4.2.2.3 Uji heterokedastisitas
Uji heterokedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu
pengamatan ke pengamatan yang lain, Ghozali, 2006. Jika variance dari satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka di sebut
homokedastisitas dan jika berbeda disebut heterokedastisitas. Model regresi yang baik adalah tidak terjadi heterokedastisitas.
Dalam penelitian ini, untuk mendeteksi ada tidaknya gejala heteroskedastisitas adalah dengan melihat plot grafik yang dihasilkan dari
pengolahan data dengan menggunakan program SPSS. Dasar pengambilan keputusannya adalah:
1. jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola
tertentu yang terartur bergelombang, melebar kemudian menyempit, maka mengindikasikan telah terjadi
heteroskedastisitas, 2.
jika tidak ada pola yang jelas, seperti titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi
heteroskedastisitas atau terjadi homoskedastisitas.
Berikut ini dilampirkan grafik scatterplot untuk menganalisis apakah terjadi heteroskedastisitas atau terjadi homoskedastisitas dengan
mengamati penyebaran titik-titik pada gambar.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.3 Grafik Scatterplot
Dari grafik scatterplot terlihat bahwa titik-titik menyebar secara acak dan tidak membentuk suatu pola tertentu serta tersebar baik di atas
maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi, sehingga model
regresi layak dipakai untuk memprediksi dividen kas berdasarkan masukan variabel independen laba akuntansi, laba tunai, ukuran perusahaan, dan
juga umur perusahaan. Adanya titik-titik yang menyebar menjauh dari titik-titik yang lain dikarenakan adanya data observasi yang sangat berbeda
dengan data observasi yang lain .
Universitas Sumatera Utara
4.2.2.4 Uji Autokorelasi
Uji ini bertujuan untuk melihat apakah dalam suatu model regresi linear ada korelasi antar kesalahan pengganggu pada periode t dengan
kesalahan penggangu pada periode t-1 sebelumnya. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang tahun yang berkaitan satu
dengan yang lainnya. Hal ini sering ditemukan pada data time series. Cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya dalam penelitian ini
adalah uji Durbin-Waston DW Test. Hasil pengolahan data adalah sebagai berikut:
Tabel 4.5 Hasil Uji Durbin Waston
Model Summary
b
Model R
R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate Durbin-Watson
1 .940
a
.884 .867
1.02899 2.260
a. Predictors: Constant, LN_Umur_Perusahaan, LN_Laba_Tunai, LN_Ukuran_Perusahaan, LN_Laba_Akuntansi
b. Dependent Variable: LN_Dividen Hasil pengujian di atas menunjukkan bahwa nilai Durbin-Watson
adalah 2.260. Nilai ini akan diuji dengan ketentuan ada tidaknya gejala auto korelasi, yaitu jika nilai Durbin-Watson D-W ada pada batas du
atas dan 4-du du D-W 4-du , model regresi tidak mengalami gejala autokorelasi. Nilai signifikansi yang digunakan adalah 5 dengan jumlah
sampel 33 n = 33 dan jumlah variabel independen sebanyak 4 k = 4, mka dari tabel data statistik Durbin-Watson di peroleh nilai batas bawah
Universitas Sumatera Utara
dl sebesar 1.193 dan nilai batas atas du sebesar 1.730. Nilai D-W 2.260 berada di antara du 1.730 dan 4-du 2.270 atau 1.730 2.260
2.270. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model regresi tidak mengalami gejala autokorelasi.
4.2.3 Analisis Regresi