I. PENDAHULUAN A.
LATAR BELAKANG
Saat ini, Indonesia mengalami kelangkaan bahan bakar minyak berbasis fosil. Pada tahun 2004 kelangkaan tersebut mencapai 17,8 juta kiloliter
111,97 barel sehingga untuk mengatasi kekurangan tersebut Indonesia melakukan impor minyak. Di lain pihak harga minyak mentah dunia akhir-
akhir ini melonjak sangat tinggi hingga mencapai lebih dari US 90barel, sehingga impor minyak ini sangat menguras devisa negara. Untuk
meringankan beban tersebut, pemerintah berupaya mencari sumber bahan bakar minyak BBM alternatif yang dapat diperbaharui atau dikenal dengan
biofuel . BBM alternatif ini berasal dari minyak nabati yang bahan bakunya
tersedia secara lokal, mudah didapat dan dapat diperbaharui Hadi et al., 2006. Bahan baku biofuel antara lain minyak kelapa, minyak sawit, kemiri,
kacang tanah, biji karet dan jarak pagar. Jarak pagar Jatropha curcas L. merupakan salah satu bahan baku bioenergi yang memiliki potensi untuk
dikembangkan di Indonesia. Saat ini tanaman jarak pagar banyak dikembangkan di daerah-daerah di Indonesia dengan potensi produksi 1.590
kg minyakhatahun Soerawidjaja et al., 2005; Kandpal dan Madan, 1995. Keunggulan jarak pagar dibandingkan dengan sumber minyak nabati lainnya
adalah bukan merupakan sumber minyak makan edible oil sehingga tidak akan bersaing dengan industri minyak makan dalam perolehan bahan baku.
Selain itu, tanaman jarak pagar dapat tumbuh di lahan marginal atau lahan kritis. Tanaman jarak pagar mempunyai sistem perakaran yang mampu
menahan air dan tanah sehingga tahan terhadap kekeringan serta berfungsi sebagai tanaman penahan erosi. Jarak pagar dapat tumbuh pada berbagai
ragam tekstur dan jenis tanah, baik tanah berbatu, tanah berpasir, maupun tanah liat. Di samping itu, juga dapat beradaptasi pada tanah yang kurang
subur atau tanah bergaram, memiliki sistem pengairan yang baik, tidak tergenang dan pH tanah 5,0 – 6,5.
Kadar minyak yang terkandung dalam biji jarak pagar adalah 30-40 basis kering, sedangkan daging bijinya mengandung 40-50 basis kering
minyak. Minyak jarak pagar dihasilkan dari ekstraksi biji kering secara mekanis menggunakan kempa hidrolik atau kempa ekspeler, ataupun secara
kimiawi menggunakan pelarut. Ekstraksi mekanis biasanya lebih mudah dan murah karena tidak membutuhkan teknologi proses yang rumit dan mahal.
Untuk memanfaatkan minyak jarak pagar sebagai bahan bakar alternatif, minyak perlu dimurnikan terlebih dahulu. Tahap pertama dalam permurnian
minyak adalah degumming, yang bertujuan untuk menghilangkan senyawa gum atau fosfolipid dalam minyak. Senyawa fosfolipid perlu dihilangkan
dari minyak karena dapat mengendap dan menimbulkan kekeruhan, dan jika minyak dipanaskan akan menggumpal dan membentuk padatan. Dalam kasus
ini, fosfolipid yang terdapat di dalam minyak jarak pagar yang akan digunakan sebagai bahan bakar kompor ketika dipanaskan fosfolipid ini
dapat menyumbat saluran dan sumbu kompor sehingga memperpendek waktu penyalaan api, dan kompor harus lebih sering dibersihkan.
Pada umumnya degumming dilakukan dengan menggunakan air dan bahan kimia. Metode konvensional tersebut memiliki kelemahan, yaitu
apabila dilakukan penggandaan skala memerlukan biaya yang lebih tinggi, terutama untuk bahan kimia dan air serta banyak mengkonsumsi energi. Hal
ini disebabkan metode konvensional terdiri dari beberapa tahapan yang membutuhkan konsumsi energi yang tinggi seperti pemanasan, pengadukan,
settling dan pemisahan dengan sentrifugasi. Metode pemurnian minyak yang
saat ini sedang berkembang adalah filtrasi dengan menggunakan membran. Pengurangan fosfolipid dari proses degumming dengan filtrasi membran
sangat tinggi, yaitu mencapai lebih dari 90 Manjula dan Subramanian, 2006. Oleh karena itu, pemisahan fosfolipid dari minyak dengan teknologi
membran dapat menggantikan metode konvensional yang selama ini digunakan. Keuntungan lain yang diperoleh dari penggunaan teknologi
membran adalah konsumsi energi dan air yang rendah dimana penghematan energi mencapai 15,8 – 22,1 x 10
12
kJtahun dan penghematan air mencapai 109,5 x 10
3
m
3
tahun Koseoglu dan Engelgau, 1990, tidak ada penambahan bahan kimia dan kehilangan komponen atau nutrisi penting dalam minyak
dapat dicegah.
Sebagian besar fokus studi tentang degumming dengan teknologi membran adalah degumming dengan penambahan pelarut. Hanya sedikit
studi yang berhubungan dengan degumming tanpa penambahan pelarut disebabkan fluks permeat yang rendah karena viskositas minyak yang tinggi.
Fluks permeat dapat ditingkatkan dengan optimasi parameter operasi seperti tekanan transmembran, suhu, laju umpan dan aplikasi filtrasi secara
crossflow dan modul membran yang sesuai Amalia Kartika, 2006. Selain
itu, masalah yang dihadapi dalam degumming dengan membran adalah terjadinya fouling karena penyumbatan kotoran-kotoran pada pori membran
atau akumulasi kotoran dipermukaan membran. Oleh karena itu, diperlukan suatu cara untuk mengatasi masalah tersebut. Salah satu metode untuk
mengurangi fouling adalah backflushing. Backflushing merupakan pembalikan aliran permeat dengan menggunakan tekanan tinggi di sisi
permeat dibandingkan di sisi umpan dari membran dalam periode waktu yang singkat dan frekuensi yang tinggi.
Oleh karena itu, perlu dilakukan studi tentang pemurnian minyak jarak dengan menggunakan teknologi membran tanpa penggunaan pelarut dan
dengan menerapkan metode backflushing. Studi ini diharapkan dapat menghasilkan paket teknologi degumming minyak jarak pagar yang murah
dan ramah lingkungan, serta mempunyai efektifitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode konvensional.
B. TUJUAN
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji pengaruh lama filtrasi dan backflush terhadap fluks dan rejeksi asam lemak bebas, fosfolipid dan
logam, serta peningkatan kejernihan dan warna.
II. TINJAUAN PUSTAKA