Kemacetan lalu lintas, menurunnya interaksi sosial karena gaya hidup individualistik juga menjadi penyebab stress. Tata ruang kota yang tidak
partisipatif dan tidak humanis menyisakan ruang-ruang sisa yang mengundang tindak laku kriminal. Penggusuran kampung miskin dan penggusuran lahan usaha
informal oleh pemerintah DKI adalah penyebab aktif kemiskinan di DKI.
Gambar 4.2 Kawasan kumuh dan banjir yang merupakan salah satu masalah berkepanjangan yang terus melanda Jakarta
Sumber: LintasJakarta.com, 2009
4.2 Kondisi Umum Ruang Terbuka di Kota Jakarta
Dengan jumlah penduduk 8,9 juta jiwa pada malam hari dan penduduk siang berkisar 10,2 juta pada siang hari dengan kepadatan 13.000-15.000
jiwakm2 serta pertumbuhan penduduk sekitar 1.11 per tahun Jakarta membutuhkan ruang terbuka yang tidak saja berfungsi estetika dan edukatif tetapi
juga sebagai sarana yang mempunyai fungsi sosial. Kesadaran akan pentingnya fungsi ruang terbuka bagi Kota Jakarta
tersebut dijabarkan dalam aturan daerah mengenai tata ruang yaitu Perda nomor 6 tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW DKI Jakarta atau
dikenal dengan RTRW 2010. Dalam perda tersebut ruang terbuka diistilahkan
Universitas Sumatera Utara
sebagai “kawasan hijau” yang dibagi ke dalam kawasan hijau lindung dan kawasan hijau binaan dengan prosentase keseluruhan kedua kawasan tersebut
hingga tahun 2010 ditetapkan sebanyak 13,94 dari luas keseluruhan DKI Jakarta gambar 4.3.
Gambar 4.3 Peta Struktur Tata Ruang Wilayah Sumber: UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang
Arahan pengembangan kawasan hijau di Provinsi DKI Jakarta adalah hutan lindung dan hutan kota diarahkan pada beberapa pulau di Kepulauan Seribu
terutama pada zona inti dan pelindung serta hutan Angke Kapuk, hutan Kamal Muara, dan hutan Muara Angke.
Hijau pengaman air diarahkan pada sempadan sungai dan sempadan situ atau danau. Hijau rekreasitaman kota diarahkan pada beberapa spot di setiap
wilayah kota, kawasan pertanian diarahkan pada beberapa kawasan yang saat ini masih merupakan kawasan atau areal pertanian, kawasan daerah resapan air
Universitas Sumatera Utara
diarahkan pada Kawasan Bagian Selatan Kota Jakarta yang dilakukan melalui pembatasan intensitas pembangunan fisik gambar 4.4.
Gambar 4.4 Peta Arahan Pengembangan Kawasan Hijau Sumber: UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang
Penting bagi Jakarta memiliki taman dan hutan kota yang dapat dijadikan tempat interaksi sosial dan tempat wisata murah bagi warganya, selain berfungsi
estetika dan edukatif. Pada saat ini luas ruang terbuka publik di Provinsi DKI Jakarta kurang lebih telah mencapai 10 dari luas DKI Jakarta atau seluas kurang
lebih 6.874,06 ha. Selama lima tahun terakhir ini, berbagai upaya telah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk meningkatkan penyediaan dan
pemanfaatan ruang terbuka. Program penghijauan selama lima tahun ini dilakukan dengan cukup intensif dan diberi nama gerakan “Jakarta yang Hijau Royo-royo
dan Berkicau”.
Universitas Sumatera Utara
Salah satu komponen dari gerakan “Jakarta Hijau Royo-royo dan Berkicau” adalah melakukan pemeliharaan dan penataan taman yang memiliki
fungsi multi-dimensi, yaitu dimensi ekologis, edukatif dan sosial. Contoh dari taman semacam ini adalah Taman Monas, Taman Menteng, Taman Suropati dan
Taman Lapangan Banteng gambar 4.5. Penataan taman tersebut juga dibarengi dengan penataan jalur-jalur hijau baik jalur hijau jalan maupun jalur hijau tepian
air gambar 4.6.
Gambar 4.5 Taman Kota: Taman Menteng, Taman Monas, Lapangan Banteng, dan Taman Suropati
Sumber: Jakarta.go.id, 2011
Gambar 4.6 Jalur Hijau Sumber: Jakarta.go.id, 2011
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga membangun taman-taman interaktif di kawasan permukiman terutama di permukiman padat penduduk gambar 4.7.
Taman semacam ini selain berfungsi sebagai katup sosial melalui interaksi di dalamnya seperti melalui kegiatan olah raga dan bermain yang dapat mencegah
Universitas Sumatera Utara
anak-anak untuk bermain di jalan. Tujuan pembangunan taman interaktif ini adalah mendekatkan lokasi taman ke warga yang sulit menjangkau taman-taman
kota skala besar dan umumnya taman interaktif ini memiliki luas kurang lebih 500 – 1000 m2. Program taman interaktif ini juga diiringi dengan program potinisasi
dimana pot-pot tanaman digantung dan diletakan di sepanjang gang-gang yang tidak bisa ditanami pohon.
Gambar 4.7 Taman Interaktif, Taman Partisipasi Masyarakat, dan Penghijauan Sumber: Jakarta.go.id, 2011
Upaya untuk mendorong partisipasi masyarakat di kawasan ruang terbuka
antara lain dilakukan melalui pembangunan ruang terbuka sebagai bagian dari kewajiban fasos fasum pengembang, pembangunan dan pemeliharaan ruang
terbuka oleh swasta atau masyarakat yang mampu dengan sistem adopsi dimana mereka bertindak menjadi seperti “Bapak Angkat” yang akan memelihara dan
menata taman. Sistem adopsi ini telah berjalan di beberapa lokasi ruang terbuka seperti di tamanjalur hijau Gunung Agung dan Kepala Gading.
Universitas Sumatera Utara
Dari pengalaman peyedian dan pemanfaatan ruang terbuka sampai saat ini terdapat berbagai permasalahan dan kendala yang dihadapi. Permasalahan dan
kendala tersebut masih adanya peruntukan ruang terbuka yang dimanfaatkan untuk kegiatan non ruang terbuka secara illegal, ketersediaan lahan yang semakin
menipis ditambah peningkatan aktivitas ekonomi Jakarta menyebabkan harga tanah semakin tinggi dan diatas NJOP, rendahnya apresiasi masyarakat terhadap
keberadaan taman, jalur-jalur hijau dan tanaman-tanaman penghijauan yang ada misalnya dalam Pengembangan Taman Monas dan Taman Stadion Menteng,
terbatasnya Sumber Daya Pemerintah dan masih belum terselesaikannya permasalahan transportasi dan banjir di Jakarta yang membutuhkan anggaran
biaya yang sangat besar, belum optimalnya sistem pendataan dan informasi mengenai ruang terbuka.
Kurangnya koordinasi antar instansi terkait dalam penataan ruang terbuka, masih terdapatnya kesalahan informasi mengenai ruang terbuka yang
mengakibatkan partisipasi masyarakat tidak optimal, kurang efektifnya penegakan hukum, rendahnya pengendalian kewajiban penyediaan fasos fasum ruang
terbuka. Distribusi ruang terbuka yang kurang merata di wilayah Provinsi DKI Jakarta.
4.3 Gambaran Umum Lokasi Kajian