HASIL DAN PEMBAHASAN 1 Struktur Vegetasi di Lokasi Penelitian

65 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Struktur Vegetasi di Lokasi Penelitian Daerah penelitian merupakan bagian dari wilayah perkebunan teh yang tidak dirawat selama ≥5 tahun KT 5 dan ≥10 tahun KT 10 milik perkebunan teh PTPN VIII, serta hutan sekunder milik Perum Perhutani. Pihak pengelola perkebunan teh membiarkan wilayah tersebut menjadi semak belukar. Tujuannya agar daerah tersebut dapat berfungsi menjadi zona penyangga antara kawasan perkebunan teh produktif dengan kawasan hutan sekunder. Kedua lokasi KT 5 dan KT 10 sedang mengalami suksesi vegetasinya yang ditandai dengan adanya perubahan spesies tumbuhan semai, semak, kerapatan spesies tumbuhan semak dan jumlah strata vegetasi Tabel 2. Tabel 2. Rekapitulasi kondisi tipe vegetasi lokasi penelitian No Kategori Tipe vegetasi KT 5 KT 10 HS 1 Luas habitat ha 45 35 200 2 Jumlah strata vegetasi 2 3 4 3 Jumlah spesies tumbuhan semai 15 16 15 4 Jumlah spesies tumbuhan semak 10 11 15 5 Jumlah spesies tumbuhan pohon 2 6 Kerapatan spesies tumbuhan semai indm 2 57,90 58,10 45,50 7 Kerapatan spesies tumbuhan semak indm 2 2,49 1,23 1,05 8 Keanekaan spesies tumbuhan semai 2,21 1,78 1,39 9 Keanekaan spesies tumbuhan semak 1,19 1,47 1,79 10 Penutupan lahan Sangat baik Kurang Sangat baik KT 5 : kebun teh yang di biarkan menjadi semak belukar ≥5 tahun, KT 10 : kebun teh yang di biarkan menjadi semak belukar ≥10 tahun, HS: hutan sekunder Struktur vegetasi di ketiga lokasi penelitian tampak menunjukkan sedang dalam proses suksesi dengan terjadi peningkatan jumlah strata vegetasi tumbuhan dan jumlah spesies tumbuhan semak Gambar 16, Lampiran 27-29. Namun kerapatan spesies tumbuhan semai dan semak serta indeks keanekaan spesies 66 tumbuhan semai cenderung menurun. Semakin tua usia suksesi vegetasi maka semakin banyak tumbuhan semak yang hadir sehingga meningkatkan indeks keanekaan spesies, akan tetapi sebaliknya kehadiran jumlah individu tumbuhannya lebih sedikit yang berakibat menurunkan kerapatan dari spesies tersebut Tabel 2. a b c Gambar 16. Kondisi vegetasi di lokasi penelitian. a:KT 5 , b: KT 10 , c:hutan sekunder Tahapan suksesi tampak terjadi perubahan pada penutupan lahan. Penutupan lahan di KT 10 menjadi kurang dibandingkan KT 5 dan hutan sekunder Tabel 2, Gambar 16, Lampiran 27-29. Dari Gambar 16 tampak KT 10 lebih homogen dibanding KT 5 dan hutan sekunder. Hal ini karena di KT 10 , beberapa 67 spesies tumbuhan yang pada saat kategori semai banyak, tetapi setelah menjadi bentuk tumbuhan semak banyak yang tidak mampu beradaptasi karena ternaungi oleh tajuk tumbuhan teh, diantaranya spesies Harendong bulu Clidemia hirta. Hasil analisis vegetasi menunjukkan bahwa spesies Harendong bulu Clidemia hirta memiliki kerapatan 144.000 indha pada saat vegetasi semai, dan semak sebanyak 6.563 indha, spesies tersebut masih memiliki indeks nilai penting tertinggi di KT 10 . Selain itu, di KT 5 dan hutan sekunder penyebaran dan kelimpahan tumbuhan semai hampir merata terutama pada familia Graminae seperti Pollinia ciliate, Digitaria segitera dan Panicum palmatifolium Lampiran 18-23. Daerah hutan sekunder yang menjadi lokasi penelitian adalah pada mulanya merupakan hutan tanaman industri Kayu putih Eucalyptus deglupta dan Kayu afrika Maesopsis eminii. Sekarang daerah ini sudah tidak kelola sehingga banyak ditumbuhi spesies tumbuh-tumbuhan lainnya seperti Puspa Schima wallichii, Calik angin Mallotus conchinchinensis, Mara Macaranga triloba , dan Kareumbi Homolanthus populnea. Hasil analisis vegetasi untuk kerapatan individu spesies tumbuhan semak pakan burung seperti Harendong bulu Clidemia hirta tampak terjadi penurunan di KT5 sebanyak 12.813 indha, KT10 6.563 indha dan hutan sekunder 1.125 indha Lampiran 18-23. Namun pada hutan sekunder muncul tumbuhan Kipapatong Sambucus javanicus yang berlimpah sebagai pakan burung pemakan buah yaitu sebesar 3.063 indha, spesies tersebut pada tipe vegetasi sebelumnya sangat sedikit. Hasil analisis indeks kesamaan menunjukkan bahwa struktur dan komposisi vegetasi tingkat semai dan semak mempunyai kesamaan lebih kecil pada tipe habitat sama dibanding antara semak atau semai pada habitat yang berbeda Gambar 17. Struktur dan komposisi vegetasi tumbuhan semai dan semak mempunyai indeks kesamaan lebih besar pada KT 5 dan KT 10 dibanding dengan hutan sekunder. 68 Gambar 17. Dendrogram struktur dan komposisi vegetasi tingkat semai dan semak. KT 5 : kebun teh yang di biarkan menjadi semak belukar ≥5 tahun, KT 10 : kebun teh yang di biarkan menjadi semak belukar ≥10 tahun, HS: hutan sekunder Perbedaan indeks kesamaan struktur dan komposisi vegetasi baik tumbuhan semai maupun semak tercermin dari indeks nilai penting, kelimpahan dan dominasi relatif. Pada habitat hutan sekunder tampak terdapat spesies yang mempunyai indeks nilai penting yang sangat mencolok yaitu Jukut banyodah Pollinia ciliata sebesar 136,00, sedangkan di KT5 dan KT10 mempunyai indeks nilai penting yang relatif tidak jauh berbeda Lampiran 18-24. Gambar 18, menunjukkan diagram profil tumbuhan memiliki 2 strata untuk di KT 5 , 3 strata di KT 10 dan 4 strata di hutan sekunder. Pada strata 1, lapisan yang lebih rapat oleh tumbuhan semak yaitu KT 5 dan hutan sekunder, sedangkan KT 10 lebih jarang. Tampak diagram profil horizontal untuk beberapa spesies tumbuhan semak yang buahnya dijadikan makanan burung penyebarannya hanya ditempat tertentu saja yaitu di sekitar pinggiran petak dengan jumlah individu dan spesies lebih sedikit di KT 10 dibanding KT 5 dan hutan sekunder. 69 Gambar 18. Diagram profil tipe vegetasi di lokasi penelitian A: kebun teh yang di biarkan menjadi semak belukar ≥5 tahun KT 5 , B: kebun teh yang di biarkan menjadi semak belukar ≥10 tahun KT 10 , C: hutan sekunder HS, 1: Clidemia hirta, 2:Melastoma affine, 3:Eupathorium odoratum, 4: Lantana camara, 5: Sambucus javanicus, Ca; Mallotus cocchichinensis , Cr: Breynia microphylla, Ka: Maesopsis eminii, Kd: Eucalyptus deglupta , Kp: Caliadra haematocephala, Kn: Chincona succirubra, Ma: Macaranga triloba, Pt: Alshopila glauca , Pu: schima walichii, dan Th: Thea chinensis KT 10 memiliki jumlah strata, jumlah spesies tumbuhan semai maupun semak lebih banyak dibanding KT 5 Tabel 2, Lampiran 18-22. Namun lapisan bawah kebun memiliki vegetasi semak relatif lebih terbuka yang mengakibatkan beberapa spesies burung yang sering menggunakan semak menurun jumlah 70 populasinya. Kondisi lapisan bawah terbuka di KT 10 kurang menyediakan sumberdaya makanan, tempat tenggeran, dan tempat sarang sehingga kurang nyaman digunakan kelompok burung semak Table 3, Gambar 16, Lampiran 27,28. Ketersediaan sumberdaya ranting-ranting dan buah pohon teh kurang dimanfaatkan oleh burung di KT 10 . Hal ini terbukti selama pengamatan tidak ada satu spesies burungpun yang menggunakan buah teh sebagai pakannya. Selain itu, vegetasi semak yang rapat di KT 5 lebih sesuai digunakan burung semak sebagai habitat tempat sarang Tabel 3. Tabel 3. Rekapitulasi kondisi habitat burung di tiga tipe vegetasi No Kategori Tipe vegetasi KT 5 KT 10 HS 1 Tempat berlindung burung Sangat baik Kurang Baik 2 Tempat bersarang burung semak Tersedia banyak Kurang tersedia Tersedia banyak 3 Tempat makan burung Sangat banyak Kurang Sangat banyak 4 Tempat bertengger burung semak Sangat banyak Kurang Banyak 5 Gangguan predator Kurang predator telur Banyak predator telur, alap-alap Sangat banyak predator telur, alap-alap, elang 6 Gangguan dari manusia Kurang pejalan kaki Banyak pengambil kayu bakar dan benalu teh Sangat banyak pengambil kayu bakar dan rumput, pemburu binatang KT 5 : kebun teh yang di biarkan menjadi semak belukar ≥5 tahun, KT 10 : kebun teh yang di biarkan menjadi semak belukar ≥10 tahun, HS: hutan sekunder Keberadaan KT 5 , KT 10 dan hutan sekunder sangat penting untuk menunjang kelangsungan hidup komunitas burung termasuk burung pemakan buah karena menyediaan tempat perlindungan dan tempat bertengger. Tabel 3 dan Gambar 16 menunjukkan bahwa KT 10 kurang mendukung dibanding KT 5 dan hutan sekunder sebagai habitat burung semak karena lebih homogen dan sangat sedikit tumbuhan semaknya. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin kompleks kondisi vegetasinya akan semakin sesuai dengan kebutuhan tempat bagi kehidupan burung. Selain itu, vegetasi yang komplek akan menyediakan berbagai 71 jenis makanan termasuk buah-buahan yang menjadi konsumsi burung pemakan buah. Ketiga tipe vegetasi tersebut menyediakan tempat mencari makan untuk kelompok burung predator. Hal ini karena di ke-3 tipe vegetasi tersebut tersedia mangsa yang berlimpah berupa burung dan spesies hewan lainnya. Hampir setiap hari di KT 5 dan KT 10 didatangi oleh burung elang. Kondisi yang relatif terbuka dan jarang terdapat tumbuhan yang menjulang tinggi memudahkan burung predator mengintai mangsanya. . Tingginya kehadiran spesies burung di KT 5 dan hutan sekunder disebabkan karena banyak jenis tumbuhan yang dapat dijadikan tempat mencari makan, serta beberapa bagian dari tumbuhan dapat dimakan oleh burung diantara buah, nektar dan madu bunga Lampiran 9-10, 31-33. Beberapa tumbuhan semak yang buahnya dijadikan makanan burung adalah Arben Rubus chrysophyllus, Bungbrum Poligonum chinensis, Cecerenean Breynia microphylla, Harendong beureum Melastoma affine, Harendong bulu Clidemia hirta, Harendong nagri Leucosyke capitellata, Kayu afrika Maesopsis eminii, Kipapatong Sambucus javanicus , Saliara Lantana camara, dan Sauheun Panicum palmifolium Lampiran 9, 31-33. Kehadiran burung yang tinggi juga menyebabkan peningkatan gangguan pada habitatnya. Berbagai spesies binatang termasuk burung diburu oleh penduduk setempat maupun penduduk luar daerah Ciater. Hal ini karena daerah tersebut memiliki banyak spesies burung yang sangat potensial untuk diperdagangkan seperti burung Anis merah Zoothera citrina, Jalak tunggir- merah Scissirostrum dubium, burung Kacamata biasa Zosterops palpebrosus, Ayam hutan merah Gallus gallus dan familia Columbidae Lampiran 12. Gangguan pada ketiga lokasi penelitian dari manusia selain sebagai tempat berburu binatang, juga daerah tersebut potensial sebagai tempat mencari rumput dan kayu bakar Tabel 3, Lampiran 28c. Setiap hari berkisar antara 15-25 orang pencari kayu bakar mengambil berbagai tumbuhan dan 10-15 orang mengambil rumput untuk sapi dan domba di lokasi KT 10 dan hutan sekunder, baik mengambil ranting tumbuhan maupun menebang batangnya. Selain itu, beberapa penduduk sering menggunakan daerah KT 10 sebagai tempat mencari benalu teh dan tanaman 72 obat lainnya seperti tumbuhan Sulibra Cinchona sucirubra serta tumbuhan pakis untuk media tanaman anggrek. 5.2 Komunitas Burung 5.2.1 Keanekaan burung