Diagnosis Pemeriksaan Penunjang Onikomikosis 1. Definisi

5. Onikomikosis Candida Umumnya menyerang kuku tangan dan hampir setengah onikomikosis terkait kuku tangan adalah disebabkan spesies Candida. Lebih umum dilaporkan pada wanita akibat sering mencuci tangan dengan air dan sabun saat mengerjakan tugas-tugas rumah tangga juga bisa menjadi faktor pendukung. 2-5 Gambar 2.6 Onikomikosis Candida Dikutip dari Kepustakaan No 3 sesuai aslinya

2.1.7. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan laboratorium. 1-4,14,16,33,34 Keluhan pada pasien onikomikosis selalu bersifat kosmetis karena dapat menimbulkan rasa malu. 1,2 Pasien onikomikosis dapat diidentifikasi dari penampilan kukunya tetapi karena gambaran infeksi lainnya pada kuku menyerupai gambaran onikomikosis sehingga diperlukan pemeriksaan laboratorium sebelum pemberian terapi karena terapi pada onikomikosis bersifat jangka panjang, mahal dan pertimbangan efek samping yang dapat timbul. 10 Universitas Sumatera Utara

2.1.8. Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis onikomikosis, diperlukan pemeriksaan penunjang. Saat ini dikenal beberapa metode pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis onikomikosis antara lain pemeriksan mikroskopis dengan KOH 20, pemeriksaan histopatologi dengan pewarnaan PAS Periodic Acid Schiff, pemeriksaan mikroskopik imunofloresensi dengan pewarnaan calcoflour, pemeriksaan PCR Polymerase Chain Reaction dan metode kultur. 28-30 Namun pemeriksaan yang biasanya tersedia dalam praktik klinis sehari- hari adalah pemeriksaan KOH 20, metode pewarnaan PAS dan kultur. 14-17,28,29,30 Diagnosis laboratorium yang baik ditentukan oleh cara pengambilan bahan pemeriksaan. 16,17,28-30 1. Mikroskopi Langsung Pemeriksaan mikroskopi langsung dengan kalium hidroksida KOH murah dan mudah dilaksanakan, namun memiliki keterbatasan. Akurasi hasil pemeriksaan KOH 20 sangat tergantung dari beberapa faktor yaitu tempat pengambilan spesimen, faktor matriks kuku, gelembung udara maupun bintik lemak yang dapat menyerupai bentuk materi jamur yang bisa menimbulkan kesalahan interpretasi pada saat pemeriksaan. 16,17 Pemeriksaan ini hanya berfungsi sebagai penyaring ada atau tidaknya infeksi, tetapi tidak dapat menentukan spesies penyebabnya. 3,16,17 Sebelum diperiksa di bawah mikroskop, kuku dilunakkan dan dijernihkan dalam larutan KOH 20-30. Dimetil sulfoksida DMSO 40 juga dapat dipakai untuk melunakkan kuku. Larutan KOH diteteskan pada objek glass, kemudian spesimen diletakkan di atasnya. Setelah ditutup dengan deck objek penutup, dilewatkan di atas api Universitas Sumatera Utara bunsen untuk mempercepat proses penghancuran keratin sekaligus menghilangkan gelembung udara pada objek glass. Lalu diamati di bawah mikroskop maka akan terlihat elemen-elemen jamur seperti hifa dan spora. Gambaran jamur dapat diperjelas menggunakan tinta parker biru yaitu Chlorazol black E. Tinta parker paling sering digunakan karena mudah didapatkan. Spesimen diperiksa untuk identifikasi elemen-elemen jamur, yakni hifa atau artospora jamur. Terdapatnya sejumlah besar filamen dalam lempeng kuku, terutama bila berupa artospora memiliki arti diagnostik untuk dermatofita. Adanya pseudofilamen dan filamen disertai ragi di dalam nail bed memberi petunjuk onikomikosis oleh Candida spp. Terdapatnya filamen- filamen tipis dan tebal, dengan bermacam-macam ukuran, bentuk dan arah di dalam nail bed yang sama memberi kesan infeksi campuran beberapa jamur patogen. 3,28,29 2. Kultur Kultur merupakan pemeriksaan jamur, meskipun hasil pemeriksaan dengan mikroskopis langsung negatif. Melalui kultur, spesies jamur patogen dapat diidentifikasi. Kegagalan pertumbuhan jamur pada medium ditemukan bila pasien telah mendapat terapi topikal atau sistemik. Kegagalan tumbuh ini juga lebih banyak pada bahan kuku dibanding kulit karena kebanyakan bahan diambil dari distal kuku dimana kebanyakan jamur sudah tua dan mati. Oleh karena itu dianjurkan untuk mengikutsertakan bahan kulit atau potongan kuku untuk pembiakan jamur pada media. Spesimen yang dikumpulkan di cawan petri diambil dengan sengkelit yang telah disterilkan di atas api bunsen, kemudian bahan kuku ditanam pada dua media. Universitas Sumatera Utara Media I : terdiri dari media yang mengandung antibiotik dan anti jamur Mycobitoticmycocel, media II: yang tidak mengandung antibiotik dan anti jamur PDA Potato Dextrose AgarSDA Sabouraud’s Dextrose Agar. Media diinokulasikan dalam keadaan steril, lalu diinkubasi pada suhu 24°- 28°C selama 4-6 minggu. Koloni dermatofita akan tampak setelah 2 minggu, sedangkan non dermatofita terlihat dalam seminggu, hasil negatif jika tidak tampak pertumbuhan setelah 3-6 minggu. 3,16,17,28,29 3. Histopatologi Pemeriksaan histopatologi dilakukan jika hasil pemeriksaan mikroskopi langsung dan kultur meragukan. 28,29,36 Dengan pemeriksaan histopatologi dapat ditentukan apakah jamur tersebut invasif pada lempeng kuku atau daerah subungual disamping itu kedalaman penetrasi jamur dapat dilihat. 28,29 Bahan untuk pemeriksaan histopatologi dapat diperoleh melalui lempeng kuku yang banyak mengandung debris dan potongan kuku. 28,29,36 Bahan pemeriksaan histopatologi dapat langsung dimasukkan dalam parafin, atau terlebih dahulu dalam larutan formalin 10 semalaman agar jamur terfiksasi dengan baik, kemudian blok parafin dipotong tipis hingga ketebalan 4 -10 µ dengan menggunakan mikrotom dan dilakukan pewarnaan PAS, dan dapat dilihat adanya hifa dan atau spora dengan menggunakan mikroskop. 3,28,29,36 4. Pemeriksaan PCR PCR adalah suatu teknik sintesis dan amplifikasi DNA secara invitro. Metode ini pertama kali dikembangkan oleh Karry Mullis pada tahun 1985. 18,19 Beberapa tahun yang lalu metode molekular ini telah dilakukan untuk mendeteksi dan mengidentifikasi dermatofita secara langsung dari kulit, Universitas Sumatera Utara rambut dan kuku. 20 Metode ini berkembang dikarenakan metode konvensional dikatakan lambat dan kurang spesifik. 14,37-39 Penelitian sebelumnya telah dilakukan dengan mengevaluasi penggunaan PCR pada onikomikosis dan didapatkan spesifikasi yang cepat dan langsung. 24-26 PCR dapat digunakan untuk mengamplifikasi segmen DNA dalam jumlah jutaan kali hanya dalam beberapa jam. PCR merupakan suatu tehnik yang melibatkan beberapa tahap yang berulang siklus dan pada setiap siklus terjadi duplikasi jumlah target DNA double stranded. 18 Komponen-komponen yang diperlukan pada proses PCR adalah cetakan DNA; sepasang primer yaitu suatu oligonukleotida pendek potongan pendek yang mempunyai urutan nukleotida yang sesuai dengan urutan nukleotida DNA cetakan; deoxynucleotide triphosphates dNTPs; buffer PCR; magnesium klorida MgCl 2 dan enzim DNA polymerase. 18,19 Di dalam mesin PCR terjadi sintesis dan amplifikasi yang terdiri dari 3 tahap yaitu 1 denaturasi DNA cetakan; 2 penempelan primer pada cetakan annealing dan 3 pemanjangan primer extention. Tahap ini merupakan tahap berulang siklus, dimana pada setiap siklus terjadi duplikasi jumlah DNA. 15,16 Pada tahap denaturasi, reaksi PCR terjadi pada suhu tinggi + 94 C selama 30-60 detik sehingga DNA double stranded terdenaturasi atau terpisah menjadi dua single stranded kemudian didinginkan hingga mencapai suhu tertentu untuk memberikan waktu pada primer menempel anneal primers pada daerah tertentu dari target DNA. 18,19 Tahap awal sintesis sekuen spesifik DNA secara in vitro dimulai pada tahap annealing, dimana primer akan menempel pada sekuen komplementer single stranded DNA cetakan. Hal ini dilakukan pada suhu 45-60 o C selama 60-120 Universitas Sumatera Utara detik. Sintesis DNA ini berlangsung dari arah 5’ ke 3’. 16 Agar sintesis DNA dapat berlangsung dengan baik maka reaksi tersebut memerlukan adanya enzim DNA polymerase, misalnya thermus aquaticustagpolymerase dan MgCl 2 , sementara kebutuhan energi dan nukleotida terpenuhi dari dNTPs terdiri dari: deoxythymin triphosphates dTTP, deoxyguanin triphosphates dGTP, deoxyadenin triphosphates dATP dan deoxycystein triphosphates dCTP. 15,16 Aksi sintesis DNA pada tahap ini tergantung pada suhu annealing dari primer yang digunakan. Suhu annealing primer tersebut ditentukan diantaranya dari ukuran panjang primer dan kandungan basa G+C dari primer yang digunakan. 18 Pada tahap extention, umumnya terjadi pada suhu 72 C selama 60-120 detik, proses sintesis yang telah dimulai dari tempat penempelan primer, terus berlanjut sampai bertemu dengan sintesis DNA yang dilakukan oleh primer lainnya dengan arah yang berlawanan pada komplemen stranded DNA template, sehingga terbentuklah DNA double stranded yang baru. 18,19 Sintesis DNA tersebut akan terus berlanjut melalui tiga tahapan tersebut di atas secara berulang. Pada akhirnya maka akan diperoleh produk PCR, berupa sekuen DNA yang diinginkan dalam jumlah yang berlipat ganda. Selanjutnya produk PCR yang diperoleh dapat disimpan pada suhu 4 C, sampai saatnya tiba untuk dianalisis lebih lanjut. 18 Universitas Sumatera Utara Gambar 2.7 Bagan Proses Tehnik PCR Dikutip dari kepustakaan no 18 sesuai aslinya Universitas Sumatera Utara Untuk melihat hasil amplifikasi DNA tersebut, maka produk PCR yang diperoleh, dimigrasikan pada gel agarose elektroforesis. 14,18 Gambar 2.8 Elektroforesis Gel Agarose untuk Amplifikasi Hasil PCR dalam Menemukan Elemen Jamur pada Onikomikosis Dikutip dari Kepustakaan No 14 sesuai aslinya Umumnya hasil amplifikasi DNA dengan PCR ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kualitas dan kuantitas DNA, temperatur annealing primer, kualitas dan konsentrasi primer, konsentrasi MgCl 2 , dNTP, enzim DNA polymerase, dan jumlah siklus PCR yang dilakukan. 18 Terdapat beberapa metode yang sering dibutuhkan sebagai tindakan tambahan pada PCR salah satunya adalah restriction endonuclease digestion. 9 Metode restriction endonuclease digestion atau restriction fragment length polymorphism RFLP merupakan metode PCR dengan penambahan enzim setelah amplifikasi sehingga memungkinkan hasil yang lebih spesifik. Pada salah satu penelitian, yang menggunakan metode PCR-RFLP untuk identifikasi spesies dermatofita, didapati hasil yang cukup baik dan konsisten untuk beberapa spesies. 25,40 Universitas Sumatera Utara Gambar 2.9 Bentuk Elektroforesis ITS-RFLP untuk Identifikasi Jamur Dermatofita Dikutip sesuai Kepustakaan No 42 sesuai aslinya Pada penelitian Gwozdz dkk 2011 dikatakan PCR-RFLP merupakan metode yang cepat dan tepat dalam identifikasi jamur dermatofita yaitu Trichphyton rubrum, hampir 90 jamur penyebab onikomikosis adalah jamur dermatofita. 40 Pemeriksaan dengan metode KOH 20 dan kultur jamur yang digunakan untuk menegakkan diagnosis onikomikosis bisa memberikan hasil positif palsu Universitas Sumatera Utara atau negatif palsu dan untuk pemeriksaan kultur jamur membutuhkan waktu yang lama untuk mengetahui agen jamur penyebab infeksi sehingga direkomendasikan pemeriksaan dengan tehnik PCR yang memungkinkan untuk identifikasi dini dan akurat agen jamur penyebab onikomikomikosis. 14-17 Gambar 2.10 Strategi Pemeriksaan Agen Jamur Penyebab Infeksi Dikutip dari Kepustakaan no 38 sesuai aslinya Universitas Sumatera Utara

2.2. Kerangka Teori

Dokumen yang terkait

Pig Species Identification in Meatballs Using Polymerase Chain Reaction Restriction Fragment Length Polymorphism

0 8 7

Identifikasi Keragaman Gen Toll-Like Receptor-4 Ayam Lokal dengan Polymerase Chain Reaction- Restriction Fragment Lenght Polymorphism

0 3 8

Studi Komperatif Antara Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism Dengan Kultur Jamur Dalam Pemeriksaan Spesies Jamur Pada Penderita Tinea Kruris

0 0 15

Studi Komperatif Antara Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism Dengan Kultur Jamur Dalam Pemeriksaan Spesies Jamur Pada Penderita Tinea Kruris

0 0 2

Studi Komperatif Antara Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism Dengan Kultur Jamur Dalam Pemeriksaan Spesies Jamur Pada Penderita Tinea Kruris

0 0 6

Studi Komperatif Antara Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism Dengan Kultur Jamur Dalam Pemeriksaan Spesies Jamur Pada Penderita Tinea Kruris

0 0 15

Studi Komperatif Antara Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism Dengan Kultur Jamur Dalam Pemeriksaan Spesies Jamur Pada Penderita Tinea Kruris

0 0 3

Studi Komperatif Antara Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism Dengan Kultur Jamur Dalam Pemeriksaan Spesies Jamur Pada Penderita Tinea Kruris

0 0 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Onikomikosis - Uji Diagnostik Polymerase Chain Reaction –Restriction Fragment Length Polymorphism Dalam Menegakkan Diagnosis Onikomikosis.

0 0 18

Uji Diagnostik Polymerase Chain Reaction –Restriction Fragment Length Polymorphism Dalam Menegakkan Diagnosis Onikomikosis.

0 0 15