Berilah nama dengan namaku, tetapi janganlah kalian menggunakan kunyah (gelar) dengan gelarku”

Berilah nama dengan namaku, tetapi janganlah kalian menggunakan kunyah (gelar) dengan gelarku”

Al Imam Ibn Hajar Al Asqalani menjelaskan di dalam Fathul Bari Syarh Shahih Al Bukhari bahwa julukan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam (Abu Al Qasim) tidak boleh digunakan oleh orang lain, sebagaimana sebagian dari ulama’ berpendapat bahwa larangan tersebut hanya berlaku di masa hidup nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, namun setelah beliau shallallahu ‘alaihi wasallam wafat maka boleh hukumnya seseorang bergelar dengan gelar Abu Al Qasim, dan sebagian ulama’ berpendapat bahwa larangan tersebut berlaku selamanya baik di masa hidup Rasulullah shallalahu ‘alaihi wasallam atau setelah beliau wafat. Akan tetapi untuk pemberian nama maka sunnah hukumnya memberi nama dengan nama nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam sebagaimana perintah beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, adapun nama beliau shallallahu ‘alaihi wasallam sangat banyak jumlahnya dimana dalam setiap huruf hijaiyyah terdapat nama nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.

Disebutkan bahwa salah satu dari mukjizat nama nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, dimana beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda bahwa barangsiapa yang sulit untuk memiliki keturunan dan telah bertahun-tahun tidak juga memiliki keturunan dan ia ingin memiliki keturunan, maka ia bernadzar (berjanji) kepada Allah yaitu dengan nadzar jika ia memiliki keturunan anak lelaki maka anak itu akan diberi nama Muhammad, namun jika yang lahir wanita tentunya tidak diberi nama Muhammad, kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda jika rahim wanita tersebut kering sekalipun, maka Allah subhanahu wata’ala akan menjadikannya subur hingga ia hamil, yang kemudian akan melahirkan bayi lelaki atau perempuan sesuai dengan kehendak Allah subhanahu wata’ala, dan jika yang lahir adalah lelaki maka berilah nama dengan nama Muhammad. Adapun yang meriwayatkan hadits tersebut adalah sayyidina Ali bin Abi Thalib, dan seorang yang meriwayatkan dari sayyidina Ali bin Abi Thalib Kw adalah seorang yang juga belum memiliki keturunan dan ia sangat menginginkan keturunan, yang kemudian ia pun bernadzar jika ia memilki keturunan anak laki-laki maka ia akan dinamai dengan nama Muhammad, dan tidak lama kemudian istri nya pun hamil, setelah bayi itu lahir diberinya nama Muhammad. Hingga 7 anak laki-laki setelahnya ia beri nama dengan nama Muhammad. Juga disebutkan dalam riwayat yang masyhur bahwa orang yang mempunyai nama Muhammad akan disyafaati oleh nabi Muhamnmad shallallahu ‘alaihi wasallam selama ia beriman dan berada dalam Islam sehingga ia tidak akan mendapatkan siksa api neraka. Dan hal ini merupakan tanggung jawab berat bagi yang mengemban nama nabi pada dirinya, yaitu untuk membenahi dirinya menuju keluhuran. Padahal tidak seorang pun yang layak diberi nama dengan nama nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, namun karena keindahan budi pekerti sang nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, maka beliau shallallahu ‘alaihi wasallam memperbolehkan dan menganjurkan untuk menggunakan nama beliau shallallahu ‘alaihi wasallam.

Adapun hadits terakhir yang kita baca menjelaskan bahwa perumpamaan nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dengan nabi-nabi sebelum beliau shallallahu ‘alaihi wasallam adalah bagaika sebuah bangunan yang mewah dan indah, namun terdapat dinding dari bangunan tersebut yang belum dipasangi sebuah batu bata, sehingga orang-orang pun heran dan takjub seraya mengelilingi rumah tersebut dan mereka berkata alangkah sayangnya bangunan tersebut karena bagian dinding I tu belum disempurnakan, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda bahwa beliaulah yang menjadi penyempurna bangunan tersebut, yang disaat itu beliau shallallahu ‘alaihi wasallam belum dibangkitkan dan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam adalah nabi yang terakhir.

Demikian indahnya rahasia kemuliaan budi pekerti sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, yang sebenarnya tidak seorang pun yang layak untuk memiliki nama Muhammad, karena nama ini adalah nama yang sangat mulia, namun beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menganjurkan ummatnya untuk menggunakan nama dengan nama beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, sehingga hal itu menjadi sunnah hukumnya. Kemudian kita lanjutkan pembahasan tentang nama nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, yaitu huruf

mim (م) adapun nama yang paling agung adalah : Muhammad ( yang terpuji), saya berusaha untuk

mencari dan mengetahui makna Muhammad secara mendalam hingga saya tanyakan hal tersebut kepada guru mulia Al Musnid Al Habib Umar bin Hafizh dan beliau berkata bahwa tidak ada seorang pun yang dapat merangkum rahasia keluasan samudera makna nama “Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam”, kecuali Allah subhanahu wata’ala.

Kemudian huruf Nun (ن) , adapun ن adalah merupakan nama nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, Kemudian huruf Nun (ن) , adapun ن adalah merupakan nama nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam,

2-1 : U<F2ا ) ٍن`ُHْCَ ِ7 َZ$7َر ِDَ ْ6ِHِ7 َ{ْ"َأ !َ ، َنوُ=ُ}ْcَ? !َ َو ِUَ<َFْ2اَو ن )

“Nun, demi pena dan apa yang mereka tulis, berkat nikmat Tuhanmu kamu (Muhammad) sekali- kali bukanlah orang gila”. (QS. Al Qalam : 1-2 )

Dimana menurut pendapat sebagian ulama’ mengatakan bahwa (ن) adalah nama nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, setelah memperhatikan ayat-ayat setelahnya. Begitu juga diantara nama nabi

yang diawali dengan huruf Nun adalah ر`" : Nur (Cahaya), sebagaimana sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa Allah subhanahu wata’ala menciptakan alam semesta dari cahaya beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan dalam firman Allah subhanahu wata’ala:

35 : ر`H2ا ) ٍر`ُ" Qَ<َR ٌر`ُ" ) “Cahaya di atas

cahaya”. ( QS. An Nuur: 35 ) Dalam tafsir Al Imam Thabari, Al Imam Qurthubi dan tafsir lainnya disebutkan bahwa cahaya tersebut adalah

cahaya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang mengungguli cahaya para nabi dan rasul yang lainnya. Maka makhluk yang paling bercahaya adalah nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, dimana cahaya wajah beliau shallallahu ‘alaihi wasallam tidak hanya menerangi pandangan mata namun juga menerangi jiwa dengan munculnya tuntunan keinginan untuk berbuat luhur, sebagaimana ucapan sayyidina Abu Hurairah RA

dalam beberapa riwayat , beliau berkata: !H7`<[ {[ر ك!H?أر اذإ Vا ل`&ر!? “ Wahai Rasulullah, jika kami memandang wajahmu…..

Sungguh beruntung mereka para sahabat yang menyaksikan keindahan wajah sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam wafat seorang sahabat dari kalangan Anshar berdoa : “Wahai Allah butakanlah mataku, aku tidak lagi ingin melihat setelah wafatnya nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam”, yang akhirnya ia pun buta, kemudian para sahabat radiyallahu ‘anhum mendatanginya dan ditanya mengapa ia menjadi buta, dan ia menjawab bahwa ia tidak ingin lagi melihat setelah wafatnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, karena semua keindahan yang ada di dunia tidak menyamai keindahan wajah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, sebagaimana riwayat Shahih Al Bukhari bahwa sayyidina Anas bin Malik Ra berkata :

َU<َ&َو ِ;ْ%َ<َR ُVا Q<َW ِVا ِلْ`ُ&َر ِ;ْ>َو ْ.ِ !َHْ%َ2ِإ َƒَCْRَأ َن!َآ اً=َbْHَ !َHْ?َأَر !َ

“ Kami tidak melihat pemandangan yang lebih menakjubkan bagi kami dari wajah Rasulullah

shallallahu ‘alaihi wasallam” Diriwayatkan juga dalam Shahih Al Bukhari bahwa wajah beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bagaikan bulan purnama, kemudian sayyidina Jabir bin Samurah berkata :

ِ;ْ%َ2ِإ ُ=ُbْ"َأ ُ{ْ<َ6َCَN : َل!َ[ ، ُءاَ=ْ َX ٌD<ُX ِ;ْ%َ<َRَو ٍن!َ%ِ ْˆِإ ٍDَ<ْ%َ2 dِN َU<َ&َو ِ;ْ%َ<َR ُ;<2ا Q<َW dِ5H2ا ُ{ْ?َأَر ِ=َ َFْ2ا َ.ِ dِHْ%َR dِN ُ.َcْXَأ َ`ُBَ<َN ِ=َ َFْ2ا Qَ2ِإَو