Pengaruh pH dan Dosis Koagulan Alum dalam Koagulasi

25

4.3. Pengaruh pH dan Dosis Koagulan Alum dalam Koagulasi

pH merupakan karakteristik yang sangat penting yang mempengaruhi keefektivan koagulasi karena pengaturan pH menentukan tingkat eliminasi polutan dari limbah cair. Pengaturan pH dilakukan dengan menambahkan basa kuat NaOH dan asam kuat H 2 SO 4 . Basa kuat dan asam kuat digunakan dalam koagulasi karena keduanya terionisasi sempurna dalam cairan. Menurut teori ionisasi Arrhenius, basa kuat dan asam kuat dalam suatu senyawa akan terurai menjadi ion apabila berada dalam cairan. Ion-ion dari basa kuat dan asam kuat dapat berinteraksi dengan berbagai zat kimia yang berada dalam cairan. Interaksi ini terjadi agar reaksi berbagai zat kimia dalam cairan tersebut mencapai kesetimbangan Sawyer et al. 2003. Pada kondisi asam, konsentrasi OH - dalam larutan sedikit dan ion-ion yang berada dalam larutan adalah ion-ion positif seperti Al 3+ dan pada kondisi basa, konsentrasi OH - akan meningkat dan ion-ion ini akan semakin menambah kompleksitas aluminum sehingga larutan menjadi netral sampai terbentuk AlOH 3 padat yang mengendap dalam larutan. Basa kuat yang terus menerus ditambahkan akan semakin meningkatkan konsentrasi OH - sehingga terbentuk ion AlOH 4 - yang terlarut dalam larutan. Hidroksida alum dapat larut dalam asam dan basa sehingga disebut hidroksida amfoter. Hidroksida amfoter bereaksi dengan hidroksida dari basa kuat juga asam kuat membentuk suatu kumpulan ion kompleks. Kompleks yang terbentuk pada kondisi asam atau basa adalah ion-ion bermuatan yang mudah larut dalam cairan. Ion-ion yang terbentuk pada kondisi ini adalah ion-ion netral dan larut dalam cairan. Dosis alum juga mempengaruhi koagulasi. Dosis yang terlalu tinggi menyebabkan alum tidak hanya menetralkan muatan negatif pada partikel tetapi menambah jumlah muatan positif yang memiliki kecenderungan gaya tarik yang sama antar partikel seperti pada kondisi awal limbah Ebeling et al. 2006. Endapan hidroksida dengan cepat terbentuk bila dosis alum sangat tinggi. Mekanisme eliminasi yang terjadi disebut tumbukan partikel sweep floc karena partikel koloid terperangkap dalam presipitat logam sehingga hilang dari larutan. Reaksi yang terjadi dalam mekanisme eliminasi ini sangat kompleks karena 26 banyaknya kompleks hidroksida yang dapat terbentuk ketika alum ditambahkan pada larutan. Kompleks hidroksida berinti banyak tersebut mempengaruhi kelarutan alum dalam larutan. Koagulasi biasanya baik dilakukan pada pH dengan kelarutan terendah Sawyer et al. 2003. AlIII dalam kuantitas yang tepat bila ditambahkan pada larutan akan membentuk presipitat hidroksida [AlOH 3 ]. Partikel koloid dapat menyediakan tempat kondensasi sehingga presipitat dapat terbentuk dan oleh karena itu koloid terperangkap dalam presipitat dan berada dalam presipitat tersebut. Presipitat juga dapat menangkap koloid yang melewatinya, mengumpulkannya dan menghilangkannya dari air. AlIII yang digunakan dalam koagulasi limbah cair untuk menghilangkan warna dan kekeruhan dapat berfungsi sebagai koagulan melalui beberapa mekanisme. Ketika AlIII ditambahkan ke dalam limbah cair, AlIII terionisasi menjadi trivalen, ion logam bebas Al 3+ , jumlah dan keberadaan yang merupakan fungsi karakteristik air yaitu pH dan alkalinitas. Beberapa ion logam tidak diragukan mencapai target dan menetralkan muatan partikel koloid. Mayoritas ion logam trivalen bergabung dengan ion hidroksida membentuk berbagai hidroksida kompleks seperti kompleks inti banyak [Al 13 OH 34 5+ ] yang sebagian besar membawa muatan positif dan dapat terjerap ke dalam koloid yang menyebabkan netralisasi dan tekanan lapisan ganda. Koloid yang didestabilisasi ini berkumpul membentuk partikel yang makin besar yang langsung mengendap. Jika jumlah kompleks hidroksida bermuatan positif lebih dari yang dibutuhkan untuk bereaksi dengan partikel warna atau kekeruhan yang negatif, pembalikan muatan dapat terjadi karena muatan yang berlawanan dari koloid dan kompleks hidroksida saling membatalkan sehingga terjadi koagulasi. Ion positif yang berlebihan ini menyebabkan pembalikan muatan dan akhirnya terbentuk partikel bermuatan positif yang stabil. Koloid hidrofobik biasanya langsung mengalami koagulasi dengan penambahan kuantitas garam yang mengkontribusi ion pada larutan. Koloid tersebut distabilkan oleh tekanan elektrostatik. Oleh karena itu penjelasan sederhana mengenai koagulasi oleh ion dalam larutan adalah bahwa ion mereduksi tekanan elektrostatik antara partikel sebesar mungkin sehingga partikel 27 mengalami agregasi karena muatan listrik lapisan ganda dikelilingi oleh partikel bermuatan maka mekanisme agregasi ini disebut tekanan lapisan ganda. Ion positif yang terikat pada permukaan negatif koloid dapat menyebabkan presipitasi yang diikuti oleh restabilisasi koloid. Netralisasi awal muatan permukaan negatif pada partikel melalui serapan ion positif menyebabkan terjadinya koagulasi dan jika sumber ion positif semakin banyak ditambahkan, serapannya menyebabkan pembentukan partikel koloid positif Manahan 2000. Flok alum kurang larut pada pH 7. Muatan flok positif di bawah pH 7,6 dan negatif di atas pH 8,2. Diantara dua batas pH ini muatan flok tercampur. Dosis alum yang tingi dapat menyebabkan tambahan presipitasi dari flok alum tergantung pada pH flokulasi Eckenfelder 2000. Endapan yang dihilangkan dalam limbah cair biasanya menggunakan teknik pemisahan fisik seperti sedimentasi atau filtrasi. Koagulan atau flokulan dapat ditambahkan pada campuran untuk mempercepat pemisahan presipitat dari fase larutan. Contoh koagulan anorganik yang biasa digunakan adalah aluminum sulfat alum. Proses presipitasi biasanya dilakukan untuk menghilangkan ion anorganik terlarut terutama logam. Sejumlah anion cocok untuk direaksikan dengan logam. Anion ini bervariasi sesuai dengan kecepatan reaksi, toksisitas dan biayanya. Hal utama dalam pengendapan ion logam terlarut adalah melalui pembentukan hidroksida. Sumber ion hidroksida dapat berasal dari NaOH, Na 2 CO 3 atau CaOH 2 . Jika logam terlarut bereaksi dengan senyawa alkali maka sebagian besar ion logam akan membentuk presipitat garam dasar Pichtel 2005. 28

4.4. Efisiensi Eliminasi Polutan