melalui kemitraan publik-swasta. Program ini dapat dilihat sebagai program yang memberi
peluang kerja bagi penduduk usia kerja. Namun demikian, meskipun proyek ini berpotensi menyediakan lapangan
ia os
kerja, tidak dapat dikategorikan sebagai program lapangan kerja publik (public employment) karena tidak ada ketentuan yang secara khusus mengatur demikian (bersifat padat karya atau tidak).
n g an d u lin
Program-program mata pencaharian oleh berbagai dinas dan kementerian
Beberapa kementerian (bidang pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan dan sebagainya) memiliki program
d an L
yang ditujukan untuk mendukung mata pencarian penduduk pedesaan. Program-program tersebut terdiri dari
u ju
pelatihan, penyuluhan, hibah atau permodalan (dalam bentuk tunai atau barang seperti bibit, alat, atau irigasi).
:: Men
Program-program tersebut dilaksanakan secara terpisah-pisah dan penetapan targetnya dilakukan sendiri-sendiri.
ia es
Jumlah program dan penerima manfaat juga berbeda-beda stiap tahunnya, tergantung dana yang dialokasikan on d pada tahun tersebut. Di tingkat lokal informasi mengenai program-program tersebut bersifat parsial dan sulit
Program Daerah
Na ia log
Pemerintah daerah sering kali memiliki program jaminan pendapatan dan pemberdayaan masyarakat yang
n D ka
ditujukan untuk orang miskin. Program-program yang dijalankan oleh pemerintah provinsi atau kabupaten/kota,
ar d as
secara umum menyasar rumah tangga atau masyarakat yang tidak tercakup oleh program-program nasional.
ia l B er
Di Jawa Timur misalnya, pemerintah provinsi menyediakan bantuan tunai dan beras untuk rumah tangga yang
tidak produktif dan dana hibah untuk memulai usaha serta program keuangan mikro bagi kelompok produktif.
os
S an
Kabupaten Tabanan di Bali memiliki program kesempatan kerja, di mana para pemimpin masyarakat setempat
membantu orang-orang yang menganggur untuk mendapatkan pekerjaan, dan Provinsi Nusa Tenggara Timur
lin er
memiliki Program Desa Mandiri “Anggur Merah” yang mengalokasikan Rp 250 juta (2011) untuk setiap desa yang
P an
menjadi target untuk mendukung aktivitas ekonomi produktif.
d as an
n L ia ila
Program mata pencaharian oleh sejumlah kementerian
Sejumlah kementerian memiliki porgram mata pencaharian dan penciptaan pendapatan sendiri-sendiri, untuk
P en
komunitas perdesaan (beberapa contoh misalnya di sektor pertanian dan perkebunan, perikanan, pemeliharaan hewan). Program-program tersebut terdiri atas program pelatihan, hibah dan pinjaman untuk modal kerja (tunai
30 atau non-tunai seperti bibit, ternak atau irigasi). Program program tersebut, kebanyakan dilakukan tanpa koordinasi
dengan penargetan terpisah. Jumlah program dan pemangku kepentingan program tersebut berfl uktuasi dari tahun ke tahun, tergantung kondisi dan anggaran. Informasi di tingkat lokal atas program tersebut juga tercecer.
31
4.2.3.7. Tabel Rangkuman
Skema atau program
Pesangon (pemutusan hubungan kerja)
Sakit dan hamil/ melahirkan
Program pemberdayaan masyarakat (PNPM)
Kredit Mikro (KUR)
Askesos (Asuransi Kesejahteraan Sosial untuk pekerja informal)
Kecelakaan kerja (PT Jamsostek)
Kematian (PT Jamsostek) Program Ujicoba
Jamsostek LHK – jaminan kecelakaan kerja
Program Ujicoba Jamsostek LHK – jaminan kematian
Kontribusi atau pendanaan
Pengusaha
Pengusaha
Anggaran pemerintah pusat Rp 13,4 triliun 0,18 persen dari PDB
Anggaran Pemerintah Pusat Bank: menyediakan pinjaman Pemerintah: skema penggaransi subsidi 70 persen
Pemerintah: 10.400/orang/bulan Tabungan anggota: Rp 5.000/bulan
Pengusaha: 0,24 persen- 1,74 persen (tergantung pada tingkat perlindungan)
Pengusaha: 0,3 persen dari upah/gaji Pekerja: 1 persen dari pendapatan
(“pendapatan” ditentukan menurut tingkat upah minimum Rp 1 juta / bulan)
Pekerja: 0,3 persen dari pendapatan (“pendapatan” ditentukan dengan tingkat upah minimum Rp 1 juta / bulan)
Jumlah orang yang dicakup
Secara teoritis semua karyawan swasta formal
Secara teoritis semua karyawan swasta formal
6.622 kecamatan dalam PNPM Pedesaan (2012)
2 juta wirausahawan
280.800 anggota (2010)
10.311.669 peserta aktif (2011)
10.311.669 peserta aktif (2011) Sekitar 400.000 telah berpartisipasi
selama ujicoba (sampai 2011)
Sekitar 400.000 telah berpartisipasi selama uji coba (sampai 2011)
Tabel 9: Rangkuman program-program untuk kelompok usia kerja
4.2.4 Lanjut usia dan penyandang disabilitas “Seluruh penduduk lanjut usia dan penyandang disabilitas berat mendapatkan jaminan pendapatan setidaknya dalam jumlah setara dengan tingkat kemiskinan yang didefi nisikan secara nasional dalam bentuk pensiun
atau bantuan nontunai”
Baru sekitar 13 persen dari seluruh warga negara Indonesia saat ini dijangkau oleh tunjangan hari tua. Kelompok ini mayoritas berada di sektor formal. Pegawai Negeri (sekitar 4 persen dari angkatan kerja) dan anggota TNI/Polri (sekitar 1 persen dari angkatan kerja) menerima jaminan pensiun yang diterima bulanan serta dana tabungan hari tua yang diterima sekaligus. Kedua program tersebut dikelola dengan skema defi ned-benefi t (manfaat pasti) dan partially funded (didanai sebagian) . Sekitar seperempat (10.311.699) dari pekerja sektor swasta, atau 8 persen dari penduduk usia kerja, dijangkau oleh program dana simpanan Jamsostek yang berupa skema tabungan hari tua dengan skema defi ned contribution (iuran pasti) dan fully funded (didanai sepenuhnya), yang manfaatnya akan dibayarkan sekaligus pada saat pensiun (Laporan Tahunan Jamsostek 2010). Sejumlah kecil pekerja sektor swasta secara sukarela bergabung dengan skema pensiun swasta. Program sukarela ada yang memiliki skema defi ned benefi t dan ada yang defi ned contribution.
ia es
4.2.4.1. Program Pensiun dan Simpanan Hari Tua untuk Pegawai Negeri Sipil dan Anggota TNI/Polri
on d In l ia
Pensiunan PNS menerima pensiun (yang dibayarkan bulanan) dan dana simpanan hari tua (yang dibayarkan sekaligus
os S
saat pensiun). Jaminan pensiun bulanan dihitung sebesar 2,5 persen dari upah per bulan terakhir dikalikan dengan
an n g u
jumlah tahun masa kerja dengan maksimal 80 persen, sementara dana simpanan hari tua berjumlah perkalian
d lin
jumlah tahun masa kerja, gaji terakhir, dan faktor pengali 0,6 (ditentukan oleh Menteri Keuangan). Usia pensiun
er P
antara 56 hingga 60 tahun, tergantung jabatan yang dipegang. Pensiun dini juga dimungkinkan bagi pegawai yang
an d as
berusia 50 tahun atau lebih dan telah bekerja sebagai PNS paling tidak 20 tahun.
an L u ju
Iuran pekerja ditentukan sebesar 4,75 persen dari gaji bulanan untuk dana pensiun dan 3,25 persen untuk program Simpanan Hari Tua. Karena skema dari kedua program tersebut adalah manfaat pasti, iuran pemerintah tergantung
:: Men ia
pengeluaran aktual. PT Taspen bertanggungjawab mengelola kedua program tersebut.
es on d
In d i
Program pensiun bulanan menggunakan sistem pay-as-you-go di mana PT Taspen mengumpulkan iuran PNS al tetapi tidak berhak mengelola dana tersebut. PT Taspen bertindak hanya sebagai kolektor dan agen pembayaran
on si
manfaat dan tidak bertanggung jawab secara hukum terhadap tanggungan/liabilitas dalam program tersebut.
Na
Manfaat dibayar oleh anggaran negara. Total jumlah jaminan (pensiun yang dibayar) pada tahun 2010 adalah
ia log n D
sebesar Rp 51,2 triliun (sekitar 0.7 persen dari PDB).
ka ar d as
Dalam program simpanan hari tua, dana dikelola dan diinvestasikan oleh PT Taspen. Liabilitas (kewajiban) yang
ia l B er
tidak terdanai, misalnya akibat dari perubahan kebijakan remunerasi, dibayar oleh negara. Tanggungan yang tidak terdanai untuk Program Simpanan Hari Tua pada 2011 mencapai Rp 1,6 triliun, karena kontribusi karyawan saat itu
os S
tidak mencukupi pembayaran bagi para pensiunan di tahun yang sama (Kompas, 2011).
an
u n g d lin
Pengeluaran untuk manfaat pensiun diperkirakan akan naik cukup besar dalam 10 tahun ke depan. Hal ini sebagian
er P
disebabkan oleh kenaikan gaji pegawai negeri sejak 2003 dan sebagian karena persoalan populasi yang menua
an
d as an
(aging population), yang berakibat meningkatnya rasio ketergantungan. Rasio ketergantungan saat ini adalah 20
persen dan diperkirakan akan mencapai 50 persen pada tahun 2050 (ADB, 2007).
ia n ila
Jaminan serupa disediakan bagi 1,16 juta anggota TNI/Polri dibawah pengelolaan PT Asabri (Laporan Tahunan
P en
Asabri 2010). Usia pensiun untuk anggota militer muda, yakni 50 tahun. Penelahaan yang dilakukan oleh ADB pada
32 tahun 2007 menyebutkan bahwa masalah yang dihadapi oleh program-program di bawah PT Asabri umumnya serupa dengan yang dihadapi oleh PT Taspen.
Pegawai negeri sipil juga berhak untuk mendapatkan pensiun dan tabungan/simpanan hari tua jika mengalami disabilitas permanen (UU No. 11/1969).
4.2.4.2. Jaminan hari tua untuk karyawan sektor swasta formal
Program Jaminan Hari Tua (JHT) Jamsostek untuk karyawan sektor swasta merupakan dana simpanan yang hasilnya akan diterima sekaligus sesuai dengan akumulasi iuran dan pengembangannya. Manfaat JHT dapat diterima apabila: mencapai usia pensiun 55 tahun; disabilitas total dan permanen; karyawan meninggal sebelum usia pensiun; atau tidak lagi bekerja tetapi telah memberikan kontribusi selama 5 tahun atau lebih.
Pekerja membanyar iuran 2 persen dari upah dan pengusaha membayar iuran 3,7 persen dari upah. Tidak seperti pegawai negeri, jaminan hari tua untuk karyawan swasta bersifat defi ned contribution (iuran pasti) dan PT Jamsostek berperan mengelola dan mengembangkan dana tersebut sesuai dengan tujuan investasi anggota dan toleransi risikonya.
4.2.4.3. Skema pensiun swasta sukarela
Sebagian pekerja mengikuti skema pensiun yang sifatnya sukarela. Dana pensiun ini dapat dikelola oleh pengusaha (DPPK/Dana Pensiun Pencari Kerja) atau lembaga keuangan (DPLK/Dana Pensiun Lembaga Keuangan). Program yang tersedia bermacam-macam, ada yang dikelola dengan skema manfaat pasti (defi ned benefi t) atau iuran pasti (defi ned contribution ). Pengelolaan diatur berdasarkan UU No. 11/1992 mengenai Dana Pensiun. Batas maksimum untuk program manfaat pasti adalah 2,5 persen dari gaji per tahun masa kerja dan secara keseluruhan maksimal
80 persen. Dalam hal program iuran pasti, iuran tidak boleh melebihi 20 persen dari upah karyawan, dan kontribusi yang ditanggung karyawan tidak boleh melebihi 7,5 persen. Dana pensiun pemberi kerja seringkali bersifat manfaat pasti, sementara dana pensiun lembaga keuangan semua dikelola dengan skema iuran pasti.
4.2.4.4. Jamsostek LHK
Program Jamsostek untuk pekerja LHK juga menyediakan skema jaminan hari tua. Program ini menyasar pekerja ekonomi informal yang berpenghasilan sekurang-kurangnya upah minimum (kira-kira Rp 1.000.000, berbeda- beda tergantung provinsi). Kontribusi ditetapkan sebesar minimum 2 persen dari pendapatan. Manfaat merupakan akumulasi iuran ditambah hasil pengembangannya. Di antara skema-skema yang ada dalam program Jamsostek LHK, skema jaminan hari tua ini yang paling sedikit diminati oleh pekerja informal. Selain itu, skema ini juga tidak termasuk dalam skema yang iurannya disubsidi selama masa ujicoba. Dengan demikian, peserta yang tergabung dalam skema ini sangat sedikit.
4.2.4.5. Program Jaminan Sosial Untuk Lansia Telantar
Kementerian Sosial mengelola program bantuan tunai kepada orang tua tidak potensial (orang tua yang tidak produktif dan/atau telantar, tidak punya penghidupan yang memadai) yang disebut Jaminan Sosial Lanjut Usia (JSLU). Bantuan tunai berjumlah Rp 300.000 per bulan. Di tahun 2011 program ini menyasar 13.250 lansia (Instruksi Presiden No.3/2010). Jumlah penerima manfaat ditentukan berdasarkan jumlah dana yang tersedia, sehingga cakupan program ini masih sangat rendah karena hanya menjangkau sebagian kecil dari jumlah lansia yang membutuhkan. Saat ini, diperkirakan terdapat 1,7 juta lansia telantar. Angka ini angka perkiraan yang disampaikan di media dan situs Kementerian Sosial. Beberapa kriteria orang tua rentan yang disebutkan dalam Pedoman Pelaksanaan JSLU Kementerian Sosial (2008) mencakup antara lain usia lebih dari 60 tahun, miskin, tidak dapat melakukan mobilitas, dan tidak menerima bantuan dari program lain.
Kementerian Sosial juga menyediakan subsidi untuk panti jompo (Panti Sosial Tresna Wredha) (Petunjuk Teknis Kementerian Sosial mengenai JSLU, 2008). Program tersebut memberikan bantuan tunai langsung ke panti-panti
33 tersebut sejumlah Rp 3.000 per orang per hari (Ditjen Rehabilitasi Sosial, Kementerian Sosial, 2010). Jumlah subsidi
ini dianggap sangat rendah, bahkan tidak cukup untuk menutupi kebutuhan makanan sehari-hari. Beberapa pemerintah provinsi juga memiliki subsidi atau mendanai panti-panti jompo.
4.2.4.6. Program Jaminan Sosial bagi Penyandang Disabilitas Berat
Jaminan Sosial Penyandang Cacat (JSPACA) adalah program bantuan tunai dengan target para penyandang disabilitas berat. Pengelolaan dan manfaat JSPACA serupa dengan JSLU (Lansia). Instruksi Presiden No. 3/2010 menyatakan bahwa target tahun 2011 adalah 19.500 penyandang disabilitas. Seperti halnya JSLU, jumlah penerima manfaat JSPACA ditentukan oleh dana yang tersedia di tingkat pusat. Perkiraan yang ada menunjukkan saat ini terdapat 163 ribu penyandang disabilitas berat di seluruh Indonesia. Berdasarkan data PPLS 2011, terdapat 1.105.675 penyandang disabilitas diantara kelompok 40% penduduk berpendapatan terendah, yang sebagian besar berada pada usia produktif.
Kementerian Sosial juga menyediakan subsidi untuk pusat rehabilitasi atau panti bagi penyandang disabilitas, dengan jumlah Rp 3.000 per hari (Ditjen Rehabilitasi Sosial, Kementerian Sosial, 2010). Sejumlah pemerintah provinsi juga memiliki program subsidi atau mendanai panti-panti untuk disabilitas.
Cacat yang disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas disediakan oleh Jasa Raharja. Santunan Jasa Raharja dibayarkan sekaligus setelah mengalami kecelakaan.
ia es
4.2.4.7. Tabel Rangkuman
on d In ia l
Tabel 10: Rangkuman program untuk lansia dan orang dengan disabilitas
os S an
Skema atau program
Kontribusi atau pendanaan
Jumlah orang yang dicakup
u d lin
PT Taspen (Dana Pensiun
Pekerja: 4,75 persen dari gaji
2.361.408 pensiunan menerima
er
P an
untuk PNS)
bulanan mereka
pensiun (2011)
d as
Kontribusi pemerintah beragam
4.598.100 PNS aktif : kontributor
an L ju
tergantung pengeluaran aktual.
Anggaran pemerintah dialokasikan
ia :: Men
untuk pembayaran pensiun tahun
es
2011 = Rp 50 triliun – 0,7 persen
d on In
PDB (estimasi PDB 2011).
d i al
si on
PT Taspen (Tabungan hari
Pekerja: 3,25 persen dari gaji
4.598.100 PNS aktif + sekitar
Na
tua untuk PNS)
bulanan kontribusi pemerintah
120.000 karyawan BUMN berada
log ia
D beragam tergantung pengeluaran
dalam program ini (2011)
as d Tanggungan tidak terdanai untuk
er l B ia program Tabungan Hari Tua pada os
tahun 2011 mencapai Rp 1,6 triliun –
g an
0,02 persen dari PDB (estimasi 2011)
n u d lin
er P
PT Asabri (Dana Pensiun
Mirip dengan Taspen
1.159.715 anggota pada 2010
an as
dan Tabungan Hari tua (sekitar 0,5% dari angkatan kerja)
d an
untuk militer dan polisi)
n L ia ila P en
Jaminan Hari Tua (JHT)
10.311.669 peserta aktif (2011) Jamsostek
Pekerja (2 persen dari gaji) dan
pengusaha (7,24–11,74 persen dari
34 gaji)
Program percontohan
Keanggotaan sekitar 400.000 Jamsostek untuk pekerja
Pekerja: 2 persen dari pendapatan
anggota untuk paling tidak satu ekonomi informal
(“pendapatan” ditetapkan dengan
tingkat upah minimum Rp 1 juta/
dari empat program
bulan)
Skema atau program
Kontribusi atau pendanaan
Jumlah orang yang dicakup
Jaminan sosial untuk
13.250 orang tua (2011) orang tua telantar
Anggaran Pemerintah Pusat
Jaminan sosial untuk
19.500 penyandang disabilitas penyandang disabilitas
Anggaran Pemerintah Pusat
berat (2011)