“ Tidak (akan) mampu menampungKu (keagungan dan kewibawaan Allah ), bumi dan langitKu, akan tetapi mampu menampungKu sanubari hambaKu yang beriman”

“ Tidak (akan) mampu menampungKu (keagungan dan kewibawaan Allah ), bumi dan langitKu, akan tetapi mampu menampungKu sanubari hambaKu yang beriman”

Sehingga cahaya kewibawaan Allah subhanahu wata’ala dapat berpijar dalam jiwa dan sanubari para ulama’ dan para shalihin, terlebih pimpinan mereka yang termulia sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, yang membawa kita ummatnya kepada tuntunan terluhur dan termulia, kebahagiaan dan kesejahteraan tertinggi di dunia dan di akhirat dalam kehidupan yang fana dan kehidupan yang abadi kelak. Sehingga sampai malam hari ini kita masih diberi kenikmatan untuk terus meneguk tetesan-tetesan samudera ilmu rabbani yang disampaikan kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam yang dilanjutkan dari Sehingga cahaya kewibawaan Allah subhanahu wata’ala dapat berpijar dalam jiwa dan sanubari para ulama’ dan para shalihin, terlebih pimpinan mereka yang termulia sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, yang membawa kita ummatnya kepada tuntunan terluhur dan termulia, kebahagiaan dan kesejahteraan tertinggi di dunia dan di akhirat dalam kehidupan yang fana dan kehidupan yang abadi kelak. Sehingga sampai malam hari ini kita masih diberi kenikmatan untuk terus meneguk tetesan-tetesan samudera ilmu rabbani yang disampaikan kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam yang dilanjutkan dari

Hadirin yang dimuliakan Allah Pembahasan kalimat (Bismillahirrahmanirrahim) telah selesai kita bahas pada majelis-majelis yang lalu, di malam ini akan kita lanjutkan dengan pembahasan kalimat (Al Hamdu Lillahi Rabbil’aalamin). Maka saya mewakili segenap guru yang hadir di sini, untuk sedikit menjelaskan makna kalimat (Alhamdulillah). Kalimat (Al Hamd) secara bahasa bermakna (At Tsanaa’ wa As Syukr) yaitu pujian. Adapun makna (Al Hamd) menurut ‘urf (kebiasaan) adalah suatu perbuatan yang dilakukan untuk mengagungkan atau memuliakan yang memberi kenikmatan, dimana perbuatan tersebut dapat berupa ucapan (Al Hamdulillah), atau dengan sekedar mengingat di hati tanpa diucapakan, dan bisa juga dengan berupa tulisan.

Maka segala perbuatan tersebut termasuk ke dalam makna (Al Hamd) selama maksudnya adalah memuji kepada Yang Maha Memberi Kenikmatan kepadanya atau kepada selainnya. Maka secara ringkas makna (Al Hamd) adalah suatu perbuatan utnuk memuji atau memuliakan yang memberi kenikmatan untuk diri kita atau untuk orang lain. Adapun kalimat (Al Hamd) tidak digunakan kecuali hanya untuk memuji Allah subhanahu wata’ala. Allah subhanahu wata’ala telah menyampaikan kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, dan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam telah menyampaikannya kepada kita, yaitu hadits yang telah kita baca dimana hadits tersebut berkaitan dengan pembahasan kita dalam kitab Ar Risaalah Al Jaami’ah.

Dimana maksud hadits tersebut adalah bahwa Allah subhanahu wata’ala sangat Mencintai hamba- hambaNya. Sehingga ketika seorang hamba berbuat dosa maka Allah subhanahu wata’ala cemburu karena telah berbuat sesuatu yang tidak Allah sukai dan lebih memilih untuk berbuat sesuatu yang tidak disukai Allah daripada sesuatu yang disukai Allah subhanahu wata’ala.

Hadits ini menunjukkan keagungan rahasia cinta Allah subhanahu wata’ala, oleh karena itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyampaikan bahwa tidak yang lebih cemburu daripada Allah subhanahu wata’ala. Kita ketahui makna cemburu yaitu sebagai contoh seseorang mencintai orang lain , kemudian orang tersebut melihat orang yang dicintainya mencintai orang selainnya, maka muncullah rasa cemburu dari dalam diri orang yang mencintai itu. Allah subhanahu wata’ala sangat mencintai hamba-hambaNya sehingga Allah cemburu jika mereka mencintai selainNya, oleh karena itu Allah subhanahu wata’ala mengharamkan perbuatan dosa baik yang secara terang-terangan atau pun yang tersembunyi, karena Allah subhanahu wata’ala tidak menyukai jika seorang hamba melakukan sesuatu yang membuatnya jauh dari Allah subhanahu wata’ala, jauh dari cinta Allah subhanahu wata’ala, jauh dari kasih sayang Allah subhanahu wata’ala, karena lebih memilih melakukan sesuatu yang menjadikan seorang hamba mendekat dengan kemurkaan Allah subhanahu wata’ala. Maka hal ini menunjukkan bahwa Allah subhanahu wata’ala sangat Mencintai hamba-hambaNya, dimana jika seorang hamba berbuat dosa maka Allah subhanahu wata’ala menyiapkan pengampunan untuknya, dan jika Allah subhanahu wata’ala tidak mencintai hamba-hambaNya, maka ketika seorang hamba berbuat hal yang makruh sekali saja, maka hal itu cukup untuk membuatnya terlempar ke dalam jurang api neraka. Namun kenyaataannya dimana manusia telah banyak berbuat dosa baik dengan ucapan, perbuatan, penglihatan dan lainnya, tetapi Allah subhanahu wata’ala masih mengizinkan mereka untuk tetap hidup di dunia ini.

Ketika kita berbuat dosa dengan ucapan, maka Allah subhanahu wata’ala tidak menjadikan kita bisu sehingga tidak lagi bisa berbicara, begitu juga ketika kita berbuat dosa dengan mata atau penglihatan maka Allah subhanahu wata’ala tidak membutakan mata kita dari melihat, meskipun demikian bukan berarti bahwa Allah subhanahu wata’ala ridha akan hal tersebut sehingga membiarkannya begitu saja, akan tetapi Allah subhanahu wata’ala sangat cemburu melihat perbuatan-perbuatan dosa tersebut dilakukan oleh hamba- hambaNya. Sehingga ketika kita lebih mencintai kepada selainNya, maka Allah subhanahu wata’ala akan menjauhkan kita dariNya. Namun selama kita masih hidup di dunia ini, Allah subhanahu wata’ala masih akan terus membuka pintu taubat untuk kita kembali kepadaNya. Pintu taubat tidak pernah tertutup bagi setiap pendosa, cahaya pengampunan Allah subhanahu wata’ala selalu memanggil hamba-hambaNya untuk selalu kembali dan mendekat kepadaNya.

Kemudian disebutkan dalam hadits tersebut bahwa tiada yang lebih menyukai pujian dari selain Allah subhanahu wata’ala sehingga Allah subhanahu wata’ala memuji dzatNya sendiri. Mengapa Allah subhanahu wata’ala menyukai pujian?, karena sebuah pujian tidaklah timbul kecuali dari rasa cinta. Allah subhanahu wata’ala tidak membutuhkan hamba-hambaNya, tidak pula membutuhkan pujian-pujian dari mereka, namun Allah subhanahu wata’ala memanggil dan mengundang mereka kepada cintaNya, sehingga Allah subhanahu wata’ala menyukai pujian dari hamba-hambaNya sebab pujian itu muncul dari adanya cinta pada diri mereka kepada Allah subhanahu wata’ala. Allah subhanahu wata’ala memuji dzatNya maka terlebih lagi kita yang sebagai hamba-hambaNya sepantasnyalah untuk senantiasa memujiNya.

Dengan seseorang memuji Allah subhanahu wata’ala maka hal itu merupakan tanda bahwa ia mencintai Allah subhanahu wata’ala. Dan dengan mencintai Allah subhanahu wata’ala maka seseorang akan dicintai oleh Allah subhanahu wata’ala, bahkan cinta Allah kepada hamba tersebut lebih besar dari cintanya kepada Allah subhanahu wata’ala. Sebagaimana firmanNya dalam hadits qudsi riwayat Shahih Al Bukhari:

ْaِcْ َ< ْaِ3+َmَأ ْ&َ(َو ً+P+َ2 ِ8ْQَِإ ُyْ27:َCَm ً+Pاَرِذ 7aَإ َب7:َCَm ْ&َ(َو ، ً+Pاَرِذ ِ8ْQَِإ ُyْ27:َCَm ًا:ْ0ِo 7a ِإ َب7:َCَm ْ&َ( ًAََوْ:َه ُ8ُ,ْQَmَأ

“ Barangsiapa yang mendekat kepadaKu ( Allah ) sejengkal maka Aku mendekat kepadanya satu hasta, dan barangsiapa yang mendekat kepadaKu satu hasta maka Aku mendekat kepadanya satu depah, dan barangsiapa yang datang kepadaKu dengan berjalan (perlahan-lahan) maka Aku akan mendatanginya dengan bergegas”

Maka jika seseorang mencintai Allah satu kali, Allah mencintainya sepuluh kali. Hal ini terbukti sebagaimana yang kita ketahui bahwa Allah subhanahu wata’ala melipatgandakan pahala dari satu amal baik menjadi 10 kali lipat hingga 700 kali lipat dan bahkan lebih. Demikian rahasia keagungan cinta Allah subhanahu wata’ala kepada hamba-hambaNya yang selayaknya difahami, yang merupakan berlian atau mutiara yang paling berharga dalam kehidupan hamba-hamba Allah subhanahu wata’ala. Dimana cinta Allah subhanahu wata’ala merupakan modal kita untuk mencapai kenikmatan dalam kehidupan yang kekal kelak di akhirat, dan menikmati cinta Allah subhanahu wata’ala.

Kita tadi telah mendengarkan dalam qasidah yang dilantunkan, dimana seseorang yang telah mencintai Allah subhanahu wata’ala tidak akan dapat menahan lisannya untuk berhenti dari memuji Allah subhanahu wata’ala. Semoga Allah subhanahu wata’ala menyatukan kita dan menjadikan kita kedalam kelompok mereka yang selalu banyak mengingat dan menyebut nama Allah subhanahu wata’ala. Rasulullah shallallahu

‘alaihi wasallam bersabda dan hal ini teriwayatkan lebih dari 70.000 riwayat dimana kalimat

(Alhamdulillah) memenuhi timbangan amal baik, sebagaimana yang dijelaskan di dalam kitab Tuhfatul Ahwadzi, dan di dalam Syarah Shahih Muslim dan lainnya bahwa pujian kepada Allah subhanahu wata’ala merupakan salah satu ibadah yang dicintai oleh Allah subhanahu wata’ala, sehingga dengan memuji Allah subhanahu wata’ala maka timbangan amal baik seorang hamba akan menjadi penuh, karena ia mencintai Allah subhanahu wata’ala hingga ia memujiNya, dan tiadalah perbuatan yang lebih agung dan mulia daripada cinta kepada Allah subhanahu wata’ala.

Disebutkan dalam sebuah riwayat yang tsiqah dimana ketika syaitan ingin mendekat dan mengganggu seseorang yang sedang melakukan shalat dan di tempat itu ada seseorang yang sedang tidur, maka syaitan berusaha untuk mendekat kepada orang yang sedang melakukan shalat itu namun ia tidak mampu untuk mendekat, kemudian ditanya oleh seorang nabi di zaman itu apa yang membuat syaitan itu tidak dapat mengganggu orang yang melakukan shalat tersebut, maka syaitan itu menjawab bahwa nafas orang yang sedang tidur itu membakarnya, sehingga syaitan itu tidak mampu menggoda orang yang sedang melakukan shalat, karena orang yang sedang tidur itu adalah hamba yang sangat mencintai Allah dan selalu dekat kepada Allah subhanahu wata’ala.

Sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, riwayat Shahih Al Bukhari bahwa syaitan ketika berjumpa dengan sayyidina Umar bin Khattab di sebuah jalan maka ia akan lari dan menghindar dari sayyidina Umar bin Khattab Ra. Kemudian dijelaskan oleh Al Imam Ibn Hajar di dalam Fathul Bari bisyarh Shahih Al Bukhari bahwa hal tersebut tidak hanya berlaku pada sayyidina Umar bin Khattab RA, namun banyak diantara para sahabat dan para shalihin yang telah mencapai pada derajat tersebut, dimana ketika Sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, riwayat Shahih Al Bukhari bahwa syaitan ketika berjumpa dengan sayyidina Umar bin Khattab di sebuah jalan maka ia akan lari dan menghindar dari sayyidina Umar bin Khattab Ra. Kemudian dijelaskan oleh Al Imam Ibn Hajar di dalam Fathul Bari bisyarh Shahih Al Bukhari bahwa hal tersebut tidak hanya berlaku pada sayyidina Umar bin Khattab RA, namun banyak diantara para sahabat dan para shalihin yang telah mencapai pada derajat tersebut, dimana ketika

Hadirin yang dimuliakan Allah Adapun kalimat ( Al Hamd : pujian ) memiliki 5 rukun yaitu, pertama (Al Haamid : orang yang memuji ), kedua ( Al Mahmuud : Dzat Yang dipuji ) yaitu Allah subhanahu wata’ala, ketiga( Al Mahmuud bihi : yang digunakan untuk memuji ) seperti pujian dengan lisan atau ucapan, dengan sanubari atau perbuatan dan lainnya, keempat ( Al Mahmuud ‘alaihi : sesuatu yang karenanya dipuji ), seperti kenikmatan yang dilimpahkan, dijauhkan dari musibah dan lainnya, dan kelima adalah ( As Shiighah : lafadz pujian ) sepeti kalimat “Alhamdulillah”. Jika dalam hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam disebutkan bahwa kalimat

ا ? (Alhamdulillah) memenuhi timbangan (amal baik), maka menunjukkan begitu mulia dan luhurnya kalimat tersebut, terlebih lagi dengan kalimat at tauhid : ا wإ 8 إ w ( Laa ilaaha illallah ) yang pastinya

lebih agung dan mulia. Namun kesimpulannya bahwa kalimat-kalimat agung dan dzikir-dzikir yang mulia itu pastilah di dalamnya terdapat nama

ا , sehingga ketika kita bershalawat kepada nabi Muhammad

shallallahu ‘alaihi wasallam, hal itu bukan semata-mata dari kita akan tetapi kita meminta atau berdoa kepada Allah subhanahu wata’ala, dimana disebutkan nama Allah subhanahu wata’ala, seperti ketika kita bershalawat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kita mengucapkan :

ٍ 7 َ ُ( +َ3ِ nQَU Oَ9َP ْTn9َUَو n>َV 7Tُ?ّ9 َا..