Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pemerintah Kota Pemko Medan merelokasi pedagang buku yang masih bertahan di sisi Timur Lapangan Merdeka. Hal ini dilakukan untuk melanjutkan pembangunan nasional Sky Bridge yang sudah terlantar hampir satu tahun lamanya. Pembangunan nasional yang dimaksud adalah pembangunan Sky Bridge, dimana Sky Bridge akan menjadi penghubung antara lokasi parkir dengan City Check In yang teletak di Stasiun Kereta Api. City Check In sebagai layanan kepada penumpang Bandara Kuala Namu yang dapat melakukan Check In keberangkatan di Kota Medan tanpa harus ke Bandara. Dalam penelitian Andri 2011 penggusuran paksa terhadap hunian masyarakat oleh negara merupakan fenomena umum yang terjadi di kota-kota besar di Indonesia saat sekarang. Secara umum, praktik penggusuran paksa oleh negara memiliki kecenderungan dengan cara-cara seperti, penggunaan hukum berupa peraturan-peraturan daerah sebagai legitimasi untuk melakukan pengusiran. Dengan dasar ini negara mengeluarkan surat formal ataupun pernyataan yang menyuruh penduduk meninggalkan lokasi. Dalam praktik penggusuran, aparat gabungan Satuan Polisi Pamong Praja, Kepolisian, dan Tentara Nasional Indonesia menggunakan cara-cara kekerasan dengan tujuan melakukan pengusiran secara paksa.. Universitas Sumatera Utara Pembangunan tersebut menggusur pedagang buku yang berdagang di Lapangan Merdeka Medan dengan alasan pembangunan nasional. Bentuk penolakan dari masyarakat yang mendapat ancaman penggusuran oleh negara dapat berupa perlawanan. Scott 2000:40 mengatakan perlawanan kecil setiap hari dengan penuh kesabaran, organisasi anonim yang informal dengan koordinasi tahu sama tahu, berhati-hati, mencuri sedikit demi sedikit, memperlambar kerja, pura-pura sakit, menghambat, pura-pura menurut, pura-pura tidak tahu, perusakan, berlaku tidak jujur, mencopet, masa bodoh, membuat skandal, membakar, memfitnah, sabotase, yang mengakhiri pertentangan secara kolektif. Praktik penggusuran terhadap keberadaan pedagang buku bekas sisi timur Lapangan Merdeka Kota Medan dilatarbelakangi dengan kebijakan Pemerintah Kota Pemko Medan yang ingin membangun City Check In , Sky Bridge dan lahan parkir. Dengan alasan pembangunan, para pedagang buku dipaksa direlokasi menuju Jl. Pegadaian. Pembangunan ini dilaksanakan berkaitan dengan adanya proyek pembangunan jalur Kereta Api ke Bandara Kuala Namu termasuk adanya proyek jalan tol. Program pembangunan ini tepat berada pada lokasi berjualan pedagang buku bekas di sisi Timur Lapangan Merdeka. Lokasi sisi Timur Lapangan Merdeka tersebut dekat dengan lokasi stasiun Kereta Api Medan, maka sudah dipastikan dibutuhkan lahan parkir yang luas. Kawasan Lapangan Merdeka Kota Medan dulu bernama Medan Esplanade ini sesuai fungsinya merupakan ruang terbuka publik yang memiliki sejarah yang menyertai permulaan Kota Medan dari awal hingga saat sekarang ini. Lapangan Merdeka Medan ini seiring dengan perkembangan zaman berfungsi sebagai tempat hiburan dan objek tempat masyarakat Kota Medan berkumpul. Sisi Universitas Sumatera Utara timur Lapangan Merdeka merupakan lokasi yang disediakan pemerintah yang pada mulanya diperuntukkan untuk kawasan sepatu roda yang kemudian beralih fungsi menjadi tempat berjualan pedagang buku bekas. Pusat buku bekas di kawasan sisi timur Lapangan Merdeka merupakan cagar budaya Kota Medan sesuai dengan Surat Keputusan Walikota Medan Tahun 2003 berdasarkan surat perjanjian pemakaian kios tempat berjualan buku di Sisi Timur Lapangan Merdeka Medan No 511.35750.B tertanggal 22 Juli 2003. Pedagang buku menolak relokasi dengan alasan pasar buku bekas yang berada di sisi timur Lapangan Merdeka tepat berada di pusat Kota Medan. Hal ini menjadi satu keuntungan bagi pedagang buku bekas, karena lokasi mereka berjualan berada di pusat kota dan dapat dengan mudah diakses oleh masyarakat luas. Pasar buku bekas ini merupakan salah satu ikon Kota Medan sekaligus tempat favorit masyarakat dalam membeli buku bekas dan murah, yang tidak dapat ditemukan di gerai-gerai toku buku modern. Pasar buku bekas bukan hanya sebagai tempat transaksi jual-beli, tetapi sebagai mata rantai dan sirkulasi ilmu pengetahuan agar tetap terjaga pengetahuan serta kebudayaan. Penggusuran ini menyebabkan para pedagang khawatir akan kehilangan sumber mata pencahariannya. Para pedagang memberikan tuntutan kepada Pemko Medan seperti : 1. Menolak penggusuran pedagang buku Lapangan Merdeka secara semena- mena karena keberadaan pedagang adalah sahlegal dengan landasan SK Walikota No.510 1034k2003 dan telah disetujui oleh DPRD Kota Medan melalui surat No. 646624 tertanggal 11 Juli Tahun 2003 perihal persetujuan Universitas Sumatera Utara Revitalisasi Cagar Budaya Titi Gantung Medan dan pemindahan pedagang buku di Lapangan Merdeka. 2. Meminta kepastian alas hukum tempat relokasi kepada Pemerintah Kota Medan. Tempat relokasi pedagang buku bekas yaitu, Jl.Pegadaian Kelurahan Aur, Kecamatan Medan Maimun Milik P.T. Kereta Api Indonesia melanggar peraturan daerah No: 13 Tahun 2011 pasal 37 ayat 5 jalur sepadan yang di maksud pada ayat 2 di tetapkan pada kawasan di sisi kiri dan kanan rel kereta api dengan jarak sekurang-kurangnya 18 meter, peraturan walikota No 09 tahun 2009 penetapan larangan pembangunan di sepanjang jalur hijau serta bertentangan dengan undang-undang perkeretaapian. 3. Pembangunan City Check In, Sky Bridge, dan City Car seharusnya berlokasi di Kecamatan Medan Timur, sesuai dengan ketentuan Pasal 20 angka 4 huruf e Peraturan Daerah Kota Medan No : 13 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilyah Kota Medan Tahun 2011-2031, berbunyi : “Angka 4 Stasiun kerata api sebagaimana yang dimaksud pada ayat 2 huruf b meliputi :…huruf e Stasiun Kereta Api City Check in di Kecamatan Medan Timur” Pedagang juga menolak relokasi dikarenakan tepat pada lokasi tersebut di Jalan Jawa Kecamatan Medan Timur telah berdiri pusat perbelanjaan dan mall yaitu kompleks Centre Point . Pembangunan seluruh bangunan di areal kompleks Medan Centre Point itu belum memiliki SIMB Surat Izin Mendirikan Bangunan, sebagaimana dinyatakan surat Kepala Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan Nomor 6400933 tanggal 5 Februari 2013. http:www.jpnn.comread20130814186058Ratusan-Pegawai-KAICariKetua- PN-Medan-. Universitas Sumatera Utara Relokasi dalam penelitian Musthofa 2011 mengatakan seharusnya pemerintah melakukan beberapa langkah sebagai berikut sebelum melakukan tindakan relokasi 1 Perlunya koordinasi sejak tahap perencanaan, pelaksanaan, sampai dengan evaluasi 2 Pemilihan Areal Relokasi 3 Hak masyarakat yang akan dipindahkan 4 Kelengkapan fisik lokasi pemukiman kembali 5 Bentuk rumah dan bangunan lain yang relevan 6 Status hak atas tanah Rencana relokasi tersebut membuat pedagang buku terpecah menjadi dua kubu yakni Asosiasi Pedagang Buku Lapangan Merdeka Aspeblam yang sudah direlokasi ke Jalan Pegadaian dan Persatuan Pedagang Buku Lapangan Merdeka P2BLM yang masih bertahan di sisi Timur Lapangan Merdeka. Pedagang yang sudah pindah adalah yang tergabung dalam Asosiasi Pedagang Buku Lapangan Merdeka Aspeblam, dan yang bertahan adalah tergabung dalam Persatuan Pedagang Buku Lapangan Merdeka P2BLM. Hal ini menimbulkan penolakan dan gerakan perlawanan oleh pedagang buku bekas yang tergabung di dalam organisasi Persatuan Pedagang Buku Lapangan Merdeka P2BLM terhadap pemerintah Kota Medan yang dianggap diskriminatif karena tidak melindungi hak-hak mereka. Menurut Mustain 2007:339 gerakan dilakukan oleh sekelompok tertentu dengan tujuan untuk mengubah tatanan yang dianggap tidak tepat atau merugikan. Tatanan tersebut termasuk kebijakan atau keputusan pemerintah, atau the rule of the game yang berlaku, atau tatanan sosial tertentu. Astra dan Arsana 2012 dalam jurnalnya yang berjudul “Resistensi Perempuan Bali Pada Sektor Industri Kreatif Di Desa Paksebali, Kecamatanan Universitas Sumatera Utara Dawan, Kabupaten Klungkung” menjelaskan bahwa perlawanan dilakukan kaum perempuan untuk menuntut kesetaraan gender. Dalam jurnal ini di jelaskan resistensi perempuan di Bali merupakan cerminan dari ketidakpuasan terhadap pembedaan antara laki-laki dan perempuan terhadap pekerjaan. Perlawanan yang dimaksud adalah yang dilakukan oleh perempuan Bali yang beragama Hindu dalam mendobrak idealisme budaya patriarki. Perlawanan juga dilakukan oleh kelompok petani seperti dalam jurnal Kamaruddin 2012 dengan judul “Pemberontakan Petani UNRA 1943 Studi Kasus: Mengenai Gerakan Sosial di Sulawasi Selatan Pada Masa Kependudukan Jepang” . Perlawanan petani di sini disebabkan karena dua faktor yaitu penyebab langsung dan penyebab tidak langsung. Ideologi milliniarisme melatarbelakangi perlawanan di mana tokoh agama sebagai pemimpin pemberontakan mampu memberikan sugesti kepada rakyat. Jurnal ini lebih kepada mendeskripsikan faktor-faktor serta peran tokoh petani dalam pemberontakan. Dalam jurnal “Festival Jogokali : Resistensi Terhadap Penggusuran Dan Gerakan Sosial-Kebudayaan Masyarakat Urban” perlawanan yang dilakukan oleh masyarakat pinggir sungai dalam menghadapi penggusuran adalah dari diskusi dengar pendapat hinga aksi turun ke jalan, perlawanan kolektif yang dibangun dengan menggunakan media kesenian. Masyarakat yang tinggal di dekat sungai menggelar sebuah festival Jogo menjaga Kali sungai sebagai salah satu bentuk gerakan mereka. Festival Jogokali sebagai bentuk perjuangan anti penggusuran masyarakat miskin urban. Penggunaan media kesenian dan kebudayaan mendefinisikan dirinya untuk berbicara atas nama atau menyuarakan, suara-suara terbungkam yang benar-benar tertindas sebagai resistensi simbolik. Universitas Sumatera Utara Maliki 2010 dalam jurnalnya yang berjudul “Resistensi Kelompok Minoritas Keagamaan Jemaat Ahmadiyah Indonesia” menjelaskan, mereka melakukan perlawanan terhadap dominasi dan hegemoni negara dengan cara menggunakan kelompok intelektual sebagai representasi mereka. Menciptakan ruang sphere yang cenderung bebas dari hegemoni kelompok manapun serta independen. Membangun jaringan dengan berbagai kelompok dan menjalin kerja sama dengan pihak Universitas serta memanfaatkan media dalam perlawanan mereka. Berdasarkan penelitian terdahulu, peneliti tertarik untuk menggambarkan gerakan perlawanan pedagang buku yang merupakan gerakan untuk memblokir atau mengeliminasi perubahan yang sudah dilembagakan sebelumnya. Pedagang buku bertahan berjualan di sisi timur Lapangan Merdeka untuk bertahan hidup. Lokasi tempat pemindahan yaitu Jl. Pegadaian juga tidak banyak diketahui oleh masyarakat Medan atau pun masyarakat luar kota. Satuan Polisi Pamong Praja dan Polisi menjadi musuh bagi pedagang buku yang dikerahkan oleh pihak Pemerintah Kota Medan untuk menggusur pedagang buku bekas. Untuk masalah penelitian difokuskan terhadap bagaimana gerakan perlawanan pedagang buku bekas dalam menghadapi kebijakan relokasi Pemerintah Kota Medan.

1.2. Rumusan Masalah