BAB V ANALISIS
5.1 Ruang Publik Ditinjau dari Aspek Fisik
5.1.1  Sistem keterkaitan ruang sirkulasi, aksesibilitas, dan parkir Merujuk teori Ashihara 1986 maka sirkulasi yang ada di koridor ini
adalah sirkulasi manusia pejalan kaki dan sirkulasi kendaraan sepeda dan busway yang terjadi di outdoor  gambar 5.6. Sedangkan menurut polanya
Ching, 1990, tergolong pola sirkulasi linier  yang terhubung antara Patung Arjuna di pangkal koridor dan Tugu Api Nan Tak Kunjung Padam di ujung
koridor. Menurut Davit dan Kulash dalam Naupan 2007 sirkulasi yang baik
dalam konteks transportasilalu-lintas memiliki beberapa indikator, antara lain kelancaran, keamanan dan kenyamanan.  Berikut analisis sistem sirkulasi di
koridor ini jika diukur dari indicator-indikator adalah sebagai berikut: 1. Aspek kelancaran telah cukup terpenuhi terlihat dari adanya usaha dari
pihak pelaksana dalam mengatur jalur sirkulasi yang ada dengan adanya pembagian ketiga jalur jalur sepeda, jalur pejalan kaki dan jalur
busway yang diberi tanda  pembatas yang sangat jelas, dimana jalur busway  dibatasi oleh separator jalan berupa batu canstine  berukuran
20x20x60 cm, dan antara jalur pejalan kaki dengan jalur sepeda dibatasi oleh rambu yang diletakkan di setiap jarak 10-20 m gambar 5.1.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 5.1 Pembatas Antar Jalur Berupa Batu Canstine Separator Busway dan Rambu “Jalur Sepeda”
Sumber: Data Primer Diolah, 2011 Disetiap persimpangan jalan, pengunjung akan dipandu dan diarahkan oleh
petugas dari Dinas Perhubungan Provinsi  DKI Jakarta demi kelancaran dan keamanan jalur sirkulasi. Petugas ditempatkan diantara jalur pejalan kaki dengan
jalur sepeda di setiap 500 m untuk mengarahkan pesepeda yang masuk ke jalur pejalan kaki atau pun sebaliknya. Hasil pengamatan dilapangan, kehadiran para
petugas ini hanya efektif dirasakan manfaatnya di jam-jam awal pelaksanaan car free day 06.00-09.00 WIB saja.
Ditinjau dari aspek keamanan dan kenyamanan, jalur sirkulasi yang ada masih memiliki beberapa kekurangan dimana letak jalur pejalan kaki berbatasan
langsung dengan jalur busway  sehingga memungkinkan terjadinya kecelakaan akibat adanya kontak fisik antara pejalan kaki dengan busway gambar 5.2, juga
karena sesaknya pengunjung menjelang siang hari dan kurangnya penertiban dari petugas terkait gambar 5.3.
Universitas Sumatera Utara
Gambar  5.2 Potongan Ruas Jalan Thamrin – Sudirman Sumber: Data Primer Diolah, 2011
Universitas Sumatera Utara
10 20
30 40
50 60
tidak puas netral
puas
puas netral
tidak puas al
Gambar 5.3  Diagram Kepuasan Pengunjung Terhadap Kenyamanan Lalu LintasSirkulasi
Sumber: Data Primer Diolah, 2011 Secara umum pelaksanaan car free day  tidak banyak mempengaruhi
sirkulasi kendaraan yang ada di sekitar ruas jalan tersebut, karena pengalihan jalur sirkulasi kendaraan telah diatur sedemikian rupa sehingga pengguna jalan di luar
area  car free day  tidak  terganggu. Bahkan di beberapa persimpangan jalan yang berbatasan langsung dengan ruas jalan M.H.Thamrin persimpangan antara jalan
K.H. Wahid Hasyim dengan jalan M.H.Thamrin dan jalan Kebon Sirih dengan jalan M.H.Thamrin masih dapat dilalui oleh kendaraan gambar 5.4, dan 5.5.
Sedangkan untuk aksesibilitas ke area car free day, pengunjung dapat dengan mudah mengaksesnya dari setiap persimpangan jalan yang berbatasan
langsung dengan ruas Jalan Thamrin-Sudirman ini. Ttitik pangkal diarah utara dari Bundaran  Bank Indonesia patung Arjuna dan titik pangkal di arah selatan
dari Tugu Api Nan Tak Kunjung Padam. Ruas jalan ini sangat mudah dicapai oleh masyarakat dari kota Jakarta  baik yang datang menggunakan kendaraan umum
maupun kendaraan pribadi, 92 menyatakan puas,  dan 18 menyatakan sangat puas terhadap aksesibilitas masuk ke dalam  kawasan  car free day gambar 5.6.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 5.4 Pengalihan Sirkulasi Kendaraan diruas Jalan Thamrin Sumber: Data Primer Diolah, 2011
Gambar 5.5 Pengalihan Sirkulasi Kendaraan diruas Jalan Sudirman Sumber: Data Primer Diolah, 2011
Universitas Sumatera Utara
20 40
60 80
100
puas sangat puas
sangat puas puas
Gambar 5.6 Diagram Kepuasan Pengunjung Terhadap Aksesibilitas Sumber: Data Primer Diolah, 2011
Pengunjung yang berasal dari luar kota Jakarta dapat mengakses ruas jalan ini salah satunya dengan menggunakan moda transportasi kereta api melalui
Stasiun Sudirman gambar 5.7, dan 5.8. Fasilitas parkir yang ada merupakan area parkir umum yang dikelola oleh
swasta atau pun fasilitas parkir yang ada di pusat-pusat perbelanjaan yang tetap buka saat hari libur. Diruas jalan Thamrin pengunjung dapat menggunakan
fasilitas  parkir I.R.T.I disepanjang ruas Jalan Sabang, area parkir Sarinah, area parkir Jakarta Theatre dan area parkir Plaza Indonesia. Sedangkan di ruas jalan
Sudirman, pengunjung dapat dengan mudah mengakses area parkir Ratu Plaza dan Lapangan Parkir Timur Senayan gambar 5.9, dan 5.10.
Berdasarkan  Peraturan Pemerintah  No 41 tahun 1993 tentang Standar Angkutan Jalan, area parkir yang  ada juga telah memenuhi syarat  dimana ruang
parkir mobil yang ada diasumsikan 4,8 x 2,3 m, jarak area parkir 50 m dari lokasi penyeberangan, dan area parkir juga tidak terletak di badan jalan kolektor
dan lokal.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 5.7 Akses Masuk Area Car Free Day di Ruas Jalan Thamrin Sumber: Data Primer Diolah, 2011
Gambar 5.8 Akses Masuk Area Car Free Day di Ruas Jalan Sudirman Sumber: Data Primer Diolah, 2011
Universitas Sumatera Utara
Gambar 5.9 Area Parkir di Ruas Jalan Thamrin Sumber: Data Primer Diolah, 2011
Gambar 5.10 Area Parkir di Ruas Jalan Sudirman Sumber: Data Primer Diolah, 2011
Universitas Sumatera Utara
Analisis diatas juga diperkuat oleh pendapat pengunjung dimana 31 pengunjung menyatakan tidak puas, 8 menyatakan netral dan 61 menyatakan
puas gambar 5.11. Jika ditinjau sebagai unsur pendukung sistem sirkulasi ruang publik kota,
perencanaan area parkir yang ada juga telah memenuhi standard yang ada dimana keberadaan strukturnya tidak mengganggu aktifitas di sekitarnya, bahkan turut
mendukung kegiatan ruang publik kota yang ada, adanya program penggunaan berganda dengan cara time sharing khusus area parkir I.R.T.I, dimana satu lokasi
parkir dapat digunakan secara bergantian untuk beberapa lembaga, yaitu pada hari kerja untuk parkir karyawan perkantoran, dan pada waktu hari libur area parkir
tersebut dapat digunakan oleh pengguna urban space, serta lokasi area parkir yang ada juga terdapar pada jarak yang cukup terjangkau bagi para pejalan kaki, sehingga
secara maksimal dapat mempersingkat jarak jalan kaki menuju jalur pedestrian. Letaknya yang berbatasan langsung dengan ruas jalan Thamrin -  Sudirman
mempermudah pengunjung untuk mengakses masuk ke area car free day.
20 40
60 80
tidak puas netral
puas
puas netral
tidak puas
Gambar 5.11 Diagram Kepuasan Pengunjung Terhadap Fasilitas Parkir Sumber: Data Primer Diolah, 2011
Universitas Sumatera Utara
5.1.2   Jalur pejalan kaki pedestrian way Di sepanjang ruas jalan Thamrin–Sudirman sudah tersedia jalur pedestrian
existing  yang berada  di setiap muka bangunan dengan lebar antara 2-4 m gambar 5.12.  Jalur  pedestrian  di ruas jalan ini memiliki dimensi dan permukaannya
memenuhi syarat teknis karena letaknya yang berada di jalur ring road 1 satu sehingga dapat menjadi pilot project terhadap ruas-ruas jalan lain. Berdasarkan teori
Utermann  1984,  ditinjau dari fungsinya maka jalur pejalan kaki yang ada tergolong sidewalk  karena letaknya yang terpisah dari jalur kendaraan umum, dan
keberadaannya bersebelahan atau berdekatan dengan jalur kendaraan umum yang ada, yaitu jalur busway  dan jalur sepeda. Jalur ini juga memerlukan fasilitas yang
aman terhadap  bahaya  kendaraan  bermotor  yaitu berupa tanda pembatas antar jalur dan mempunyai permukaan yang rata. Sedangkan menurut bentuknya, jalur
pejalan kaki yang ada dapat diklasifikasikan  sebagai  jalur pejalan kaki yang tidak terlindungitidak beratap.
Gambar 5.12 Kondisi Jalur Pedestrian Existing yang Berada disetiap Muka Bangunan Sumber: Observasi 2010
Universitas Sumatera Utara
Pada hari–hari kerja jalur ini bebas dari PKL dan dilengkapi dengan unsur vegetasi yang cukup rindang sehingga menjadikannya jalur pedestrian yang cukup
nyaman dan aman. Namun berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, pihak pelaksana justru menempatkan jalur pejalan kaki tepat di antara jalur busway dengan
jalur sepeda sehingga jalur pedestrian existing cenderung digunakan oleh pedagang kaki lima untuk menggelar dagangannya gambar 5.13.
Gambar 5.13 Jalur Pedestrian Existing yang Dipenuhi oleh PKL Sumber: Observasi 2010
Merujuk dari pendapat Sucher dalam Ekawati  2006 yang mengemukakan syarat–syarat yang wajib dipenuhi jalur  pedestrian  agar dapat berfungsi  dengan
baik  bagi  pejalan  kaki  dalam  melakukan kegiatannya, berikut adalah analisis terhadap jalur pedestrian:
a.    Kontinuitas, jalur pedestrian  yang ada telah memenuhi aspek ini karena memiliki  rute yang  menerus  dan  dapat  dilakukan sewaktu–waktu
oleh pengunjung dari berbagai range usia.
Universitas Sumatera Utara
b.    Jarak, seyoyanya jalur  pedestrian  tidak  boleh  terlalu  panjang  sehingga pejalan  kaki  dapat  melaluinya  bersama  beberapa  pejalan  kaki  lainnya.
Dan  Uterman  1984 menyatakan bahwa jarak 0,5  km merupakan  jarak untuk  berjalan  kaki  yang  paling  nyaman. Sedangkan jalur pedestrian
yang ada memiliki jarak yang terlalu panjang untuk dilalui oleh pengunjung, dimana panjang ruas jalan ini adalah 6,7 km, sehingga
banyak pengunjung yang datang dari arah utara Patung Arjunasilang Monas yang berjalan hingga Bundaran HI kemudian berbalik arah lagi.
c.    Lebar, karena pejalan  kaki  menyukai  berjalan–jalan  bersama sehingga dimensi  lebar  ruang  untuk  jalur  berkapasitas  dua  orang  minimal
150  cm, sedangkan jalur berkapasitas tiga orang minimal membutuhkan ruang 200 cm. Dan jalur pejalan kaki yang ada sudah memenuhi syarat ini
karena memiliki lebar 200 cm. Jika jalur pedestrian yang ada ditinjau dari kriteria-kriteria yang dikemukakan
oleh Utermann 1984, yaitu: a.
Safety  keamanan, dimana pejalan  kaki  harus  mudah  bergerak  atau berpindah  dan  berlindung dari kendaraan  bermotor. Aspek ini kurang
terpenuhi dalam jalur pedestrian  yang ada, karena walaupun antar jalur telah diberi tanda batas yang cukup jelas namun karena letaknya yang
berada di antara  jalur sepeda dan jalur busway  maka memungkinkan terjadinya kontak fisik antara pejalan kaki dengan pesepeda bahkan
dengan  busway, karena tidak sedikit pesepeda yang menggunakan jalur
Universitas Sumatera Utara
pejalan kaki atau pejalan kaki yang justru melalui jalur busway  gambar 5.14. Juga karena banyaknya pejalan kaki cenderung untuk duduk-duduk
di atas separator busway  jika ingin beristirahat memungkinkan terjadinya kecelakaan di sana.
Gambar 5.14  Jalur Pejalan Kaki yang ditempatkan dianntara Jalur Busway dengan Jalur Sepeda
Sumber: Observasi 2010
b.    Convenience  menyenangkan, dimana pejalan kaki harus memiliki  rute sesingkat  mungkin jarak  terpendek  yang  bebas  hambatan  dari  suatu
lokasi  ke  lokasitujuan lain. Seperti telah dijelaskan bahwa jalur pedestrian yang ada cenderung sangat panjang 6,7 km, sehingga banyak
pejalan kaki yang akan mengambil arah balik setelah mencapai bundaran Hotel Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
c.    Comfort  kenyamanan, dimana pejalan  kaki  harus  memiliki  jalur  yang mudah  dilalui  hal ini cukup terpenuhi dalam jalur  pedestrian  yang ada,
karena jalur yang ada memiliki dimensi dari segi lebar jalur yang cukup dan permukaan yang cukup nyaman untuk dilalui oleh pejalan kaki.
d.  Attractiveness menarik, dimana pada  tempat  tertentu  diberikan  elemen yang  dapat  menimbulkan daya  tarik  seperti  elemen  estetika,  lampu
penerang  jalan,  lansekap, dll. Hal ini cukup terpenuhi dalam jalur pedestrian  yang ada, dengan hadirnya elemen street furniture di
sekitarnya seperti patungair mancur dan taman di jalur hijau ruas jalan. Namun bangku yang sangat diperlukan pejalan kaki jika mereka lelah dan
ingin beristirahat tidak tersedia, sehingga banyak pejalan kaki yang memilih untuk duduk di atas separator busway walaupun mereka tahu hal
itu mengundang bahaya. Juga tidak adanya unsur vegetasi yang menjadikan jalur ini kurang teduh untuk dilalui oleh pejalan kaki.
Jalur pejalan kaki ini telah memberi andil yang cukup penting bagi keberlangsungan car free day dalam kaitannya sebagai ruang terbuka publik, karena
dari jalur pejalan kaki inilah  kemudian muncul aktifitas–aktifitas pendukung lain, seperti pedagang kaki lima dan keikutsertaan para partisipan yang turut menjadi
pendorong aktifitas utama dalam ruas jalan car free day  ini. Hal ini sesuai dengan pendapat Shirvani 1987 yang mengemukakan bahwa pedestrian adalah bagian dari
Universitas Sumatera Utara
ruang publik dan merupakan aspek penting dalam ruang kota. Dan selain aspek fisik, aktifitas yang ada di sepanjang pedestrian juga mampu menjadi pendorong aktifitas
ruang publik seperti pedagang kaki lima, pertokoan dan aktifitas budayatradisional.
5.1.3  Aktifitas penunjang activity support Aktifitas penunjang dari para partisipan dan pedagang kaki lima PKL yang
hadir di ruas jalan  ini, antara lain seperti partisipan  dari  PP Wali Songo, Koperasi Maxima, Motion Radio, AMPI, Bike to Work Blue, Level Tujuh, Manan Foundation,
Dompet Dhuafa, Jak TV, KMPF–UNJ, LiteFM, Lanskap Media, Indika Radio, gambar 5.15.
Gambar 5.15 Salah Satu Partisipan dari Provider Telekomunikasi yang Menyajikan Live Music
Sumber: Observasi 2010
Universitas Sumatera Utara
Jenis dagangan yang dijual oleh pedagang kaki lima  seperti  makanan, minuman, pakaian, aksesoris wanita, aksesoris pria, mainan anak-anak, perlengkapan
rumah tangga, dan atraksi budaya gambar 5.16.
Gambar 5.16 Atraksi Kebudayaan Oleh Budayawan Jalanan Sumber: Observasi 2010
Berdasarkan pendapat Gehl-Gemzoe 1996, keberadaan aktifitas penunjang yang ada dalam car free day termasuk dalam kategori kelompok informal dengan
event-event  dalam skala kecil seperti musisi jalanan, pertunjukan jalanan, dll.  Pada saat–saat tertentu terkadang pihak pelaksanan juga mengadakan event-event  yang
diselenggarakan dalam skala yang lebih besar, pertunjukan yang memerlukan persiapan seperti festival dan aktifitas-aktifitas kebudayaan yang menggunakan ruang
publik sebagai wadah aktifitasnya seperti festival batik nasional, memperingati hari car free day sedunia, dll.
Universitas Sumatera Utara
Pertunjukan dan event-event tersebut adalah atraksi yang menarik untuk ruang terbuka publik dan akan menjadi magnet tersendiri sehingga mengundang
pengunjung dalam jumlah yang sangat besar untuk menikmatinya. AktifitaS-aktifitas ini menjadikan ruang publik kota menarik, amusing dan tak terduga Gehl-Gemzoe,
1996. Sama halnya seperti yang terjadi daalam car free day, pengunjung akan padat memenuhi area sekitar tenda partisipan yang mengadakan acara–acara promosi.
Namun dari hasil observasi di lapangan, kehadiran pedagang kaki lima yang ada selain dibutuhkan oleh para pengunjung, juga terkadang menimbulkan gangguan
karena telah menempati jalur pejalan kaki bahkan ada juga yang  mengambil tempat di badan–badan jalan sehingga menghambat jalur sepeda  gambar 5.17. Hal ini
kemudian diperkuat oleh pendapat pengunjung yang didapat dari hasil kuesioner dimana 8 pengunjung menyatakan sangat tidak puas, 54 menyatakan tidak puas,
9 menyatakan netral dan 29 menyatakan puas terhadap kehadiran pedagang kaki lima gambar 5.18.
Gambar 5.17 Pedagang Kaki Lima yang Menempati Badan Jalan Sumber: Observasi 2010
Universitas Sumatera Utara
10 20
30 40
50 60
sangat tidak puas tidak puas
netral puas
puas netral
tidak puas sangat tidak puas
Gambar 5.18 Diagram Kepuasan Pengunjung Terhadap Keberadaan PKL Sumber: Data Primer Diolah, 2011
Aktifitas para partisipan dan pedagang kaki lima yang merupakan aktifitas penunjang dalam car free day dapat memperkuat fungsinya sebagai ruang publik
kota, sebab antara aktifitas dan ruang fisik selalu saling melengkapi. Walaupun dalam kenyataannya terkadang keberadaan aktifitas penunjang ini dapat menimbulkan
gangguan terhadap aktifitas utama, jika mereka tidak ditangani dengan baik. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Whyte 1980 bahwa
aktifitas penunjang juga dapat meningkatkan elemen desain fisik terutama ruang terbuka publik. Ia juga menyatakan pentingnya berjualan makanan food services,
hiburan, dan kegiatan pendorong yang lain sebagai obyek fisik dan obyek amatan.
5.1.4  Street furniture Berdasarkan pendapat Rubenstein 1992 maka elemen–elemen  pendukung
street furniture yang ada di koridor ini adalah sebagai berikut: a.  Ground  Cover,  yang digunakan pada jalur sepeda dan jalur pejalan kaki
tergolong  hard material  yang terbuat dari aspal, sedangkan pada jalur busway juga tergolong hard material yang terbuat dari beton. Namun dari
Universitas Sumatera Utara
material yang digunakan tidak dimungkinkan adanya design khusus terhadap ukuran, pola, warna maupun teksturnya.
b.  Lampu, terdiri dari  lampu jalan dan lampu taman, dimana lampu jalan terdapat pada jalur hijau di sepanjang ruas jalan dengan jarak antara lampu
yang satu dengan lampu yang lain adalah 30 meter, sedangkan lampu taman berdiri di jalur pedestrian existing dengan jarak per 20 meter.
c.  Signage,  yang terlihat dalam pelaksanaan car free day  umumnya berupa rambu-rambu yang sifatnya memberi informasi dan menertibkan
pengunjung atau hanya berupa umbul-umbul sebagai media promosi para partisipan yang turut andil didalamnya. Rambu yang ada dinilai cukup
membantu terlihat dari tanggapan pengunjung yang menyatakan 77 puas, 15 netral dan 8 tidak puas terhadap penandaan yang ada gambar 5.19.
Saat ini di sepanjang ruas jalan telah bersih dari papan reklame karena sejak akhir 2010 Pemprovinsi  DKI Jakarta telah mencanangkan kawasan
ini sebagai kawasan bebas reklame.
Gambar 5.19  Diagram Kepuasan Pengunjung Terhadap Keberadaan Signage Sumber: Data Primer Diolah, 2011
20 40
60 80
100
tidak puas netral
puas puas
netral tidak puas
Universitas Sumatera Utara
d.  Sculpture, yang hadir pada ruas jalan ini merupakan patung–patung maupun air mancur yang kemudian dapat dijadikan landmark atau bahkan
node  dari kawasan tersebut, yaitu  Patung Arjuna yang berada di pangkal ruas jalan sekaligus berfungsi sebagai batas area car free day di sisi utara
ruas jalan Monumen Selamat Datang Bundaran Hotel Indonesia yang kemudian menjadi node  dari ruas jalan ini karena aktifitas pengunjung
banyak terpusat di sana, Tugu Sudirman yang merupakan batas antara Jl. M.H. Thamrin dengan Jl. Jend. Sudirman, Tugu Api Nan Tak Kunjung
Padam yang berada di ujung ruas jalan sekaligus menjadi batas area car free day di sisi selatan ruas jalan.
e.  Bangku,  yang merupakan tempat duduk primer tidak tersedia di sepanjang ruas jalan ini, sehingga banyak pengunjung untuk duduk-duduk beristirahat
di tempat duduk sekunder berupa tepi trotoar, halte, tangga penyeberangan, jalur hijau di bawah naungan vegetasi atau bahkan separator busway. Hal
ini menunjukkan bahwa fungsi car free day sebagai ruang terbuka publik tidak memenuhi unsur “comfort”,  seperti yang telah dikemukakan oleh
Carr et al dalam Carmona dkk 2003 bahwa comfort merupakan salah satu syarat mutlak keberhasilan ruang publik, dimana kenyamanan ruang publik
antara lain dipengaruhi oleh environmental comfort yang berupa perlindungan dari pengaruh alam seperti sinar matahari, angin; physical
comfort yang berupa ketersediannya fasilitas penunjang yang cukup seperti tempat duduk.
Universitas Sumatera Utara
f.  Kiospeneduh shelterkanopi, yang ada di ruas jalan ini hanyalah berupa halte pemberhentian kendaraan umum  dan sering digunakan pengunjung
sebagai tempat untuk duduk-duduk dan beristirahat. g.  Tanaman  p eneduh,  berada di sepanjang jalur pedestrian existing di
sepanjang ruas jalan yang juga  berfungsi  sebagai  pembatas  jalur pedestrian dengan jalur  lalu  lintas  kendaraan, selain itu juga terdapat di
sepanjang jalur hijau ruas jalan. Sedangkan menurut kriteria  tanaman yang diperlukan  untuk  jalur  pedestrian menurut pendapat Hakim  1993,
maka tanaman yang ada di sepanjang ruas jalan ini termasuk yang memiliki  ketahanan  terhadap pengaruh  udara,  bermassa  daun  padat
dan  tidak  menghalangi  pandangan  pejalan  kaki  maupun pengguna kendaraan.
h.  Jam, yang ada di ruas jalan ini penempatannya berada di persimpangan jalan antara Jl.M.H.Thamrin dengan Jl.K.H.Hasyim Ashari dan  Bundaran
Hotel Indonesia. i.   Elemen pendukung lain, adalah elemen yang memberikan kemudahan jalur
pejalan  kaki  dalam  mendukung  aktivitas  pengunjung yang  melewatinya. Misalnya tempat sampah yang diperlukan  untuk menjaga kebersihan jalur
pedestrian  sehingga  pejalan  kaki  merasa  nyaman dan tidak terganggu dan keberadaannya ada setiap muka bangunan.
Universitas Sumatera Utara
5.2 Ruang Publik Ditinjau dari Aspek  Sosial