Faktor-faktor yang Mempengaruhi Peringkat Obligasi

positif + menandakan rating tersebut dapat ditingkatkan, sedangkan rating obligasi dengan tanda negatif - menandakan rating tersebut dapat diturunkan. Tetapi rating dengan tanda negatif - nilainya lebih rendah dari rating tanpa tanda dan rating dengan tanda positif +. Sebaliknya, rating dengan tanda positif + nilainnya lebih tinggi dari rating tanpa tanda dan rating dengan tanda negatif -.

2.1.7 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Peringkat Obligasi

Rating obligasi membantu investor dalam penilaian hutang dan risiko kegagalan default risk dari obligasi. Peringkat obligasi mencoba mengukur adanya risiko kegagalan berupa ketidakmampuan emiten sebagai penghutang dalam membayar bunga selama umur obligasi dan pelunasannya pada jatuh temponya. Faktor-faktor yang mempengaruhi peringkat obligasi menurut Bringham dan Houston adalah sebagai berikut: 1 Berbagai macam risiko rasio-rasio keuangan, termasuk debt ratio, current ratio, profitability dan fixed charge coverage ratio . Semakin baik rasio-rasio keuangan tersebut semakin tinggi rating tersebut. 2 Jaminan aset untuk obligasi yang diterbitkan mortage provision. Apabila obligasi dijamin dengan aset yang bernilai tinggi, maka rating pun akan membaik. 3 Kedudukan obligasi dengan jenis hutang lain. Apabila kedudukan obligasi lebih rendah dari utang lainnya maka rating akan ditetapkan satu tingkat lebih rendah dari yang seharusnya. 4 Penjamin. Emiten obligasi yang lemah namun dijamin oleh perusahaan yang kuat maka emiten diberi rating yang kuat. Universitas Sumatera Utara 5 Adanya singking fund provisi bagi emiten untuk membayar pokok pinjaman sedikit demi sedikit setiap bulan. 6 Umur obligasi. Cateris Paribus, obligasi dengan umur yang lebih pendek mempunyai risiko yang lebih kecil. 7 Stabilitas laba dan penjualan emiten. 8 Peraturan yang berkaitan dengan industri emiten. 9 Faktor-faktor lingkungan dan tanggung jawab produk. 10 Kebijakan akuntansi. Penerapan kebijakan akuntansi yang konservatif mengindikasikan laporan keuangan yang lebih berkualitas. 2.1.8 Risiko Investasi Obligasi Obligasi berdasarkan sudut pandang investor, merupakan suatu aset finansial aset, yaitu: suatu sekuritas yang dapat memberikan pendapatan tetap sehingga dianggap berbobot risiko. Bagi investor yang selalu mengelak risiko, maka investasi dalam obligasi adalah instrumen yang paling tepat. Berikut ini beberapa risiko yang dihadapi oleh investor dalam investasi obligasi Fabozzi, 2000, yaitu:

1. Risiko suku bunga atau risiko tingka bunga

Pada umunya harga obligasi bergerak berlawanan arah terhadap perubahan suku bunga. Apabila suku bunga naik, harga obligasi akan turun, dan sebaliknya. Bagi investor yang merencanakan untuk menyimpan obligasi sampai jatuh tempo, perubahan harga obligasi sebelum maturity tidak menarik perhatiannya akan tetapi bagi investor yang ingin menjual obligasi sebelum jatuh tempo, suatu kenaikan suku bunga setelah membeli obligasi berarti adalah capital loss yang Universitas Sumatera Utara direalisasikan. Risiko tersebut disebut interest rate risk atau disebut juga price risk . Kenaikan tingkat bunga pasar menyebabkan menurunnya harga obligasi karena sebesar apapun tingkat bunga pasar mengalami peningkatan, pemegang obligasi tetap hanya akan menerima tingkat bunga yang sudah ditetapkan.

2. Reinvestment risk Risiko reinvestasi

Pendapatan obligasi berasal dari pembayaran suku bunga dari coupon, setiap capital gain atau capital loss bila obligasi itu dicairkan, dijual atau jatuh tempo, dan bunga yang diperoleh dari reinvestasi interim cash flow. Agar seorang investor merealisasikan suatu yield sama dengan yield pada saat obligasi dibeli, interim cash flow tersebut harus diinvestasikan pada suku bunga sama dengan yield yang ditentukan pada saat obligasi dibeli. Risiko bahwa interim cash flow akan diinvestasikan dengan suku bunga yang lebih rendah dan investor akan menerima yield yang lebih rendah daripada yield pada saat obligasi dibeli disebut reinvestment risk.

3. Default risk Risiko bangkrut atau Risiko kredit

Risiko kredit, yaitu risiko bahwa emiten akan tidak mampu memenuhi pembayaran bunga dan pokok hutang, sesuai dengan kontrak. Obligasi perusahaan mempunyai default risk yang lebih besar daripada obligasi pemerintah. Tidak bagi masyarakat umum untuk melihat besar kecilnya risiko ini. Cara terbaik untuk melihat risiko ini adalah dengan terus memonitor peringkat yang diberikan oleh perusahaan efek. Di Indonesia badan tersebut dikenal dengan Pemeringkat Efek Universitas Sumatera Utara Indonesia PEFINDO. Obligasi yang paling aman diberi peringkat AAA dan yang paling tidak aman atau paling banyak risikonya diberi peringkat D.

4. Call Risk Risiko Waktu

Risiko ini melekat pada callable bonds, yakni obligasi yang dapat ditarik sewaktu-waktu oleh emitennya dengan harga yang telah ditetapkan. Risiko waktu terjadi jika: a pola aliran kas emiten tidak pasti; b penarikan dilakukan pada saat suku bunga rendah dan c potensi kenaikan harga obligasi lebih tinggi dari harga call nya.

5. Risiko Inflasi

Risiko inflasi disebut pula risiko terhadap daya beli. Risiko inflasi merupakan risiko bahwa return yang direalisasikan dalam investasi obligasi tidak akan cukup untuk menutupi kerugian menurunnya daya beli yang disebabkan inflasi. Bila inflasi meningkat dan tingkat bunga obligasi tetap, maka terjadi penurunan daya beli yang harus ditanggung investor.

6. Risiko kurs valuta asing

Orang Indonesia yang membeli obligasi perusahaan di negara lain dapat mengalami kerugian perbedaan kurs valuta asing foreign exchange risk.

7. Marketability risk risiko likuidasi

Yakni risiko yang mengacu pada seberapa mudah investor dapat menjual obligasinya, sedekat mungkin dengan nilai dari obligasi tersebut. Cara untuk mengukur likuiditas adalah dengan melihat besarnya spead selisih antara harga Universitas Sumatera Utara permintaan dan harga penawarannya yang dipasang oleh perantara pedagang efek. Semakin besar spead tersebut, makin besar risiko likuiditas yang dihadapi.

8. Event risk

Seringkali kemampuan emiten untuk membayar bunga dan pokok hutang tanpa terduga berubah karena, bencana alam dan pengambilalihan.

2.1.9 Rasio Keuangan