Menggelar Gebyar Sumpah Pemuda

membentuk aliansi dia dengan kekuatan gerakan masyarakat yang lain. Jadi,disitu ada petani, nelayan ada buruh ada mahasiswa, kelompok budayawan dan akademisi, itu di create oleh pedagang untuk masuk dalam aliansi mereka. Setelah aliansi itu terbentuk baru Kontras bersama pedagang dan aliansinya mendesak Pemko Medan secara politik untuk merealisasikan apa yang sesungguhnya menjadi hak pedagang. Baik itu melalui jalur, loby, maupun mempengaruhi institusi terkait lainnya misalnya Komnas Ham, DPRD Ombudsman supaya mereka mendorong Pemko Medan memenuhi apa yang sesungguhnya menjadi hak pedagang”. Wawancara, Januari 2015

4.8.2. Menggelar Gebyar Sumpah Pemuda

Kegiatan ini menjadi alat perlawanan pedagang buku untuk mengundang masyarakat dan untuk mendukung pedagang buku dari permasalahan relokasi. Penggunaan media kesenian dan kebudayaan dijadikan sebagai alat perlawanan kolektif untuk menyuarakan aspirasi yang terbungkam dari masyarakat yang terpinggirkan. Menyambut dan merayakan peringatan 28 Oktober 1928 yang ditetapkan oleh Pemerintah Republik Indonesia sebagai hari “Sumpah Pemuda”, maka Persatuan Pedagang Buku Bekas Lapangan Merdeka P2BLM menyelenggarakan kegiatan Gebyar Budaya Lapangan Merdeka Medan dengan tema “Seniman, Budaya Masyarakat Medan Bersatu Menjaga Aset dan Bangunan Sejarah Lainnya, Kembangkan dan Lestarikan Seni Budaya Sebagai Identitas Bangsa”. Kegiatan ini berlokasi di sisi timur Lapangan Merdeka Medan dengan acara Orasi dan Dialog Kebudayaan, bedah buku, baca cerpen dan puisi serta menggelar pasar buku murah. Turut mengundang Mahasiswa dan Pelajar Se-kota Medan, Pemerintahan Kota Medan dan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, Pejabat di lingkungan Fakultas dan Universitas Se-kota Medan, Penggiat Kebudayaan dan Sejarahwan kota Medan, Pimpinan Media dan Jurnalis Se-kota Universitas Sumatera Utara Medan dan Pimpinan Organisasi Politik serta Organisasi Masyarakat Sipil Se-kota Medan. Dari sudut pandang sejarah, pedagang buku merupakan cagar budaya begitu juga dengan Lapangan Merdeka inilah yang ingin diingatkan kembali pedagang buku kepada masyarakat. Kawasan lapangan merdeka dapat dijadikan masyarakat mengenal sejarah dan diskusi bedah buku. Pembacaan puisi banyak ditujukan kepada pihak Pemko Medan agar dengan tegas menjaga nilai-nilai sejarah Lapngan Merdeka dan menolak penggusuran pedagang buku. Menuntut Pemko Medan agar kawasan Merdeka Walk yang seharusnya digusur, karena telah mengalihfungsikan kawasan Lapangan Merdeka sebagai tempat kapitalis. Pedagang ingin menunjukkan kepada Pemko Medan bahwa kawasan Lapangan Merdeka dapat digunakan untuk kegiatan positif bukan hanya transaksi jual-beli buku. Pembacaan puisi menjadi alat perlawanan pedagang buku dalam menyampaikan aspirasi mereka menolak relokasi. Salah seorang dari budayawan Afrion yang membacarakan puisinya dengan judul ‘Bung, Akulah Medan’ dalam penggalan puisinya menyatakan : “Bung, akulah Medan Dan Medan bukan debu jalanan, Biar perluasan kota menimbulkan huru hara Para serdadu dengan tameng dan gas air mata menenbaki saudara, Sebut aku Medan Aku akan melawan tirani kekuasaan Sebab kau bukan sisa yang dibenam bukan suara menyenandungkan lara, nyeri, perih, sedih, sakit yang mencekam” http:medan.tribunnews.com20131028sumpah-pemuda-bersama- pedagang-buku-bekas-di-medan?page=2\ Universitas Sumatera Utara Penyelenggaraan ini mengadakan deklarasi menyepakati bahwasanya sesuai dengan Perda Kota Medan nomor 5 tahun 1988 tentang bangunan bersejarah dan nomor 11 tahun 2010 tentang cagar budaya mendesak Pemko Medan membatalkan rencana perubahan dan peruntukan cagar budaya Lapangan Merdeka, mentaati peraturan daerah dan undang-undang tentang cagar budaya, dan berlaku jujur dan adil sesuai dengan UUD 1945.

4.9 Hasil Kesepakatan Mediasi Antara Pemko Medan dan P2BLM