3
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. BIOLOGI TANAMAN KAKAO
Kakao merupakan tanaman yang menumbuhkan bunga dari batang atau cabang. Daerah yang menjadi daerah utama penanaman kakao adalah hutan hujan
tropis di Amerika Tengah, tepatnya wilayah 18° Lintang Utara sampai 15° Lintang Selatan Siregar et al., 2003. Tanaman ini mulai berbuah setelah berumur
4-5 tahun dan mencapai produksi buah tertinggi pada usia 12 tahun. Tanaman ini dapat berbuah terus menerus sampai berusia 50 tahun, dan dalam setahun dapat
dilakukan pemanenan sebanyak dua kali Nasution, 1985. Tanaman kakao akan tumbuh mencapai ketingian 20-30 kaki dan
membutuhkan tanaman pelindung yang lebih besar. Tanaman ini membutuhkan curah hujan rata-ratatahun antara 1150 – 2500 mm, dan temperatur pertumbuhan
maksimum antara 30-32 ºC serta temperatur minimum antara 18-20 ºC. Pertumbuhan dan hasil yang baik juga dipengaruhi oleh intensitas cahaya
matahari yang diterima dalam jumlah cukup, kondisi tanah yang subur dan jarak tanam yang baik. Tanaman kakao termasuk tanaman biseksual, tidak mempunyai
madu, dan serbuk sarinya melekat dengan erat sehingga sulit untuk diserbukkan oleh angin. Namun pada akhirnya diketahui bahwa penyerbukan bunga
disebabkan oleh bantuan seranga. Tanaman kakao di golongkan kedalam kelompok tanaman caolifloris,
termasuk dalam Genus Theobroma. Famili Sterculiaceae, dan spesies theobroma cacao
LINN. Criollo dan trinitario adalah nama fine cacao atau kakao mulia, sedangkan jenis forastero dikenal dengan nama bulk cacao atau kakao lindak
Susanto,1994. Perbedaan yang nyata antara kedua grup di atas terutama adalah warna buah, warna biji dan bau kakao masing-masing. Kakao dengan biji yang
tidak berwarna termasuk grup Criollo, sedangkan kakao dengan warna biji berwarna ungu yang khas termasuk grup Forastero. Grup Criollo juga
menghasilkan buah yang berwarna merah atau kuning dengan bau dan rasa yang lebih baik daripada bau dan rasa kakao lainnya. Forastero menghasilkan kakao
yang berwarna kuning dengan bau yang agak rendah dan rasa yang lebih pahit. Di Indonesia khususnya di pulau Jawa, tanaman coklat yang tumbuh adalah dari jenis
PENENTUAN KONDISI PENGEMPAAN LEMAK KAKAO
Cocoa Butter SECARA MEKANIK
Oleh :
AGUNG SETIAWAN F14102082
2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
i
AGUNG SETIAWAN. F14102082. Penentuan Kondisi Pengempaan Lemak
Kakao cocoa butter Secara Mekanik. Di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Hadi K Purwadaria, MSc.
RINGKASAN
Biji kakao merupakan biji dari buah tanaman kakao Theobroma cacao LINN yang telah di fermentasi, dibersihkan, dan dikeringkan. Biji kakao
digolongkan dalam jenis mulia dan lindak. Produksi kakao Indonesia saat ini mencapai 435 ribu ton dan diperkirakan akan terus meningkat secara nyata karena
program peremajaan tanaman yang teratur dan perluasan kebun baru ED dan F Man, 2004. Lebih dari 76 kakao yang diproduksi di Indonesia diekspor dalam
bentuk biji kakao, terutama ke negara pengolah biji kakao seperti Malaysia, Singapura, dan Belanda Indranada, 2003. Selain digunakan sebagai minuman
penyegar, kakao juga digunakan untuk bahan baku industri makanan, farmasi dan kosmetik. Fungsi kakao sebagai minuman penyegar disebabkan kakao memilki
kandungan senyawa alkaloid yang terdiri dari Theobromin dan Kaffein. Bahkan karena aroma dan cita rasanya yang khas, kakao banyak digemari dan digunakan
sebagai “flavoring agent”. Biji kakao mengandung banyak nilai kalori yang tinggi serta nilai kandungan lemak yang prima. Kakao sering juga diberi nama
Theobroma cacao, yang artinya santapan atau minuman para dewa theos = dewa atau tuhan ; broma = minuman atau santapan.
Pada saat sekarang ini pemanfaatan kakao hanya terbatas pada buahnya saja, itu pun terbatas bijinya saja. Biji kakao tersebut dimanfaatkan untuk
dihasilkan bubuk kakao cocoa powder dan lemak kakao cocoa butter. Dari bubuk kakao dapat digunakan sebagai bahan pembuatan minuman cokelat instan,
sebagai bahan pencampur susu bubuk dan juga bahan pembuatan kue. Sedangkan dari lemak kakao digunakan untuk bahan pembuat permen coklat dan bahan
pembuatan perlengkapan kencantikan seperti sabun serta berbagai alat kosmetik.
Faktor-faktor pendukung produk olahan kakao yang mempengaruhi kualitas antara lain adalah cita rasa, sifat fisik dan sifat kimiawinya. Komponen
penyusun cita rasa cokelat dibentuk melalui perubahan kimiawi yang terjadi selama pengolahan kakao. Untuk mendapatkan lemak kakao yang memiliki
kualitas terbaik maka perlu adanya proses pengolahan sekunder kakao yang baik pula. Dalam mendapatkan lemak kakao tersebut proses utamanya dalam
pengolahan sekunder kakao adalah proses pengempaan. Oleh karena itu Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia PPKKI telah merancang mesin pengempa
lemak kakao tipe mekanik untuk sarana penyediaan lemak kakao pada pengembangan industri skala kecil dan menengah.
Pengempaan bertujuan untuk memisahkan lemak kakao dari pasta kasar yang telah dihasilkan. Banyaknya lemak yang dapat dipisahkan tergantung pada
lamanya pengempaan yang dilakukan, tekanan yang digunakan, dan ukuran partikel pasta yang diekstrak. Menurut Mulato dan Widyotomo, 2003, rendemen
lemak yang diperoleh dari pengepresan dipengaruhi oleh bebrapa faktor antara lain suhu pasta, kadar air pasta, ukuran partikel pasta, kadar protein pasta, tekanan
kempa, dan waktu pengepresan.
ii Mesin pengempa lemak kakao secara garis besar terdiri dari unit rangka,
unit pengempaan, unit saringan silinder cetakan, unit motor listrik sebagai tenaga penggerak pompa hidrolik, dan unit pompa hidrolik yang disertai dengan tangki
oli beserta selang-selang sirkulasi oli dan pressure valve otomatis. Setelah motor listrik dihidupkan dengan menekan tombol on-off, maka pompa berputar
menghisap dan mengedarkan oli dari tangki ke selang-selang sirkulasi, menuju silinder-piston pengempa, dan kembali lagi ke tangki oli. Tuas handel yang dapat
digerakkan ke atas atau ke bawah secara perlahan atau cepat berhubungan dengan pressure valve otomatis. Bila tuas digerakkan ke atas piston pengempa bergerak
turun melakukan pengempaan, sedangkan bila tuas digerakkan ke bawah maka piston pengempa bergerak ke atas tidak melakukan pengempaan. Sistem
penerusan daya mesin pengempa lemak kakao tipe hidrolik ini menggunakan oli. Oli tersebut diedarkan dengan menggunakan selang sirkulasi. Oli-oli tersebut
terus bersikulasi dengan adanya pompa hidrolik yang digerakkan oleh motor listrik.
Penelitian mengenai optimasi ini dilakukan dalam tiga tahap penelitian utama. Tahap pertama mencari kondisi terbaik dari proses pengempaan dengan
variasi jenis bahan masukan, nib, pasta kasar, dan pasta halus merupakan variasinya. Tahap kedua yaitu menentukan kondisi paling memungkinkan pada
proses pengempaan dengan variasi berat input yang dimasukkan ke dalam kantung. Tahap tiga merupakan tahap terakhir untuk mengetahui kondisi terbaik
dalam mengempa yaitu untuk mengetahui pada suhu penyimpanan berapakah bahan masukan paling baik disimpan.
Dari percobaan tiga pengempaan dengan jenis masukan yang berbeda, yaitu pengempaan dengan jenis masukan nib, pasta kasar, dan pasta halus maka
didapat perolehan lemak terbanyak didapat oleh pengempaan dengan jenis masukan pasta halus yaitu sebesar 37.25 dari berat masukan. Namun energi
yang dibutuhkan untuk melakukan pengempaan dengan bahan masukan pasta halus sangat besar yaitu sebesar 2.227 kWh untuk sekali pengempaan. Dengan
demikian dipilih pengempaan dengan bahan masukan berupa pasta kasar sebagai pilihan terbaik untuk dilanjutkan ke tahap penelitian selanjutnya. Hal ini dilihat
dari persentase lemak yang dihasilkan memiliki nilai terbaik kedua setelah pengempaan dengan bahan pasta halus yaitu sebesar 33.22 , memiliki nilai
kapasitas pengempaan terbaik yaitu 38.46 gmenit, namun pengempaan pasta kasar memiliki kebutuhan energi yang terkecil nilainya yaitu hanya dibutuhkan 1.
038 kWh untuk sekali pengempaan. Dengan demikian pengempaan dengan bahan baku pasta kasar memiliki nilai ekonomis yang menguntungkan dan juga memiliki
performa pengempaan yang baik pula.
Dalam perbandingan hasil pengempaan dengan variasi bobot masukan terlihat perbandingan antara persentase lemak dan kapasitas masing-masing
variasi bobot masukan tidak terlihat perbedaan terlalu signifikan. Dengan demikian dipilih pengempaan dengan bobot masukan seberat 200 gram sebagai
variasi bobot yang terbaik. Hal ini dilihat bahwa hasil persentase lamak yang dihasilkan sudah baik yaitu sekitar 32.05 dari bobot masukan, selain itu
kapasitas pengempaan yang baik pula yaitu 28.57 gmenit, dan yang paling penting kebutuhan energi yang digunakan untuk sekali pengempaan kecil hanya
0.308 kWh. Pengempaan dengan bobot 100 gram tidak dipilih sebagai yang terbaik dikarenakan kapasitas pengempaannya terlalu kecil yaitu hanya 20.00
iii gmenit. Selain itu faktor ketebalan akhir dari pengempaan menjadi faktor utama
pula, untuk jenis pengempaan yang memiliki nilai ketebalan bahan akhir yang besar yaitu diatas 0.5 cm maka bisa dikatakan pengempaan tersebut kurang baik
atau maksimal sehinngga dapat menghasilkan bungkil kakao dengan nilai lemak yang masih tinggi.
Sehingga dengan demikian pengempaan dengan bobot 200 gram dipilih menjadi variasi bobot masukan terbaik, karena memenuhi nilai performa
pengempaan yang baik walaupun bukan yang terbaik, tetapi memiliki nilai keunggulan dalam hal ekonomi dan faktor hasil ketebalan akhir yang didapat
karena hal tersebut juga sesuai dengan yang diinginkan oleh pihak pelaku industri.
Pembanding hasil pengempaan variasi suhu penyimpanan bahwa jenis pengempaan dengan suhu penyimpanan 45ºC memperoleh hasil yang terbaik.
Untuk nilai persentase lemak yang dihasilkan, pengempaan pada suhu penyimpanan 45ºC memiliki nilai yang terbaik yaitu 32.05, demikian pula
dengan nilai kapasitas pengempaannya memiliki nilai terbaik yaitu sebesar 28.57 gmenit. Dilihat dari konsumsi energinya memiliki konsumsi energi terkecil,
sehingga dapat disimpulkan pengempaan suhu penyimpanan 45ºC merupakan proses pengempaan yang terbaik, baik di segi performa pengempaan maupun dari
sisi nilai ekonomisnya.
Pengempaan biji kakao non fermentasi memiliki keunggulan pada persentase lemak yang didapat yaitu sebesar 36.30 berbeda selisih sekitar 4.25
dari pengempaan biji kakao fermentasi. Tetapi apabila melihat dari kapasitas pengempaan maka pengempaan biji kakao fermentasi lebih baik yaitu dengan
nilai kapasitas pengempaan 28.57 gmenit memiliki selisih sebesar 6.35 gmenit dengan pengempaan biji kakao non fermentasi. Selain itu konsumsi energi yang
digunakan pada pengempaan biji kakao fermentasi lebih rendah sekitar 0.087 kWh untuk sekali pengempaan dibandingkan pengempaan biji kakao non
fermentasi. Dari pertimbangan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pengempaan dengan biji kakao fermentasi lebih baik sekaligus lebih
menguntungkan dibandingkan dengan pengempaan dengan menggunakan biji non fermentasi.
Sehingga pengempaan biji kakao fermentasi yang paling optimum adalah pengempaan dengan masukan berupa pasta kasar dengan berat 200 gram yang
terlebih dahulu disimpan selama 24 jam di oven dengan suhu 45 °C. Dari perbandingan dengan proses pengempaan non fermentasi, hasil pengempaan
fermentasi ternyata lebih baik, tetapi nilai persentase kadar lemak pengempaan non fermentasi lebih unggul dibandingkan dengan pengempaan fermentasi. Dari
perhitungan biaya operasional total proses pengempaan, diperoleh biaya sebesar Rp 2198.68 untuk pengempaan satu kilogram biji kakao.
PENENTUAN KONDISI PENGEMPAAN LEMAK KAKAO
Cocoa Butter SECARA MEKANIK
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
AGUNG SETIAWAN F14102082
2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN PENENTUAN KONDISI PENGEMPAAN LEMAK KAKAO
Cocoa Butter SECARA MEKANIK
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor Oleh :
AGUNG SETIAWAN F14102082
Dilahirkan pada tanggal 9 September 1984 Di Jakarta
Tanggal Lulus : Januari 2007
Menyetujui: Jember, Februari 2007
Bogor, Februari 2007
Dr. Ir. Sri Mulato, MS. Prof. Dr. Ir. Hadi Karia Purwadaria, MSc.
Pembimbing 2 Dosen Pembimbing 1
Bogor, Februari 2007
Dr. Ir. Wawan Hermawan, MS. Ketua Departemen Teknik Pertanian
iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir 22 tahun silam pada tanggal 9 September di kota Jakarta. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara, lahir dari
pasangan Alm. H. Yanni Rinaldy dan Ratna Ningrum. Penulis menempuh tingkat sekolah dasar di SDN Semplak 1 Bogor dan SDN Ciujung Bandung.
Sekolah lanjutan tingkat pertama di tempuh penulis pada salah satu SLTP swasta di Bogor yaitu SLTP Bina Insani demikian pula dengan tingkat
sekolah menengah atas di tempuh di SMU Bina Insani Bogor. Selama menempuh pendidikan di SMU penulis aktif diberbagai organisasi sekolah
mulai dari Paskibra hingga OSIS, pada organisasi OSIS penulis memegang jabatan sebagai ketua OSIS saat berada di kelas dua. Pada bidang olahraga
penulis pun aktif di bidang olahraga basket dan juga sepak bola. Penulis lulus dari sekolah menengah atas pada tahun 2002 dan
langsung melanjutkan sekolah pada perguruan tinggi di Institut Pertanian Bogor, Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Penulis
masuk IPB melalui jalur undangan PMDK, dengan undangan tersebut penulis sangat merasa beruntung dan merasa telah ditakdirkan untuk
melanjutkan pendidikan di IPB dengan Jurusan Teknik Pertanian. Di tingkat perguruan tinggi penulis masih bisa menyalurkan
minatnya dalam bidang organisasi dan olahraga, dalam bidang orgaisasi pada tingkat pertama penulis terpilih sebagai ketua organisasi kelas, setelah
itu pada tingkat dua terpilih menjadi salah satu anggota Badan Eksekutif Mahasiswa tingkat fakultas sebagai anggota dari departemen sosial. Pada
bidang olahraga penulis aktif dalam bidang olahraga basket maupun sepak bola namun rutinitas olahraga pada perguruan tinggi berkurang
dibandingkan dengan tingkat sekolah menengah. Pada tingkat perguruan tinggi ini penulis banyak belajar mengenai berbagai hal mengenai
kehidupan, mulai dari mengempa diri kita untuk lebih dewasa, lebih pandai dalam membagi waktu, pandai dalam berhubungan sosial antara sesama,
belajar menghadapi bebagai tekanan dari berbagai sisi dan banyak hal lain yang dapat diperoleh penulis selama menempuh pandidikan di IPB.
Penulis
1
I. PENDAHULUAN