Dengan dikeluarkannya dekrit Presiden 5 Juli 1959 telah mengubah sistem ketatanegaraan yang ada di Indonesia. Dengan adanya dekrit tersebut maka
Bangsa Indonesia kembali ke UUD’45. Bangsa Indonesia juga menerapkan sistem Demokrasi Terpimpin. Dengan begitu sistem parlementer yang selama ini dipakai
diganti dengan sistem Presidensil. Dengan begitu maka berakhirlah masa Pemerintahan Kabinet Karya atau Juanda Nasution 1995.
2.2.3.1 Program Kerja Kabinet Djuanda dan Pelaksanaannya
Setalah dilantik 9 April 1957, Kabinet Djuanda yang disebut dengan Zaken Kabinet dengan Perdana Menteri PM Ir. Djuanda. Kabinet ini mempunyai tugas
yang berat terutama untuk menghadapi pergolakan daerah, perjuangan mengembalikan Irian Barat, dan menghadapi keadaan ekonomi serta keadaan
keuangan yang buruk. Untuk mengatasi hal tersebut Kabinet Djuanda menyusun program 5 pasal yang disebut Panca Karya. Karena itu Kabinet Djuanda disebut
Kabinet Karya. Program-programnya yang juga disusun oleh Presiden Soekarno: 1 Membentuk Dewan Nasional. 2 Normalisasi keadaan Republik. 3
Melancarkan pelaksanaan membatalkan KMB. 4 Perjuangan Irian Barat. 5 Mempergiat pembangunan Fernandes 1998.
Program pertama yang dilakukan adalah dengan pembentukan Dewan Nasional yang menandai bermulanya Demokrasi Terpimpin di Indonesia.
Kemudian dilanjutkan dengan program yang kedua yaitu normalisasi keadaan Republik Indonesia dengan menyelesaikan antar pusat dan daerah. Keadaan
negara menjadi kacau balau apalagi adanya peristiwa percobaan pembunuhan terhadap Presiden Soekarno yang disusuli pula dengan adanya gerakan-gerakan
yang bersifat anarki dan diseluruh Indonesia terjadi demostrasi dan pengambilalihan milik Belanda. Hal ini menjadikan ekonomi sangat terganggu,
ditambah dengan dibawanya masalah Irian Barat dalam forum PBB sebagai konsekuensi pelaksanaan program Kabinet. Dan untuk menjamin terlaksananya
program pembebasan Irian Barat pada 10 Februari 1958 Pemerintah membentuk Front Nasional Pembebasan Irian Barat FNPIB. Namun hingga berakhirnya
Kabinet Karya, perjuangan membebaskan Irian Barat belum berhasil Poesponegoro 1984.
Kekacauan bertambah parah tatkala beberapa tokoh perwira AD dan para cendekiawan membentuk Gerakan Perjuangan Menyelamatkan Negara Republik
Indonesia dengan mengultimatum Kabinet karya. Kemudian gerakan ini memunculkan berdirinya PRRI di Bukit Tinggi dibawah pimpinan Syafrudin
Prawiranegara yang bergabung dengan Permesta untuk melawan Pemerintah. Kemudian gerakan ini mendapatkan dukungan dari SEATO yang merupakan
tangan kanannya AS. Dukungan AS terhadap PRRI-Permesta membuat gambaran rakyat Indonesia memberikan opini yang negatif terhadap Adikuasa tersebut
Poesponegoro 1984:279-281. Pemberontakan yang dilakukan oleh PRRI-Permesta dapat dipadamkan oleh
TNI dan merupakan prestasi yang membanggakan bagi Kabinet Karya dalam melaksanakan tugasnya. Keberhasilan Kabinet Karya yang lain adalah dengan
dikeluarkannya Deklarasi Djuanda yang mengatur batas wilayah kepulauan Indonesia. Kemudian dikuatkan dengan peraturan Pemerintah pengganti Undang-
Undang No. 4 prp. Tahun 1960 tentang perairan Indonesia.
Kendala yang dihadapi oleh Kabinet Djuanda kebanyakan disebabkan oleh masalah pendanaan dimana pos-pos pengeluaran terbesar ada pada: 1 Biaya
menumpas pemberontakan PPRI-Permesta. 2 Pendapatan berkurang karena barter dan penyelundupan. 3 Defisit negara yang besar sehingga mengakibatkan
inflasi. 4 Disiplin ekonomi masyarakat memang masih kurang Kansil 1984: 187.
2.2.3.2 Berakhirnya Kabinet Juanda