“ Seseorang akan bersama dengan orang yang dicintainya (di hari kiamat)”.

“ Seseorang akan bersama dengan orang yang dicintainya (di hari kiamat)”.

Sehingga dengan keberadaan majelis ini kita berpadu untuk membangkitkan kembali generasi muda para pecinta sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam yang berjiwa luhur dan memiliki perasaan damai dan senantiasa menginginkan ketenangan dan kesejahteraan untuk dirinya, keluarganya, kerabatnya, wilayahnya, bangsa dan negaranya serta seluruh penjuru di barat dan timur. Jika hal ini telah terbit, maka sebutir keinginan dalam jiwa seseorang untuk membawa kedamaian untuk semua makhluk Allah subhnahu wata’ala, hal itu berarti ia telah sedikit mewarisi kemuliaan rahasia sang matahari pembawa rahmat Allah bagi segenap alam semesta, sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Yang mana tiada sesuatu diinginkan dan diharapkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kecuali semua hamba Allah subhanahu wata’ala beriman, tiadalah yang diinginkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi kecuali semua hamba Allah tidak berbuat dosa dan bermaksiat kepada Allah subhanahu wata’ala. Namun demikian beliau shallallahu ‘alaihi wasallam tentunya mengerti dan memahami qadha’ dan qadar Allah subhanahu wata’ala, akan tetapi beliau shallallahu ‘alaihi wasallam dengan tawadhu’ dan kesabaran beliau shallallahu ‘alaihi wasallam terus menolong dan mendukung ummatnya untuk selamat dari api neraka dan kemurkaan Allah subhanahu wata’ala baik di dunia, di barzakh dan di akhirat.

Adapun salah satu dari pecahan cahaya kelembutan sang nabi adalah hadits yang tadi telah kita baca. Dimana hadits tersebut banyak didukung oleh hadits-hadits lainnya, baik dalam riwayat Shahih Al Bukhari, Shahih Muslim atau yang lainnya. Maka setiap langkah kaki menuju keluhuran atau kemuliaan, sungguh hal itu tidak akan disia-siakan oleh Allah subhanahu wata’ala, sebagaimana sebuah kisah yang terdapat dalam riwayat Shahih Muslim dimana ketika dua orang akan datang berhijrah kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, di tengah perjalana satu dari keduanya sedang mengalami sakit yang sangat parah dan tidak mampu untuk menahannya, sehingga ia pun membunuh dirinya dengan cara memotong urat nadinya, kemudian ia wafat dan dimakamkan. Lalu seorang yang lainnya melanjutkan perjalanannya menuju Madinah Al Munawwarah. Dan sesampainya di Madinah ia mengatakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa ia datang bersama temannya yang mana di tengah perjalanan ia menderita sakit yang sangat parah sehingga ia pun membunuh dirinya karena tidak lagi sanggup melanjutkan perjalanan. Kemudian suatu waktu ia melihat temannya di dalam mimpi, dan ia menanyakan keadaannya apakah Allah mengampuninya, maka ia berkata : “ Allah mengampuni dosaku karena aku berhijrah kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, kecuali tanganku ini yang tidak diampuni oleh Allah karena ia telah aku gunakan untuk memotong nadiku”, maka setelah mendengar hal tersebut kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berdoa : “ Wahai Allah ampunilah (juga) kedua tanganya”

Demikian mulia perbuatan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pada ummatnya yang telah berbuat dosa dengan cara membunuh dirinya, kemudian ia menuju hijrah kepada beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, untuk mencapai kedekatan dengan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam dan duduk bersama beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. Serta bagaimana perbuatan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam pada ummat beliau yang hadir di Demikian mulia perbuatan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pada ummatnya yang telah berbuat dosa dengan cara membunuh dirinya, kemudian ia menuju hijrah kepada beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, untuk mencapai kedekatan dengan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam dan duduk bersama beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. Serta bagaimana perbuatan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam pada ummat beliau yang hadir di

Adapun hadits lain yang berkaitan dengan hadits yang telah kita baca serta berkaitan juga dengan pembahasan kita dalam kitab Ar Risaalah Al Jaami’ah, dan di malam ini kita telah sampai pada kalimat :

ٍ"َ=ِْ>ُ?َو ٍ)ِْ>ُ? ُآ ََ ٌ"َ#ْ%ِ'َ( ِ)ِْ*ْ+ا ُ-ََ. : َ)0َ1َو ِ3ْ4ََ ُ5ا 0َ6 ِ5ا ُلْ8ُ1َر َل:َ;

“ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Mencari / menuntut ilmu wajib atas setiap muslim dan muslimah”

Dijelaskan dalam kitab Fawaaid Tsamiinah bahwa kalimat ٍ"َ=ِْ>ُ?َو adalah tambahan, karena dalam riwayat yang shahih hanya disebutkan:

ٍ)ِْ>ُ? ُآ ََ ٌ"َ#ْ%ِ'َ( ِ)ِْ*ْ+ا ُ-ََ.

“ Menuntut ilmu wajib bagi setiap muslim” Dimana kalimat ٍ)ِْ>ُ? (lelaki yang beragama Islam)

mencakup makna lelaki dan wanita yang beragama Islam. Adapun kalimat ٌ-ََ. memiliki makna ٌJْ*َ1

(berusaha atau mencari), sehingga dalam hadits tersebut Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak mengatakan : ٌ"َ#ْ%ِ'َ( ِ)ِْ*+ْا ُ) َ*َ• “ Mempelajari ilmu pengetahuan hukumnya wajib” Maka dalam hal ini

seseorang terlebih dahulu harus mencari ilmu, yang kemudian memilih diantara ilmu-ilmu yang paling dan lebih ia butuhkan.

Sebagai contoh seseorang yang telah mencari ilmu yang kemudian ia menemukan dua ilmu yaitu ilmu dunia dan ilmu akhirat, maka tentunya ia telah mengetahui bahwa ilmu akhirat jauh lebih penting daripada ilmu keduniaan, namun saat ini ia masih hidup di dunia maka tentunya ia juga memerlukan ilmu pengetahuan tentang dunia, sehingga ia akan mempelajari keduanya serta membagi waktunya untuk mempelajari kedua ilmu tersebut. Kemudian ia mencari lagi ilmu yang lainnya, sebagaimana ilmu pengetahuan sangatlah luas, maka ia juga harus menyesuaikan hal tersebut dengan keadaannya serta memilih dengan cermat antara ilmu-ilmu yang bermanfaat baginya yang sesuai dengan keadaanya atau sebaliknya. Dan diantara hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam mencari ilmu diantaranya adalah apakah ia seorang yang sibuk bekerja, atau sibuk membantu kedua orang tua, apakah ia adalah orang yang sudah sangat tua dan lemah atu orang yang masih sangat muda dan kuat. Maka jika ia dapati bahwa dirinya dan keadaannya mampu, seperti usia yang masih muda dan kondisinya kuat, maka selayaknyalah ia memulai mempelajari ilmu dari awal seperti menghafal Al qur’an Al Karim, kemudian menghafal hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dan lainnya. Namun jika seseorang sudah terbilang tua dan telah merasa lemah dalam menghafal, maka dalam kondisi seperti ini sebaiknya ia mencari ilmu yang paling bermanfaat bagi dirinya dan sedikit ilmu yang bermanfaat untuknya hal itu telah cukup baginya, seperti mengetahui dan memahami akan hal-hal yang wajib bagi dirinya, yaitu mempunyai ilmu tentang tata cara melakukan ibadah yang benar seperti shalat, puasa, zakat, ibadah haji dan lainnya, namun bukan berarti meremehkan ilmu-ilmu yang lainnya .

Sebagaimana dijelaskan oleh salah seorang ulama’ beliau mengatakan bahwa jika seseorang ingin mempelajari ilmu untuk dirinya, maka ilmu yang sedikit telah cukup untuknya, namun jika ia ingin mengajarkan kepada orang lain maka sungguh kebutuhan orang-orang sangat banyak, sehingga tidaklah cukup hanya dengan sedikit ilmu. Disebutkan dalam riwayat Shahih Al Bukhari bahwa seseorang datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan meminta penjelasan tentang Islam kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka beliau shallallahu ‘alaihi wasallam berkata : “Islam adalah engkau bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan bersaksi bahwa aku adalah utusan Allah, kemudian engkau Sebagaimana dijelaskan oleh salah seorang ulama’ beliau mengatakan bahwa jika seseorang ingin mempelajari ilmu untuk dirinya, maka ilmu yang sedikit telah cukup untuknya, namun jika ia ingin mengajarkan kepada orang lain maka sungguh kebutuhan orang-orang sangat banyak, sehingga tidaklah cukup hanya dengan sedikit ilmu. Disebutkan dalam riwayat Shahih Al Bukhari bahwa seseorang datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan meminta penjelasan tentang Islam kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka beliau shallallahu ‘alaihi wasallam berkata : “Islam adalah engkau bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan bersaksi bahwa aku adalah utusan Allah, kemudian engkau

Dalam hal shalat kekhusyu’an sangat diperlukan, dan kethuilah bahwa seseorang yang berusaha untuk mencapai pada kekhusyu’an dalam shalat maka hal itu merupakan bagian dari khusyu’ dalam shalat, sebagaimana berjalan menuju majelis ta’lim maka hal itu merupakan bagian daripada hadir di majelis ta’alim. Sebagaimana yang disebutkan dalam riwayat tentang sesorang yang telah membunuh 100 jiwa dan ia telah betobat kepada Allah, kemudian ia ditunjuk untuk datang dan pindah ke suatu wilayah yang di dalamnya tinggal orang-orang yang taat kepada Allah namun di tengah perjalanan sebelum tiba di wilayah tersebut ia wafat, maka terjadilah perdebatan antara malaikat rahmat dan malaikat adzab, dimana malaikat adzab ingin membawanya karena orang tersebut wafat dan belum melakukan amal baik, dan malaikat rahmat pun ingin membawanya karena ia telah bertobat. Kemudian Allah subhanahu wata’ala memerintahkan kepada malaikat untuk mengukur jarak dari tempat orang tersebut wafat, jika ia berada di jarak yang lebih dekat ke tempat orang-orang yang shalih yang ingin ia datangi maka ia akan dibawa oleh malaikat rahmat dan ia telah diampuni oleh Allah subhanahu wata’ala, akan tetapi jika ia berada lebih dekat kepada tempat yang semula yaitu tempat yang dulu ia banyak bermaksiat maka ia akan dibawa oleh malaikat adzab. Namun orang tersebut ternyata berada di tengah-tengah diantara dua wilayah itu, yang kemudian Allah subhanahu wata’ala memerintahkan bumi untuk mengerut sehingga orang itu berada lebih dekat kepada wilayah orang-orang shalih, dan setelah diukur ternyata ia berada sejengkal lebih dekat dari wilayah orang-orang yang ahli ibadah. Sungguh Allah subhanahu wata’ala yang telah membelanya, padahal ia hanya dalam perjalanan menuju ke tempat orang-orang yang ahli ibadah namun ia belum melakukan ibadah sama sekali, akan tetapi Allah subhanahu wata’ala telah menyelamatkannya karena ia telah berjalan menuju tempat orang-orang yang baik maka hal itu adalah juga kebaikan sehingga ia termasuk ke dalam golongan mereka.

Maka kalimat ٌ-ََ. : Thalab yang juga bermakna ٌJْ*َ1 : Sa’yun adalah kalimat yang memiliki makna yang sangat luas, yang diantaranya adalah bermakna mencari. Setelah seseorang mencari ilmu dan telah

menemukannya, selanjutnya ilmu apakah yang harus ia pelajari, kemudian ia harus mencari tempat atau cara yang baik untuk ia mempelajari ilmu tersebut, baik dengan perantara seorang guru, dengan perantara buku, internet atau yang lainnya, hal ini harus ia perhatikan dan benar-benar memilih manakah yang paling baik dan paling mulia dari sedemikan banyak cara atau tempat untuk menuntut ilmu. Adapun cara yang paling suci dan mulia adalah menuntut ilmu dengan perantara guru yang memiliki rantai sanad keguruan yang bersambung kepada sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, hal ini adalah merupakan puncak kemuliaan dalam menuntut ilmu. Dimana ilmu yang tersuci dan termulia adalah ilmu yang bersumber dari nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Betapa banyak para guru dari golongan orang-orang shalih yang tidak berjumpa dengan nabi namun mereka memiliki sanad keilmuan yang mereka peroleh dari guru- guru mereka yang sanad keilmuan mereka bersambung kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka jika hal ini telah diperoleh oleh seseorang maka mulailah ia menuntut ilmu perlahan-lahan dan sedikit demi sedikit, sebagaimana Al Imam As Syafi’i berkata:

:ًeْ4ِ;َد َqَ]َدَأَو :ًEِْ? َqَ=ِْ ْ َ*ْaِا