Demonstrasi Perlawanan Secara Terang-Terangan

maka dibatalkan lagi SK Walikota itu di Pegadaian. Saya tahu itu kesepakatan, karena ada perjanjian. Besok akan kita akan adakan pertemuan dengan PT.KAI bagaimana kesepakatannya dan nanti kalian akan diundang juga”. Rekaman Video P2BLM Gerakan sosial pedagang buku ini sesuai dengan apa yang dikatakan Sujatmiko dalam buku “Gerakan Sosial” menekankan pada ranah politik dengan menerobos masuk gedung DPRD Medan untuk memaksa Pemko Medan tidak merelokasi pedagang buku melainkan melakukan revitalisasi sebagai win-win solutions antara kedua pihak. Pedagang melakukan “class actions” untuk memaksa Pemko Medan sebagai aktor yang mempunyai otoritas politik untuk menghasilkan kebijakan yang adil sesuai dengan aspirasi pedagang buku. Kebijakan SK Walikota dirubah secara sepihak tanpa ada kejelasan lokasi hak pemakaian kios di Jl. Pegadaian.

4.7.3. Demonstrasi

Aksi turun ke jalan untuk melakukan orasi dan menyampaikan aspirasi merupakan bentuk perlawanan pedagang buku terhadap Pemko Medan. Sebelum melakukan demonstrasi, pedagang melakukan diskusi dan konsolidasi bersama aliansi petani, nelayan, buruh dan organisasi kemahasiswaan yang di fasilitasi oleh Kontras. Strategi ini untuk menentang kebijakan Pemko dan merupakan aksi damai yang menolak kekerasan. Frekuensi demonstrasi dilakukan secara terus menerus untuk menekan Pemko Medan sebagai bentuk protes untuk mendapatkan posisi nilai tawar bargainning power dalam mendapatkan apa yang diinginkan oleh pedagang buku. Pedagang buku sebagai orang-orang yang tidak puas serta memiliki harapan yang tinggi menyuarakan aspirasinya kepada Pemko Medan bahwa Universitas Sumatera Utara mereka menolak untuk di relokasi dan menyatakan akan tetap bertahan di sisi timur Lapangan Merdeka, walaupun akan di gusur paksa. Dinas Perkim yang mewakili Pemko Medan sudah mengirimkan surat sosialisasi terhadap pedagang buku tetapi hal tersebut diabaikan oleh pedagang buku hingga batas waktu 3 x 24 jam sampai tanggal 19 Juni 2013. Pada 20 Juni 2013 pedagang buku melakukan aksi dengan memblokir Jalan Stasiun Kereta Api. Pihak Pemko Medan melakukan eksekusi lahan secara paksa terhadap kios pedagang buku. Untuk melakukan penggusuran, sebanyak 450 petugas dikerahkan, terdiri dari kepolisian, Satpol PP, TNI. Tak hanya menggusur, Pemko Medan langsung membongkar dan meratakan kios pedagang buku di lokasi itu para petugas yang akan dikerahkan terdiri dari Polresta Medan 90 orang, Brimob 30 orang, Denpom I5 Medan 5 orang, Kodim 0201BS 15 orang, Yon Maharnian 30 orang, Lanud Soewondp 30 orang, Dinas TRTB Kota Medan 20 orang, Dinas Perkim Medan 5 orang, Satpol PP Medan 180 orang dan petugas dari Pemko Medan, Kecamatan, Kelurahan dan Lingkungan 45 orang. Beberapa alat berat juga diturunkan guna membongkar kios tersebut seperti 2 buldoser dan gas air mata. Kondisi ini seperti yang diungkapkan Didi Siswanto : “Terjadi penggusuran secara paksa , bahwasanya kami harus pindah dari lapangan merdeka dengan pemko mengerahkan tentara, brimob, marinir, angkatan laut dan angkatan udara beserta 2 buldoser. Karena kami merasa kuat kami melawan dengan cara mempertahankan lapangan merdeka”.Wawancara, Januari 2015 Upaya eksekusi pembongkaran kios secara paksa tersebut dihalau oleh pedagang buku bekas. Berlangsung bentrok fisik saling pukul dan dorong- mendorong antara Satpol PP dengan pedagang buku yang mengenakan baju Organisasi Kemasyarakatan, Masyarakat Pemuda Pancasila MPI. Aksi ini mulai Universitas Sumatera Utara ricuh ketika personil gabungan Satpol PP, Polri dan Tentara Nasional Indonesia menerobos masuk dengan alat berat tetapi dihalau oleh pedagang buku yang berada di depan sisi timur Lapangan Merdeka. Eksekusi batal di lakukan oleh Pemko Medan, dan pedagang buku kembali melakukan aksinya dengan membakar ban bekas dengan menyanyikan lagu “Indonesia Raya”. Eksekusi lahan kios pedagang buku ditunda setelah Pemko Medan bernegoisasi dengan pedagang buku. Pada tanggal 3 November 2013, pedagang buku bekas kembali melakukan aksi demonstrasi di Lapangan Merdeka di depan pusat jajanan Merdeka Walk. Aksi damai ini bertujuan mengingatkan masyarakat bahwa pedagang buku merupakan cagar budaya Kota Medan yang seharusnya di revitalisasi keberadaanya bukannya untuk di gusur. Pada aksi ini pedagang buku meneriakkan nyanyian sindiran kepada Pemko Medan yaitu, “Pemko Medan Bego, Pemko Medan Bego” nyanyian ini diteriakkan berulang-ulang oleh pedagang buku. Pada bulan Desember 2013, pihak Pemko Medan kembali akan menggusur paksa dan menghancurkan kios pedagang buku apabila tidak juga mau pindah. Mendengar hal tersebut pedagang buku kembali melakukan aksi penolakan dan demostrasi turun ke jalan pada tanggal 12 Desember 2013 bersama Front Rakyat Bersatu FRB dan mahasiswa. Mereka melemparkan sisa nasi bungkus yang telah di makan oleh massa aksi ke dalam kawasan Balai Kota. Air mineral dan tomat busuk dilemparkan ke halaman balai kota sebagai tanda bahwa pemerintah yang mendapatkan gaji dari rakyat seharusnya mendengarkan aspirasi dari rakyat. 2 hari berikutnya yaitu, pada tanggal 14 Desember 2013 pedagang buku demonstrasi kembali setelah mereka tidak dipedulikan oleh Pemerintah. Orasi Universitas Sumatera Utara keliling Lapangan Merdeka melakukan longmarch serta membagikan selebaran tetang penolakan relokasi serta menuntut revitalisasi pedagang buku bekas. Aksi ini dilakukan untuk menegaskan bahwa pedagang buku tidak akan pernah takut jika akan di gusur paksa oleh Pemko Medan. Aksi ini sebagai bentuk ketidakpercayaan pedagang buku terhadap otoritas pemerintahan. Adanya isu tentang pembakaran kios yang di dengar oleh pedagang buku, membuat pedagang buku berjaga malam dengan sistem rotasi kepada seluruh pedagang. Pada malam sebelum akan di eksekusi paksa kembali oleh Pemko Medan, peneliti yang ikut hadir bersama pedagang buku menjaga lokasi sisi timur Lapangan Merdeka untuk mempertahankan lokasi. Dalam suasana yang was-was disediakan makan malam dan teh manis oleh pedagang buku bagi yang masyarakat yang ikut turut menjaga malam sambil berdiskusi mengutuk kompleks Centre Point, Lotte Mart yang seharusnya disanalah lokasi pembangunan nasional tersebut. Persiapan perlawanan terhadap penggusuran secara paksa dilakukan pedagang dengan mempersiapkan tomat busuk, bambu runcing, bom molotov dan ranting kayu. Hal ini dipersiapkan apabila hal-hal yang tidak diinginkan terjadi kepada pedagang buku. Tanggal 16 Desember 2013, Pemko menyiapkan personil yang sama dengan eksekusi pembongkaran lahan secara paksa pada saat pembongkaran yang pertama. Pedagang buku kembali lagi melakukan demonstrasi, membakar ban bekas yang asapnya mengepul hitam ke udara sebagai tanda pedagang menolak untuk pindah. Pedagang buku bersama dengan petani, organisasi kemahasiswaan seperti, Himpunan Mahasiswa Islam HMI FISIP USU, sejarawan dan buruh memblokade kawasan Lapangan Merdeka. Pedagang dalam aksi ini membawa Universitas Sumatera Utara anak-anak mereka yang masih memakai baju sekolah sebagai simbol mereka berjualan buku untuk menghidupi anak-anak mereka dan mencerdaskan generasi penerus bangsa. Terjadi ketegangan antara pihak kepolisian, Satpol PP dengan para pedagang buku bekas, dimana pihak keamanan kembali mencoba menerobos masuk barisan pedagang dan massa aksi untuk melakukan pembongkaran. Terjadi bentrok fisik dan aksi saling dorong dikarenakan pedagang buku menahan serta memaksa untuk tetap bertahan. Hal ini tidak berlangsung lama dikarenakan Pemko Medan yang difasilitasi pihak Kapolresta sebagai mediator bernegoisasi dengan pedagang buku. Dalam mediasi tersebut Pemko Medan dan pedagang buku sama-sama bersikukuh mempertahankan pendapatnya sendiri hingga akhirnya pedagang buku mengajukan gambar tentang revitalisasi tanpa harus merelokasi pedagang buku. Gambar tersebut disetujui oleh Pemko Medan dan Dinas Perkim yang dituangkan dalam perjanjian kesepakatan bersama. Kesepakatan tersebut menyatakan Pemko Medan bersedia melakukan revitalisasi dengan membangun lahan parkir di lantai 1 dan membangun kios buku di lantai II dengan fasilitas umum seperti, taman bacaan, musholla dan toilet.pembangunan tersebut selambat-lambatnya akan selesai dalam jangka waktu 9 bulan terhitung dari tanggal 16 Desember 2013. Pedagang akhirnya sepakat untuk dipindahkan sementara ke Jl. Pegadaian untuk membangun pembangunan lahan parkir dan city check in serta sky bridge tersebut. Dengan dibantu oleh mobil pick up yang disediakan Dinas Perkim pedagang mengemasi barang dagangan mereka, pemindahan pedagang buku P2BLM dikawal oleh pihak Kapolresta langsung karena dikhawatirkan akan terjadi bentrok sesama pedagang yang telah pindah terlebih dahulu yaitu, Universitas Sumatera Utara pedagang yang tergabung di dalam organisasi ASPEBLAM. Dalam jangka waktu 6 bulan setelah terjadi kesepakatan, pembangunan revitalisasi pedagang buku belum menunjukkan tanda-tanda akan dibangunnya kios pedagang buku. Pedagang buku kembali melakukan aksi demonstrasi pada tanggal 19 Mei 2014 mengingatkan kembali Pemko Medan tentang janji revitalisasi, karena belum ada dibangunnya pembangunan tersebut di Lapangan Merdeka. Pedagang buku kembali melakukan aksi demonstrasi kembali pada tanggal 11 November 2014 setelah janji yang diberikan pemko Medan bahwasanya pedagang buku akan kembali ditempatkan kembali di sisi timur Lapangan Merdeka telah melewati masa waktu 9 bulan yang telah di tetapkan. Pembangunan masih belum siap sempurna, dalam aksi demonstrasi kali ini pedagang untuk menuntut untuk melakukan audiensi terhadap Pemko Medan dan Dinas Perkim serta mempertanyakan taman bacaan serta ukuran kios yang tidak sesuai dengan mediasi sebelumnya. Hal ini juga untuk menekankan bahwa pedagang buku yang mendapatakan kios adalah pedagang buku yang ikut berjuang dan tergabung dalam P2BLM, yaitu sebanyak 125 pedagang buku yang diantaranya adalah termasuk agen buku. Kios yang dibangun adalah sesuai dengan daftar resmi yaitu, 180 kios pedagang buku. Pedagang merasa bahwa P2BLM yang berjuang mendapatkan kios jadi, keseluruhan pedagang P2BLM yang berhak mendapatkan kios tersebut. Bentuk aksi ini sebagai crowd lobbying seperti yang dikatakan Lofland, ini merupakan taktik lobi yang digunakan P2BLM dalam mengumpulkan massa aksi di depan kantor Walikota Medan pusat pemerintahan Kota Medan. Memobilisir massa sebagai alat untuk melakukan lobby secara politis sekaligus melakukan Universitas Sumatera Utara protes terhadap pemerintah. Aksi ini untuk mempengaruhi proses pembuatan kebijakan, tujuan aksi untuk berjumpa langsung perwakilan dari pedagang, Kontras dan Pemko Medan. Protes kamuflase ini dimaksudkan karena tujuan utama adalah perjuangan secara diplomatis yang tidak terbatas pada aksi protes. Aksi ini berhasil memaksa Sekretaris Daerah Kota Medan mempersilahkan perwakilan pedagang masuk bersama pengacara P2BLM, Taufik Umar Dhani dan Koordinator Kontras, Herdensi Adnin serta bertemu dengan Kepala Dinas Perkim Kota Medan. Dalam mediasi ini pedagang meminta agar ukuran kios sesuai dengan kesepakatan dan memaksa Kepala Dinas Perkim untuk meninjau langsung proses pengerjaan pembangunan kios tersebut. Berdasarkan peninjauan pedagang, ukuran kios dibangun 1,5 x 1,5 meter, tetapi setelah ditinjau langsung oleh Kepala Dinas Perkim ukuran kios sudah sesuai dengan kesepakatan. Hal ini ternyata setelah ditinjau oleh pedagang 1 minggu sebelum aksi, pekerja yang mengerjakan kios merubah ukuran kios sesuai dengan kesepakatan 2 x 2 meter. Dalam hasil mediasi, Pemko Medan berjanji akan menyelesaikan pembangunan kios dan pedagang buku akan segera pindah kembali ke sisi timur Lapangan Merdeka selambat-lambatnya Desember 2014. Aksi ini juga dilatarbelakangi oleh kecemasan pedagang buku yang pendapatannya menurun setelah berjualan buku di Jl. Pegadaian. Universitas Sumatera Utara

4.8 Perlawanan Secara Sembunyi