Tinjauan Yuridis Tentang Perlindungan Konsumen Oleh Pt Pos Indonesia Berkaitan Dengan Pengiriman Barang Menurut Undang-Undang No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Studi Kasus Di Pt Pos Indonesia Cabang Kabanjahe)

(1)

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN OLEH PT POS INDONESIA BERKAITAN DENGAN PENGIRIMAN BARANG

MENURUT UNDANG-UNDANG NO 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN (Studi Kasus di PT POS Indonesia Cabang

Kabanjahe)

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh :

BIMA HALILINTAR PURBA 110200278

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PT POS INDONESIA BERKAITAN DENGAN PENGIRIMAN BARANG MENURUT UNDANG-UNDANG NO 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN (Studi Kasus di PT POS Indonesia Cabang

Kabanjahe)

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh :

BIMA HALILINTAR PURBA 110200278

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

Disetujui Oleh :

Ketua Departemen Hukum Keperdataan

Dr. H. HASIM PURBA, SH., M.Hum NIP.196603031985081001

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

SYAMSUL RIZAL, SH., M.Hum SYAIFUL AZAM, SH., M.Hum NIP. 196402161989111001 NIP. 196001061994031001


(3)

i

KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah SWT. Berkat limpahan dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Serta tidak lupa juga shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Rasulullah SAW.

Skripsi ini merupakan syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Didorong dengan kenyataan ini, maka akhirnya penulis menyelesaikan skripsi ini dengan judul :

”Tinjauan Yuridis Tentang Perlindungan Konsumen Oleh PT POS

Indonesia Berkaitan Dengan Pengiriman Barang Menurut Undang-Undang No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Studi Di PT POS Indonesia Cabang Kabanjahe)”

Skripsi ini membahas tentang perlindungan terhadap konsumen atas permasalahan yang dialami konsumen terkait pengiriman barang, semoga skripsi ini berguna dan bermanfaat bagi penyusun khususnya dan bagi masyarakat yang berkepentingan pada umumnya.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, namun dengan lapang hati penulis selalu menerima kritik, saran maupun masukan yang bersifat mendidik dan membangun dari berbagai pihak.

Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(4)

ii

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum, selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH.,MH.,DFM, selaku Wakil Dekan IIFakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Dr. OK. Saidin, SH.,M.Hum, selaku Wakil Dekan IIIFakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Dr. Hasim Purba, S.H., M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan.

6. Ibu Rabiatul Syahriah, S.H, M.Hum, selaku Sekretaris Departemen Hukum Keperdataan.

7. Bapak Syamsul Rizal, S.H., M.Hum, selaku Ketua Program Kekhususan Hukum Perdata BW sekaligus Dosen Pembimbing I yang telah memberikan waktu, tenaga, dan arahannya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Bapak Syaiful Azam, SH., M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II yang telah meluangkan waktu, arahan, dan nasehat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang dengan dedikasinya dan pengabdiannya telah mendidik penulis selama menjadi Mahasiswa, dan Staff Administrasi yang telah membantu dalam pengurusan selama perkuliahan.

10.Terima kasih kepada Bapak Juanda Ginting selaku Manajer PPLA di PT Pos Indonesia Cabang Kabanjahe dan seluruh staff di PT Pos Indonesia


(5)

iii

Cabang Kabanjahe yang telah memberi bimbingan, kemudahan, kerjasamanya, dan keramahannya dalam penyelesaian skripsi ini.

11.Teristimewa kepada Bapak dan Ibu tercinta Mbela Purba dan Bedseba br Ginting yang selalu mendoakan, mendukung penuh, memberikan semangat dan menjadi inspirasi terbesar dalam hidup saya.Serta kepada kakak saya Nadia Bregina Purba dan kedua adik saya Fredy Law Purba dan Rian Arenda Purba.

12.Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Adhy Pardamean Siahaan, Leonardus Manurung, Oktanta Ginting Suka, Romly Simanjuntak, Rony Afrizal, dan Ruba Franklin Silaen yang telah memotivasi dan memberikan kritik terkait penulisan skripsi ini. Dan juga kepada semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Akhir kata penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini tidak luput dari kekurangan dan ketidaksempurnaan. Oleh sebab itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun guna menuju tulisan kearah yang lebih baik

Penulis juga berharap kiranya skripsi ini bermanfaat dalam memperluas cakrawala dan pengetahuan kita semua.

Medan, September 2015 Penulis,


(6)

iv

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

ABSTRAK ... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... 11

C. Tujuan Penulisan ... 11

D. Manfaat Penulisan ... 12

E. Metode Penelitian ... 12

F. Keaslian Penulisan ... 14

G. Sistematika Penulisan ... 14

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN A. Pengertian dan Sejarah Hukum Konsumen ... 17

B. Hak dan Kewajiban Konsumen dan Pelaku Usaha ... 31

C. Dasar Perlindungan Hukum Konsumen ... 35

D. Prinsip-prinsip Perlindungan Konsumen ... 37

BAB III SEKILAS GAMBARAN TENTANG PT POSINDONESIA A. Sejarah PT. POS Indonesia ... 44

B. Dasar Hukum PT. POS Indonesia... 46

C. Produk-produk PT. POS Indonesia ... 48


(7)

v

BAB IV TINJAUAN YURIDIS TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN OLEH PT POS INDONESIA BERKAITAN DENGAN PENGIRIMAN BARANG MENURUT UNDANG-UNDANG NO 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

(Studi Kasus di PT POS Indonesia CabangKabanjahe)

A. Masalah-masalah Yang Timbul Terkait Pengiriman Barang oleh PT POS Indonesia cabang Kabanjahe dan Bentuk Tanggung Jawab PT. POS Indonesia cabang Kabanjahe Apabila Terjadi

MasalahPengiriman Barang Yang Merugikan Konsumen ... 66 B. Tinjauan Yuridis Tentang Perlindungan Konsumen Oleh PT

POS Indonesia Berkaitan Dengan Pengiriman Barang Menurut Undang-Undang No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen ... 72 C. Penyelesaian Sengketa Apabila terjadi Pelanggaran Oleh PT.

POS Indonesia Terkait Perlindungan Konsumen Atas Pengiriman Barang ... 75 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 80 B. Saran ... 81 DAFTAR PUSTAKA...viii LAMPIRAN

a. Surat Riset dari Fakultas Hukum USU

b. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian di PT. POS Indonesia Cabang Kabanjahe

c. Wawancara (Question of Interview)

d. Contoh berita acara terkait permasalahan pengiriman barang dari kantor Pos Kabanjahe


(8)

vi

ABSTRAK

Bima Halilintar Purba1 Syamsul Rizal** Syaiful Azam***

Kata Kunci : Perlindungan Konsumen, Tanggung jawab, Hak

Pengiriman barang pada era sekarang ini makin sering dilakukan. Banyak perusahaan saat ini yang bergerak di bidang jasa pengiriman barang. Alasan banyaknya perusahaan yang bergerak dibidang jasa pengiriman ini tidak terlepas dari semakin banyaknya juga konsumen yang melakukan pengiriman barang.Sehingga semakin banyaknya konsumen yang mengirim barang semakin besar juga kemungkinan terjadinya permasalahan didalamnya, seperti kerusakan kehilangan dan keterlambatan barang, dan ketika permasalahan itu terjadi apa dan bagaimana sebenarnya bentuk tanggung jawab yang diberikan oleh jasa pengiriman kepada konsumen. Dan ketika konsumen tidak setuju dengan bentuk penyelesaian yang diberikan oleh jasa pengiriman tersebut, maka konsumen dapat mengajukan tuntutan ke pengadilan. Pengadilan memberikan keputusan final. Jadi didalam judul skripsi ini, penulis mendapatkan 3 (tiga) permasalahan didalamnya, yaitu, Masalah-masalah yang timbul terkait pengiriman barang oleh PT Pos Indonesia cabang Kabanjahe dan bentuk tanggung jawab PT. Pos Indonesia cabang Kabanjahe apabila terjadi masalah pengiriman barang yang merugikan konsumen, Tinjauan Yuridis tentang perlidnungan konsumen oleh PT. Pos Indonesia berkaitan dengan pengiriman barang menurut Undang-undang no 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsume, Dan penyelesaian sengketa apabila terjadi pelanggaran oleh PT. Pos Indonesia cabang Kabanjahe terkait pengiriman barang.

Metode penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dan empiris, penelitian ini juga bersifat deskriptif. Data yang digunakan adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier serta data primer dengan melakukan studi lapangan di PT. Pos Indonesia cabang Kabanjahe.Metode analisa data yang digunakan adalah metode kualitatif yang diperoleh dari hasil wawancara dari pihak PT POS Indonesia cabang Kabanjahe.

Hasil penelitian dalam skripsi ini yaitu kantor Pos Kabanjahe sering mengalami masalah kehilangan, kerusakan, dan keterlambatan pengiriman, sehingga untuk mempertangungjawabkan permasalahan tersebut kepada konsumen, kantor Pos Kabanjahe memberikan kompensasi ganti rugi kepada konsumen, baik itu dalam bentuk uang atau bisa juga dalam bentuk pengembalian barang yang sama. Bentuk tanggung jawab itu sudah mengikuti undang-undang No 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen khususnya dalam pasal 7 huruf f dan g. Tetapi apabila ada sengketa terkait masalah pengiriman barang ini, kantor Pos Kabanjahe lebih mengutamakan penyelesaian sengketa di luar pengadilan, dengan cara menawarkan negoisasi ulang kepada pihak konsumen atau dengan kata lain menciptakan musyawarah/perdamaian dengan pihak konsumen.

1

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

**

Dosen pembimbing I

***


(9)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada zaman sekarang, dunia dihadapkan dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat tidak terkecuali dengan negara Indonesia. Perkembangan teknologi yang sangat cepat ini tidak dapat dielakkan. Kemajuan dalam bidang teknologi ini juga menimbulkan kemajuan dalam bidang dunia jual beli atau dunia usaha, tidak dapat dipungkiri bahwa teknologi sangat membantu dalam dunia jual beli, baik itu dari pihak pelaku usaha maupun konsumen. Pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi 2

Didalam dunia jual beli banyak pedagang yang melakukan cara-cara yang illegal atau cara yang curang sehingga menguntungkan si pelaku usaha dan merugikan konsumen. Oleh sebab itu Indonesia mempunyai Undang-undang yang dimana undang-undang itu dipergunakan untuk melindungi konsumen dari para pelaku usaha yang melakukan cara-cara curang untuk memperdagangkan barang dagangannya.Konsumen seringkali berada pada posisi yang lemah, oleh

sedangkan, konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia didalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

2

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 1, Angka 3.


(10)

karenaituia harus dilindungi oleh hukum. Salah satu sifat, sekaligus tujuan hukum itu adalah memberikan perlindungan kepada masyarakat.Jadi sebenarnya hukum konsumen dan hukum perlindungan konsumen adalah dua bidang hukum yang sulit dipisahkan dan ditarik batasnya3.Konsumen seringkali menjadi objektivitas bisnis untuk meraup keuntungan yang sangat besar melalui kiat promosi dan cara penjualan yang merugikan konsumen.4

Perlindungan Konsumen diatur dalam Undang-undang No 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen (UUPK), didalam pasal 1 ayat 1 perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen5.Tetapi perlu ditegaskan bahwa adanya Undang-Undang yang mengatur perlindungan konsumen tidak dimaksudkan untuk mematikan usaha para pelaku usaha.Undang-undang perlindungan konsumen justru bisa mendorong iklim usaha yang sehat serta mendorong lahirnya perusahaan yang tangguh dalam menghadapi persaingan yang ada dengan menyediakan barang/jasa yang berkualitas.6

Sebaliknya, undang-undang tentang perlindungan konsumen ini dalam pelaksanaannya tetap memberika perhatian khusus kepada pelaku usaha kecil dan menengah.Hal itu dilakukan melalui upaya pembinaan dan penerapan sanksi atas pelanggarannya.Undang-undang tentang perlindungan konsumen ini dirumuskan dengan mengacu pada filosofi pembangunan nasional bahwa pembangunan nasional merupakan pembangunan hukum yang memberikan perlindungan

3

Kristiyanti Celina Tri Siwi Kristyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hal 13

4

Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, (Jakarta:Gramedia, 2003), hal 12.

5

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 1, Angka 1.

6


(11)

3 terhadap konsumen adalah dalam rangka membangun manusia Indonesia seutuhnya yang berlandaskan pada falsafah kenegaraan Republik Indonesia yaitu diatur dasar Negara Pancasila dan konstitusi Negara Undang-Undang Dasar 1945.7

1. Bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual dalam era demokrasi ekonomi berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;

Dalam pertimbangan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dikatakan,

2. Bahwa pembangunan perekonomian nasional pada era globalisasi harus dapat mendukung tumbuhnya dunia usaha sehingga mampu menghasilkan beraneka barang dan jasa yang memiliki kandungan teknologi yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat banyak sekaligus mendapatkan kepastian atas barang dan/jasa yang diperoleh dari perdaganagan tanpa mengakibatkan kerugian konsumen;

3. Bahwa semakin terbukanya pasar nasional sebagai akibat dari proses globalisasi ekonomi harus tetap menjamin peningkatan kesejahteraan masyarakat serta kepastian mutu, jumlah dan keamanan barang dan/atau jasa yang diperolehnya di pasar;

4. Bahwa untuk meningkatkan harkat dan artabat konsumen perlu meningkatkan kesadaran, pengetahuan, kepedulian, kemampuan dan

7


(12)

kemandirian konsumen untuk melindungi dirinya serta menumbuhkembangkan sikap perilaku usaha yang bertanggungjawab;

5. Bahwa ketentuan hukum yang melindungi kepentingan konsumen di Indonesia belum memadai

6. Bahwa berdasarakan pertimbagangan tersebut diatas diperlukan perangkat peraturan perundang-undangan untuk mewujudkan keseimbangan perlindungan kepentingan konsumen dan pelaku usaha sehingga tercipta perekonomian yang sehat;

7. Bahwa untuk itu perlu dibentuk undang-undang tentang perlindungan konsumen.

Penjelasan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan Konsumen secara umum mengatakan, .”Pembangunan dan perkembangan perekonomian umumnya dan khususnya di bidang perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi barang dan/atau jasa yang dapat dikonsumsi. Disamping itu, globalisasi dan perdagangan bebas yang didukung oleh kemajuan teknologi telekomunikasi dan informatika telah memperluas ruang gerak arus transaksi barang dan/atau jasa melintasi barang-barang wilayah suatu Negara, sehingga barang-barang dan/atau jasa yang ditawarkan bervariasi baik produksi luar negeri maupun produksi dalam negeri.kondisi yang demikian pada satu piha mempunyai manfaat bagi konsumen karena kebutuhan konsumen akan barang dan/atau jasa yang diingkan dapat terpenuhi serta semakin terbuka lebar kebebasan untuk dan kemampuan konsumen. Disisi lain, kondisi dan fenomena tersebut diatas dapat mengakibatkna kedudukan pelaku usaha dan konsumen berada pada posisi yang lemah.


(13)

5 Disamping itu Undang-undang perlindungan Konsumen pada dasarnya merupakan awal dan akhir dari hukum yang mengatur tentang perlindungan konsumen, sebab sampai pada terbentuknya Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen ini telah ada beberapa undang-undang yang materinya melindungi kepentingan konsumen, seperti:

1. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1961 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1961 tentang Barang, menjadi Undang-undang;

2. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1966 tentang Hygiene;

3. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal;

4. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan; 5. Undang-undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian;

6. Undang-undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan;

7. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1987 tentang Kamar Dagang dan Industri 8. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;

9. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Agreement Establishing The WorldTrade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia);

10.Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas; 11.Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Kecil; 12.Undang-undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan;

13.Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup;


(14)

15.Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;

16.Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah;

17.undang Nomor 12 Tahun 1997 tentang Perubahan Atas Undang-undang Hak Cipta sebagai mana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014.

18.undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 13 Tahun 1997tentang Paten;

19.undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang Merek;

20.undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan

Perlindungan konsumen dalam hal pelaku usaha melanggar hak atas kekayaan intelektual (HAKI) tidak diatur dalam Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen ini karena sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten, dan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, yang melarang menghasilkan atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang melanggar ketentuan tentang HAKI.

Demikian juga perlindungan konsumen di bidang lingkungan hidup tidak diatur dalam Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen ini karena telah diatur dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup mengenai kewajiban setiap orang untuk memelihara


(15)

7 kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup.

Di kemudian hari masih terbuka kemungkinan terbentuknya undang- undang baru yang pada dasarnya memuat ketentuan-ketentuan yang melindungi konsumen.Dengan demikian, Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen ini merupakan payung yang mengintegrasikan dan memperkuat penegakan hukum di bidang perlindungan konsumen.

Perlindungan Konsumen merupakan konsekuensi dan bagian dari kemajuan teknologi dan industry.Kemajuan teknologi dan industri tersebut ternyata telah membuat perbedaan antara pola hidup masyarakat tradisional dan masyarakat modern .masyarakat tradisional dalam memproduksi barang-barang kebutuhan konsumen secara sederhana, dan hubungan antara konsumen dan masyarakat secara relatife masih sederhana, dimana konsumen dan produsen dapat bertatap muka secara langsung.8

Berkaitan dengan perkembangan teknologi saat ini banyak konsumen yang memanfaatkannya, salah satunya dengan melakukan jual beli online (e-commerce).Jual beli online adalah aktifitas jual beli berupa transaksi penawaran barang oleh penjual dan permintaan barang oleh pembeli secara online dengan Hak konsumen yang diabaikan oleh pelaku usaha perlu dicermati secara seksama terlebih lagi masih banyak masyarakat Indonesia yang memang tidak tahu-menahu apa hak yang harus diperolehnya ketika membeli suatu barang dari pelaku usaha. Padahal didalam UU no 8 tahun 1999 tercantum jelas apa-apa saja hak dan kewajiban dari pihak konsumen maupun pelaku usaha.

8


(16)

memanfaatkan teknologi internet.Berbelanja atau melakukan transaksi perdagangan melalui internet sangat berbeda dengan berbelanja atau melakukan transaksi perdagangan di dunia nyata. Dengan E-Commerce memungkinkan kita bertransaksi dengan cepat dan biaya yang murah tanpa melalui proses yang berbelit-belit, di mana pihak pembeli (buyer) cukup mengakses internet kewebsite perusahaan yang mengiklankan produknya di internet, yang kemudian pihak pembeli (konsumen) cukup mempelajari term of condition (ketentuan-ketentuan yang diisyaratkan) pihak penjual.Kehadiran internet telah memberikan keyakinan akan pentingnya teknologi di dalam pencapaian tujuan finansial suatu perusahaan melalui modifikasi dan efisiensi proses bisnis yaitu dengan memanfaatkan E-Commerceyang merupakan salah satu keunggulan baru dari internet yang semakin digemari oleh banyak orang.Di waktu yang akan datang, e-commerce atau transaksi secara online dipastikan akan terus membesar. Sayang, transaksi bisnis online di Indonesia sekarang ini terbilang lambat lantaran minimnya kepercayaan dari masyarakat,meskipun pemerintah Indonesia telah menyadari akan pentingnya revolusi informasi tersebut, hal ini disebabkan bisnis E-Commerce sangat rentan terhadap krisis ekonomi yaitu karena perbedaan nilai mata uang. Lebih-lebih pangsa pasar yang ada masih kecil dibandingkan dengan populasi penduduk Indonesia. Kenyataan yang ada di Indonesia, ternyata E-Commerce tidak mampu membuat perubahan yang cukup besar9

.


(17)

9 Terdapat beberapa faktor yang dapat dipercaya tidak mendukung perkembangan E-Commercedi Indonesia, dan terdapat enam kualifikasi utama yaitu10

Jual beli online selain memberikan kemudahan kepada penjual dan pembeli, jual beli online juga mempunyai risiko yang besar khususnya bagi pembeli (konsumen).Risiko yang dihadapi konsumen ini pun berbagai macam mulai dari pihak penjual yang tidak mengirimkan barang (menipu pembeli), tidak sesuai dengan gambar yang ada pada internet, atau bisa juga terjadi kehilangan 1. Infrastuktur

2. Kesadaran 3. Keamanan 4. Internet banking 5. Budaya atau kebiasaan 6. Penyedia E-Commerce

Enam kualifikasi diatas dipercaya faktor-faktor yang membuat E-Commerce di Indonesia mengalami perkembangan yang lamban, tetapi baru-baru ini menteri Dahlan Iskan menggagaskan sebuah pembentukan system, yaitu system Clearing House dimana pembeli dalam bisnis online akan melakukan setoran pembayaran ke Kantor Pos. Pihak penjual akan segera melakukan pengiriman barang saat uang sampai di Kantor Pos. Uang dari transaksi akan dikirim ke penjual saat barang telah sampai di tangan pembeli. Jelas ini sangat membantu perkembangan dalam jual beli online.

10


(18)

atau kerusakan pada saat barang tersebut sudah ada di jasa pengiriman. Disinilah saya akan membahas apa yang menjadi tuntutan konsumen apabila barang tersebut hilang atau rusak di jasa pengiriman, khususnya di jasa pengiriman PT POS Indonesia.

PT POS Indonesia adalah Perusahaan BUMN, yang pertama dibentuk di Batavia (sekarang Jakarta) oleh Gubernur Jendral G.W Baron van Imhoff pada tanggal 26 Agustus 1746 dengan tujuan untuk lebih menjamin keamanan surat-surat penduduk, terutama bagi mereka yang berdagang dari kantor –kantor di luar jawa dan bagi mereka yang datang dari dan pergi ke negeri Belanda. Sejak itulah pelayanan pos telah lahir mengemban peran dan funsi pelayanan kepada public.11

Dengan berjalannya waktu, Pos Indonesia kini telah mampu menunjukkan kreatifitasnya dalam pengembangan bidang perposan Indonesia dengan memanfaatkan insfrastruktur jejaring yang dimilikinya yang mencapai sekitar 24 ribu titik layanan yang menjangkau 100 persen kota/kabupaten, hampir 100 persen kecamatan dan 42 persen kelurahan/desa, dan 940 lokasi transmigrasi terpencil di Indonesia. Seiring dengan perkembangan informasi, komunikasi dan teknologi, jejaring Pos Indonesia sudah memiliki 3.700 Kantorpos online, serta dilengkapi elektronic mobile pos di beberapa kota besar. Semua titik merupakan rantai yang terhubung satu sama lain secara solid & terintegrasi. Sistem Kode Pos diciptakan untuk mempermudah processing kiriman pos dimana tiap jengkal daerah di Indonesia mampu diidentifikasi dengan akurat. Pada dasarnya PT POS Indonesia hanya bertugas dalam surat menyurat (postal company), tetapi seiring

tanggal 30 Mei 2015


(19)

11 perkembangan zaman, sekarang PT POS Indonesia telah bertransformasi dalam perusahaan yang berbasis jaringan (network company).12

B. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang diatas maka permasalahan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Apa sajakah masalah-masalah yang timbul saat pengiriman barang oleh PT Pos Indonesia dan bagaimanakah bentuk tanggung jawab PT Pos Indonesia apabila terjadi masalah dalam pengiriman barang yang merugikan konsumen? 2. Bagaimanakah tinjauan yuridis UU No 8 Tahun 1999 tentang perlindungan

Konsumen dengan bentuk pertanggungjawaban PT Pos Indonesia dalam masalah pengiriman barang?

3. Bagaimana bentuk penyelesaian sengketa yang diterapkan kantor Pos Kabanjahe apabila terjadi pelanggaran hak-hak konsumen oleh kantor Pos Kabanjahe?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dalam penulisan ini adalah :

1. Untuk mengetahui apa saja masalah yang timbul di kantor Pos Kabanjahe terkait pengiriman barang serta bagaimana bentuk tanggung jawab kantor Pos Kabanjahe tersebut.


(20)

2. Untuk mengetahui apakah kantor Pos Kabanjahe sudah memberikan perlindungan konsumen sesuai dengan UUPK dan undang-undang tentang Pos.

3. Untuk mengetahui bagaimana sebenarnya bentuk penyelesaian sengketa yang diterapkan di kantor Pos Kabanjahe apabila ada konsumen yang menuntut.

D. Manfaat Penulisan

Adapun yang menjadu manfaat dalam penelitian ini adalah :

1. Secara teoritis, pembahasan terhadap masalah ini akan memberikan pemahaman terhadap bentuk tanggung jawab PT Pos Indonesia kepada konsumen terkait dengan pengiriman barang.

2. Secara praktis, pembahasan ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi para pembaca terutama bagi para pihak yang terlibat dalam kegiatan atau aktivitas pengiriman barang, terutama mengenai perlindungan konsumen yang diberikan oleh PT Pos Indonesia terkait dengan pengiriman barang.

E. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data yang berkaitan dengan permasalahan yang kemudian mengadakan analisis terhadap masalah yang dihadapi tersebut.

1. Lokasi penelitian

Penelitian ini dilakukan di kantor PT. Pos Indonesia cabang Kabanjahe yang terletak di jalan Jamin Ginting Kabanjahe


(21)

13 2. Jenis penelitian

Penulisan ini menggunakan metode penelitian hukum normatif-empiris, dalam penelitian empiris dilakukan untuk memperoleh data primer, yaitu dengan melakukan wawancara dengan pimpinan PT. Pos Indonesia Cabang Kabanjahe, sedangkan penelitian hukum normatif, dilakukan melalui kajian terhadap peraturan perundang-undangan dan bahan-bahan hukum yang berkaitan dengan skripsi.

Data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :

a. Bahan hukum primer, berupa peraturan perundang-undangan, yang bersifat mengikat dan disahkan oleh pihak yang berwenang, yaitu Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen b. Bahan hukum sekunder, bahan hukum yang menunjang bahan hukum

primer seperti pendapat para ahli yang diambil dari berbagai buku.

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus bahasa Indonesia

3. Tekhnik Pengumpulan Data

a. Library research (studi kepustakaan) yaitu mempelajari dan menganalisis secara sistematika buku-buku, peraturan perundang-undangan, catatan kuliah dan sumber lainnya yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini.

b. Field research (studi lapangan) yaitu penelitian yang dilakukan secara langsung dengan datang kelapangan, perolehan datan ini dilakukan


(22)

dengan cara wawancara langsung kepada pimpinan PT. Pos Indonesia cabang Kabanjahe sebagai perusahaan pengiriman barang.

4. Analisis data

Analisis data dalam skripsi ini adalah dengan menggunakan data kualitatif, yaitu suatu analisis data yang secara jelas diuraikan ke dalam bentuk kalimat sehingga diperoleh gambaran dan maksud yang jelas yang berhubungan dengan skripsi ini.Dalamskripsi ini penulis melakukan wawancara dengan pihak PT. Pos Indonesia Cabang Kabanjahe.

F. Keaslian Penulisan

Judul dari skripsi penulis ini adalah mengenai “TINJAUAN YURIDIS TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN OLEH PT POS INDONESIA BERKAITAN DENGAN TRANSAKSI BARANG ONLINE MENURUT UNDANG-UNDANG NO 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN (Studi PT POS Indonesia Cabang Kabanjahe)”

Skripsi yang dibuat oleh penulis adalah murni hasil pemikiran dan pemaparan dari penulis. Setelah diperiksa di perpustakaan Fakultas Hukum USU, tidak ditemukan judul yang sama. Apabila di kemudian hari terdapat judul dan permasalahan yang sama maka penulis bertanggungjawab sepenuhnya terhadap skripsi ini.

G. Sistematika Penulisan

Untuk lebih mempertegas penulisan dari isi skripsi ini, serta untuk lebih mengarahkan pembaca , maka penulis akan memberikan sistematika penulisan ini secara singkat.


(23)

15 Bab I : Pendahuluan

Bab ini merupakan bab pendahuluan dimana penulis akan memaparkan; Latar Belakang, Perumusan Masalah, Ruang Lingkup, Tujuan Penulisan, Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisa, dan Sistematika Penulisan

Bab II : Tinjauan Umum Tentang Perlindungan Konsumen

Bab ini merupakan bab yang mengajak pembaca untuk mengerti tentang sejarah hukum konsumen, pengertian hukum konsumen, hak dan kewajiban konsumen, hak dan kewajiban pelaku usaha, dasar hukum perlindungan konsumen, prinsip-prinsip perlindungan konsumen.

Bab III : Sekilas Gambaran Tentang PT Pos Indonesia

Bab ini merupakan bab yang dipaparkan penulis untuk lebih mengerti tentang perusahaan yang dimana perusahaan tersebut merupakan tempat penulis melakukan penelitian, yaitu PT POS INDONESIA, baik itu berupa sejarah, dasar hukum, produk-produk, dan klausula baku PT Pos Indonesia.

Bab IV : Tinjauan Yuridis Tentang Perlindungan Konsumen Oleh PT Pos Indonesia Berkaitan Dengan Pengiriman Barang Menurut Undang-Undang No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Studi Pt Pos Indonesia Cabang Kabanjahe.


(24)

1. Apa sajakah masalah yang timbul di kantor Pos Kabanjahe terkait pengiriman barang serta bagaimana bentuk tanggung jawab PT Pos Kabanjahe jika terjadi permasalahan tersebut

2. Bagaimana tinjauan yuridis berkaitan dengan bentuk tanggung jawab yang diberikan oleh kantor Pos Kabanjahe

3. Bagaimana bentuk penyelesaian sengketa yang diterapkan di kantor Pos Kabanjahe

Bab IV : Penutup

Bab ini merupakan bab terakhir yang didalamnya penulis akan memberikan kesimpulan dan saran dari keseluruhan pembahasan skripsi ini.


(25)

17 BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM KONSUMEN A. Pengertian dan Sejarah Hukum Konsumen

Istilah konsumen berasal dari alih bahasa dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau consument/konsument (Belanda).Secara harafiah arti kata consumer adalah (lawan produsen) setiap orang yang menggunakan barang.Tujuan penggunaaan barang atau jasananti menentukan termasuk konsumen kelompok mana pengguna tersebut.Begitu pula kamus bahasa Inggris-Indonesia memberi kata consumer sebagai pemakai atau konsumen.13

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menyebutkan konsumen adalah setiap orang yang memakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lainnya dan tidak untuk diperdagangkan

Untuk membahas perlindungan konsumen, kita harus mengerti terlebih dahulu sejarah dari perlindungan konsumen, baik itu awal mula berdiri higga pada perkembangannya saat ini.

Ada tiga pembagian sejarah perlindungan konsumen, 1. Sejarah Perlindungan Konsumen di Barat 2. Sejarah Perlindungan Konsumen di Indonesia 3. Sejarah Perlindungan Konsumen dalam Islam

13

Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta : Sinar Grafika 2009), hal 22.


(26)

1. Sejarah Perlindungan Konsumen di Barat

Pada awalnya hukum perlindungan konsumen di barat dimulai dengan lahirinya gerakan perlindungan konsumen (consumers movement) , yang disebut sebagai era pertama pergerakan konsumen. Amerika Serikat tercatat sebagai Negara yang banyak memberikan sumabangan dalam masalah perlindungan konsumen.Di New York pada tahun 1891 terbentuk liga konsumen yang pertama kali, dan pada tahun1898 terbentuk liga konsumen nasional di Amerika Serikat. Organisasi ini kemudian tumbuh dan berkembang dengan pesat, sehingga pada tahun 1903 Liga Konsumen Nasional di Amerika Serikat telah berkembang 64 cabang yang meliputi20 negara bagian.14

Perjuangan untuk mewujudkan perlindungan konsumen ini juga mengalami hambatan dan rintangan.Untuk meloloskan The Food and Drugs Act dan The Meat Inspection Act telah mengalami kegagalan berulang-ulang.Hal ini terbukti dengan kegagalan Parlemen Amerika Serikat untuk meloloskan Undan-Undang tersebut pada tahun 1892. Usaha tersebut di coba lagi pada tahun 1902 dengan mendapat dukungan bersama-sama oleh Liga Konsumen Nasional, The General Federation of Women’s Club dan State Food and Diary Chemits, namun tetap juga gagal. Akhirnya The Food and Drugs Act dan The Meat Isnspection Act lahir pada tahun 1906 15

14

Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Op. cit., hal. 13.

15

Munir Fuady, Hukum Bisnis dalam Teori dan Praktik, Buku Kedua, ( Bandung : Citra aditya Bakti, 1994), hal.185

. Perkembagan selanjutnya terjadi pada tahun 1914, dengan dibukanya kemungkinan untuk terbentuknya komisi yang bergerak dalam perlindungan


(27)

19 konsumen, yaitu FTC (FederalTrade Comission), dengan The Federal Trade Comission Act.

Era kedua pergerakan konsumen di pentas internasional terjadi sekitar tahun 1903-an. Para pendidik melihat tentang urgensi pendidikan konsumen yang baik. Pada era ini telah dimulai pemeriksaan terhadap barang-barang yang akan dipasarkan kepada konsumen, diantaranya dengan menulis beberapa buku. Pada tahun 1927, Stuart Chase dan F.J. Schlink menulis buku Your Money’s worth dengan subtitle A Study in the Waste of the Consumen Dollar”. Pada tahun 1934 F.J. Schlink kembali menerbitkan beberapa buku, yaitu; “100.000.000 Guinea Pigs, Skin Deep, American Chamber of Horrors, dan Counterfeit, Not Your Money but What It Buys.

Tragedi elixir sulfalinamide, sejenis obatan dari bahan sulfa, pada tahun 1937 menyebabkan 93 orang konsumennya di Amerika Serikat meninggal dunia. Tragedi ini ternyata mendorong terbentuknya The Food, Drug and Cosmetics Act pada tahun 1938, yang merupakan amandemen dari The Food and Drugs Act tahun 1906.16

Era ketiga dari pergerakan perlindungan konsumen terjadi pada tahun 1960-an, era ini melahirkan satu cabang hukum yang baru, yaitu hukum konsumen (consumers law) . Pada tanggal 15 Maret 1962 John F. Kennedy menyampaikan consumers message di hadapan Kongres Amerika Serikat, dan sejak itu dianggap sebagai era baru perlindungan konsumen. Pesan tersebut kemudian didukung oleh mantan presiden Amerika Serikat Lyndon Johnson dan Richard Nixon, dalam preambul consumers massage ini dicantumkan

16


(28)

formulasi pokok-pokok pikiran yang sampai sekarang terkenal sebagai hak-hak konsumen (consumers bill of right).17

Perhatian dan apresiasi yang besar terhadap masalah-masalah perlindungan konsumen juga dilakukan oleh Jimmy Carter.Pandangan Carter mengenai isu perlindungan konsumen sebagai a breath of fresh air18.Sehingga Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani menyebutkan, bahwa Jimmy Carter juga dapat dipandang sebagai pendekar perlindungan konsumen karena perhatian dan apresiasinya yang besar.19

Di India, prinsip-prinsip perlindungan konsumen juga telah lahir sebelum era ketiga, antara lainIndian Contract Act tahun 1872, The Specific Relief Act tahun 1877, yang kemudian diganti dengan The Specific Relief Act tahun 1963, dan lain-lain. Namun pengaturan perlindungan Konsumen di India Consumers Protection Act baru muncul pada tahun 1986.

Di Negara-negara lain selain Amerika Serikat, baik di Negara maju maupun di Negara berkembang, aspek perlindungan terhadap hak-hak konsumen bangkit dan berkembang setelah era ketiga. Kendatipun sebelumnya telah lahir undang-undang yang berikaitan dengan perlindungan konsumen di bebrapa Negara tersebut.

Inggris telah memberlakukan Hops (Prevention of Frauds) Act tahun 1866, The Sale of Goods Act, tahun 1893, Fabrics (Misdescription) Act, tahun 1913, The Food and Drugs Act, yakni the Consumers Protection Act baru muncul pada tahun 1961 yang kemudian diamandemir pada tahun 1971.

20

17

Zulham , Hukum Perlindungan Konsumen, (Medan : Kencana, 2012), hal 28

18

Munir Fuady, Op. cit., hal. 187

19

Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Op. cit., hal. 14

20


(29)

21 Adapun di Meksiko, pertama kali meneluarkan hukum perlindungan konsumen pada tahun 1975 melalui Mexico’s Federal Concumer Protection Act (FCPA). Sebelumnya pengaturan perlindungan konsumen di Meksiko pada dasarnya tidak ada.

Era ketiga ini menyadarkan dunia internasional untuk membentuk Undang-Undang Perlindungan Konsumen, beberapa diantaranya:21

b. Thailand : Consumers Act, tahun 1979;

a. Singapura: The Consumers Protection (Trade Description and Safety Requirement Act), tahun 1975;

c. Jepang : The Consumers Protection Fundamental Act, tahun 1968; d. Australia : Consumers Affairi, tahun 1978;

e. Irlandia: Consumers Information Act, tahun1978; f. Finlandia:Consumers Protection Act, tahun 1978;

g. Inggris: The Consumers Protection Act tahun 1961, diamandemir tahun 1971;

h. Kanada: The Consumers ProtectionAct dan The Consumer Protection Amendement Act, tahun 1971; dan

i. Amerika Serikat: The Uniform Trade Practieces and Consumer Protection Act (UTPCP) tahun 1967, dimandemir tahun 1969 dan 1970, kemudian Unfair Trade Practices and Consumers Protection (Louisana) Law, tahun 1973.

21


(30)

Masyarakat Eropa menempuh melalui dua tahap program terkait dengan gerakan perlindungan konsumen, yaitu ; program pertama pada tahun 1973 dan program kedau pada tahun 1981.

Fokus program pertama, terkait dengan kecurangan produsen terhadap konsumen, seperti kontrak standar, ketentuan perkreditan, penjualan yang bersifat memaksa, kerugian akibat mengonsumsi produk cacat, praktik iklan yang menyesatkan, serta jaminan setelah pembelian produk.

Fokus program kedua, terkait dengan penekanan kembali hak-hak dasar konsumen yang kemudian dilanjutkan dengan pengeluaran tiga kerangka acuan perlindungan konsumen. Pertama, produk yang dipasarkan harus memnuhi standar kesehatan dan keselamatan konsumen. Kedua , Konsumen harus dapat menikmati keuntungan dari pasar bersama dengan masyarakat Eropa. Ketiga, bahwa kepentingan konsumen harus selalu diperhitungkan dalam setiap kebijan-kebijakan yang dikeluarkan masyarakat Eropa.

Akhirnya, pada tahun 1985 Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) dengan surat bulat menerbitkan Resolusi PBB Nomor A/RES/39/248 tanggal 16 April 1985 tentang The Guidelines For Consumer Protection. Dalam Guidelines terdapat enam kepentingan konsumen yang harus dilindungi, yaitu :22

22

Zulham, Op. cit, hal 32

1) Perlindungan konsumen dari bahaya-bahaya terhadap kesehatan dan keamanannya;


(31)

23 3) Tersedianya informasi yang memadai bagi konsumen untuk memberian kemampuan mereka melakukan pilihan yang tepat sesuai kehendak dan kebutuhan pribadi;

4) Pendidikan konsumen;

5) Tersedianya upaya ganti rugi yang efektif; dan

6) Kebebasan untuk membentuk organisasi konsumen atau organisasi lainnya yang relevan dan memberikan kesempatan kepada organisasi tersebut untuk menyuarakan pendapatnya dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan mereka

2. SejarahPerlindunganKonsumenDiIndonesia

Pengaturan tentang perlindungan konsumen di Indonesia telah dimulai sejak zaman Hindia Belanda, kendatipun sebagian besar peraturan-peraturan tersebut pada saat ini sudah tidak berlaku lagi. Beberapa peraturan yang berkaitan dengan perlindungan konsumen pada saat itu antara lain:

a. Reglement Industriele Eigendom, S. 1912-545, jo. S. 1913 No.214. b. Hinder Ordonnatie (ordonasi Gangguan), S. 1926-226 jo. S. 1927-449,

jo. S.1940-1914 dan 450.

c. Loodwit Ordonnantie (Ordonasi Timbal Karbonat), S. 1931 No. 28. d. Tin Ordonnatie (Ordonasi Timah Putih), S. 1931-509.

e. Vuurwerk Ordonnantie (Ordonansi Petasan), S. 1932-143.

f. Verpakkings Ordonnantie (Ordonansi Kemasan), S. 1935 No. 161. g. Ordonnantie Op de Slacht Belasting (Ordonansi Pajak Sembelih), S.


(32)

h. Sterkwerkannde Geneesmiddelen Ordonnantie (Ordonansi Pajak Sembelih), S. 1936-671

i. Bedrijfsrelementerings Ordonanntie (Ordonansi Penyaluran Perusahaan), S. 1938-86.

Pada sisi lain, dalam beberapa kitab Undang-Undang juga terdapat beberapa ketentuan yang dapat digunakan untuk melindungi konsumen, yaitu:

a. KUH Perdata : Bagian 2, Bab V , Buku II mengatur tentang kewajiban penjual dalam perjanjian jual beli.

b. KUHD: tentang pihak ketiga harus dilindungi, tentang perlindungan penumpang/barang muatan pada hukum maritime, ketentuan mengenai perantara, asuransi, surat berharga, kepailitan, dan sebagainya

c. KUH Pidana: tentang pemalsuan, penipuan, pemalsuan merek, persaingan curang, dan sebagainya.

Setelah kemerdekaan Republik Indonesia hingga tahun 1999, Undang-Undang Indonesia belum mengenal istilah perlindungan konsumen.Namun peraturan Perundang-Undangan di Indonesia berusaha untuk memenuhi unsur-unsur perlindungan konsumen.Kendatipun demikian, beberapa peraturan perundang-undangan tersebut belum memiliki ketegasan dan kepastian hukum tentang hak-hak konsumen.


(33)

25 Misalnya:

21.Undang-undang Nomor 10 Tahun 1961 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1961 tentang Barang, menjadi Undang-undang;

22.Undang-undang Nomor 2 Tahun 1966 tentang Hygiene;

23.Undang-undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal;

24.Undang-undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan; 25.Undang-undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian;

26.Undang-undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan;

27.Undang-undang Nomor 1 Tahun 1987 tentang Kamar Dagang dan Industri

28.Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;

29.Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Agreement Establishing The WorldTrade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia);

30.Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas; 31.Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Kecil; 32.Undang-undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan;

33.Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup;

34.Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran; 35.Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;

36.Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah;


(34)

37.Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997 tentang Perubahan Atas undang Hak Cipta sebagai mana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014.

38.Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 13 Tahun 1997tentang Paten;

39.Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang Merek;

40.Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan

Hiruk pikuk gerakan perlindungan konsumen di Indonesia mulai terdengar dan popular pada tahun 1970-an, yakni dengan berdirinya lembaga swadaya masyarakat (nongovernmental organization) Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) pada bulan Mei 1973. Organisasi ini untuk pertama kalinya dipimpin oleh Lasmijah Hardi.Organisasi lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang perlindungan konsumen, tentu saja dalam aktivitasnya bertindak selaku perwakilan konsumen (consumer representation) yang bertujuan untuk melayani dan meningkatkan martabat dan kepentingan konsumen.23

Pada awalnya, YLKI berdiri berdasarakan rasa menjaga diri terhadap promosi barang-barang dalam negeri. Pada tahun 1972, Lasmidjah Hardi memimpin kegiatan Pekan Swakarya, yang berupa aksi promosi terhadap berbagai barang dalam negeri.Setelah Swakarya I muncul desakan

23

Yusuf Sofie, Penyelesaian Sengketa Konsumen menurut UUPK dan Teori Praktek Penegakan Hukum (Jakarta :PT Citra Aditya Bakti, 2003), hal. 16


(35)

27 masyarakat, bahwa kegiatan promosi harus diimbangi dengan langkah-langkah pengawasan, agar masyarakat tidak dirugikan dan kualitas barang terjamin. Dari ajang Pekan Swakarya ini lahir YLKI yang ide-idenya dituangkan dalam anggaran dasar YLKI di hadapan Notari G.H.S Loemban Tobing, S.H. dengan akta nomor 26, 11 Mei 1973.24

Setelah lahirnya YLKI, muncul beberapa oranisasi yang berbasis perlindungan konsumen. Pada Februari 1988, berdiri Lembaga Pembinaan dan Perlindungan Konsumen (LP2K) di Semarang dan bergabung sebagai anggota Consumers Inernational (CI) tahun 1990. Hingga pada saat ini cukup banyak lembaga swadaya masyarakat serupa yang berorientasi kepada kepentingan pelayanan konsumen, seperti Yayasan Lembaga Bina Konsumen Indonesia (YLBKI) di Bandung dan perwakilan YLKI diberbagai provinsi di Tanah Air.

Yayasan ini sejak semula tidak ingin berkonfrontasi dengan produsen(Pelaku Usaha), apalagi dengan pemerintah.Hal ini dibuktikan oleh YLKI dengan menyelenggarakan pekan promosi Swakarya II dan III.Kegiatan ini akhirnya benar-benar dimanfaatkan oleh kalangan produsen dalam negeri.Dalam suasana kerjasama ini kemudian YLKI melahirkan lahir moto; “Melindungi Konsumen, Menjaga Martabat Produsen, dan Membantu Pemerintah”.

25

Di samping itu, dukungan media massa nasional baik cetak maupun elektronik yang secara rutin menyediakan kolom khusus untuk membahas keluhan-keluhan konsumen, juga turut menggalakkan pergerakan

24

Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, (Jakarta : Grasindo, 2000), hal.40.

25


(36)

perlindungan konsumendi Indonesia. Hasil-hasil penelitian YLKI yang dipublikasikan di media massa juga membawa dampak terhadap konsumen. Perhatian Produsen terhadap publikasi demikian juga terlihat dari reaksi-reaksi yang diberikan, baik berupa koreksi maupun bantahan.Hal ini menunjukkan dalam memasuki dasawarsa ketiga, YLKI mampu berperan besar, khususnya dalam gerakan menyadarakan konsumen terhadap hak-haknya.

Demikian juga dalam berbagai pertemuan ilmiah dan pembahasan peraturan perundang-undangan, YLKI dianggap sebagai mitra yang representative.Keberadaan YLKIjuga sangat membantu dalam upaya peningkatan kesadaran atas hak-hak konsumen. Lembaga ini tidak sekadar melakukan penelitian atau pengujian, penertiban, dan menerima pengaduan, tetapi sekaligus juga mengadakan upaya advokasi langsung melalui jalur pengadilan.

Selanjutnya, pergerakan pemberdayaan konsumen semakin gencar baik melalui ceramah seminar, tulisan, dan media massa. Gerakan konsumen di Indonesia , termasuk yang diprakarsai YLKI mencatat prestasi besar setelah naskah akademik UUPK berhasil dibawa ke DPR, yang akhirnya disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen pada tanggal 20 April 1999.26

Pembentukan Undang-undang Perlindungan Konsumen tersebut tidak terlepas dari dinamika politik Indonesia.Iklim politik yang lebih demokratis

26


(37)

29 ditandai dengan gerakan reformasi yang dikomandoi oleh mahasiswa dan ditandai dengan pergantian Presiden Republik Indonesia dari Soeharto kepada B.J. Habibie.Kehidupan yang lebih demokratis mulai diperjuangkan, bersamaan dengan itu pula tuntutan untuk mewujudkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen semkin menguat.

Hal ini ditandai dengan keberanian DPR menggunakan hak inisiatifnya untuk mengajukan rancangan Undang-undang yang selama kepemimpinan Soeharto belum pernah digunakan.Rancangan usul inisiatif pertama diajukan DPR adalah Rancangan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.Selain untuk mendapat pengakuan dari pemerintah dan masyarakat, keberanian DPR dalam mengajukan rancangan usul inisiatif ini menjadi penting bagi konsumen, karena orientasi pemikiran legislatif sudah berorientasi kepada kepentingan konsumen.

Selain itu, faktor yang mempengaruhi pembentukan Undang-Undang Perlindungan Konsumen di Indonesia adalah munculnya beberapa kasus yang merugikan konsumen dan diakhiri dengan penyelesaian yang tidak memuaskan konsumen.

Di lain pihak, faktor yang turut mendorong pembentukan Undang-Undang Perlindungan Konsumen Di Indonesia adalah system perdagangan global yang dikemas dalam kerangka World Trade Organization (WTO), maupun program International Monetary Fund (IMF), program Bank Dunia. Keputusan Indonesia untuk meratifaksi perjanjian perdagangan dunia diikuti


(38)

dengan dorongan terhadap Pemerintah Indonesia untuk melakukan harmonisasi hukum nasional dengan hukum internasional di bidang perdagangan.

3. Sejarah Perlindungan Konsumen Dalam Islam

Sebelum Islam datang, Mekkah telah menjadi pusat perhatian seluruh kabila Jazirah Arab karena adanya Ka’bah, dan Quraisy yang berdomisili di Mekkah dikenal sebagai penjaga Ka’bah yang merupakan tempat suci bagi bangsa Arab.Suku Quraisy mendapat keuntungan besar atas status mereka sebagai pemelihara Ka’bah, terutama dalam hal perdagangan.

Keuntungan suku Quraisy tersebut terpetik dalam skala yang lebih besar, yakni terjalinnya hubungan politik ekonomi dan perdagangan yang lebih luas.Hal ini dibuktikan dengan terbitnya perizinan perjalanan dan jaminan keamanan berdagang (aylaf) bagi suku Quraisy dari penguasa Negara-negara tetangga, pada waktu itu adalah Syria, Yaman, dan Etiopia.Karena itu pula, Mekkah dianggap sebagai ibukota seluruh Jazirah Arab, dan juga dipandang sebagai pusat perdagangan Jazirah Arab.

Pada saat itu, Mekkah telah mencapai kesuksesan yang sangat mencengangkan, kota itu berubah menjadi pusat perdagangan internasional. Para pedagang dan pemodalnya telah menjadi kaya raya melampaui impian-impian tertinggi mereka.Hanya bebarapa generasi pendahulu mereka hidup dalam kemelaratan dan serba kekurangan, kini Mekkah telah menjadi kiblat perdagangan.


(39)

31 Keberhasilan bangsa Quraisy dalam perdagangan bukan tanpa alasan, dalam The Wealth Of Nations, Adam Smith yang dianggap sebagai bapak ilmu ekonomi, mengungkap buku doctor pocock, yang menceritakan ketika para pedagang Muslim akan memasuki suatu kota untuk berjualan, mereka akan mengundang orang-orang yang lewat, termasuk orang miskin, untuk makan bersama. Mereka makan bersama dan bersila, memulai makan dengan ucapan bismilah dan mengakhirinya dengan Alhamdulillah.Demikianlah kiat para pedagang Muslim memelihara kepentingan bisnisnya, yakni dengan bermurah hati dan sambutan yang hangat.

Secara historis, sejarah perlindungan konsumen dalam islam telah dimulai pada saat Muhammad (sebelum diangkat menjadi Rasulullah) membawa barang dagangan Khadijah binti Khuwailid dengan mendapat imbalan dan/atau upah. Kendatipun tidak banyak literatur perlindungan konsumen pada saat dilakukan perdagangan oleh Rasulullah, namun kita dapat menemukan prinsip-prinsip perlindungan konsumen dari praktik perdagangan yang dilakukan oleh Rasulullah.

Jadi sebelum Barat dan dunia modern mengenal pengaturan perlindungan konsumen, Islam telah menjalankan prinsip-prinsip perlindungan konsumen walaupun belum terperinci secara empiris karena keterbatasan teknologi pada saat itu, namun Rasulullah telah berhasil meletakkan dasar-dasar perlindungan konsumen yang akhirnya diadopsi oleh dunia modern sekarang.


(40)

B. Hak Dan Kewajiban Konsumen Dan Pelaku usaha 1. Hak dan Kewajiban Konsumen

Indonesia melalui Undang-undang Perlindungan Konsumen menetapkan hak-hak konsumen sebagai berikut:27

a. Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;

b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;

c. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;

d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;

e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;

f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.

g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur secara tidak diskriminatif.

h. Hak untuk mendapat kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau sebagaimana mestinya.

i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan lainnya28

27

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 4.


(41)

33 Kewajiban konsumen adalah :

a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan; b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa; c. Membayar dengan nilai tukar yang disepakati;

d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

Organisasi Konsumen Sedunia (international Organization of Consumers Union-IOCU) menambahkan empat hak dasar konsumen yang harus dilindungi, yaitu :29

a. Hak untuk memperoleh kebutuhan hidup. (the right to safety) b. Hak untuk memperoleh ganti rugi.(the right to be informed) c. Hak untuk memperoleh pendidikan konsumen(the right to choose)

d. Hak untuk memperoleh lingkungan hidup yang bersih dan sehat(the right to be heard)

Masyarakat ekonomi Eropa juga telah menetapkan hak-hak dan dasar konsumen yang perlu mendapat perlindungan, yaitu :30

a. Hak perlindungan kesehatan dan keamanan b. Hak kepentingan ekonomi

c. Hak mendapat ganti rugi

28

Seperti hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan lingkungan Hidup

29

Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum perlindungan Konsumen, (Jakarta: Rajawali Pers, 2004), hal. 39

30

Mariam darus, Pembentukan Hukum Nasional dan Permasalahannya, ( Bandung : Alumni, 1981), hal 5.


(42)

d. Hak atas penerangan e. Hak untuk didengar

YLKI menambahkan satu hak dasar lagi sebagai pelengkap empat hak dasar konsumen yang dikemukakan oleh John F. Kennedy, yaitu hak mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat.Sehingga keseluruhannya dikenal sebagai “Panca Hak Konsumen”.31

Menurut Prof. Hans W. Miclitz, dalam perlindungan konsumen secara garis besar dapat ditempuh dua model kebijakan, Pertama, kebijakan yang bersifat komplementer, yaitu kebijakan yang mewajibkan pelaku usaha memberikan informasi yang memadai kepada konsumen (hak atas informasi). Kedua, kebijakan kompensantoris, yaitu kebijakan yang berisikan perlindungan terhadap kepentingan ekonomi konsumen hakatas keamanan dan kesehatan)32

2. Hak Dan Kewajiban Pelaku Usaha Hak pelaku usaha adalah :

a. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

b. Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikat tidak baik;

c. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaiakan hukum sengketa konsumen;

31

Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, (Jakarta: Grasindo, 2000), hal 16

32


(43)

35 Kewajiban pelaku usaha adalah :

a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;

b. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;

c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

d. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;

e. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan.

C. Dasar Perlindungan Hukum Konsumen

Hukum perlindungan konsumen yang berlaku di Indonesia memiliki dasar hukum yang telah ditetapkan oleh pemerintah.Dengan adanya dasar hukum yang pasti, perlindungan terhadap hak-hak konsumen bisa dilakukan dengan penuh optimisme.Hukum Perlindungan Konsumen merupakan cabang dari Hukum Ekonomi.Alasannya, permasalahan yang diatur dalam hukum konsumen berkaitan erat dengan pemenuhan kebutuhan barang / jasa.Pada tanggal 30 Maret 1999, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menyepakati Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang perlindungan konsumen untuk disahkan oleh pemerintah setelah


(44)

selama 20 tahun diperjuangkan. RUU ini sendiri baru disahkan oleh pemerintah pada tanggal 20 april 1999.

Di mengajukan perlindungan adalah:

a. Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27 , dan Pasal 33.

b. Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia No. 3821

c. Undang Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Usaha Tidak Sehat.

d. Undang Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesian Sengketa

e. Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan dan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen

f. Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001 Tentang Penangan pengaduan konsumen yang ditujukan kepada Seluruh dinas Indag Prop/Kab/Kota

g. Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 795 /DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen

Dengan diundang-undangkannya masalah perlindungan konsumen, dimungkinkan dilakukannya pembuktian terbalik jika terjadi sengketa antara konsumen dan pelaku usaha.Konsumen yang merasa haknya dilanggar bisa


(45)

37 mengadukan dan memproses perkaranya secara hukum di badan penyelesaian sengketa konsumen (BPSK).

Dasar hukum tersebut bisa menjadi landasan hukum yang sah dalam soal pengaturan perlindungan konsumen. Di samping UU Perlindungan Konsumen, masih terdapat sejumlah perangkat hukum lain yang juga bisa dijadikan sebagai sumber atau dasar hukum sebagai berikut :

a. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 2001 Tanggal 21 Juli2001 tentang Badan Perlindungan Konsumen Nasional.

b. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2001 Tanggal 21 Juli 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan PerlindunganKonsumen.

c. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2001 Tanggal 21 Juli 2001 tentang Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat. d. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 90 Tahun 2001 Tanggal 21

Juli 2001 tentang Pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Pemerintah Kota Medan, Kota Palembang, Kota Jakarta Pusat, Kota Jakarta Barat, Kota Bandung, Kota Semarang, Kota Yogyakarta Kota Surabaya, Kota Malang, dan Kota Makassar.

e. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor 302/MPP/KEP/10/2001 tentang Pendaftaran Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat.

f. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor 605/MPP/KEP/8/2002 tentang Pengangkatan Anggota Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Pada Pemerintah Kota Makassar, Kota


(46)

Palembang, Kota Surabaya, Kota Bandung, Kota Semarang, Kota Yogyakarta, dan Kota Medan

D. Prinsip-prinsip Perlindungan Konsumen

1. Prinsip bertanggung jawab berdasarkan kelalaian

Tanggung jawab berdasarkan kelalaian adalah suatu prinsip tanggung jawab yang bersifat subjektif, yaitu suatu tanggung jawab yang ditentukan oleh perilaku produsen.Sifat subjektifitas muncul pada kategori bahwa seseorang yang bersikap hati-hati mencegah timbulnya kerugian pada konsumen.Berdasarkan teori tersebut, kelalaian produsen yang berakibat pada munculnya kerugian konsumen merupakan faktor penentu adanya hak konsumen untuk mengajukan tuntutan kerugian kepada produsen. Di samping faktor kesalahan dan kelalaian produsen, tuntutan ganti kerugian berdasarkan kelalaian produsen diajukan dengan bukti-bukti, yaitu :

1. Pihak tergugat merupakan produsen yang benar-benar mempunyai kewajiban untuk melakukan tindakan yang dapat menghindari terjadinya kerugian konsumen.

2. Produsen tidak melaksanakan kewajiban untuk menjamin kualitas produknya sesuai dengan standar yang aman untuk di konsumsi atau digunakan.

3. Konsumen penderita kerugian.

Kelalaian produsen merupakan faktor yang mengakibatkan adanya kerugian pada konsumen (hubungan sebab akibat antara kelalaian dan kerugian konsumen).


(47)

39 Berdasarkan teori ini, kelalaian produsen yang berakibat pada munculnya kerugian konsumen merupakan factor penentu adanya hak konsumen untuk mengajukan gugatan, manakala memenuhi syarat-syarat berikut;33

1. Suatu tingkah laku yang menimbulkan kerugian, tidak sesuai dengan sikap hati-hati yang normal.

2. Harus dibuktikan bahwa tergugat lalai dalam kewajiban berhati-hati terhadap penggugat.

3. Kelakuan tersebut merupakan penyebab nyata (Proximate Cause) dari kerugian yang timbul

Dalam prinsip tanggung jawab berdasarkan kelalaian juga mengalami perkembangan dengan tingkat responsibilitas yang berbeda terhadap kepentingan konsumen, yaitu:

a. Tanggung Jawab atas Kelalaian dengan Persyaratan Hubungan Kontrak Teori murni prinsip tanggung jawab berdasarkan kelalaian adalah suatu tanggung jawab yang didasarkan pada adanya unsur kesalahan dan hubungan kontrak.Teori ini sangat merugikan konsumen karena gugatan baru dapat diajukan jika telah memenuhi dua syarat, yaitu adanya unsur kesalahan atu kelalaian dan hubungan kontrak antara produsen dan konsumen. Teori tanggung jawab produk brdasrkan kelalaian tidak memberikan perlindungan yang maksimal kepada konsumen, karena konsumen dihadapkan pada dua kesulitan dalam mengajukan gugatan kepada produsen, yaitu, pertama, tuntutan adanya hubungan kontrak antara konsumen sebagai penggugat

33

Ahmadi Miru, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: PT Rajawali Pers, 2004), hal 148.


(48)

dengan produsen sebagai tergugat. Kedua, argumentasi produsen bahwa kerugian konsumen diakibatkan oleh kerusakan barang yang tidak diketahui.

b. Kelalaian Dengan Beberapa Pengecualian Terhadap Persyaratan Hubungan Kontrak

Perkembangan tahap kedua teori tanggung jawab berdasarkan kelalaian adalah prinsip tanggung jawab yang tetap berdasarkan kelalaian namun untuk beberapa kasus terdapat pengecualian terhadap persyaratan hubungan kontrak.Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa persyaratan hubungan kontrak merupakan salah satu hambatan konsumen untuk mengajukan ganti kerugian kepada produsen.Prinsip ini tidak memeihak kepada kepentingan konsumen, karena pada kenyataanya konsumen yang sering mengalami kerugian atas pemakaian suatu produk adalah konsumen yang tidak memiliki kepentingan hukum dengan produsen.

c. Kelalaian Tanpa Persyaratan Hubungan Kontrak

Setelah prisip tanggung jawab atas dasar kelalaian dengan beberapa pengecualian terhadap hubungan kontrak sebagai tahap kedua dalam perkembangan substansi hukum tanggung jawab produk, maka tahap berikutnya adalah tahap ketiga yaitu sistem tanggung jawab yang tetep berdasarkan kelalaian, tetapi sudah tidak mensyaratkan adanya hubungan kontrak.


(49)

41 d. Prinsip Paduga Lalai dan Prinsip Bertanggung Jawab dengan Pembuktian

Terbaik

Tahap pekembangan trakhir dalam prinsip tanggung jawab berdasarkan kelalaian adalah dalam bentuk modifikasi terhadap prisip tanggung jawab berdasarkan kesalahan.Modifikasi ini bermakna, adanya keringanan-keringanan bagi konsumen dalam penerapan tanggung jawab berdasarkan kelalaian, namun prinsip tanggung jawab ini masih berdasarkan kesalahan.Modifikasi ini merupakan masa transisi menuju pembentukan tanggung jawab mutlak.

2. Prinsip Tanggung jawab Berdasarkan Wanprestasi

Selain mengajukan gugatan terhadap kelalaian produsen, ajaran hukum juga memperkenalkan konsumen untuk mengajukan gugatan atas wanprestasi.Tanggung jawab produsen yang dikenal dengan wanprestasi adalah tanggung jawab berdasarkan kontrak.Ketika suatu produk rusak dan mengakibatkan kerugian, konsumen biasanya melihat isi kontrak atau perjanjian atau jaminan yang merupakan bagian dari kontrak, baik tertulis maupun lisan.Keuntungan bagi konsumen dalam gugatan berdasarkan teori ini adalah penerapan kewajiban yang sifatnya mutlak, yaitu suatu kewajiban yang tidak didasarkan pada upaya yang telah dilakukan penjual untuk memenuhi janjinya.Itu berati apabila produsen telah berupaya memenuhi janjinya tetapi konsumen tetap menderita kerugian, maka produsen tetap dibebani tanggung jawab untuk mengganti kerugian. Akan tetapi, dalam prinsip tanggung jawab


(50)

berdasarkan wanprestasi terdapat beberapa kelemahan yang dapat mengurangi bentuk perlindungan hukum terdapat kepentingan konsumen, yaitu :

1. Pembatasan waktu gugatan. 2. Persyaratan pemberitahuan. 3. Kemungkinan adanya bantahan.

4. Persyaratan hubungan kontrak, baik hubungaan kontrak secara horizontal maupun vertikal.

Gugatan berdasarkan prinsip ini sesungguhnya dapat diterima walaupuntanpa hubungan kontrak, dengan pertimbangan bahwa dalam praktik bisnis modern, proses distribusi dan iklan langsung ditujukan kepada masyarakat (konsumen) melalui media massa. Dengan demikian, tidak perlu ada hubungan kontrak yang mengikat antara produsen dan konsumen.34

3. Prinsip Tanggung Jawab Mutlak

Asas tanggung jawab ini dikenal dengan nama product liability. Menurut prinsip ini, produsen wajib bertanggung jawab atas kerugian yang diderita konsumen atas penggunaan produk yang beredar dipasaran. Tanggung jawab mutlak strict liability,yakni unsur kesalahan tidak perlu dibuktikan oleh pihak penggugat sebagai dasar ganti kerugian, ketentuan ini merupakan lex specialis dalam gugatan tentang melanggar hukum pada umumnya. Penggugat (konsumen) hanya perlu membuktikan adanya hubungan klausalitas antara perbuatan produsen dan kerugian yang dideritanya.Dengan diterapkannya prinsip tanggung jawab ini, maka setiap konsumen yang merasa dirugikan

34


(51)

43 akibat produk barang yang cacat atau tidak aman dapat menuntut konpensasi tanpa harus mempermasalahkan ada atau tidanya unsur kesalahan di pihak produsen.

Alasan-alasan mengapa prinsip tanggung jawab mutlak diterapkan dalam hukum tentang product liability adalah :35

1. Diantara korban / konsumen di satu pihak ada produsen di lain pihak, beban kerugian seharusnya ditanggung oleh pihak yang memproduksi. 2. Dengan menempatkan / mengedarkan barang-barang dipasaran, berarti

produsen menjamin bahwa barang-barang tersebut aman dan pantas untuk digunakan, bilamana terbukti tidak demikian dia harus bertanggung jawab.

Undang-undang nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen mengakodomasi dua prinsip penting, yakni tanggung jawab produk (produk liability) dan tanggung jawab profesional (profesional libiatlity). Tanggung jawab produk merupakan tanggung jawab produsen untuk produk yang dipasarkan kepada pemakai, yang menimbulkan dan menyebabkan kerugian karena cacat yang melekat pada produk tersebut.36

35

M. Yahya Harahap, Beberapa Tinjauan Tentang Permasalahan Hukum, (Bandung Citra Aditya Bakti, 1997) hal 16-17.

36


(52)

44

SEKILAS GAMBARAN TENTANG PT POS INDONESIA A. Sejarah PT Pos Indonesia

Sejarah mencatat keberadaan Pos Indonesia begitu panjang, pertama kali didirikan di Batavia (sekarang Jakarta) oleh Gubernur Jendral G.W Baron van Imhoff pada tanggal 26 Agustus 1746 dengan tujuan untuk lebih menjamin keamanan surat-surat penduduk, terutama bagi mereka yang berdagang dari kantor-kantor di luar Jawa dan bagi mereka yang datang dari dan pergi ke Negeri Belanda. Sejak itulah pelayanan pos telah lahir mengemban peran dan fungsi pelayanan kepada publik.37

Setelah Kantorpos Batavia didirikan, maka empat tahun kemudian didirikan kantorPos Semarang untuk mengadakan perhubungan pos yang teratur antara kedua tempat itu dan untuk mempercepat pengirimannya.Rute perjalanan pos kala itu ialah melalui Karawang, Cirebon dan Pekalongan.

Perubahan Status Pos Indonesia

Pos Indonesia telah beberapa kali mengalami perubahan status mulai dari Jawatan PTT (Post, Telegraph dan Telephone).Badan usaha yang dipimpin oleh seorang Kepala Jawatan ini operasinya tidak bersifat komersial dan fungsinya lebih diarahkan untuk mengadakan pelayanan publik.Perkembangan terus terjadi hingga statusnya menjadi Perusahaan Negara Pos dan Telekomunikasi (PN Postel). Mengamati perkembangan zaman dimana sektor pos dan telekomunikasi berkembang sangat pesat, maka pada tahun 1965 berganti menjadi Perusahaan Negara Pos dan Giro (PN Pos dan Giro), dan pada tahun 1978 berubah menjadi

tanggal 11 Juli 2015


(53)

45 Perum Pos dan Giro yang sejak ini ditegaskan sebagai badan usaha tunggal dalam menyelenggarakan dinas pos dan giropos baik untuk hubungan dalam maupun luar negeri. Selama 17 tahun berstatus Perum, maka pada Juni 1995 berubah menjadi Perseroan Terbatas dengan nama PT Pos Indonesia (Persero). 38

2. Berkomitmen kepada karyawan untuk memberikan iklim kerja yang aman, nyaman dan menghargai kontribusi

Dengan berjalannya waktu, Pos Indonesia kini telah mampu menunjukkan kreatifitasnya dalam pengembangan bidang perposan Indonesia dengan memanfaatkan insfrastruktur jejaring yang dimilikinya yang mencapai sekitar 24 ribu titik layanan yang menjangkau 100 persen kota/kabupaten, hampir 100 persen kecamatan dan 42 persen kelurahan/desa, dan 940 lokasi transmigrasi terpencil di Indonesia. Seiring dengan perkembangan informasi, komunikasi dan teknologi, jejaring Pos Indonesia sudah memiliki 3.700 kantorPos online, serta dilengkapi elektronic mobile pos di beberapa kota besar. Semua titik merupakan rantai yang terhubung satu sama lain secara solid & terintegrasi. Sistem Kode Pos diciptakan untuk mempermudah processing kiriman pos dimana tiap jengkal daerah di Indonesia mampu diidentifikasi dengan akurat.

Visi dan misi kantor Pos adalah sebagai berikut :

Visi :Menjadi Perusahaan pos terpercaya

Misi :1. Berkomitmen kepada pelanggan untuk menyediakan layanan yang selalu tepat waktu dan nilai terbaik

3. Berkomitmen kepada pemegang saham untuk memberikan hasil usaha yang menguntungkan dan terus bertumbuh

4. Berkomitmen untuk berkontribusi positif kepada masyarakat

38


(54)

5. Berkomitmen untuk berperilaku transparan dan terpercaya kepada seluruh pemangku kepentingan

B. Dasar Hukum PT Pos Indonesia

Ada beberapa dasar hukum PT Pos Indonesia diantaranya 1. Undang-undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang POS

2. Undang-undangNomor 1 Tahun 1995 tentang Perusahaan Perseroan;

3. Peraturan Pemerintah RI Nomor 5 Tahun 1995 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum (Perum) Pos dan Giro menjadi Perusahaan (Persero) (Lembaran Negara RI Tahun 1995 Nomor 11);

4. Anggaran Dasar PT Pos Indonesia (Persero) yang tercantum dalam akta Notaris Sutjipto, SH Nomor117 tanggal 20 Juni 1995 tentang Pendirian Perusahaan Persero PT Pos Indonesia, sebagaimana telah diubah dengan akta Notaris Sutjipto, SH Nomor 89 tanggal 21 September 1998 dan Nomor111 tanggal 28 Oktober 1998

Jawatan PTT Republik Indonesia berdiri secara resmi pada tanggal 27 September 1945 setelah dilakukan pengambilalihan Kantor Pusat PTT di Bandung oleh Angkatan Muda PTT (AMPTT) dari pemerintahan militer Jepang.Dalam peristiwa tersebut gugur sekelompok pemuda anggota AMPTT dan tanggal tersebut menjadi tonggak sejarah berdirinya Jawatan PTT Republik Indonesia dandiperingati setiap tahun sebagai Hari Bakti PTT dan yang kemudian menjadi Hari Bakti Parpostel.39

Juli 2015


(55)

47 Perubahaan status jawatan PTT terjadi lagi menjadi Perusahaan Negara Pos dan Telekomunikasi (PN Postel) berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 240 Tahun 1961. Agar diperoleh kebebasan bergerak yang lebih luas dalam mengembangkan usaha, PN Postel dipecah menjadi dua badan usaha yang berbeda, masing-masing PN Pos dan Giro dan PN Telekomunikasi berdasarkan PP No. 29 Tahun 1965 dan PP No. 30 Tahun 1965.

Dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 9 Tahun 1969, status badan usaha perusahaan negara dikelompokkan menjadi tiga status yaitu :

1. Perusahaan Jawatan (Perjan) 2. Perusahaan Umum (Perum) 3. Perusahaan Perseroan (Persero)

Status PN Pos dan Giro diubah menjadi Perum Pos dan Giro berdasarkan PP No. 9 Tahun 1978.40

40

Ibid

Sehubungan dengan terjadinya perubahan-perubahan dalam iklim usaha, status sebagai Perum disempurnakan khususnya yang menyangkut tata cara pembinaan dan pengawasan berdasarkan PP No. 24 Tahun 1984.Menghadapi pertumbuhan dunia usaha yang semakin marak dan penuh persaingan diperlukan penyesuaian status badan usaha yang lebih fleksibel dan dinamis agar mampu mengembangkan pelayanan yang lebih baik. Perubahan status Perum Pos dan Giro menjadi PT. Pos Indonesia (Persero) dilaksanakan berdasarkan PP No. 5 Tahun 1995 pada tanggal 20 Juni 1995.


(56)

C. Produk-Produk PT Pos Indonesia

PT Pos Indonesia menawarkan produk-produk antara lain: 1. Surat dan Paket

a.

b.

c.

d.

e.

f.

g. Surat Pos Biasa 2. Jasa Keuangan

a.

b.

c.

d.

e.

3. Logistik

1. Surat Dan Paket a. Admail Pos

AdmailPos adalah layanan pengelolaan essensial mail, advertising mail, Hybrid Mail dan direct mail lainnya yang meliputi :

1) Layanan percetakan digital (production) dan delivery melalui one stop services untuk billing/account statement, rekening koran, invoice tagihan dan solo mail


(57)

49 2) Pengamplopan (inserting) surat secara mekanik ke dalam sampul 3) Layanan pra posting, menggunakan berita terima atau non way bill 4) Layanan penunjang berupa penyediaan raw material produksi dan

inventory management KeunggulanAdmailPos :

1) Kekuatan Alat Produksi, berupa : Mesin Percetakan (digital High-Speed Printing), Mesin insersi (Pengamplopan) Intel Mail Inserting (Insersi brosur tertentu terhadap alamat terpilih), mesin pelipat brosur dengan berbagai tipe lipatan, mesin Addressing, Cancelling dan Barcode Reading, Gedung kantor dan tempat produksi, SoftwareFormatting, Back Up Site dan keamanan database pelanggan, dukungan operasi, distribusi dan antaran oleh Pos Indonesia.

2) Pencetakan secara duplex (bolak balik).

3) Pembuatan file pdf per account untuk keperluan customer service pelanggan.

4) Delivery dengan beberapa pilihan service-level. 5) Reporting status delivery base on Web.

AdmailPos berpengalaman dalam mendukung berbagai aktivitas usaha, baik di bidang telekomunikasi (INDOSAT, TELKOM), Perbankan (Bank Muamalat, Bank Btpn, Bank BTN), COURTS, CIGNA, AIG LIPPO, BAF, Organisasi massa, organisasi politik atau sebagai agen pembangunan


(58)

dalam mendukung program pemerintah, selain bekerjasama dengan berbagai kalangan usaha dalam pelayanan advertising mail.41

b.

Gunakan EMS sebagai layanan premium untuk pengiriman surat, dokumen dan barang ke luar negeri.

Keunggulan

1) Penyerahan kiriman EMS ke alamat tujuan, maksimal 3 - 5 hari (tidak

termasuk waktu pemeriksaan Customs / Beacukai).Tarif kompetitif

berdasarkan tingkat berat dan negara tujuan, dalam mata uang US Dollar.

2) Informasi tarif EMS

3) Jaminan ganti rugi bila terjadi keterlambatan penyampaian, kiriman hilang atau rusak, sesuai ketentuan Universal Postal Union (Lembaga Pos Dunia).

4) PT Pos Indonesia memberikan kemudahan lacak jejak untuk mengetahui status kiriman.

5) Jaringan EMS menjangkau di lebih dari 230 negara yang terus akan dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan dan harapan masyarakat. 6) Fasilitas pembayaran secara kredit dan manfaat lain untuk para pelanggan

besar dan korporasi, sesuai permintaan dan kesepakatan dengan pelanggan.

7) Syarat ukuran dan berat terpenuhi.


(59)

51 c. Filateli

Filateli adalah hobi mengumpulkan atau mengoleksi dan mempelajari segala hal tentang Prangko dan benda pos lainnya. Bukan sekadar hobi, tetapi aktivitas Filateli dapat memperluas wawasan dan pengetahuan. Filateli merupakan salah satu jalan untuk berinvestasi. Untuk keperluan tersebut, Pos Indonesia dengan setia akan menyediakan semua kebutuhan para Filatelis (Kolektor Prangko) dengan memproduksi Prangko dan melayani penjualan benda-benda Filateli Indonesia melaui beberapa kantor Pos dan Kantor Filateli Jakarta.42

d. Paket Pos

Paket Pos adalah layanan hemat untuk pengiriman barang-barang berharga dalam cakupan nasional maupun internasional.43

1) Paket Pos Kilat Khusus

Layanan prioritas pengiriman barang untuk kota tujuan tertentu di Indonesia. Garansi waktu tempuh kiriman dan ganti rugi jika terjadi keterlambatan.

2) Paket Pos Perlakuan Khusus

Layanan pengiriman barang dengan perlakuan khusus tersebut, dapat disesuaikan dengan permintaan pelanggan seperti permintaan : Berita Terima, Reporting, Track and Trace, Pick Up Service, Inserting dan Pra Posting.

42

Ibid

43


(60)

Keunggulan

a) Penyerahan kiriman Paket Pos Kilat Khusus ke alamat tujuan, maksimal H+4 di seluruh Indonesia.

b) Tarif ekonomis dan kompetitif.

c) Informasi layanan, tarif dan jaringan kiriman Paket Pos

d) Jaminan ganti rugi atas ketepatan waktu penyerahan barang dan keamanan isi kiriman.

e) JaringanPaket Pos Kilat Khususterintegrasi dan terkoneksi dengan sistem teknologi informasi yang memungkinkan status kiriman lebih mudah dilacak dan diketahui.

f) Jaringan pengiriman barang melalui Paket Pos Kilat Khusus menjangkau seluruh Indonesia (182 kota/ kabupaten) dan terus dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan dan harapan masyarakat.

g) Pick up service disediakan bagi pengiriman barang dengan Paket Posdalam jumlah tertentu.

e. Pos Express

Pos Express adalah layanan istimewa dari Pos Indonesia untuk kota tujuan tertentu di Indonesia yang mengedepankan akurasi pengiriman, cepat, tepat, mudah dilacak dengan harga kompetitif.44

44


(61)

53 Keunggulan

1) Penyerahan kiriman Pos Express ke alamat tujuan, maksimal sehari sampai.

2) Tarif kompetitif, variatif dan menguntungkan. 3) Informasi tarif dan jaringan kiriman Pos Express.

4) Jaminan ganti rugi atas ketepatan waktu penyerahan dan keamanan isi kiriman.

5) Aman terjaga, karena diasuransikan sepenuhnya oleh PT Pos Indonesia.

6) Jaringan Pos Expressterintegrasi dan terkoneksi dengan sistem teknologi informasi yang memungkinkan status kiriman lebih mudah dilacak dan diketahui.

7) Jaringan nasional Pos Express meliputi 48 kota/ kabupaten serta regional di 201 kota/ kabupaten yang terus dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan dan harapan masyarakat.

8) Pick up service disediakan bagi pengiriman Pos Express dalam jumlah tertentu.

Jaringan nasional Pos Express saat ini meliputi :

1) Sumatera dan Riau (Medan, Padang, Pekanbaru, Tanjungpinang, Batam, Palembang, Pangkalpinang, Bandarlampung, Jambi, Bengkulu)

2) DKI Jakarta (Jakarta Pusat, Jakarta Barat, Jakarta Taman Fatahillah, Jakarta Selatan, Jakarta Mampang, Jakarta Timur, Jakarta Jatinegara, Jakarta Utara)


(62)

3) Jawa Barat dan Banten (Tangerang, Ciputat, Bogor, Depok, Sawangan, Cibinong, Bekasi, Pondok Gede, Serang, Cilegon, Bandung, Cimahi, Ujungberung, Soreang, Purwakarta, Cirebon) 4) Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (Semarang,

Semarang Erlangga, Jogjakarta, Solo)

5) Jawa Timur (Surabaya, Surabaya Selatan, Malang, Sidoarjo) 6) Bali dan Nusa Tenggara (Denpasar, Denpasar Sanglah, Mataram) 7) Kalimantan (Banjarmasin, Balikpapan, Pontianak)

8) Sulawesi (Makassar, Manado + jaringan regional di 106 kota di seluruh Indonesia)

f. Pos Kilat Khusus

Gunakan Pos Kilat Khusus, sebagai pilihan tepat untuk pengiriman Suratpos (Dokumen, Surat, Warkatpos, Kartupos, Barang Cetakan, Surat Kabar, Sekogram dan Bungkusan Kecil) serta barang berharga yang mengandalkan kecepatan kiriman dan menjangkau ke seluruh pelosok Indonesia.45

Keunggulan

1) Dijamin penyerahan kiriman Pos Kilat Khusus ke alamat tujuan maksimal dua hari untuk tujuan ibukota propinsi dan empat hari untuk tujuan ibukota kabupaten.

2) Tarif kompetitif sesuai manfaat dan standar kualitas yang diterima. 3) Informasi tarif dan jaringan kiriman Pos Kilat Khusus.

45


(1)

82

Pada intinya kantor Pos Kabanjahe akan berusaha semaksimal mungkin supaya tidak berperkara ke pengadilan terkait pengiriman barang ini, oleh sebab itu sampai dengan sekarang belum ada konsumen kantor Pos Kabanjahe yang sampai menuntut ke pengadilan. Tetapi jika suatu saat nanti ada permasalahan yang tidak menemui jalan keluar dan kantor Pos Kabanjahe sudah melakukan negoisasi ulang dengan konsumen, sehingga menyebabkan konsumen menuntut kantor Pos Kabanjahe, maka kantor Pos Kabanjahe bersedia menyelesaikannya di pengadilan.


(2)

83 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam bab terakhir ini penulis akan membuat kesimpulan dan saran dari pembahasan dalam bab-bab terdahulu yang berhubungan dengan hukum perlindungan konsumen terhadap pengguna jasa PT. Pos Kabanjahe.

A. Kesimpulan

Dari pembahasan-pembahasan di bab-bab sebelumnya, maka penulis menarik kesimpulan ;

1. Permasalahan yang sering timbul di kantor Pos Kabanjahe adalah kehilangan, kerusakan dan keterlambatan barang kriman. Terkait dengan permalahan itu, bentuk pertanggungjawaban PT. Pos Kabanjahe adalah memberikan kompensasi ganti rugi kepada konsumen yang telah disepakati oleh keduanya yaitu dapat berupa uang ataupun ganti rugi dalam bentuk pengembalian barang yang sama.

2. Terkait dengan permasalahan yang pertama, bentuk tanggung jawab yang dilaksanakan kantor Pos Kabanjahe sudah mengikuti pasal 7 huruf f dan g UUPK tentang kewajiban pelaku usaha, yaitu memberi kompensasi ganti rugi kepada konsumen.

3. Penyelesaian sengketa yang diutamakan oleh PT. Pos Kabanjahe adalah penyelesaian sengketa di luar pengadilan, yaitu berupa negosiasi ulang yang diajukan oleh pihak kantor Pos Kabanjahe kepada pihak konsumen atau dengan kata lain menciptakan musyawarah/perdamaian dengan pihak konsumen


(3)

84

B. SARAN

Setelah melakukan wawancara dengan pihak dari kantor pos Kabanjahe dan menyelesaikan skripsi saya yang berjudul TINJAUAN YURIDIS TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN OLEH PT POS INDONESIA BERKAITAN DENGAN TRANSAKSI BARANG ONLINE MENURUT UNDANG-UNDANG NO 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN, Berikut ini penulis akan mengemukakan beberapa saran yang disarikan dari pembahasan dan kesimpulan yang diharapkan dapat memberikan manfaat dan berguna bagi perusahaan atau bagi siapa saja yang memerlukannya.

1. Jika ada permasalahan-permasalahan yang dialami oleh konsumen yang dapat mengakibatkan kerugian bagi konsumen sendiri, kiranya pihak dari PT Pos Kabanjahe dapat secara cepat, tepat ditanggapi dan ditangani oleh PT Pos Kabanjahe, sehingga pengguna jasa (konsumen) tidak terlalu lama menunggu penganggulangan atas keluhan-keluhan dan klaim-klaim tersebut.

2. Saat ini di kota-kota besar seperti Jakarta dan Bandung sudah menggunakan konsep Clearing house, penulis menyarankan agar pihak PT Pos Kabanjahe dapat sesegera mungkin menerapkan konsep clearing house ini sehingga dapat meminimalisir terjadinya kasus penipuan jual beli online.


(4)

viii

Daftar Pustaka

A. BUKU

Agus, Azwir, 2013, Aribitrase Konsumen: Gambaran dalam PerubahanHukum Perlindungan Konsumen, USUpress, Medan.

Departemen Pendidikan Nasional,2007, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta.

Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, 2003,Hukum tentang Perlindungan Konsumen, Gramedia, Jakarta.

Harahap, M. Yahya, 1997, Beberapa Tinjauan Tentang Permasalahan Hukum, Citra Adiya Bakti, Bandung.

Hernoko, Agus Yudha, 2011,Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitasdalam Kontrak Komersial, Kharisma Putra Utama, Surabaya.

Kristiyanti, Celina Tri Siwi, 2008, Hukum Perlindungan Konsumen, Sinar Grafika, Jakarta.

Lubis, M Sofyandan Muhammad Harry, 2008, Konsumen dan Pasien Dalam Hukum Indonesia, Lyberty Yogyakarta,Yogyakarta.

Badrulzaman, Mariam Darus, 1978, Perjanjian Kredit Bank,Alumni, Bandung. Miru, Ahmadi dan Sutarman Yodo, 2004, Hukum Perlindungan Konsumen,

Rajawali Pers, Jakarta.

Muhammad, Abdulkadir, 1992, Perjanjian Baku Dalam Praktik Perusahaan Perdagangan, Citra Aditya Bakti, Bandung.

Rajagukguk, Erman dkk,2000, Hukum Perlindungan Konsumen, Bandung, cv. Mandar Maju.


(5)

ix

Sadar, M dkk, 2012, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Akamedia Jakarta.

Shidarta, 2000, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Grasindo,Jakarta. Shofie, Yusuf,2008,Kapita Selekta Hukum Perlindungan Konsumen di

Indonesia, PT Citra Aditya Bakti,Jakarta.

---,2003,Penyelesaian Sengketa Konsumen menurut UUPK dan Teori Praktek Penegakan Hukum, PT Citra Aditya Bakti,Jakarta.

---, 2003, Perlindungan Konsumen dan Instrumen Instrumen Hukumnya, PT Citra Aditya Bakti, Jakarta.

Sudaryatmo, 1999, Hukum Advokasi dan Konsumen,CitraAditya Bakti, Bandung.

Susanto, Happy, 2008, Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan, VisiMedia, Jakarta Selatan.

Usman Rachmadi,2008, Hukum Jaminan Keperdataan, SinarGrafika, Jakarta. Zulham, 2013, Hukum Perlindungan Konsumen, : KharismaPutra Utama, Jakarta.

B. UNDANG-UNDANG

Kitab Undang-undang Hukum Perdata

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang perlindungan Konsumen.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2009 Tentang Pos Indonesia


(6)

x

C. INTERNET

http://www.lawskripsi.com/index.php?option=com_content&view=article&id=11 &Itemid=11

http://www.posindonesia.co.id/index.php/profil-perusahaan/sejarah-pos https://id.wikipedia.org/wiki/Pos_Indonesia

https://pospurwakarta.wordpress.com/sejarah-pos-indonesia/ http://www.posindonesia.co.id/index.php/produk


Dokumen yang terkait

PERJANJIAN PENGADAAN SAYUR DAN BUAH OLEH PT AEROFOOD INDONESIA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

0 8 61

Pelaksanaan Ganti Kerugian Terhadap Layanan Pos Express Pada PT. Pos Indonesia Persero Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

0 1 11

PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP BARANG-BARANG YANG HILANG DI KAMAR HOTEL DI KAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NO. 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN.

0 0 1

Pertangggungjawaban Pos Express terhadap Gugatan Konsumen Pengguna Jasa Pos Express Ditinjau Dari Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

0 0 2

Pertangggungjawaban Pos Express terhadap Gugatan Konsumen Pengguna Jasa Pos Express Ditinjau Dari Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

0 6 146

Undang Undang No. 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

1 1 45

PERLINDUNGAN BARANG KIRIMAN KONSUMEN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO. 08 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN (Studi Kasus di PT. Pos Indonesia Cabang Ungaran) - Test Repository

0 0 96

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS KEHILANGAN BARANG PADA PENGIRIMAN OLEH JASA EKSPEDISI BARANG BERDASAR UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN (Studi pada Kantor Pos Solo) - UNS Institutional Repository

0 0 17

PELAKSANAAN TANGGUNG JAWAB PT POS INDONESIA CABANG SEMARANG TERHADAP KONSUMEN POS EXPRESS DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SKRIPSI

0 1 9

PELAKSANAAN TANGGUNG JAWAB PT POS INDONESIA CABANG SEMARANG TERHADAP KONSUMEN POS EXPRESS DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SKRIPSI

0 0 9