19
Gambar 3. Skema beberapa tipe proventrikulus dan ventrikulus pada burung pemakan buah.
Sumber: Jordano 2000
;hal 143.
E=oesophagus, PV=proventiculus, M=otot ventriculus, DU=duodenum, EXO=exocarp biji, SEM=biji, INT=usus halus
Burung-burung yang terspesialisasi sebagai pemakan serangga, memiliki otot ventrikulus lebih tebal dibandingkan pemakan buah Gambar 3. Burung pemakan
buah memiliki mekanisme proses pencernaan yaitu menghancurkan kulit buah dilakukan di ventrikulus yang sederhana dan bijinya dilewatkan melalui usus halus
Jordano 1992, 2000. Beberapa biji ditemukan hancur di feses burung, disebabkan pada saat penanganan buah tersebut di paruhnya.
2.4 Ketersediaan Buah
Buah merupakan bagian tumbuhan yang banyak mengandung nutrisi, sehingga burung lebih menyukai buah dibandingkan bagian lain dari tumbuhan.
Selain itu, buah lebih mudah dipetik, ditangani dan ditelan oleh burung pemakan buah. Karakteristik buah yang diduga sebagai alasan dipilih oleh hewan pemakannya
adalah penampilan buah ukuran buah, berat daging buah terhadap berat buah, jumlah dan ukuran biji, kandungan nutrisi karbohidrat, lipid, protein dan mineral, dan
metabolit sekunder Jordano 1992, 2000. Secara keseluruhan, ciri tadi memberi keuntungan kepada pemakannya yaitu total daging buah yang dapat dimakan dan
kandungan nutrisi yang dapat diserap pada proses digesti Herrera Jordano 1981.
20
Ketersediaan buah di alam untuk burung dapat dilihat dari aspek kualitatif mencakup fenologi pembungaan dan buah, serta karakteristik buah berupa bentuk dan
warna, aspek kuantitatif mencakup kelimpahannya Radis 1997.
2.4.1 Fenologi Pembungaan dan Buah
Pola-pola fenologi tumbuhan buah di daerah tropik bervariasi dan kompleks. Komunitas tumbuhan buah mempunyai fase berbuah secara musiman. Spesies
tumbuhan buah di daerah subtropik mengalami pembungaan dan menghasilkan buah pada musim semi, ketika suhu lingkungan meningkat, dan menghasilkan buah matang
pada musim dingin. Oleh karena itu, ketersediaan buah maksimum di daerah subtropik cenderung terjadi di musim dingin November-Januari, bertepatan dengan
migrasi burung pemakan buah dari Palaearctic Corlett 1998a; Noma Yumoto 1997.
Fenologi pembungaan dan buah menunjukkan perbedaan di daerah tropik Asia dengan di subtropik. Fenologi pembungaan cenderung terjadi di musim kemarau
dan buah matang pada musim hujan Kimura et al. 2001. Kelimpahan buah tersedia secara maksimum tampak kurang mencolok di daerah tropik Borges 1993; Corlett
1998b, tetapi beberapa spesies tumbuhan tertentu tampak sangat mencolok ketersediaannya antara musim kemarau dan musim hujan, seperti buah puspa dan
kayu putih Partasasmita 1998. Fenologi tumbuhan tidak secara teratur menyesuaikan dengan musim panas
dan musim hujan Kimura et al. 2001. Walaupun seluruh studi mendeteksi siklus tahunan di tingkat komunitas, tetapi mempunyai hubungan yang lemah di tingkat
populasi Corlett LaFrankie 1998; Corlett 1998b. Spesies tumbuhan buah tidak seluruhnya mempunyai fenologi berbuah supra-annual yaitu setiap individu
tumbuhan buah mengalami periode berbuah yang terus-menerus sepanjang tahun. Akan tetapi, siklus tahunan atau dua tahunan tumbuhan berbuah juga tidak umum.
Tumbuhan berbuah kadang-kadang terjadi beberapa kali dalam satu tahun, terutama spesies tumbuhan semak dengan periode berbuah yang hampir sama dari setiap
individunya Corlett LaFrankie 1998; Corlett 1998b.
21
Pergantian musim berpengaruh terhadap penurunan jumlah buah masak di hutan subtropik dan hutan tropik pada beberapa tumbuhan. Sebagian besar pengaruh
pergantian musim terjadi pada lamanya periode fase perkembangan buah, dan proses pematangan buah. Proses pematangan buah selalu lebih dari 1,5 bulan di hutan tropik,
sedangkan di hutan subtropik lebih dari 4 bulan Herrera 1984a.
2.4.2 Kelimpahan Buah
Kelimpahan buah sangat bervariasi pada ruang dan waktu. Distribusi horizontal dari tumbuhan buah berhubungan dengan kekayaan spesies tumbuhan
dalam komunitas, sehingga menentukan pola distribusi sparsial buah di habitat. Jika tingkat suksesi dari vegetasi berbeda, maka kelimpahan buah untuk pemakan buah
beda pula Herrera 1985; Jordano 1992, 2000. Tumbuhan buah di hutan subtropik yang paling banyak adalah tumbuhan semak pada saat suksesi, tetapi tumbuhnya
sangat sensitif terhadap naungan. Tumbuhan semak tersebut terkonsentrasi di daerah terbuka dan pinggiran hutan serta menjadi jarang di bagian dalam hutan Herrera
1985. Kelimpahan buah sangat dipengaruhi oleh musim dan keadaan lingkungan
seperti curah hujan. Pembungaan cenderung menghasilkan buah lebih sedikit ketika menjelang musim hujan di daerah tropik. Hal ini karena curah hujan yang tinggi
menghambat proses pembungaan, perkembangan buah dan pematangan buah Kimura et al. 2001. Variasi pencahayaan dan kelembaban lingkungan berpengaruh
secara langsung terhadap variasi fenologi di tingkat komunitas Jordano 1992, 2000. Kepadatan buah terjadi selalu di bawah 10
5
buahha 10 kg berat keringha di hutan subropik. Tumbuhan semak di dataran rendah Mediterania memiliki jumlah
kepadatan buah hampir sama dengan di beberapa hutan tropik, yaitu 80 kg berat keringha, dan kepadatan buah mencapai lebih dari 1,4 x 10
6
buahhatahun Herrera 1984a; Jordano 1995. Hutan hujan tropik menghasilkan banyaknya buah yang
bervariasi. Umumnya kepadatan buah antara 180 - 1000 kg berat keringha, sedangkan semak di pegunungan berkisar antara 1- 8 kg berat keringha Blake et al.
1990; Jordano 1992, 2000.
22
2.4.3 Karakteristik Buah
2.4.3.1 Warna Buah
Sebagian besar burung pemakan buah memakan buah yang hampir matang atau matang Corlett 1998a, 1998b. Akan tetapi, beberapa burung paruh bengkok
cenderung memakan buah yang masih muda seperti burung Nymphicus holandricus Jones 1987 dan Psittacula alexandri Partasasmita 1998. Buah berdaging di daerah
subtropik umumnya mempunyai warna matang hitam atau merah Corlett 1996. Pada umumnya ketersediaan buah matang berwarna coklat, kuning dan hijau lebih
rendah di suatu habitat. Akan tetapi buah-buahan yang dimakan burung memiliki warna yang lebih cerah dibandingkan warna buah-buahan yang dimakan hewan
mamalia Leighton Leighton 1983. Suryadi 1994 menemukan warna makanan burung rangkong lebih didominasi warna buah merah dan ungu.
Beberapa burung mempunyai mata yang bersel tetrachromatik dan dapat membedakan warna permukaan benda dalam kisaran ultraviolet 300-400 nm dari
spektrum Corlett 1998b; Schmidt 2002. Sedangkan tipe sel trichromatik dimiliki mamalia terbatas pada primata, meliputi seluruh monyet dan kera Osorio et al. 2004;
Corlett 1998b. Seluruh mamalia herbivora lainnya mempunyai mata yang bersel dichromat
atau malam hari tidak bisa membedakan pola warna dengan jelas. Perubahan pada primata dari memiliki tipe sel dichromatik menjadi trichromatik
merupakan hasil evolusi sebagai bentuk adaptasi terutama bagi primata pemakan buah. Hasil perubahan tersebut mempermudah pemakan buah mendeteksi keberadaan
buah-buahan yang berada diantara daun-daunan Corlett 1998b; Schmidt 2002.
2.4.3.2 Ukuran Buah dan Biji
Berat buah dan biji lebih bervariasi di daerah garis katulistiwa seperti Singapura Corlett 1998b dan pinggiran daerah tropika seperti di Hongkong Corlett
1996. Buah-buahan terkecil di daerah tersebut mempunyai berat segar ± 5 mg, terbesar ± 1 kg dengan berat biji ± 0,02 mg Melastomataceae dan Rubiaceae, dan 5-
10 g Anacardiaceae, Burseraceae, Lauraceae, Myristicaceae dan Palmae Corlett
23
1998b. Berat buah beringin yang dimakan rangkong di pulau Sulawesi berkisar antara 0,08 – 15,3 g dengan diameter buah 5,43 –30 mm Suryadi 1994.
Ukuran buah dan biji berinteraksi dengan karakteristik hewan penyebarnya yang potensial. Buah berukuran besar banyak tersedia di habitat, tetapi burung
kesulitan untuk memakannya jika buah tersebut harus ditelan seluruhnya Leighton Leighton 1983. Buah yang berdiameter kecil 8 mm dapat dimakan oleh seluruh
vertebrata pemakan buah. Akan tetapi hewan-hewan besar tidak menyukainya walaupun kadang-kadang memakannya, jika kepadatan buah tinggi atau satu
pengambilan dapat diperoleh jumlah buah yang banyak Corlett 1998b. Ukuran diameter buah 8-13 mm berpotensi sebagai makanan untuk seluruh burung pemakan
buah, tetapi hanya beberapa spesies burung yang memakannya seperti burung Zosteropidae dan Dicaeidae Corlett 1998b. Ukuran diameter buah 22 mm dapat
ditelan oleh beberapa spesies burung tertentu saja, seperti burung Enggang, Merpati buah, Kuau besar, Anis, Jalak, Bentet, dan Gagak Leighton Leighton 1983;
Corlett 1998b; Ueda Arima 2005. Diameter buah lebih dari 30 mm mungkin diluar kemampuan seluruh burung untuk menelannya. Namun ukuran buah seperti itu
masih dapat dimakan oleh kebanyakan mamalia pemakan buah Corlett 1998b. Sebagai contoh, ukuran diameter buah Ficus drupacea adalah 20 mm dan
hanya dimakan oleh mamalia pemakan buah yang lebih besar Leighton Leighton 1983. Akan tetapi, di Thailand burung yang sering memakan buah Ficus drupacea
adalah Cabai Dicaeum tangkas dengan cara dipatuk sebagian-sebagian, dan hanya Rangkong yang menelan buah secara keseluruhan Corlett 1998b.
Ukuran biji buah sangat berpengaruh terhadap kisaran buah yang dimakan oleh vertebrata. Ukuran buah di atas ambang, bijinya secara teratur dijatuhkan,
diludahkan atau dimuntahkan tanpa melewati lambung. Ukuran biji buah yang dimuntahkan oleh kelompok monyet adalah ± 3-5 mm yaitu Corlett Lucas 1990;
Corlett 1998b, walaupun hewan-hewan lebih kecil banyak menelan dan membuangnya melalui feses Corlett Lucas 1990. Burung dapat memakan buah
dalam kisaran ukuran buah yang lebar, kecuali buah yang berukuran terlalu besar untuk ditelan dan terlalu keras untuk di patuk Corlett 1998b.
24
2.4.3.3 Nutrisi Buah
Menurut Corlett 1996, komponen utama karakteristik 153 spesies buah 30 tumbuhan buah berdaging didominasi buah-buahan berbiji tunggal di
Hongkong. Buah-buahan tersebut mempunyai lapisan daging buah yang banyak mengandung air, lemak, karbohidrat dan berbiji banyak. Dari 58 spesies tumbuhan
yang banyak mengandung karbohidrat menunjukkan bahwa burung pemakan buah memakan buah yang mengandung banyak hexosa, sementara mamalia memakan buah
yang mengandung banyak hexosa dan sukrosa di Hongkong Ko et al. 1998; Corlett 1998b. Menurut Cipollini 2000 metabolit sekunder membantu lebih dari satu
fungsi adaptasi buah berdaging untuk dipilih sebagai pakan oleh burung. Buah
Ficus spp. termasuk jenis pakan yang sering dimakan oleh burung.
Walaupun buah tersebut memiliki kandungan serat yang tinggi dan nilai nutrisi yang rendah Corlett 1998b. Di Hongkong, 8 spesies tumbuhan buah memiliki kisaran
kandungan nutrisi dalam daging buahnya yang hampir sama, yaitu 45-71 total larutan karbohidrat, 9-25 serat, 2-11 protein dan 1-6 lemak Corlett 1996.
Beberapa burung pemakan buah sangat tergantung kebutuhan hidupnya pada ketersediaan buah Ficus spp. seperti Merpati hijau dan Rangkong. Kandungan nutrisi
buah Ficus spp diduga telah mencukupi kebutuhan burung-burung tadi Kinnaird 1992.
2.5 Perilaku Makan