Pertentangan Masa Demokrasi Parlementer

3.3.5 Pertentangan Masa Demokrasi Parlementer

Pada kurun waktu 1950-1959 merupakan masa dimana Soekarno dan Hatta sering mengalami benturan politik yang tidak bisa dielakan oleh keduanya. Soekarno mulai frustasi terhadap Hatta yang terus-menerus merongrong kekuasaannya, penempatan dirinya hanya sebagai simbol “can do no wrong” ternyata tidak membuatnya puas. Tugas yang dibebankan kepada Soekarno sebagai presiden nyaris tidak ada, hampir seluruhnya dikerjakan oleh Hatta sebagai Perdana Menteri maupun sebagai Wakil Presiden. Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI lahir ditandi denga diberlakukannya Undang-Undang Dasar Sementara UUDS 1950 setelah masa- masa sulit menentukan kearah mana negara ini mau dibawa terpecahkan. Pertentangan antara Bung Hatta dengn Soekarno kali ini berlanjut dalam memandang permaslahan Irian Barat. Sesuai dengan kesepakan Konferensi Meja Bundar KMB dimana dihasilkan suatu keputusan untuk menunda masalah Irian Barat 1 tahun kemudian. KMB merupakan perundingan yang sangat monumental bagi Hatta dimana hasilnya lebih menguntungkan dibandingkan dengan perundingan-perundingan sebelumnya, walaupun demikian Soekarno tidak merasa puas karena wilayah Irian Barat masih belum berada di pangkuan Ibu Pertiwi. Cita-cita ambisi Soekarno yang menginginkan NKRI berwilayah dari Sabang sampai Merauke. Natsir sebagai Perdana Menteri pertama dalam masa ini lebih condong ke Hatta daripada ke Soekarno. Natsir merupakan kawan Hatta selama masih di Eropa sehingga pemikirannya sama-sama liberal dengan Hatta. Keduanya memandang bahwa masalah Irian Barat hanya dilakukan melalui perundingan- perundingan saja, sedangkan Soekarno lebih radikal dengan mengupayakan segala cara termasuk perjuangan fisik untuk merebut wilayah Irian Barat dari pemerintahan Belanda. Akibatnya, umur kabinet Natsir pun tak lama hanya 6 bulan kabinet ini jatuh karena parlemen melakukan mosi tidak percaya terhadap kabinet. Pada tangal 21 Maret 1951 secara resmi kabinet lengser dari pemerintahan dan mengembalikan mandatnya Rose 1991:301-305. Pasca lengsernya kabinet Natsir, Soekarno menunjuk Sukiman untuk menjadi perdana menteri selanjutnya. Kabinet inipun tidak berlangsung lama karena skandal Mutual Security Act MSA. Kebijakan yang diambil kabinet ini adalah mendekatkan diri dengan Amerika Serikat untuk memberikan bantuan keamanan yang menyangkut kepentingan Amerika Serikat di Asia. Akibatnya, banyak tentangan dilakukan oleh partai Masyumi faksi Natsir dan PSI-Sjahrir. Perseteruan antara Hatta dengan Soekarno meningkat pada masa pemerintahan kabinet Wilopo yang mulai memerintah sejak tanggal 30 maret 1952. komposisi kabinet bentukan Wilopo tidak disukai oleh Soekarno walaupun Wilopo dari partai PNI. Wilopo sendiri merupakan temannya Bung Hatta selama menjabat Menteri tenaga kerja semasa Hatta menjadi Perdana Menteri. Banyaknya pergolakan di di tubuh TNI dan menguatnya PKI membuat keadaan tidak bisa dikendalikan, termasuk keadaan ekonomi pada waktu itu yang semakin sulit. Kabinet ini kemudian menyerahkan mandatnya pada Juni 1953. Jatuh bangunnya kabinet dalam kurun waktu yang singkat ± 3 tahun membuat posisi Hatta semakin melemah dan sebaliknya posisi Soekarno dan golongan nasionalis lainnya semakin menguat dalam pengambilan kebijakan di pemerintahan. Kabinet berikutnya yang dibentuk adalah kabinet Ali Sastroamidjojo Ali I. Kmposisi Ali I yang tidak melibatkan Masyumi dan PSI tetapi melibatkan NU pasca keluar dari Masyumi banyak menimbulkan pergolakan. Tokoh-tokoh yang pro terhadap ide negara Islam mulai banyak menyerang kabinet Ali I, yang pada akhirnya banyak terjadi gejolak didaerah seperti di Aceh yang menginginkan mendirikan negra Islam. Persoalan lainnya yang menghinggapi selama pemerintahan Ali I adalah mengenai kebijakan luar negerinya yang menginginkan adanya kekuatan penyeimbang antara blok-Barat dengan blok timur degan menyelenggarakan konferensi asia-afrika. Pertentangan antara Bung Hatta dengan Soekarno pada kabinet ini terjadi pada masalah pengangkatan Kepala Staff Angkatan Darat KSAD. Soekarno dengan kekuasannya mengganti KSAD dengan personel militer yang dianggap tidak cocok oleh Hatta. Penunjukkan Bambang Utoyo sebagai KSAD oleh Soekarno banyak dikecam oleh kalangan senior militer yang dekat dengan Hatta. Kalangan senior menilai KSAD tunjukkan Soekarno tidak memiliki persayaratan untuk menduduki jabatan tersebut seperti senioritas dan kecakapan. Permasalahan ini tidak berlalurt-larut dan Soekarno menyerahkn masalah ini ke Bung Hatta untuk menyelesaikannya, sedangkan Soekarno meninggalkan tanah air untuk melaksnakan Ibadah haji. Munculnya permasalahan ini menyebabkan Kabinet Ali I menyerahkan mandatnya kepada Bung Hatta karena Soekarno masih berada di tanah suci Mekah. Pada masa pemerintahan kabinet Burhanudin Harahap kekosongan kekuasaan ditubuh KSAD diisi oleh Abdul Haris Nasution sebagai perwira paling senior di tubuh AD. Peningkatan intensitas pertentangan antara Soekarno-Hatta pada masa ini mulai dirasakan sangat panas. Penunjukkan Burhanudin Harahap oleh Hatta membuat Soekarno merasa dipinggirkan karena pengangkatannya tanpa sepengetahuannya. Puncaknya terjadi ketika Bung Karno menolak menandatangani RUU perjanjian KMB. Bung Hatta memandang Soekarno telah melakukan kesalahan besar karena sengaja mencari-cari masalah dalam urusan ini Noer 1990:472-473. Kabinet Burhanuddin Harahap menyerahkan mandatnya pasca pemilu I tahun 1955 yang dimenangkan oleh PNI. PNI sebagai pemegang suara terbanyak dalam pemilu berhak menjadi fomatur dalam kabinet yang dipimpin oleh Ali Sastroamidjojo Ali II pada tanggal 20 maret 1956. Pertentangan antara Soekarno-Hatta dalam kabinet Ali II mengalami puncaknya yaitu dengan berakibat perngunduran diri Hatta dari pemerintahan Wakil Presiden. Banyak alasan yang menyertai pengunduran diri Hatta, Rauf 2002:116 memandang bahwa pengunduran diri Hatta merupakan kumpulan akumulasi dari beberapa konflik yang terjadi antara Bung Hatta dengan Soekarno yang tidak bisa diakhiri, sedangkan Nasution 1994: 276 berpendapat bahwa ada dua kemungkinan yang harus diambil oleh Hatta yaitu mundur atau kudeta, atas pertimbangannya akhirnya Ia memilih mundur. Berdasarkan kedua pendapat diatas, dapat ditarik benang merah dari peristiwa pengunduran diri Hatta merupakan kerugian yang sangat berharga dari Soekarno. Bung Hatta selama ini dikenal sebagai simbol keterwakilan luar Jawa sehingga muncul banyak pergolakan di daerah pasca pengunduran diri Hatta dari pemerintahan.

3.3.6 Pertentangan Soekarno-Hatta Pasca Mundurnya Hatta