Pertentangan Pasca Sidang BPUPKI Dalam Pemerintahan

struktur pemerintah telah lengkap Ia lebih menginginkan untuk menerapkan demokrasi parlementer. Berdasarkan uraian-uraian yang telah dibahas diatas dapat dimbil benang merahnya bahwa demokrasi yang sentralistik dari bung Karno memainkan peran besar dalam pebentukan UUD 1945, sekalipun tidak seluruhnya adalah peran Soekarno, karenanya UUD 1945 bersifat sementara dan perlu disempurnakan lagi.

3.3.4 Pertentangan Pasca Sidang BPUPKI Dalam Pemerintahan

Pertentangan dimasa ini ditandai dengan dikeluarkannya maklumat Wakil Presiden no. X lihat lampiran 1 yang isinya menyatakan bahwa sebelum MPR dan DPR terbentuk tugas tugas kelegislatifan seperti membuat Undang-undang dan GBHN dibebankan kepada KNIP. Munculnya maklumat ini tidak terlepas dari adanya sebuah petisi yang dikeluarkan oleh sidang KNIP kedua dilontarkan usulan agar membentuk suatu badan yang Kepadanya Presiden bertangung jawab, sementeara itu Presiden tidak tahu-menahu tentang adanya petisi ini karena Presiden sedang tidak berada di Jakarta. Maklumat Wakil Presiden No. X ini merupakan pukulan telak terhadap kepemimpinan Soekarno yang dinilai otoriter karena tidak tidak adanya kontrol terhadap pemerintahan dibawah Presiden Soekarno. Hatta sebagai Wakil Presiden menandatangani maklumat tersebut sebagai ungkapan kekesalannya terhadap kepemimpinan Soekarno dan merupakan bukti bahwa Hatta lebih dekat dengan sistem liberal yang dicita-citakannya, namun Soekarno lebih memilih pemerintahan yang republik kesatuan untuk membendung kemauan keras Hatta. Pertentangan selanjutnya dianggap lebih serius yaitu dengan dikeluarkannya Maklumat Wakil Presiden 1 Nobember 1945 lihat lampiran 2 yang diklaim sebagai manifesto politik Hatta. Haluan politik pemerintah Indonesia yang tertuang dalam manifesto tersebut lebih menggambarkan sikap Hatta yang liberal dengan menolak dan akan mengembalikan perusahaan-perusahaan swasta yang dinasionalisasikan oleh Soekarno. Soekarno memandang bahwa revolusi yang belum selesai harus dilaksanakan dengan berbagai cara walaupun dengan cara- cara yang radikal. Perbedaan prinsip inilah yang selalu melatarbelakangi pengambilan suatu keputusan dalam sebuah kebijakan pemerintah pada waktu itu. Kakuatan Hatta mulai dilihat oleh Soekarno sebagai hal yang mengkawatirkan karena Hatta terus menjalankan pemerintahan tanpa melibatkan Soekarno dalam pengambilan keputusan-keputusan penting. Keluarnya Maklumat Wakil Presiden tanggal 3 November 1945 lihat lampiran 6 semakin menujukkan bahwa dasar pemikiran Hatta mengenai demokrasi parlementer akan segera terwujud karena isi dari maklumat tersebut berisi mengenai pembentukan partai- partai sebagai wadah aspirasi bagi masyarakat Indonesia. Munculnya partai-partai poltik sebagai imbas dari kebijakan tersebut membawa kekawatiran di pihak Soekarno. Ia memandang bahwa perpecahan dalam lingkup negara kesatuan akan segera terlaksana. Kekecewaan soekarno terhadap Hatta banyak diungkapkan oleh teman-temannya termasuk Sayuti Melik dengan mengutif penyataan “bahwa Bung Karno tidak bisa berbuat-apa-apa, Hatta telah menyerobot saya” demikian ungkap Bung Karno Arifin 1974:32 dalam Alam 2003:234. Kekawatiran Bung Karno mengenai efek adanya kebijaksanaan multi partai terbukti, hal ini pun diamini oleh Bung Hatta yang tidak mengerti dengan kemauan partai-partai yang terus melakukan politik “dagang sapi”, sampai merembet ke bidang kepegawaian untuk diperebutkan masing-masing partai. Bung Hatta tidak bergeming sedikitpun dan mulai melakukan menufer-manufer lainnya yaitu dengan melaksanakan perubahan dari sistem Presidensil menuju ke sistem Parlementer. Kudeta kontitusional yang dilakukan oleh Hatta tidak semata-mata dilakukan untuk menyingkirakan kedudukan Presiden Soekarno, tetapi hanya mengalihfungsilkan kedudukan presiden Soekarno dan menempatkannya hanya sebagai “Pemimpin Revolusi” Giebels 2001:397-398. Tindakan-tindakan yang dilakukan oleh Bung Hatta sebenarnya telah menjadi sebuah dasar diberlakukkannya demokrasi Parlementer, tetapi tindakan ini menimbulkan kontroversi karena Bung Hatta menerjang aturan-aturan konstitusi yang telah digariskan oleh Undang-Undang Dasar 1945 sehingga perubahan yang fundamental ini menjadi kabur. Dikemudian hari tindakan-tindakan Bung Hatta yang inkonstitusional menimbulkan efek yang tidak sedikit, sebagai contoh adalah terjadinya banyak kekacauan dalam kehidupan bernegara, akibat tidak dihormatinya konstitusi yang ada. Kekacauan-kekacauan ini meliputi bergonta-gantinya kabinet maupun reshuffle kabinet dalam waktu yang singkat.

3.3.5 Pertentangan Masa Demokrasi Parlementer