4.1.3 Militer
Pertentangan Soekarno-Hatta juga menimbulkan dampak dalam tubuh militer. Pada masa pemerintahan Soekarno-Hatta konflik Intern
dalam tubuh militer dapat diredam Feith 2001: 97 tetapi pasca mundurnya Hatta dari pemerintahan konflik Internal yang terjadi dalam
tubuh militer kembali memuncak. Perseteruan antara kelompok Ahmad Yani dengan Nasution terus
berlanjut karena masing-masing mempunyai kedudukan yang sama kuat. Perseteruan ini dipicu oleh adanya kebijakan Presiden Soekarno sebagai
panglima tertinggi ,perihal pengangkatan KSAD dan Pangab. Hatta sebelum mengundurkan diri dari pemerintahan pernah mengeluarkan
pernyataan bahwa sebaiknya militer tidak masuk dalam kancah politik Dwi Fungsi, tetapi kalangan militer yang sudah terlanjur masuk kejalur
politik enggan melepaskan jabatan-jabatan yang di pegangnya. Sebagai contoh adalah ketika A. H Nasution merangkap jabatan sebagai Menham
dan Keamanan kemudian Soekarno mengambil kebijakan dengan mengangkat A. Yani sebagai KSAD dengan maksud agar terjadi
perselisihan di tubuh militer.
4.2 Bidang Ekonomi
Kebijakan di bidang Ekonomi pada masa Soekarno yaitu diterapkannya Sistem benteng, dimana sistem ini lebih dikenal sebagai sistem ekonomi Ali
Pribumi Baba Tionghoa. Sebenarnya sistem ekonomi ini lebih
menguntungkan buat etnis tionghoa, akan tetapi karena banyaknya kasus korupsi yang terjadi pada saat itu dan berganti-gantinya kabinet membuat
sistem ini kemudian dihentikan pada tahun 1954 Setiono 2002:677-678. Kebijakan ekonomi Ali-Baba timbul akibat adanya ketakutan yang
dialami oleh presiden Soekarno, yang pada masa itu kehidupan ekonomi Indonesia hampir seluruhnya dikuasai oleh orang Tionghoa. Penguasaan
orang-orang Tionghoa terhadap sendi-sendi perekonomian nasional membuat Soekarno berfikir untuk mengandeng dan merangkul Etnis Tionghoa agar
bekerjasama dan memunculkan pengusaha-pengusaha pribumi agar tidak tergantung pada Tionghoa lagi. Dibidang ekonomi pengaruh pertentangan
antara Soekarno-Hatta bisa dilihat dengan munculnya kebijakan-kebijakan pemerintah dimana kebijakan tersebut lebih menggambarkan kediktatoran
Soekarno daripada konsep ekonomi yang dicita-citakan oleh Hatta. Kebijakan- kebijakan tersebut adalah kebijakan ekonomi Ali-baba karena rasionalisasi
Belanda menjadi perusahaan nasional. Kebijakan ekonomi yang lain dilakukan Soekarno pada tahun 1958 yaitu
dengan menasionalisasikan firma-firma Belanda menjadi perusahaan nasional, walaupun kebijakan ini banyak ditentang oleh beberapa lawan politiknya
terutama kalangan pengusaha swasta luar negeri tetapi tetap dijalankan oleh pemerintahan Soekarno Lev 2001:8.
Akibat dari adanya kebijakan nasionalisasi firma-firma ini membawa dampak perhitungan yang tidak seimbang bagi pemerintah dibidang ekonomi.
Ekonomi Indonesia yang morat-marit akibat dari persetujuan KMB yang
mengharuskan Indonesia membayar pampasan perang Belanda ditambah dengan keras kepalanya ahli-ahli ekonomi Indonesia dalam membangun arah
ekonomi masa depan Indonesia menjadi penyebab krisis yang berlangsung waktu itu.
Berganti-gantinya Kabinet rupanya menimbulkan kepanikan tersendiri, dimana kebijakan ekonomi yang diambil seharusnya dapat
memecahkan masalah ekonomi yang terpuruk akibat krisis, menjadi tambah kacau. Kabinet Burhanuddin Harahap yang bertugas masa itu mencoba
memperbaiki dan mengatasi krisis ekonomi untuk menaikan gaji pegawai negeri dan militer, tetapi belum selesai bertugas kabinet ini harus
menyerahkan mandatnya kepada Soekarno, sehingga permasalahan ekonomi tidak akan pernah selesai karena pemerintah dibawah Soekarno tidak pernah
serius melaksanakan programnya, tetapi semua berada dibawah control asing sebagai implementasi dari adanya utang yang menumpuk.
Sejak tahun 1960-1963 kemerosotan ekonomi Indonesia terus berlangsung dan bertambah parah akibat berbagai petualangan rezim
Soekarno. Pederitaan rakyat semakin hebat pada Tahun 1963 beban hidup rakyat Indonesia terasa amat menekan sekali. Harga beras yang mula-mula
hanya Rp. 450 telah melompat naik menjadi Rp. 60 hingga Rp. 70, penderitaan rakyat ini membuat Bung Hatta prihatin.
Kepanikan yang dirasakan rezim Soekarno menghadapi kerusakan perekonomian Indonesia di selubunginya dengan petualangan baru yang
disiapkan yaitu penolakan gagasan pembentukan Malaysia sebagai satu usaha
Negara Kapitalis mengepung Indonesia. Program ini didukung dengan sepenuhnya oleh Partai Komunis Indonesia PKI karena bagaimanapun juga
PKI sebagai partai komunis menentang pembentukan negara yang pernah pro terhadap komunis. Lebih aneh lagi adalah keterlibatan militer oleh Nasution
untuk memberikan dukungan penuh kepada Soekarno untuk konfrontasi dengan Malaysia.
Dalam mengatasi krisis ini pemerintah menggunakan berbagai cara diantaranya adalah menggagas adanya Deklarasi Ekonomi Dekon pada tahun
1963. Dekon ini mempunyai program dengan bekerja membuat berbagai kebijakan diantaranya adalah :
1. Diciptakan susunan ekonomi yang bersifat nasional dan demokratis, yang
bersih dari sisa-sisa Imperialisme dan Feodalisme. 2.
Ekonomi sosialis Indonesia, ekonomi tanpa penghisapan manusia oleh manusia. Dimana tiap orang dijamin mendapat pekerjaan, sandang-
pangan, perumahan serta kehidupan kultural dan spiritual yang layak. Lubis 1988:77.
Kebijakan dekon ini tidak juga berhasil mengatasi kemorat-maritan ekonomi yang terus menggila, pada tahun 1965 pemerintahan Soekarno
mengeluarkan kebijakan dengan membentuk sebuah badan yang bertugas menghentikan krisis ekonomi yang mengamuk dengan hebatnya. Badan yang
dibentuk ini diberi nama dengan Komando Tertinggi Berdikari Kotari yang bertugas melaksanakan pembangunan ekonomi atas dasar berdiri di kaki
sendiri berdikari.
Sebuah tindakan lain di bidang ekonomi diambil pula oleh rezim Soekarno. Dikatakan untuk memenuhi hasrat rakyat Indonesia melaksanakan
prinsip “berdiri diatas kaki sendiri”, maka di dikeluarkanlah Penpres pada tanggal 24 April mengenai penempatan semua perusahaan asing di Indonesia
yang tidak bersifat domestik di bawah penguasaan pemerintah Republik Indonesia. Belum puas dengan membentuk berbagai badan menangani
kemelut perekonomian ini, maka Soekarno telah membentuk pula sebuah badan lain bernama Dewan Pangan Nasional. Dalam badan-badan tertinggi ini
senantiasa Soekarno menjabat ketuanya, dibentuk oleh Presidium atau staf pelaksana, tetapi pekerjaan badan-badan hanya di atas kertas belaka Lubis,
1988:102-103. Teror PKI semakin meningkat baik dikota-kota besar, maupun
didaerah pedalaman. Mereka melancarkan aksi-aksi terhadap yang mereka namakan setan desa dan setan kota, dan seakan pura –pura tidak tahu, bahwa
mereka sendiri sedang berkolaborasi dengan setan-setan kota itu sendiri Poesponegoro 1993. Dengan di mulainya teror PKI ini semakin
mendekatkan diri dengan kehancuran Soekarno dalam memimpin negeri ini. Berawal dari Pemberontakan PKI pada tanggal 30 September 1965 soekarno
mengawali kariernya sebagai presiden dengan memberikan Surat Perintah Sebelas Maret Supersemar kepada Soeharto dilanjutkan dengan kudeta
terselubung yang dilakukan oleh Soeharto, melengkapi penderitaan Soekarno dari jabatan Presiden.
4.3 Bidang Sosial Budaya