Sebagaimana pembahasan kitab Ar Risalah Al Jaami’ah kita telah sampai pada kalimat ِ ِْ َ َو ِ ِ!" #َ$َ%َو

Sebagaimana pembahasan kitab Ar Risalah Al Jaami’ah kita telah sampai pada kalimat ِ ِْ َ َو ِ ِ!" #َ$َ%َو

, kalimat “Shahabah” secara bahasa berarti “teman”. Namun yang dimaksud dengan sahabat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bukanlah semua orang yang mengenali nabi atau yang berteman dengan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, akan tetapi orang yang disebut sebagai sahabat nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah orang yang mengenali dan berjumpa dengan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, yang hidup dan wafatnya dalam keadaan Iman dan Islam. Sayyidina Uwais Al Qarni masuk Islam ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam masih hidup, namun beliau tidak disebut sahabat karena tidak bertemu dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Para sahabat mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melebihi kecintaan mereka terhadap diri mereka sendiri dan segala sesuatu yang mereka miliki. Sebagaimana dalam riwayat Shahih Al Bukhari ketika seorang wanita yang bernama Barirah, dimana ia adalah seorang budak miskin yang kemudian dibebaskan oleh sayyidah Aisyah Ra, suatu ketika ia menerima shadaqah yang berupa semacam sop daging dan semasa hidupnya Barirah pun belum pernah mencicipi makanan tersebut, namun makanan tersebut langsung diberikan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dimana sejak sekian lama ingin mengundang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ke rumahnya, namun ia merasa malu sebab tidak mempunyai makanan yang layak untuk menjamu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Sehingga ketika ia mendapatkan shadaqah makanan yang ia pandang pantas untuk menjamu beliau shallallahu ‘alaihi wasallam maka ia pun langsung mengundang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk datang, padahal ia belum pernah semasa hidupnya mencicipi makanan tersebut, karena kecintaannya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam jika diundang oleh seorang miskin maka beliau shallallahu ‘alaihi wasallam terburu-buru dan segera memenuhi undangan tersebut karena khawatir mengecewakan orang tersebut. Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam datang ke rumah Barirah bersama kedua sahabat, dan sesampainya di rumah Barirah maka ia hidangkan sop daging tersebut untuk

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan kedua sahabat beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, maka salah seorang sahabat berkata : “Wahai Rasulullah, makanan ini pasti shadaqah dari orang lain karena tidak mungkin Barirah dapat membuat makanan seperti ini”, lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya kepada Barirah : “Wahai Barirah, apakah makanan ini dari shadaqah?”, maka Barirah menjawab : “Betul wahai Rasulullah, makanan ini adalah shadaqah dari salah seorang sahabat”, maka seorang sahabat tadi berkata : “Wahai Rasulullah, makanan ini tidak halal untuk engkau makan sebab ini adalah shadaqah”, seketika itu berubahlah wajah Barirah penuh dengan kekecewaan, kesedihan dan ketakutan karena telah menghidangkan makanan yang haram dimakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, hingga ia menangis dan mengalirkan air mata. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang memiliki akhlak yang luhur dan mulia, beliau shallallahu ‘alaihi wasallam kemudian berkata : “Makanan ini adalah shadaqah untuk Barirah, namun ia menghadiahkannya kepadaku maka makanan ini halal untuk aku makan”, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam langsung mengambil makanan tersebut dan memakannya, seketika itu berubahlah wajah Barirah menjadi cerah dan penuh dengan kegembiraan.

Indahnya akhlak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang selalu tidak ingin mengecewakan orang lain, tidak ingin menyakiti perasaan orang lain, bahkan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam tidak ingin menyakiti hewan sekalipun, sebagaimana teriwayatkan di dalam sirah Ibn Hisyam dimana ketika salah seorang sahabat mencaci keledainya yang lemah dan berjalan lambat dan mencambuknya, dan ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mendengar cacian sahabat tersebut terhadap keledainya, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ingin membeli keledai tersebut, namun sahabat itu menolaknya sebab keledai itu sangat lemah sehingga ia ingin menghadiahkannya saja kepada beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, sedangkan untuk dihadiahkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam saja sahabat itu merasa malu, terlebih lagi jika akan dibeli oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, namun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tetap ingin membeli keledai tersebut, maka sahabat itu pun mengatakan harga keledai itu, dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membayar dengan harga yang lebih tinggi dari harga yang disampaikan oleh sahabat tersebut, dan keledai itu kemudian berubah menjadi keledai yang sehat dan penuh tenaga karena telah disentuh oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Diriwayatkan suatu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata : “Adakah diantara kalian yang memiliki hak atasku dan aku ingin menunaikannya karena aku khawatir jika aku dipanggil oleh Allah dengan membawa kesalahan terhadap salah seorang diantara kalian”, maka salah seorang dari kaum Anshar berkata : “Aku wahai Rasulullah”, maka para sahabat yang lain marah melihat hal tersebut, karena orang tersebut ingin menuntut Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata : “Apa kesalahan yang telah aku perbuat kepadamu?”, padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah seorang yang ma’shum, terhindar dari perbuatan salah dan dosa. Maka orang itu berkata : “Dulu ketika dalam peperangan Uhud disaat itu engkau memegang kayu dan memukul betisku, dan sekarang aku ingin membalasnya”, mendengar hal tersebut para sahabat marah dan tiap dari mereka meminta agar orang itu memberi balasannya kepada mereka, bukan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Namun orang itu tetap ingin membalasnya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, sehingga para sahabat tidak lagi mampu berbuat sesuatu dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun menyingkap betis beliau shallallahu ‘alaihi wasallam untuk dipukul oleh orang tersebut. Para sahabat menangis ketika melihat orang itu membawa kayu untuk memukul Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka orang itu segera berlari menuju Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan memeluk betis beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata : “Apa yang engkau lakukan, bukankah engkau ingin memukul betisku”, orang tersebut menjawab : “Wahai Rasulullah ketika itu aku ingin mencium betismu, namun tanpa disengaja aku terkena pukulanmu”, sungguh indah kecintaan para sahabat kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.

Ketika kuffar quraisy mengerumuti nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, maka Sayyidina Abu Bakr As Shiddiq Ra merobek-robek bajunya dan mencaci kuffar quraisy dan mengamuki mereka, sehingga perhatian kuffar quraisy beralih kepada sayyidina Abu Bakr As Shiddiq Ra dan mereka pun memukulinya dengan pukulan yang sangat dahsyat sehingga tidak dapat dibedakan antara mata, hidung atau mulut beliau, hingga sayyidina Abu Bakr pun pingsan. Maka beliau pun diselamatkan oleh keluarga Abu Quhafah yang memiliki kekuatan di Makkah Al Mukarramah, dimana mereka berkata jika sayyidina Abu Bakr meninggal maka mereka akan membalas perbuatan tersebut yaitu dengan memenggal satu kepala dari setiap qabilah yang terlibat dalam penyiksaan sayyidina Abu Bakr As Shiddiq Ra. Namun setelah beberapa waktu sayyidina Abu Bakr sadar dan mulai membuka matanya, dan berkata : “Bagaimana kabar Rasulullah

Muhammad ?”, mendengar hal itu keluarga Abu Quhafah sangat marah karena mereka disaat itu belum masuk Islam dan berkata : “Wahai Abu Bakr, engkau dipukuli hingga keadaanmu seperti ini adalah disebabkan oleh Muhammad dan kami lah yang menolongmu, namun mengapa engkau justru masih merisaukannya”, lalu sayyidina Abu Bakr berkata : “Bantulah aku berjalan untuk bertemu dengan Rasulullah”, dalam keadaan yang sangat parah dan tidak mampu berjalan sayyidina Abu Bakr Ra masih ingin bertemu dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka salah seorang kerabat beliau membopong dan membawa beliau untuk bertemu dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, kemudian beliau bertemu dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan beliau dapai Rasulullah dalam keadaan baik, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memeluk sayyidina Abu Bakr As Shiddiq dan menangis, demikianlah besarnya kecintaan para sahabat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Dalam kejadian yang lain, sayyidina Abu Thalhah Al Anshari Ra yang mempunyai harta yang sangat berharga berupa sebuah kebun yang bernama Bairuha, dan ketika turun wahyu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, firman Allah subhanahu wata’ala :

92 : ناZX% ل" ) ٌ3<ِ$َ% ِ ِ= َ 8$!ا 8نِ}َC ٍءْ>َ• ْVِ. ا:ُaِ0ْbُF Dَ.َو َن:Eِ ُF D8Xِ. ا:ُaِ0ْbُF #8Wَ7 8Zِْ!ا ا:ُ!DَbَF ْVَ! )

“Kalian tidakakan sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kalian menafkahkan sebahagian harta yang kalian cintai. Dan apa saja yang kalian nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya”. ( QS. Ali Imran : 92 )

Maka seketika itu juga sayyidina Abu Thalhah Al Anshari berkata kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam : “Wahai Rasulullah, kebun Bairuha adalah harta yang paling aku cintai dan kebun itu aku hadiahkan untukmu”. Dan ketika dalam perang Uhud, sayyidina Abu Thalhah Al Anshari berlutut dihadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata :

ُءاَ6ِ0ْ!ا َjِ?ْ0َbِ! ْ>ِ?ْ0َ1َو ُءDَLِ:ْ!ا َjِ]ْ[َ:ِ! ْ>ِ]ْ[َو