Pemurnian Minyak Jarak (Jatropha Curcas L.) Dengan Menggunakan Membran Mikrofiltrasi

(1)

PEMURNIAN MINYAK JARAK (Jatropha curcas L.) DENGAN MENGGUNAKAN MEMBRAN MIKROFILTRASI

Oleh

DHIANI DYAHJATMAYANTI F34103045

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

PEMURNIAN MINYAK JARAK (Jatropha curcas L.) DENGAN MENGGUNAKAN MEMBRAN MIKROFILTRASI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian,

Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Oleh

DHIANI DYAHJATMAYANTI F34103045

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(3)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

PEMURNIAN MINYAK JARAK (Jatropha curcas L.) DENGAN MENGGUNAKAN MEMBRAN MIKROFILTRASI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian,

Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Oleh

DHIANI DYAHJATMAYANTI F34103045

Dilahirkan pada tanggal 7 Maret 1986 di Jakarta

Tanggal lulus : 26 Oktober 2007

Menyetujui, Bogor, November 2007

Pembimbing II Pembimbing I

Dr. Ir. Sri Yuliani, MT Dr. Ir. Ika Amalia Kartika, MT NIP. 080 118 942 NIP. 132 158 760


(4)

Dhiani Dyahjatmayanti. F34103045. Pemurnian Minyak Jarak (Jatropha curcas L.) dengan Menggunakan Membran Mikrofiltrasi. Di bawah bimbingan Dr. Ir. Ika Amalia Kartika, MT dan Dr. Ir. Sri Yuliani, MT. 2007.

RINGKASAN

Kelangkaan bahan bakar minyak fosil yang sedang dialami oleh masyarakat di seluruh dunia ini harus segera ditangani, yaitu dengan cara mengembangkan alternatif bahan bakar minyak yang dapat diperbaharui atau dikenal dengan nama biofuel. Sumber alternatif tersebut dapat berasal dari bahan nabati yang memiliki kandungan minyak yang tinggi, salah satunya adalah jarak pagar (Jatropha curcas L.). Biji jarak pagar memiliki kandungan minyak sebesar 40 – 60%. Oleh karena itu, jarak pagar berpotensi untuk dikembangkan sebagai sumber biofuel. Selain itu, minyak jarak pagar bukan merupakan minyak makan (edible oil) sehingga dalam perolehan bahan baku tidak akan bersaing dengan industri minyak makan.

Untuk memanfatkan minyak jarak pagar sebagai bahan bakar alternatif, minyak perlu dimurnikan. Tahap pertama dalam permunian minyak adalah degumming, yang bertujuan untuk menghilangkan senyawa gum atau fosfolipid dalam minyak. Senyawa fosfolipid perlu dihilangkan dari minyak karena dapat mengendap dan menimbulkan kekeruhan, dan jika minyak dipanaskan akan menggumpal dan membentuk padatan.

Umumnya degumming dilakukan dengan menggunakan air dan asam. Metode konvensional tersebut memiliki kelemahan, yaitu memerlukan biaya lebih banyak, terutama untuk bahan kimia, air dan energi. Metode pemurnian minyak yang saat ini sedang berkembang adalah menggunakan teknologi membran dimana pengurangan fosfolipid sangat tinggi (> 90%). Oleh karena itu, degumming dengan teknologi membran dapat menggantikan metode konvensional. Keuntungan lainnya adalah konsumsi energi, air dan bahan kimia rendah dan kehilangan komponen penting dalam minyak dapat dicegah. Namun, masalah yang dihadapi dalam degumming dengan membran adalah terjadinya fouling karena penyumbatan kotoran-kotoran pada pori membran. Salah satu metode untuk mengurangi fouling adalah backflushing.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji pengaruh lama filtrasi dan backflush terhadap fluks dan rejeksi asam lemak bebas, fosfolipid, logam serta peningkatan kejernihan dan warna.

Mikrofiltrasi minyak jarak pagar dengan membran berukuran 0,01 μm mampu menurunkan fosfolipid di dalam minyak jarak. Hal ini terlihat dari penurunan fosfolipid dalam minyak yang diperlihatkan dengan rejeksi fosfolipidnya. Perlakuan backflush mampu merecovery dan meningkatkan fluks. Perlakuan yang diberikan dalam penelitian ini adalah lama filtrasi dan backflush. Perlakuan terbaik yang menghasilkan fluks tertinggi adalah filtrasi selama 2 menit dengan backflush selama 6 detik (A1B3).

Perlakuan yang menghasilkan bilangan asam dan FFA terendah adalah A2B1, masing-masing sebesar 3,76 mg KOH/g sampel dan 1,89%. Perlakuan yang memberikan rejeksi fosfolipid tertinggi adalah A2B1 (25,47%). Perlakuan yang menghasilkan rejeksi logam tertinggi adalah A1B3 untuk kalsium (73,01%), A2B3 untuk magnesium (59,27%) dan A2B1 untuk besi (86,44%). Peningkatan kejernihan paling tinggi diberikan oleh perlakuan A1B1 (153,02%) dan color difference tertinggi diberikan oleh perlakuan A1B3 (7,58).


(5)

Dhiani Dyahjatmayanti. F34103045. Purification of Jatropha curcas L. oils using microfiltration membrane. Under supervision Dr. Ir. Ika Amalia Kartika, MT and Dr. Ir. Sri Yuliani, MT. 2007.

SUMMARY

The lack of fossil oil fuel is considered to be the important trigger for many initiatives to search the alternative source of energy, which can supplement or replace fossil oil fuel. In recent years, research has been directed to explore plant-based fuels. The most common that is being developed is biofuel. One of the raw material which can be developed is Jatropha curcas L. which has high oil contain (40-60%). Beside that, Jatropha curcas oil is not edible oil so to obtained raw material will not compete with edible oil industry.

For using curcas oil as alternative fuel, the oil must be purified. The removal of phospholipid (degumming) is the first step of crude vegetable oil refining process. Phospholipid must be removed because it can deposit and cause turbidity, and if the oil to be heated will form lump and solid.

Generally, water and dilute acid is used for degumming in conventional processes. The conventional method has many disadventages, that need large amount of wastewater, chemicals and energy consumption. An alternative method for oil purification is using membrane separation process which rejection of phospholipid is very high (> 90%). Other adventages are low water, chemical and energy consumption and loss of important components and nutrients can be prevented. But, the problem in degumming with membrane is membrane fouling because of particles accumulated on the membrane surface. One of method for reducing membrane fouling is backflushing.

The objective of this work was to learn influence of filtration and backflush time versus flux and rejection of free fatty acid, phospholipid, metal, also increasing lightness and color.

Curcas oil microfiltration with pore size 0,01 μm membrane able to reduce phospholipid. Backflush treatment able to recovery and increase flux. Best treatment which results highest flux is filtration during 2 minutes and backflush during 6 seconds (A1B3).

Treatment that results lowest acid value and free fatty acid is A2B1 equal to 3,76 mg KOH/g of sample and 1,89%. Treatment which gives highest phospholipid rejection is A2B1 (25,47%). Treatment which results highest metal rejection is A1B3 for calsium (73,01%), A2B3 for magnesium (59,27%) and A2B1 for iron (86,44%). Highest oil ligthness incressing is given by A1B1 (153,02%) and highest color difference is resulted by A1B3 (7,58).


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta, 7 Maret 1986 yang merupakan anak bungsu dari pasangan Ir. Susindjatmo, MM dan Enny Kusmarliyanti. Penulis merupakan dua bersaudara. Pendidikan yang telah ditempuh antara lain TK Pertiwi VIII, Bekasi (1990-1992), SDN Pondok Kelapa 05 Pagi, Jakarta Timur (1992-1998), SLTP Labschool, Rawamangun, Jakarta Timur (1998-2001), SMUN 81 Jakarta Timur (2001-2003) dan diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) pada tahun 2003 dengan program studi Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Dalam rangka menyelesaikan studinya, penulis melakukan penelitian dengan judul ”Pemurnian Minyak Jarak (Jatropha curcas L.) Dengan Menggunakan Membran Mikrofiltrasi” yang merupakan proyek kerjasama antara Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen, Bogor dengan Institut Pertanian Bogor. Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis aktif pada kegiatan organisasi sebagai staf pada Departemen Profesi HIMALOGIN (Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri) pada periode 2004-2005. Selain itu, penulis aktif dalam mengikuti kompetisi mahasiswa antara lain, Juara I Lomba Karya Tulis Mahasiswa (LKTM) Tingkat IPB pada tahun 2005, juara I LKTM Tingkat Wilayah B (Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I Yogyakarta dan Kalimantan) pada tahun 2005, finalis LKTM pada PIMNAS tahun 2005 di Universitas Andalas, Padang dan finalis Program Kreatifitas Mahasiswa bidang penelitian (PKMP) pada PIMNAS tahun 2006 di Universitas Muhamadiyah Malang. Penulis juga pernah melakukan praktek lapang di PT United Waru Biskuit Manufactory dengan topik ”Mempelajari Proses Produksi dan Pengawasan Mutu Biskuit dan Wafer”, dan menjadi asisten praktikum mata kuliah Analisis Bahan dan Produk Agroindustri pada tahun ajaran 2005/2006 dan 2006/2007.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Skripsi dengan judul “Pemurnian Minyak Jarak (Jatropha curcas L.) Dengan Menggunakan Membran Mikrofiltrasi” disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Dr. Ir. Ika Amalia Kartika, MT selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan, motivasi dan arahan selama penelitian dan penulisan skripsi ini.

2. Ibu Dr. Ir. Sri Yuliani, MT sebagai pembimbing akademik atas bimbingan, arahan dan dukungannya.

3. Bapak Prayoga Suryadarma, STP., MT sebagai penguji atas masukannya dalam memperbaiki skripsi ini.

4. Bapak Ir. Djajeng Sumangat, MSc sebagai ketua penelitian pemanfaatan minyak jarak pagar sebagai bahan bakar pengganti minyak tanah atas kesempatan yang telah diberikan kepada penulis untuk melaksanakan penelitian ini.

5. Seluruh karyawan Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian yang telah membantu penulis selama penelitian.

6. Seluruh karyawan Departemen Teknologi Industri Pertanian yang telah membantu penulis selama penelitian.

Penulis menyadari dalam pembuatan karya tulis ini terdapat kekurangan. Kritik dan saran sangat diharapkan dari semua pihak. Penulis berharap semoga karya tulis ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.


(8)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……….. iii

DAFTAR ISI……… iv

DAFTAR TABEL……… vi

DAFTAR GAMBAR………... vii

DAFTAR LAMPIRAN……… ix

I. PENDAHULUAN………. 1

A. LATAR BELAKANG………... 1

B. TUJUAN……… 3

II. TINJAUAN PUSTAKA...…...……… 4

A. MINYAK JARAK PAGAR...………….. 4

B. PEMURNIAN MINYAK...……….. 5

C. TEKNOLOGI MEMBRAN... 6

D. POLIPROPILEN... 12

E. APLIKASI TEKNOLOGI MEMBRAN DALAM PEMURNIAN MINYAK... 13 F. FOSFOLIPID………... 14

III. METODE PENELITIAN...……….... 17

A. BAHAN DAN ALAT...………...……….. 17

1. Bahan... 17

2. Alat... 17

B. TATA LAKSANA...……….. 17

1. Penelitian Pendahuluan... 17

2. Penelitian Utama………... 19

3. Analisis Sampel………. 20

C. RANCANGAN PERCOBAAN.………...……… 20

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN...………... 22

A. PENELITIAN PENDAHULUAN... 22

1. Pengaruh Lama Filtrasi Terhadap Fluks Dan Rejeksi... 22

2. Pengaruh Tekanan Terhadap Fluks Dan Rejeksi... 24


(9)

1. Pengaruh Lama Filtrasi Dan Backflush Terhadap Fluks... 27

2.Pengaruh Lama Filtrasi Dan Backflush Terhadap Rejeksi... 31

a. Asam lemak bebas... 31

b. Fosfor dan fosfolipid... 34

c. Logam... 38

3. Pengaruh Lama Filtrasi Dan Backflush Terhadap Kejernihan Dan Warna... 47

a. Kejernihan... 47

b. Warna... 51

V. KESIMPULAN DAN SARAN... 54

A. KESIMPULAN……… 54

B. SARAN………... 54

DAFTAR PUSTAKA... 56


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Komposisi asam lemak dari minyak jarak pagar... 4

Tabel 2. Sifat fisikokimia minyak jarak pagar ...…. 4

Tabel 3. Perbedaan antara mikrofiltrasi, ultrafiltrasi dan reverse osmosis... 8

Tabel 4. Perbandingan karakteristik modul membran... 8

Tabel 5. Degumming berbagai minyak nabati dengan filtrasi membran... 14

Tabel 6. Karakteristik minyak jarak kasar dan permeat serta rejeksi fosfolipid selama mikrofiltrasi minyak jarak... 23

Tabel 7. Karakteristik minyak jarak kasar dan permeat serta rejeksi fosfolipid selama mikrofiltrasi minyak jarak pada berbagai tekanan yang digunakan... 25

Tabel 8. Karakteristik minyak jarak kasar... 27

Tabel 9. Karakteristik warna minyak jarak sebelum dan sesudah mikrofiltrasi... 52


(11)

PEMURNIAN MINYAK JARAK (Jatropha curcas L.) DENGAN MENGGUNAKAN MEMBRAN MIKROFILTRASI

Oleh

DHIANI DYAHJATMAYANTI F34103045

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(12)

PEMURNIAN MINYAK JARAK (Jatropha curcas L.) DENGAN MENGGUNAKAN MEMBRAN MIKROFILTRASI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian,

Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Oleh

DHIANI DYAHJATMAYANTI F34103045

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(13)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

PEMURNIAN MINYAK JARAK (Jatropha curcas L.) DENGAN MENGGUNAKAN MEMBRAN MIKROFILTRASI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian,

Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Oleh

DHIANI DYAHJATMAYANTI F34103045

Dilahirkan pada tanggal 7 Maret 1986 di Jakarta

Tanggal lulus : 26 Oktober 2007

Menyetujui, Bogor, November 2007

Pembimbing II Pembimbing I

Dr. Ir. Sri Yuliani, MT Dr. Ir. Ika Amalia Kartika, MT NIP. 080 118 942 NIP. 132 158 760


(14)

Dhiani Dyahjatmayanti. F34103045. Pemurnian Minyak Jarak (Jatropha curcas L.) dengan Menggunakan Membran Mikrofiltrasi. Di bawah bimbingan Dr. Ir. Ika Amalia Kartika, MT dan Dr. Ir. Sri Yuliani, MT. 2007.

RINGKASAN

Kelangkaan bahan bakar minyak fosil yang sedang dialami oleh masyarakat di seluruh dunia ini harus segera ditangani, yaitu dengan cara mengembangkan alternatif bahan bakar minyak yang dapat diperbaharui atau dikenal dengan nama biofuel. Sumber alternatif tersebut dapat berasal dari bahan nabati yang memiliki kandungan minyak yang tinggi, salah satunya adalah jarak pagar (Jatropha curcas L.). Biji jarak pagar memiliki kandungan minyak sebesar 40 – 60%. Oleh karena itu, jarak pagar berpotensi untuk dikembangkan sebagai sumber biofuel. Selain itu, minyak jarak pagar bukan merupakan minyak makan (edible oil) sehingga dalam perolehan bahan baku tidak akan bersaing dengan industri minyak makan.

Untuk memanfatkan minyak jarak pagar sebagai bahan bakar alternatif, minyak perlu dimurnikan. Tahap pertama dalam permunian minyak adalah degumming, yang bertujuan untuk menghilangkan senyawa gum atau fosfolipid dalam minyak. Senyawa fosfolipid perlu dihilangkan dari minyak karena dapat mengendap dan menimbulkan kekeruhan, dan jika minyak dipanaskan akan menggumpal dan membentuk padatan.

Umumnya degumming dilakukan dengan menggunakan air dan asam. Metode konvensional tersebut memiliki kelemahan, yaitu memerlukan biaya lebih banyak, terutama untuk bahan kimia, air dan energi. Metode pemurnian minyak yang saat ini sedang berkembang adalah menggunakan teknologi membran dimana pengurangan fosfolipid sangat tinggi (> 90%). Oleh karena itu, degumming dengan teknologi membran dapat menggantikan metode konvensional. Keuntungan lainnya adalah konsumsi energi, air dan bahan kimia rendah dan kehilangan komponen penting dalam minyak dapat dicegah. Namun, masalah yang dihadapi dalam degumming dengan membran adalah terjadinya fouling karena penyumbatan kotoran-kotoran pada pori membran. Salah satu metode untuk mengurangi fouling adalah backflushing.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji pengaruh lama filtrasi dan backflush terhadap fluks dan rejeksi asam lemak bebas, fosfolipid, logam serta peningkatan kejernihan dan warna.

Mikrofiltrasi minyak jarak pagar dengan membran berukuran 0,01 μm mampu menurunkan fosfolipid di dalam minyak jarak. Hal ini terlihat dari penurunan fosfolipid dalam minyak yang diperlihatkan dengan rejeksi fosfolipidnya. Perlakuan backflush mampu merecovery dan meningkatkan fluks. Perlakuan yang diberikan dalam penelitian ini adalah lama filtrasi dan backflush. Perlakuan terbaik yang menghasilkan fluks tertinggi adalah filtrasi selama 2 menit dengan backflush selama 6 detik (A1B3).

Perlakuan yang menghasilkan bilangan asam dan FFA terendah adalah A2B1, masing-masing sebesar 3,76 mg KOH/g sampel dan 1,89%. Perlakuan yang memberikan rejeksi fosfolipid tertinggi adalah A2B1 (25,47%). Perlakuan yang menghasilkan rejeksi logam tertinggi adalah A1B3 untuk kalsium (73,01%), A2B3 untuk magnesium (59,27%) dan A2B1 untuk besi (86,44%). Peningkatan kejernihan paling tinggi diberikan oleh perlakuan A1B1 (153,02%) dan color difference tertinggi diberikan oleh perlakuan A1B3 (7,58).


(15)

Dhiani Dyahjatmayanti. F34103045. Purification of Jatropha curcas L. oils using microfiltration membrane. Under supervision Dr. Ir. Ika Amalia Kartika, MT and Dr. Ir. Sri Yuliani, MT. 2007.

SUMMARY

The lack of fossil oil fuel is considered to be the important trigger for many initiatives to search the alternative source of energy, which can supplement or replace fossil oil fuel. In recent years, research has been directed to explore plant-based fuels. The most common that is being developed is biofuel. One of the raw material which can be developed is Jatropha curcas L. which has high oil contain (40-60%). Beside that, Jatropha curcas oil is not edible oil so to obtained raw material will not compete with edible oil industry.

For using curcas oil as alternative fuel, the oil must be purified. The removal of phospholipid (degumming) is the first step of crude vegetable oil refining process. Phospholipid must be removed because it can deposit and cause turbidity, and if the oil to be heated will form lump and solid.

Generally, water and dilute acid is used for degumming in conventional processes. The conventional method has many disadventages, that need large amount of wastewater, chemicals and energy consumption. An alternative method for oil purification is using membrane separation process which rejection of phospholipid is very high (> 90%). Other adventages are low water, chemical and energy consumption and loss of important components and nutrients can be prevented. But, the problem in degumming with membrane is membrane fouling because of particles accumulated on the membrane surface. One of method for reducing membrane fouling is backflushing.

The objective of this work was to learn influence of filtration and backflush time versus flux and rejection of free fatty acid, phospholipid, metal, also increasing lightness and color.

Curcas oil microfiltration with pore size 0,01 μm membrane able to reduce phospholipid. Backflush treatment able to recovery and increase flux. Best treatment which results highest flux is filtration during 2 minutes and backflush during 6 seconds (A1B3).

Treatment that results lowest acid value and free fatty acid is A2B1 equal to 3,76 mg KOH/g of sample and 1,89%. Treatment which gives highest phospholipid rejection is A2B1 (25,47%). Treatment which results highest metal rejection is A1B3 for calsium (73,01%), A2B3 for magnesium (59,27%) and A2B1 for iron (86,44%). Highest oil ligthness incressing is given by A1B1 (153,02%) and highest color difference is resulted by A1B3 (7,58).


(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta, 7 Maret 1986 yang merupakan anak bungsu dari pasangan Ir. Susindjatmo, MM dan Enny Kusmarliyanti. Penulis merupakan dua bersaudara. Pendidikan yang telah ditempuh antara lain TK Pertiwi VIII, Bekasi (1990-1992), SDN Pondok Kelapa 05 Pagi, Jakarta Timur (1992-1998), SLTP Labschool, Rawamangun, Jakarta Timur (1998-2001), SMUN 81 Jakarta Timur (2001-2003) dan diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) pada tahun 2003 dengan program studi Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Dalam rangka menyelesaikan studinya, penulis melakukan penelitian dengan judul ”Pemurnian Minyak Jarak (Jatropha curcas L.) Dengan Menggunakan Membran Mikrofiltrasi” yang merupakan proyek kerjasama antara Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen, Bogor dengan Institut Pertanian Bogor. Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis aktif pada kegiatan organisasi sebagai staf pada Departemen Profesi HIMALOGIN (Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri) pada periode 2004-2005. Selain itu, penulis aktif dalam mengikuti kompetisi mahasiswa antara lain, Juara I Lomba Karya Tulis Mahasiswa (LKTM) Tingkat IPB pada tahun 2005, juara I LKTM Tingkat Wilayah B (Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I Yogyakarta dan Kalimantan) pada tahun 2005, finalis LKTM pada PIMNAS tahun 2005 di Universitas Andalas, Padang dan finalis Program Kreatifitas Mahasiswa bidang penelitian (PKMP) pada PIMNAS tahun 2006 di Universitas Muhamadiyah Malang. Penulis juga pernah melakukan praktek lapang di PT United Waru Biskuit Manufactory dengan topik ”Mempelajari Proses Produksi dan Pengawasan Mutu Biskuit dan Wafer”, dan menjadi asisten praktikum mata kuliah Analisis Bahan dan Produk Agroindustri pada tahun ajaran 2005/2006 dan 2006/2007.


(17)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Skripsi dengan judul “Pemurnian Minyak Jarak (Jatropha curcas L.) Dengan Menggunakan Membran Mikrofiltrasi” disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Dr. Ir. Ika Amalia Kartika, MT selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan, motivasi dan arahan selama penelitian dan penulisan skripsi ini.

2. Ibu Dr. Ir. Sri Yuliani, MT sebagai pembimbing akademik atas bimbingan, arahan dan dukungannya.

3. Bapak Prayoga Suryadarma, STP., MT sebagai penguji atas masukannya dalam memperbaiki skripsi ini.

4. Bapak Ir. Djajeng Sumangat, MSc sebagai ketua penelitian pemanfaatan minyak jarak pagar sebagai bahan bakar pengganti minyak tanah atas kesempatan yang telah diberikan kepada penulis untuk melaksanakan penelitian ini.

5. Seluruh karyawan Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian yang telah membantu penulis selama penelitian.

6. Seluruh karyawan Departemen Teknologi Industri Pertanian yang telah membantu penulis selama penelitian.

Penulis menyadari dalam pembuatan karya tulis ini terdapat kekurangan. Kritik dan saran sangat diharapkan dari semua pihak. Penulis berharap semoga karya tulis ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.


(18)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……….. iii

DAFTAR ISI……… iv

DAFTAR TABEL……… vi

DAFTAR GAMBAR………... vii

DAFTAR LAMPIRAN……… ix

I. PENDAHULUAN………. 1

A. LATAR BELAKANG………... 1

B. TUJUAN……… 3

II. TINJAUAN PUSTAKA...…...……… 4

A. MINYAK JARAK PAGAR...………….. 4

B. PEMURNIAN MINYAK...……….. 5

C. TEKNOLOGI MEMBRAN... 6

D. POLIPROPILEN... 12

E. APLIKASI TEKNOLOGI MEMBRAN DALAM PEMURNIAN MINYAK... 13 F. FOSFOLIPID………... 14

III. METODE PENELITIAN...……….... 17

A. BAHAN DAN ALAT...………...……….. 17

1. Bahan... 17

2. Alat... 17

B. TATA LAKSANA...……….. 17

1. Penelitian Pendahuluan... 17

2. Penelitian Utama………... 19

3. Analisis Sampel………. 20

C. RANCANGAN PERCOBAAN.………...……… 20

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN...………... 22

A. PENELITIAN PENDAHULUAN... 22

1. Pengaruh Lama Filtrasi Terhadap Fluks Dan Rejeksi... 22

2. Pengaruh Tekanan Terhadap Fluks Dan Rejeksi... 24


(19)

1. Pengaruh Lama Filtrasi Dan Backflush Terhadap Fluks... 27

2.Pengaruh Lama Filtrasi Dan Backflush Terhadap Rejeksi... 31

a. Asam lemak bebas... 31

b. Fosfor dan fosfolipid... 34

c. Logam... 38

3. Pengaruh Lama Filtrasi Dan Backflush Terhadap Kejernihan Dan Warna... 47

a. Kejernihan... 47

b. Warna... 51

V. KESIMPULAN DAN SARAN... 54

A. KESIMPULAN……… 54

B. SARAN………... 54

DAFTAR PUSTAKA... 56


(20)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Komposisi asam lemak dari minyak jarak pagar... 4

Tabel 2. Sifat fisikokimia minyak jarak pagar ...…. 4

Tabel 3. Perbedaan antara mikrofiltrasi, ultrafiltrasi dan reverse osmosis... 8

Tabel 4. Perbandingan karakteristik modul membran... 8

Tabel 5. Degumming berbagai minyak nabati dengan filtrasi membran... 14

Tabel 6. Karakteristik minyak jarak kasar dan permeat serta rejeksi fosfolipid selama mikrofiltrasi minyak jarak... 23

Tabel 7. Karakteristik minyak jarak kasar dan permeat serta rejeksi fosfolipid selama mikrofiltrasi minyak jarak pada berbagai tekanan yang digunakan... 25

Tabel 8. Karakteristik minyak jarak kasar... 27

Tabel 9. Karakteristik warna minyak jarak sebelum dan sesudah mikrofiltrasi... 52


(21)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Skema proses pemisahan dengan membran... 9

Gambar 2. Struktur molekul polipropilen... 13

Gambar 3. Struktur molekul fosfolipid... 14

Gambar 4. Struktur misela fosfolipid... 15

Gambar 5. Diagram alir dari tahapan-tahapan penelitian... 18

Gambar 6. Profil hubungan antara lamanya filtrasi dengan fluks... 22

Gambar 7. Profil hubungan antara tekanan dengan fluks... 25

Gambar 8. Profil hubungan antara tekanan dengan rejeksi fosfolipid... 26

Gambar 9. Fluks pada berbagai perlakuan lama filtrasi dan backflush... 28

Gambar 10. Bilangan asam minyak jarak kasar dan permeat yang dihasilkan dari mikrofiltrasi minyak jarak pada berbagai perlakuan... 32

Gambar 11. FFA minyak jarak kasar dan permeat yang dihasilkan dari mikrofiltrasi minyak jarak pada berbagai perlakuan... 32

Gambar 12. Kadar fosfor minyak jarak kasar dan permeat yang dihasilkan dari mikrofiltrasi minyak jarak pada berbagai perlakuan... 34

Gambar 13. Kadar fosfolipid minyak jarak kasar dan permeat yang dihasilkan dari mikrofiltrasi minyak jarak pada berbagai perlakuan... 34

Gambar 14. Rejeksi fosfolipid selama mikrofiltrasi minyak jarak pada berbagai perlakuan... 36

Gambar 15. Kadar Ca minyak jarak kasar dan permeat yang dihasilkan dari mikrofiltrasi minyak jarak pada berbagai perlakuan... 39

Gambar 16. Rejeksi Ca yang dihasilkan dari mikrofiltrasi minyak jarak pada berbagai perlakuan... 40

Gambar 17. Kadar Mg minyak jarak kasar dan permeat yang dihasilkan dari mikrofiltrasi minyak jarak dengan berbagai perlakuan... 41

Gambar 18. Rejeksi Mg yang dihasilkan dari mikrofiltrasi minyak jarak pada berbagai perlakuan... 42


(22)

Gambar 19. Kadar Fe minyak jarak kasar dan permeat yang dihasilkan dari mikrofiltrasi minyak jarak pada berbagai perlakuan... 44 Gambar 20. Rejeksi Fe yang dihasilkan dari mikrofiltrasi minyak jarak pada berbagai perlakuan... 45 Gambar 21. Kejernihan minyak sebelum dan sesudah mikrofiltrasi minyak jarak pada berbagai perlakuan... 47 Gambar 22. Peningkatan kejernihan minyak setelah mikrofiltrasi minyak jarak pada berbagai perlakuan... 49 Gambar 23. Minyak jarak kasar (A) dan minyak jarak setelah mikrofiltrasi dengan perlakuan A1B1 (B)... 50 Gambar 24. Color difference permeat yang dihasilkan mikrofiltrasi minyak jarak pada berbagai perlakuan... 51 Gambar 25. Modul membran yang digunakan dalam penelitian... 59


(23)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Spesifikasi teknik modul membran dan petunjuk pemakaian.. 59 Lampiran 2. Prosedur analisis sampel... 61 Lampiran 3. Rekapitulasi data penelitian pendahuluan ... 67 Lampiran 4. Rekapitulasi data analisis sampel ... 68 Lampiran 5. Analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan untuk fluks ... 76 Lampiran 6. Analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan untuk bilangan asam dan FFA... 77 Lampiran 7. Analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan untuk kadar fosfor, kadar fosfolipid dan rejeksi fosfolipid... 79 Lampiran 8. Analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan untuk logam... 82 Lampiran 9. Analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan untuk kejernihan dan peningkatan kejernihan minyak... 88 Lampiran 10. Analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan untuk color difference (ΔE)... 90


(24)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Saat ini, Indonesia mengalami kelangkaan bahan bakar minyak berbasis fosil. Pada tahun 2004 kelangkaan tersebut mencapai 17,8 juta kiloliter (111,97 barel) sehingga untuk mengatasi kekurangan tersebut Indonesia melakukan impor minyak. Di lain pihak harga minyak mentah dunia akhir-akhir ini melonjak sangat tinggi hingga mencapai lebih dari US$ 90/barel, sehingga impor minyak ini sangat menguras devisa negara. Untuk meringankan beban tersebut, pemerintah berupaya mencari sumber bahan bakar minyak (BBM) alternatif yang dapat diperbaharui atau dikenal dengan biofuel. BBM alternatif ini berasal dari minyak nabati yang bahan bakunya tersedia secara lokal, mudah didapat dan dapat diperbaharui (Hadi et al., 2006). Bahan baku biofuel antara lain minyak kelapa, minyak sawit, kemiri, kacang tanah, biji karet dan jarak pagar. Jarak pagar (Jatropha curcas L.) merupakan salah satu bahan baku bioenergi yang memiliki potensi untuk dikembangkan di Indonesia. Saat ini tanaman jarak pagar banyak dikembangkan di daerah-daerah di Indonesia dengan potensi produksi 1.590 kg minyak/ha/tahun (Soerawidjaja et al., 2005; Kandpal dan Madan, 1995). Keunggulan jarak pagar dibandingkan dengan sumber minyak nabati lainnya adalah bukan merupakan sumber minyak makan (edible oil) sehingga tidak akan bersaing dengan industri minyak makan dalam perolehan bahan baku. Selain itu, tanaman jarak pagar dapat tumbuh di lahan marginal atau lahan kritis. Tanaman jarak pagar mempunyai sistem perakaran yang mampu menahan air dan tanah sehingga tahan terhadap kekeringan serta berfungsi sebagai tanaman penahan erosi. Jarak pagar dapat tumbuh pada berbagai ragam tekstur dan jenis tanah, baik tanah berbatu, tanah berpasir, maupun tanah liat. Di samping itu, juga dapat beradaptasi pada tanah yang kurang subur atau tanah bergaram, memiliki sistem pengairan yang baik, tidak tergenang dan pH tanah 5,0 – 6,5.

Kadar minyak yang terkandung dalam biji jarak pagar adalah 30-40% (basis kering), sedangkan daging bijinya mengandung 40-50% (basis kering)


(25)

minyak. Minyak jarak pagar dihasilkan dari ekstraksi biji kering secara mekanis menggunakan kempa hidrolik atau kempa ekspeler, ataupun secara kimiawi menggunakan pelarut. Ekstraksi mekanis biasanya lebih mudah dan murah karena tidak membutuhkan teknologi proses yang rumit dan mahal. Untuk memanfaatkan minyak jarak pagar sebagai bahan bakar alternatif, minyak perlu dimurnikan terlebih dahulu. Tahap pertama dalam permurnian minyak adalah degumming, yang bertujuan untuk menghilangkan senyawa gum atau fosfolipid dalam minyak. Senyawa fosfolipid perlu dihilangkan dari minyak karena dapat mengendap dan menimbulkan kekeruhan, dan jika minyak dipanaskan akan menggumpal dan membentuk padatan. Dalam kasus ini, fosfolipid yang terdapat di dalam minyak jarak pagar yang akan digunakan sebagai bahan bakar kompor ketika dipanaskan fosfolipid ini dapat menyumbat saluran dan sumbu kompor sehingga memperpendek waktu penyalaan api, dan kompor harus lebih sering dibersihkan.

Pada umumnya degumming dilakukan dengan menggunakan air dan bahan kimia. Metode konvensional tersebut memiliki kelemahan, yaitu apabila dilakukan penggandaan skala memerlukan biaya yang lebih tinggi, terutama untuk bahan kimia dan air serta banyak mengkonsumsi energi. Hal ini disebabkan metode konvensional terdiri dari beberapa tahapan yang membutuhkan konsumsi energi yang tinggi seperti pemanasan, pengadukan, settling dan pemisahan dengan sentrifugasi. Metode pemurnian minyak yang saat ini sedang berkembang adalah filtrasi dengan menggunakan membran. Pengurangan fosfolipid dari proses degumming dengan filtrasi membran sangat tinggi, yaitu mencapai lebih dari 90% (Manjula dan Subramanian, 2006). Oleh karena itu, pemisahan fosfolipid dari minyak dengan teknologi membran dapat menggantikan metode konvensional yang selama ini digunakan. Keuntungan lain yang diperoleh dari penggunaan teknologi membran adalah konsumsi energi dan air yang rendah dimana penghematan energi mencapai 15,8 – 22,1 x 1012 kJ/tahun dan penghematan air mencapai 109,5 x 103 m3/tahun (Koseoglu dan Engelgau, 1990), tidak ada penambahan bahan kimia dan kehilangan komponen atau nutrisi penting dalam minyak dapat dicegah.


(26)

Sebagian besar fokus studi tentang degumming dengan teknologi membran adalah degumming dengan penambahan pelarut. Hanya sedikit studi yang berhubungan dengan degumming tanpa penambahan pelarut disebabkan fluks permeat yang rendah karena viskositas minyak yang tinggi. Fluks permeat dapat ditingkatkan dengan optimasi parameter operasi seperti tekanan transmembran, suhu, laju umpan dan aplikasi filtrasi secara crossflow dan modul membran yang sesuai (Amalia Kartika, 2006). Selain itu, masalah yang dihadapi dalam degumming dengan membran adalah terjadinya fouling karena penyumbatan kotoran-kotoran pada pori membran atau akumulasi kotoran dipermukaan membran. Oleh karena itu, diperlukan suatu cara untuk mengatasi masalah tersebut. Salah satu metode untuk mengurangi fouling adalah backflushing. Backflushing merupakan pembalikan aliran permeat dengan menggunakan tekanan tinggi di sisi permeat dibandingkan di sisi umpan dari membran dalam periode waktu yang singkat dan frekuensi yang tinggi.

Oleh karena itu, perlu dilakukan studi tentang pemurnian minyak jarak dengan menggunakan teknologi membran tanpa penggunaan pelarut dan dengan menerapkan metode backflushing. Studi ini diharapkan dapat menghasilkan paket teknologi degumming minyak jarak pagar yang murah dan ramah lingkungan, serta mempunyai efektifitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode konvensional.

B. TUJUAN

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji pengaruh lama filtrasi dan backflush terhadap fluks dan rejeksi asam lemak bebas, fosfolipid dan logam, serta peningkatan kejernihan dan warna.


(27)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. MINYAK JARAK PAGAR

Biji jarak merupakan bagian dari tanaman jarak yang mempunyai nilai ekonomi tinggi karena kandungan minyaknya yang tinggi, yaitu sekitar 40-60% (Haas dan Mittelbach, 2000). Namun demikian, minyak ini mengandung racun sehingga tidak dapat dikonsumsi. Ester forbol merupakan senyawa yang bertanggung jawab atas beracunnya minyak jarak pagar. Proses pemurnian minyak hanya mampu menurunkan 50% dari kandungan ester forbol sehingga minyak ini tetap tidak dapat dikonsumsi. Kandungan asam lemak tertinggi di dalam minyak jarak pagar adalah asam oleat dan linoleat. Komposisi asam lemak minyak jarak pagar dapat dilihat pada Tabel 1, sedangkan sifat fisikokimianya dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 1. Komposisi asam lemak dari minyak jarak pagar

Jenis Asam Lemak Komposisi (% berat)

Asam miristat (C 14 : 0) 0 – 0,1

Asam palmitat (C 16 : 0) 14,1 – 15,3

Asam stearat (C 18 : 0) 3,7 – 9,8

Asam arakhidat (C 20 : 0) 0 – 0,3

Asam behemik (C 22 : 0) 0 – 0,2

Asam palmitoleat (C 16 : 1) 0 – 1,3

Asam oleat (C 18 : 1) 34,3 – 45,8

Asam linoleat (C 18 : 2) 29,0 – 44,2

Asam linolenat (C 18 : 3) 0 – 0,3

Sumber : Gübitz et al. (1999)

Tabel 2. Sifat fisikokimia minyak jarak pagar

Parameter Unit Minyak Jarak Pagar

Densitas pada 15oC g/cm3 0,920

Viskositas pada 30oC cSt 52

Flash point oC 240

Bilangan penetralan mg KOH/g sampel 0,92

Monogliserida % berat Tidak terdeteksi

Digliserida % berat 2,7

Trigliserida % berat 97,3

Kadar air % berat 0,07

Fosfor ppm 290

Kalsium ppm 56

Magnesium ppm 103

Besi ppm 2,4


(28)

B. PEMURNIAN MINYAK

Tujuan utama dari proses pemurnian minyak nabati adalah untuk menghilangkan rasa serta bau yang tidak enak, warna yang tidak menarik dan memperpanjang masa simpan minyak sebelum dikonsumsi atau dipergunakan sebagai bahan mentah dalam industri (Ketaren, 1986). Pada umumnya minyak dimurnikan melalui proses sebagai berikut :

1. Pemisahan bahan berupa suspensi dan dispersi koloid dengan cara penguapan, degumming dan pencucian dengan asam.

2. Pemisahan asam lemak bebas. 3. Dekolorisasi.

4. Deodorisasi.

5. Pemisahan gliserida jenuh (stearin) dengan cara pendinginan (chiling). Menurut Ketaren (1986), kotoran yang terkandung dalam minyak terdiri dari tiga golongan, yaitu :

1. Kotoran yang tidak larut dalam minyak (fat insoluble dan terdispersi dalam minyak)

Kotoran yang termasuk dalam golongan ini antara lain biji atau partikel jaringan, lendir dan getah, serat-serat yang berasal dari kulit, abu atau mineral seperti Fe, Cu, Mg dan Ca, serta air dalam jumlah kecil. Kotoran ini dapat dihilangkan dengan beberapa cara mekanis, yaitu pengendapan, penyaringan dan sentrifugasi.

2. Kotoran yang berbentuk suspensi koloid dalam minyak

Kotoran ini meliputi fosfolipid, karbohidrat, senyawa yang mengandung nitrogen dan senyawa kompleks lainnya. Kotoran ini dapat dipisahkan dengan menggunakan uap panas dan kombinasi elektrolisa dengan pemisahan secara mekanik seperti pengendapan, sentrifugasi atau penyaringan dengan menggunakan absorben.

3. Kotoran yang terlarut dalam minyak (fat soluble compound)

Kotoran ini terdiri dari asam lemak bebas, sterol, hidrokarbon, mono dan digliserida yang dihasilkan dari hidrolisa trigliserida, zat warna yang terdiri dari karotenoid, klorofil dan zat warna lainnya yang dihasilkan dari


(29)

proses oksidasi dan dekomposisi minyak serta zat lain yang belum dapat diidentifikasi.

Pemisahan gum (degumming) merupakan suatu proses pemisahan getah atau lendir-lendir yang terdiri dari fosfatida, protein, residu, karbohidrat, air dan resin tanpa mengurangi jumlah asam lemak bebas dalam minyak. Biasanya proses ini dilakukan dengan cara dehidratasi gum atau kotoran lain agar supaya bahan tersebut lebih mudah terpisah dari minyak. Bahan tersebut selanjutnya dipisahkan dari minyak melalui proses pemusingan (sentrifugasi). Metode degumming yang paling umum adalah dengan mengalirkan uap air panas dan air ke dalam minyak (Ketaren, 1986). Sejumlah air atau uap air (2 – 4%) ditambahkan pada minyak kasar untuk menggumpalkan gum. Kemudian gum dipisahkan dengan sentifugasi (Carr, 1989). Dalam proses water-degumming, kandungan fosfolipid di dalam minyak menurun hingga mencapai 1800 – 6000 mg/kg dengan kandungan fosfor sebesar 60 - 200 mg/kg (Segers dan van der Sande, 1990). Selain itu, proses degumming dapat juga dilakukan dengan penambahan asam fosfat seperti yang dilakukan oleh Diosady et al. (1982) dimana di dalam degumming asam, kemampuan hidrasi fosfolipid ditingkatkan dengan penambahan asam fosfat atau sitrat dan kandungan fosfolipid di dalam minyak menurun sebesar 1500 mg/kg. Sianturi (1998) melakukan degumming minyak kelapa sawit kasar dengan penambahan 0,09% (v/w) asam fosfat 85%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar fosfolipid minyak kelapa sawit menurun hingga 98%. Pada kasus lainnya, degumming minyak jarak pagar dengan asam fosfat atau sitrat dapat menurunkan kandungan fosfor sebesar 85% (Yuliani et al., 2006).

C. TEKNOLOGI MEMBRAN

Membran adalah suatu selaput semi permeabel yang berupa lapisan tipis. Selaput tersebut dapat memisahkan dua fasa dengan cara menahan komponen tertentu dan melewatkan komponen lainnya melalui pori-pori (Osada dan Nakagawa, 1992). Membran adalah suatu pembatas yang selektif antara dua fasa. Membran dapat berukuran tebal atau tipis, dapat memiliki struktur yang homogen atau heterogen, perpindahannya dapat bersifat aktif atau pasif


(30)

dengan “driving force” berupa perbedaan tekanan, konsentrasi atau temperatur. Berdasarkan bahan bakunya, membran dapat dibedakan atas membran alami dan sintetik, sedangkan berdasarkan sifat kelistrikannya membran dapat dibedakan atas membran bermuatan (positif atau negatif) dan tidak bermuatan (netral) (Mulder, 1991).

Membran dapat diklasifikasikan atas beberapa grup antara lain berdasarkan bahan bakunya, morfologi dan ukuran partikel yang dipisahkan. Berdasarkan bahan bakunya membran dapat dibedakan atas membran biologi dan sintetik. Membran sintetik dibedakan atas dua yaitu organik (polimer organik) dan inorganik (material inorganik seperti keramik, gelas dan metal). Berdasarkan morfologinya, membran dibedakan atas membran simetrik dan membran asimetrik. Membran simetrik memiliki struktur pori yang seragam sedangkan membran asimetrik memiliki struktur ukuran pori yang tidak seragam. Berdasarkan ukuran partikel yang dipisahkan dan tekanan yang digunakan, membran dapat dibedakan atas mikrofiltrasi, ultrafiltrasi dan reverse osmosis. Perbedaan karakteristik antara mikrofiltrasi, ultrafiltrasi dan reverse osmosis dapat dilihat pada Tabel 3. Selain itu, membran dapat diklasifikasikan berdasarkan struktur dan prinsip pemisahan, yaitu membran porous (mikrofiltrasi, ultrafiltrasi), non porous (pemisahan gas, pervaporasi) dan liquidfilm (pemisahan dilakukan dengan penambahan suatu carrier molecule ke dalam suatu liquid membrane) (Mulder,1991).

Unit terkecil dimana membran ditempatkan disebut dengan modul. Modul merupakan bagian yang penting dalam instalasi membran (Mulder, 1991). Belfort et al. (1994) menyebutkan bahwa fungsi utama uji modul membran atau test cell adalah untuk pemisahan suspensi umpan dari larutan permeat, mempertahankan pressure drop sepanjang modul membran serta untuk mendapatkan fluks permeat dan selektifitas yang diinginkan. Modul membran diklasifikasikan menjadi lima, yaitu hollow fiber, spiral wound, plate and frame, tubular dan capillary. Perbandingan karakteristik modul membran dapat dilihat pada Tabel 4.


(31)

Tabel 3. Karakteristik mikrofiltrasi, ultrafiltrasi dan reverse osmosis Parameter Mikrofiltrasi Ultrafiltrasi Reverse Osmosis Ukuran

molekul yang ditahan (Dalton)

Lebih besar dari 106 (0,01-10 μm)

103 - 106 (0,001-0,02 μm)

Lebih kecil dari 1000 (lebih kecil dari 0,001 μm) Kepentingan

tekanan osmotik dari larutan umpan

Tidak penting Tidak penting Penting

Tekanan yang digunakan (bar)

Lebih kecil dari 2

1 - 15 Lebih besar dari 20

Mekanisme retensi membran Penyaringan molekul Penyaringan molekul Pengangkutan secara difusi, penyaringan molekul Fluks (l/m2.jam)

Lebih besar dari 300

30 – 300 3 – 30 Sumber : Renner dan El-Salam (1991)

Tabel 4. Perbandingan karakteristik modul membran Karakteristik Hollow

fiber Spiral wound Plate and frame Tubular Capillary Luas permukaan membran Sangat

besar Sedang Sedang Sangat

kecil Sedang Wall shear rate Sangat

rendah Sedang Sedang Sangat

tinggi Sedang Penggandaan

skala Mudah Mudah Cukup sulit Sulit Sulit Fluks permeat Rendah Sedang Tinggi Tinggi Tinggi Kecenderungan

terjadinya ”blocking” pada jalur aliran umpan

Sangat

tinggi Tinggi Sedang Sangat

rendah Rendah Sumber : Belfort et al. (1994)

Modul membran hollow fiber terdiri dari susunan serat halus yang disusun menjadi satu bundle dimana setiap satu bundle tersusun dari 45 – 3000 serat. Keuntungan dari penggunaan modul membran hollow fiber antara lain luas permukaan per volume yang besar, volume pengisian yang kecil, ketahanan terhadap kemungkinan penghambatan aliran cukup tinggi, dapat dibersihkan


(32)

dengan backflushing dan konsumsi energi rendah. Kerugian penggunaan membran hollow fiber antara lain serat-serat mudah tersumbat, tekanan maksimum yang digunakan rendah, sambungan beberapa elemen terbatas pada konfigurasi pararel, sulit untuk mempertahankan fluks yang tinggi pada larutan dengan viskositas tinggi dan kerusakan pada salah satu serat memerlukan penggantian keseluruhan modul membran (Renner dan El-Salam, 1991).

Menurut Mulder (1991), kemampuan membran untuk memisahkan komponen-komponen disebabkan karena perbedaan sifat fisik atau kimia antara membran dengan komponen yang dipisahkan. Prinsip operasi pemisahan dengan menggunakan membran adalah memisahkan satu atau lebih komponen dalam suatu aliran fluida. Secara umum proses ini digunakan untuk memisahkan makromolekul, substansi biologi, komponen yang tidak terlarut (suspensi dan koloid) serta partikel lain yang tidak dikehendaki dalam suatu cairan. Prinsip operasi membran secara skematis dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Skema proses pemisahan dengan membran (Mulder, 1991) Kinerja (performance) membran terutama dipengaruhi oleh karakteristik membran yang digunakan. Karakteristik membran tersebut diantaranya meliputi struktur dan ukuran pori serta sifat fisik kimia lainnya seperti morfologi dan bahan baku membran. Parameter utama yang digunakan dalam penilaian kinerja membran filtrasi adalah fluks dan rejeksi (Osada dan Nakagawa, 1992). Secara umum fluks didefinisikan sebagai volume aliran yang melalui membran per unit luas permukaan membran dan satuan waktu. Umumnya satuan yang digunakan adalah liter per meter persegi per jam (liter/m2.jam). Parameter operasi yang mempengaruhi fluks antara lain

Umpan Retentat

Permeat modul membran


(33)

tekanan, konsentrasi umpan, temperatur dan potensial listrik (Mulder, 1991). Tekanan transmembran merupakan gradien tekanan antara sisi retentat dan sisi permeat dari membran. Dalam prakteknya dihitung sebagai tekanan rata-rata antara tekanan inlet (sisi umpan) dan tekanan outlet (sisi retentat) dari modul membran yang umumnya satuan yang digunakan adalah bar atau Mpa. Semakin tinggi tekanan transmembran maka fluks dan laju transpor solut ke permukaan membran semakin meningkat. Pengaruh dari konsentrasi umpan yaitu dengan adanya kenaikan konsentrasi umpan, fluks akan menurun. Apabila konsentrasi umpan sama dengan konsentrasi gel maka fluks sama dengan nol. Meskipun sulit untuk mencapai konsentrasi gel, hal ini perlu dipertimbangkan sebagai batas konsentrasi maksimun untuk retentat. Secara umum, semakin tinggi temperatur akan meningkatkan fluks. Efek dari temperatur ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain menurunnya viskositas larutan, meningkatnya difusivitas solut, perubahan interaksi antara membran dan solut (Renner dan El-Salam, 1991).

Efisiensi membran, menurut Mulder (1991), ditentukan dengan dua parameter utama yaitu selektifitas dan aliran yang melalui membran. Selektifitas pada membran diperlihatkan dengan dua parameter, yaitu rejeksi (R) atau faktor pemisahan (α). Untuk pemisahan larutan, selektifitas ditunjukkan dengan rejeksi (R) yang dinyatakan sebagai berikut :

100 x -1 100 x (%) R ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ = ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − = f p f p f c c c c c

dimana cf adalah konsentrasi zat terlarut di dalam umpan dan cp adalah konsentrasi zat terlarut di dalam permeat. R dinyatakan dalam persen. Untuk pemisahan gas dan cairan organik, selektifitas ditunjukkan dengan faktor pemisahan (α). Rejeksi menunjukkan kemampuan suatu membran untuk menahan suatu komponen agar tidak melewati membran. Pada proses pemisahan dengan membran, sebagian molekul atau partikel dapat dilewatkan melalui pori membran dan sebagian lagi tertahan oleh permukaan membran (Renner dan El-Salam, 1991). Komponen yang dapat ditahan harus memiliki bobot molekul yang lebih besar dari batas bobot molekul yang dapat ditahan


(34)

oleh membran atau disebut dengan MWCO. Menurut Renner dan El-Salam (1991), MWCO (Molecular Weight Cut Off) adalah bobot molekul terkecil dari zat yang dapat ditahan oleh pori-pori membran. Zat yang memiliki bobot molekul di atas MWCO suatu membran tidak dapat melewati pori membran, sebaliknya zat dengan bobot molekul lebih rendah dari MWCO membran dapat melewati pori membran tersebut. Umumnya konsep ”cut off” digunakan untuk karakterisasi pori membran. Cut off didefinisikan sebagai bobot molekul makromolekul dimana 90% dapat ditahan oleh membran. Misalnya membran memiliki MWCO sebesar 40.000 Da berarti seluruh solut dengan bobot molekul lebih besar dari 40.000 Da dapat ditahan oleh membran lebih besar dari 90%. Makromolekul yang umum digunakan untuk penentuan MWCO antara lain protein globular (albumin, globulin), polisakarida bercabang (dekstran) atau molekul linear fleksibel (polietilen glikol). Selain itu, terdapat beberapa metode lain untuk karakterisasi pori membran. Membran mikrofiltrasi umumnya dikarakterisasi dengan beberapa metode antara lain scanning electron microscopy (ukuran pori membran dapat diperkirakan dengan teknik fotografi), metode bubble point (penentuan ukuran pori maksimum dengan menghembuskan udara ke dalam membran yang berisi cairan), metode mercury intrusion (merkuri di dorong ke dalam membran dimana volume merkuri ditentukan pada setiap tekanan dan menghasilkan suatu persamaan antara tekanan dan volume merkuri, dari persamaan tersebut dapat ditentukan ukuran pori membran) dan metode permeabilitas. Untuk membran ultrafiltrasi dapat dikarakterisasi porinya dengan beberapa metode antara lain gas adsorption-desorption, thermoporometry (berdasarkan pengukuran kalorimetri dari perpindahan solid-liquid di dalam bahan porous), permporometry (berdasarkan penyumbatan pori disebabkan gas yang terkondensasi) dan pengukuran rejeksi solut (penentuan MWCO) (Mulder, 1991).

Penurunan kinerja membran ditunjukkan dengan fluks yang semakin menurun seiring dengan semakin lama waktu filtrasi. Penurunan fluks dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain polarisasi konsentrasi, adsorbsi, pembentukan lapisan gel dan penyumbatan pada membran. Faktor-faktor


(35)

tersebut menyebabkan terjadinya fouling pada membran. Umumnya fouling terjadi pada membran porous seperti mikrofiltrasi dan ultrafiltrasi. Fouling tergantung pada sifat fisik dan kimia seperti konsentrasi, temperatur, pH, kekuatan ion dan interaksi spesifik (ikatan hidrogen, interaksi antar dipol) (Mulder, 1991).

Ada berbagai cara untuk mengatasi fouling, antara lain pemberian perlakuan awal untuk larutan umpan, pengubahan karakteristik membran, perbaikan kondisi proses dan pencucian. Pencucian membran umumnya dilakukan melalui pencucian hidrolik, mekanik atau kimiawi (Mulder, 1991). Salah satu metode pencucian hidrolik yang banyak digunakan adalah backpulsing atau backflushing. Metode ini pada prinsipnya membalikkan aliran permeat melalui membran dalam periode waktu yang sangat pendek dan frekuensi yang tinggi. Aliran balik tersebut dapat mengangkat atau mengeluarkan partikel-partikel pengotor dari permukaan atau pori membran (Mores et al., 1999; Sondhi dan Bhave, 2001). Menurut Sondhi dan Bhave (2001), backflushing efektif dalam mengurangi fouling dan dapat menjaga fluks tetap tinggi. Selain itu, backflushing dapat mengembalikan fluks seperti semula (97,5%). Sondhi dan Bhave (2001) juga menyatakan bahwa semakin besar diameter pori efektifitas backflushing semakin tinggi. Hasil penelitian Ma et al. (2000) yang mengkaji pengaruh backflushing dan modifikasi permukaan membran terhadap penurunan fouling dengan bahan suspensi E. coli menyatakan bahwa fluks dengan menggunakan backflushing lebih tinggi dua kali lipat dibandingkan tanpa backflushing.

D. POLIPROPILEN

Polipropilen merupakan salah satu material membran yang tahan terhadap pelarut ketika konfigurasinya isotaktik. Isotaktik adalah struktur molekul dimana posisi grup metil pada rantai polipropilen terdapat pada sisi yang sama. Membran polipropilen dibuat dengan metode stretching dan phase inversion. Membran polipropilen bersifat hidrofobik dan memiliki kestabilan kimia dan termal yang baik (Mulder, 1991). Struktur molekul polipropilen dapat dilihat pada Gambar 2.


(36)

H CH3 | | [ C C ] | | H H

Gambar 2. Struktur molekul polipropilen

Menurut Syarief et al. (1989), sifat utama polipropilen antara lain : 1. Ringan (densitas 0,9 g/cm3) dan mudah dibentuk.

2. Mempunyai kekuatan tarik lebih besar dari polietilen. 3. Permeabilitas uap air rendah dan permeabilitas gas sedang. 4. Tahan terhadap suhu tinggi (150oC).

5. Tahan terhadap asam kuat, basa dan minyak.

6. Pada suhu tinggi polipropilen dapat bereaksi dengan benzen, siklen, toluen, terpektin dan asam nitrat kuat.

E. APLIKASI TEKNOLOGI MEMBRAN DALAM PEMURNIAN MINYAK NABATI

Teknologi membran telah banyak diaplikasikan untuk pemurnian minyak. Pada penelitian sebelumnya, degumming minyak kedelai dan bunga matahari menggunakan membran ultrafiltrasi pada kondisi operasi temperatur 40 - 60oC, tekanan 2 - 5 bar dan laju alir 0,3 - 0,4 m3/jam menghasilkan persentase retensi fosfolipid 72,1 - 77,0% untuk minyak bunga matahari dan 70,7 - 73,5% untuk minyak kedelai (Koris dan Vatai, 2002). Hasil penelitian lainnya yang menggunakan teknologi membran dalam degumming minyak nabati dapat dilihat pada Tabel 5.


(37)

Tabel 5. Degumming berbagai minyak nabati dengan membran

Jenis Minyak Tipe Membran

Kandungan Fosfolipid Rejeksi Fosfolipid (%) Umpan (mg/kg) Permeat (mg/kg) Minyak kedelai Membran porous (Mikrofiltrasi)

545 21 96,1 Minyak biji

bunga matahari

Membran porous (Ultrafiltrasi)

- - 97,2

Minyak biji kapas

Membran porous (Ultrafiltrasi)

580 0 ~ 100

Minyak bekatul beras

Membran nonporous 499 20 96,4

Minyak kelapa Membran nonporous 37 0 ~ 100

Groundnut oil Membran nonporous 23 0 ~ 100

Grape seed oil Membran porous (Ultrafiltrasi)

65 5 92,3 Sumber : Manjula dan Subramanian (2006)

F. FOSFOLIPID

Fosfolipid dapat dipandang sebagai asymetrical phoshoric acid diesters yang terdiri dari tiga tipe ikatan kimia, yaitu ikatan C – C, ikatan ester dan ikatan fosfoester. Fosfolipid dibagi dalam dua kelas utama tergantung pada kandungan gliserol atau sphinosylnya, yaitu gliserolfosfolipid dan sphingolipid (Akoh dan Min, 2002). Fosfolipid atau disebut juga fosfatida terdiri dari alkohol polihidrat teresterifikasi dengan asam lemak dan asam fosfat serta nitrogen. Lesitin dan sepalin adalah dua jenis fosfatida yang umum terdapat dalam minyak nabati (O’Brien et al., 2000). Struktur molekul fosfolipid dapat dilihat pada Gambar 3.

O

|| O H2C – O – C – R1

|| | R1 – C – O – CH O

| || H2C – O – P – O

| O

-Gambar 3. Struktur molekul fosfolipid (Akoh dan Min, 2002) Asam fosfatida


(38)

Fosfolipid diklasifikasikan menjadi dua bentuk yang berbeda berdasarkan kelarutannya dalam air, yaitu fosfolipid hydratable dan nonhydratable. Komponen utama dari hydratable phospholipid adalah phosphatidycholine (PC). Nonhydratable phospholipid mengandung garam magnesium dan kalsium dalam asam fosfatida dan phosphatidylethanolamine (Manjula dan Subramanian, 2006). Selain PC, fosfolipid hydratable yang terdapat dalam minyak nabati antara lain phosphatidylethanolamine (PE), phosphatidylserine (PS) dan phosphatidylinositol (PI) (Akoh dan Min, 2002). Kandungan fosfolipid di dalam minyak nabati bervariasi antara 2 – 3% (Ketaren, 1986). Fosfatida dapat dibebaskan dari sumbernya sebagai by product melalui degumming dan netralisasi. Fosfatida yang bersifat hydratable dapat dipisahkan dari minyak dengan menggunakan air atau uap. Pemisahan fosfatida yang bersifat nonhydratable umumnya lebih sulit, membutuhkan perlakuan dengan asam untuk mengubahnya menjadi bentuk yang hydratable. Asam fosfat sering digunakan untuk proses pemisahan fosfolipid nonhydratable (O’Brien et al., 2000).

Fosfolipid mempunyai dua gugus yaitu gugus polar (phosphoryl - X) dan gugus nonpolar (asam lemak). Oleh karena itu, fosfolipid cenderung membentuk agregat atau misela yang disusun oleh gugus polar dalam lingkungan aqueous (Gambar 4).

Gambar 4. Struktur misela fosfolipid (Gurr dan James, 1971) + +

+

-+ - +

-Fasa nonpolar

- + - + - + - + - +

Fasa nonpolar

+ - + + +

-+ -

+ - + - - + - + - + - + - + -

+ - +

- +


(39)

Trigliserida dan fosfolipid memiliki bobot molekul yang hampir sama. Trigliserida memiliki bobot molekul sebesar 900 Da dengan ukuran molekul 1,5 nm, sedangkan fosfolipid memiliki bobot molekul sebesar 700 Da. Oleh karena itu, sulit untuk memisahkan kedua komponen tersebut dengan menggunakan membran (Ochoa et al., 2001). Namun fosfolipid memiliki beberapa karakteristik seperti surfaktan. Fosfolipid adalah molekul amphiphilic yang memiliki gugus hidrofilik (polar) dan gugus hidrofobik (non polar). Molekul-molekul fosfolipid membentuk misela di dalam sistem non aqueous seperti minyak nabati dan heksana-minyak, yang bobot molekulnya dapat mencapai 20.000 Da atau lebih dengan ukuran molekul sekitar 18 sampai 200 nm. Ukuran atau bobot molekul tersebut melebihi ukuran pori membran atau MWCO yang dimiliki membran ultrafiltrasi dengan ukuran MWCO 20.000 Da. Oleh karena itu, fosfolipid dapat dipisahkan dengan teknologi membran (Snape dan Nakajima, 1996; Subramanian dan Nakajima, 1997; Ochoa et al., 2001; Manjula dan Subramanian, 2006).


(40)

III. METODE PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT 1.Bahan

Bahan baku utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak jarak pagar yang bijinya berasal dari Sumbawa. Bahan-bahan yang digunakan untuk analisa sampel adalah KOH 0,1 N, alkohol netral 95%, indikator phenolptalein 1%, HNO3, HCl, KH2PO4, FeCl3, larutan amonium molibdat 5%, larutan amonium vanadat 0,25%, lantanum oksida 15% dan akuades.

2.Alat

Peralatan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah modul membran hollow fiber yang dilengkapi dengan pompa diaphragma. Spesifikasi modul membran dapat dilihat pada Lampiran 1. Alat lainnya adalah gelas piala, erlenmeyer, labu ukur, cawan porselen, buret, pipet, pengaduk, penangas air, eksikator, tanur, neraca massa, stopwatch dan spektrofotometer.

B. TATA LAKSANA

Penelitian ini dilaksanakan melalui tahapan-tahapan (Gambar 5) : penelitian pendahuluan, penelitian utama dan analisa sampel.

1. Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui pengaruh lama filtrasi dan tekanan terhadap fluks dan rejeksi. Selain itu juga untuk menentukan lama dan tekanan operasi. Tekanan operasi yang diperoleh selanjutnya akan digunakan dalam penelitian utama. Sebelum memulai penelitian pendahuluan, minyak jarak dikarakterisasi terlebih dahulu. Sifat yang diamati adalah kadar fosfolipid dan kadar fosfor (P), bilangan asam,


(41)

FFA, kejernihan, warna dan kadar kalsium (Ca), magnesium (Mg) dan besi (Fe).

Penentuan lama operasi filtrasi dilakukan dengan cara mengukur fluks untuk setiap menit selama 60 menit. Selanjutnya fluks-fluks hasil pengukuran tersebut diplotkan dalam grafik fluks vs lama filtrasi sehingga lama operasi filtrasi dapat ditetapkan dari fluksnya yang konstan terhadap lama filtrasi. Setelah lama operasi filtrasi diketahui, langkah selanjutnya adalah menentukan tekanan operasi dengan mengukur fluks pada tekanan 0,25 - 1,25 bar dan lama operasi filtrasi yang diperoleh dari percobaan sebelumnya. Fluks hasil percobaan ini kemudian diplotkan dalam grafik fluks vs tekanan sehingga tekanan operasi dapat ditentukan dari fluksnya yang konstan dan tidak tergantung pada tekanan yang digunakan. Penentuan tekanan yang digunakan didasarkan pada spesifikasi alat yang memiliki rentang tekanan antara 0,25 – 1,25 bar. Pada kedua percobaan tersebut di atas, minyak hasil filtrasi selanjutnya diuji bilangan asam, FFA dan kadar fosfor dan fosfolipidnya, yaitu pada menit ke 1, 4, 7, 10, 48 dan 60, serta tekanan 0,25 – 1,25 bar.

Gambar 5. Diagram alir dari tahapan-tahapan penelitian Karakterisasi minyak jarak setelah filtrasi

Selesai Tekanan dan waktu operasi

Mulai

Penelitian pendahuluan : Kajian pengaruh lama

filtrasi dan tekanan terhadap fluks dan rejeksi

Karakterisasi minyak jarak pagar kasar

Penelitian utama : Kajian pengaruh lama filtrasi dan backflush terhadap fluks

dan rejeksi, serta kejernihan dan warna


(42)

2. Penelitian Utama

Tekanan operasi yang didapat dari penelitian pendahuluan digunakan untuk proses pemurnian minyak jarak pagar dengan lama filtrasi dan backflush yang bervariasi. Lama filtrasi yang digunakan adalah 2, 4 dan 6 menit, sedangkan lama backflush yang digunakan adalah 2, 4 dan 6 detik. Sebelum melakukan filtrasi, minyak jarak dikarakterisasi terlebih dahulu. Parameter yang diamati adalah fluks, kadar fosfor dan fosfolipid, bilangan asam, kejernihan, warna dan kadar kalsium (Ca), magnesium (Mg) dan besi (Fe).

Pada penelitian ini menggunakan membran yang sebelumnya telah dipakai untuk penentuan lama dan tekanan operasi. Pembersihan membran dilakukan dengan cara mengalirkan udara bersih ke dalam modul membran sampai membran kosong. Oleh karena membran telah digunakan untuk penelitian sebelumnya sehingga di permukaan membran telah terjadi penumpukan kotoran atau terbentuk polarisasi kosentrasi.

Filtrasi dilakukan dengan mengalirkan minyak jarak pagar ke dalam modul membran menggunakan pompa diaphragma yang dioperasikan secara otomatis. Tekanan transmembran akan mendorong minyak untuk menembus pori-pori membran yang sangat kecil sedangkan pengotor-pengotor seperti fosfolipid dan padatan tersuspensi akan tertahan oleh membran. Minyak yang telah difiltrasi selanjutnya dialirkan melalui saluran produk menuju tempat penampungan produk. Proses filtrasi akan berlangsung sesuai lama filtrasi yang telah ditentukan. Setelah lama filtrasi tercapai, backflush akan berjalan secara otomatis. Kompresor akan mendorong udara ke dalam modul membran yang sebelumnya, udara tersebut disaring terlebih dahulu di dalam suatu unit membran khusus sehingga dihasilkan udara yang bersih, kering dan steril. Udara akan menerobos masuk dari sisi produk melalui pori membran menuju sisi umpan membran, yang selanjutnya dialirkan melalui bagian bawah modul membran menuju tempat penampungan. Siklus filtrasi dan backflush sesuai durasi dan frekuensinya berlangsung berulang-ulang selama peralatan dioperasikan.


(43)

3.Analisis Sampel

Parameter yang diamati adalah kadar fosfor dan fosfolipid, bilangan asam, FFA, kejernihan, warna dan kadar kalsium (Ca), magnesium (Mg) dan besi (Fe). Prosedur analisa parameter-parameter tersebut secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 2.

C. RANCANGAN PERCOBAAN

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian utama adalah rancangan acak lengkap faktorial. Faktor-faktor yang dipelajari adalah lama filtrasi (A) dan lama backflush (B). Faktor lama filtrasi (A) mempunyai 3 taraf, yaitu 2, 4 dan 6 menit, sedangkan faktor lama backflush (B) mempunyai 3 taraf, yaitu 2, 4 dan 6 detik. Seluruh perlakuan dalam penelitian ini dilakukan dengan tiga kali ulangan. Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah fluks, kadar fosfor dan fosfolipid, bilangan asam, FFA, kejernihan, warna dan kadar kalsium (Ca), magnesium (Mg) dan besi (Fe). Model rancangan percobaan pengaruh kedua faktor terhadap parameter yang diamati adalah sebagai berikut :

Yijk = μ + Ai + Bj + ABij + εijk

dimana :

Yijk = Nilai pengamatan taraf ke-i faktor A, taraf ke-j faktor B pada ulangan ke-k

μ = Nilai rata-rata

Ai = Pengaruh sebenarnya dari taraf ke-i faktor A (lama filtrasi) Bj = Pengaruh sebenarnya dari taraf ke-j faktor B (lama backflush) ABij = Pengaruh sebenarnya dari interaksi taraf ke-i faktor A dengan

taraf ke-j faktor B

εijk = Pengaruh kesalahan percobaan

Untuk mengetahui signifikasi pengaruh kedua faktor tersebut selanjutnya dilakukan analisis sidik ragam terhadap parameter-parameter yang diamati dan


(44)

uji lanjut Duncan terhadap data-data yang dihasilkan sesuai model rancangan percobaan yang digunakan.


(45)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PENELITIAN PENDAHULUAN

Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui pengaruh lama filtrasi dan tekanan terhadap fluks permeat dan rejeksi asam lemak bebas dan fosfolipid. Selain itu juga untuk menentukan lama filtrasi dan tekanan operasi. 1. Pengaruh Lama Filtrasi Terhadap Fluks Dan Rejeksi

Pada pengujian pengaruh lama filtrasi terhadap fluks, mikrofiltrasi minyak jarak dilakukan pada tekanan 0,25 bar dan suhu ruang (29oC) selama 60 menit. Dari percobaan ini didapatkan data-data seperti terlampir pada Lampiran 3 dan terlihat pada Gambar 6.

0 1 2 3 4 5

0 10 20 30 40 50 60 70

Lama Filtrasi (menit)

Fluks (

l/m

2 . j

a

m

)

Gambar 6. Profil hubungan antara lamanya filtrasi dengan fluks Gambar tersebut menunjukkan bahwa selama mikrofiltrasi minyak jarak fluks relatif berharga konstan. Keadaan tunak tercapai setelah 4 menit operasi berlangsung. Fenomena tersebut menunjukkan bahwa pada mikrofiltrasi minyak jarak tidak terjadi “long-term fouling”. Proses relatif stabil dan tidak terjadi fouling yang berarti. Berdasarkan data-data tersebut untuk penelitian selanjutnya lama operasi filtrasi ditetapkan 4 menit.


(1)

enzim atau mikroba (Ketaren, 1986). Perubahan bilangan asam dan FFA terjadi karena adanya proses oksidasi dan hidrolisis. Jika di dalam minyak terjadi proses oksidasi dan hidrolisis maka jumlah asam lemak bebas dalam minyak akan meningkat.

Membran yang digunakan pada penelitian ini terbuat dari serat polipropilen yang bersifat hidrobik. Membran yang bersifat hidrofobik dapat berinteraksi dengan gugus hidrofobik (bagian ekor) yang dimiliki oleh molekul fosfolipid sehingga permukaan membran akan bersifat hidrofilik. Molekul asam lemak bebas bersifat hidrofobik sehingga seharusnya molekul asam lemak bebas tidak dapat melewati pori membran. Namun, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya ukuran molekul asam lemak jauh lebih kecil dibandingkan diameter pori membran. Oleh karena itu, asam lemak bebas tidak dapat ditahan oleh membran mikrofiltrasi.

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam, faktor A (lama filtrasi), faktor B (lama backflush) dan interaksi kedua faktor (lama filtrasi dan backflush) berpengaruh nyata terhadap bilangan asam dan FFA. Uji lanjut Duncan untuk faktor A menunjukkkan bahwa pengaruh lama filtrasi 2, 4 dan 6 menit terhadap bilangan asam dan FFA berbeda nyata satu terhadap lainnya. Hasil yang sama juga ditunjukkan oleh pengaruh lama backflush 2, 4 dan 6 detik yang memberikan bilangan asam dan FFA yang berbeda nyata satu terhadap lainnya.

Pengaruh lama filtrasi dan backflush

terhadap rejeksi fosfolipid

Rejeksi fosfolipid merupakan parameter utama untuk mengetahui efektifitas membran dalam memisahkan gum. Rejeksi fosfolipid selama mikrofiltrasi minyak jarak pada berbagai perlakuan dapat dilihat pada Gambar 5. Dari gambar tersebut teramati bahwa semakin panjang periode backflush rejeksi fosfolipid cenderung semakin menurun. Hal ini disebabkan karena dengan

periode backflush yang panjang, tumpukan misela fosfolipid lebih banyak yang terangkat dari permukaan membran. Akibatnya setelah backflush, fosfolipid yang memiliki ukuran yang lebih kecil dari pori membran akan dengan mudah lolos.

0 5 10 15 20 25 30 35

A1 A2 A3

Perlakuan

R

ej

ek

si F

o

sf

o

lip

id

(%

)

B1 B2 B3

Gambar 5. Rejeksi fosfolipid selama mikrofiltrasi minyak jarak pada berbagai perlakuan

Di dalam minyak, fosfolipid membentuk agregat atau misela dimana gugus yang bersifat hidrofobik (bagian ekor) berada di sisi luar, sedangkan gugus yang bersifat hidrofilik (bagian kepala) berada di sisi dalam misela. Membran yang bersifat hidrofobik dapat berinteraksi dengan gugus hidrofobik dari molekul fosfolipid. Hal ini menyebabkan permukaan membran tertutupi oleh molekul fosfolipid dan membran menjadi bersifat hidrofilik. Misela fosfolipid cenderung bersifat hidrofobik sehingga misela fosfolipid dapat ditahan oleh membran mikrofiltrasi. Selain itu, semakin lama waktu filtrasi akan mengakibatkan jumlah fosfolipid yang lolos dalam permeat semakin rendah atau rejeksi fosfolipid semakin besar. Hal ini disebabkan terbetuknya lapisan gel yang merupakan tumpukan dari misela fosfolipid di atas permukaan yang dapat memperkecil ukuran pori membran yang sebenarnya. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam, faktor A (lama filtrasi), faktor B (lama backflush) dan interaksi kedua faktor (lama filtrasi dan lama backflush) berpengaruh nyata terhadap rejeksi fosfolipid. Uji lanjut Duncan untuk faktor A menunjukkan bahwa pengaruh filtrasi selama 2 dan 4


(2)

menit terhadap rejeksi fosfolipid tidak berbeda nyata, tetapi berbeda nyata dengan filtrasi selama 6 menit. Uji lanjut Duncan untuk pengaruh lama backflush terhadap rejeksi fosfolipid memperoleh hasil yang berbeda dengan waktu filtrasi dimana perlakuan backflush selama 4 dan 6 detik memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap rejeksi fosfolipid, tetapi keduanya berbeda nyata dengan perlakuan backflush selama 2 detik.

Pengaruh lama filtrasi dan backflush

terhadap rejeksi logam

Fosfolipid dapat dibedakan menjadi dua jenis berdasarkan kelarutannya dalam air, yaitu fosfolipid hydratable dan nonhydratable (Manjula dan Subramanian, 2006). Fosfolipid nonhydratable merupakan fosfolipid yang tidak larut dalam air, sehingga dalam pemisahannya tidak bisa hanya dengan mengalirkan uap air dan air saja. Umumnya di dalam struktur molekul fosfolipid ini berikatan dengan logam. Logam yang berikatan antara lain magnesium, kalsium dan besi. Oleh karena itu, pada penelitian ini juga dianalisis kandungan logam yang terdapat dalam minyak yang mengindikasikan adanya fosfolipid nonhydratable di dalam minyak jarak. Parameter yang diamati untuk mengetahui pengaruh lama filtrasi dan backflush terhadap penurunan logam adalah rejeksi logam (Ca, Mg dan Fe) (Gambar 6, 7 dan 8).

0 20 40 60 80 100 120

A1 A2 A3

Perlakuan

Re

je

k

si

Ca

(

%

) B1B2

B3

Gambar 6. Rejeksi Ca yang dihasilkan dari mikrofiltrasi minyak jarak pada berbagai perlakuan

Gambar 6 menunjukkan rejeksi Ca yang dihasilkan dari mikrofiltrasi minyak jarak. Untuk filtrasi selama 4 dan 6 menit dengan backflush selama 4 detik rejeksi Ca meningkat selanjutnya menurun dengan backflush selama 6 detik. Fenomena ini terjadi karena pencucian selama periode yang panjang akan menghilangkan kotoran lebih banyak sehingga filtrasi minyak setelah backflush akan menurunkan rejeksi. Hal ini disebabkan kotoran yang ukurannya lebih kecil dari pori membran dapat melewati membran. Kalsium yang terdapat dalam minyak jarak terdapat dalam bentuk garam kalsium yang berikatan dengan molekul fosfolipid.

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa faktor A (lama filtrasi), faktor B (lama backflush) dan interaksi kedua faktor (lama filtrasi dan lama backflush) berpengaruh nyata terhadap rejeksi kalsium. Uji lanjut Duncan untuk faktor A menunjukkan bahwa pengaruh filtrasi selama 2 dan 6 menit terhadap rejeksi kalsium tidak berbeda nyata, tetapi keduanya berbeda nyata dengan perlakuan filtrasi selama 4 menit. Uji lanjut Duncan untuk faktor B menunjukkan bahwa pengaruh backflush selama 4 dan 6 detik terhadap rejeksi kalsium tidak berbeda nyata, tetapi keduanya berbeda nyata dengan backflush selama 2 detik.

0 20 40 60 80 100 120

A1 A2 A3

Perlakuan

Re

je

k

si

M

g

(

%

) B1

B2 B3

Gambar 7. Rejeksi Mg yang dihasilkan dari mikrofiltrasi minyak jarak pada berbagai perlakuan

Dari Gambar 7 dapat diamati bahwa dengan semakin meningkatnya lama filtrasi dan backflush rejeksi magnesium


(3)

cenderung meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa kotoran yang mengandung magnesium memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan pori membran. Oleh karena itu, polarisasi konsentrasi yang terjadi semakin intensif. Magnesium di dalam minyak jarak terdapat dalam bentuk garam magnesium yang berikatan dengan molekul fosfolipid.

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam, faktor A (lama filtrasi), faktor B (lama backflush) dan interaksi kedua faktor (lama filtrasi dan lama backflush) berbeda nyata terhadap rejeksi magnesium. Uji lanjut Duncan untuk faktor A menunjukkan bahwa pengaruh filtrasi selama 2 dan 6 menit terhadap rejeksi magnesium tidak berbeda nyata, tetapi berbeda nyata dengan filtrasi selama 4 menit. Uji lanjut Duncan untuk faktor B menunjukkkan bahwa pengaruh backflush selama 2, 4 dan 6 detik berbeda nyata satu terhadap lainnya.

0 20 40 60 80 100 120

A1 A2 A3

Perlakuan

Re

je

k

si

F

e

(%

)

B1 B2 B3

Gambar 8. Rejeksi Fe yang dihasilkan dari mikrofiltrasi minyak jarak pada berbagai perlakuan

Gambar 8 menunjukkan rejeksi besi setelah mikrofiltrasi minyak jarak. Pada perlakuan filtrasi selama 2 menit, rejeksi besi setelah backflush selama 4 detik lebih tinggi dibandingkan setelah backflush selama 2 dan 6 detik. Lain halnya dengan perlakuan filtrasi selama 4 dan 6 menit, dimana kedua perlakuan tersebut mempunyai kecenderungan yang sama, yaitu rejeksi besi lebih tinggi ditunjukkan oleh backflush selama 2 dan 6 detik dibandingkan dengan backflush selama 4 detik. Fenomena ini dapat disebabkan oleh

perbedaan tingkat akumulasi kotoran di dalam membran. Besi di dalam minyak jarak terdapat dalam bentuk garam besi yang berikatan dengan molekul fosfolipid. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam, faktor A (lama filtrasi) tidak berpengaruh nyata terhadap rejeksi besi. Faktor B (lama backflush) dan interaksi kedua faktor (lama filtrasi dan lama backflush) berpengaruh nyata terhadap rejeksi besi. Uji lanjut Duncan untuk faktor B menunjukkan bahwa pengaruh backflush selama 2, 4 dan 6 detik terhadap rejeksi besi berbeda nyata satu terhadap lainnya.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa logam yang dapat direjeksi oleh membran paling tinggi adalah besi. Hal ini dapat disebabkan karena bobot molekul besi paling besar dibandingkan kalsium dan magnesium. Logam-logam yang terkandung dalam minyak jarak ini tidak hanya logam yang berikatan dengan fosfolipid tetapi juga dapat berupa kotoran-kotoran yang tidak larut dalam minyak (fat insoluble dan terdispersi dalam minyak) dan logam yang terkandung dalam pigmen. Penelitian yang dilakukan oleh Subramanian dan Nakajima (1997), menyatakan bahwa tidak hanya fosfolipid hydratable yang dapat dipisahkan dengan membran tetapi juga fosfolipid nonhydratable. Bahkan penurunannya lebih tinggi dibandingkan dengan degumming dengan metode konvensional.

Pengaruh lama filtrasi dan backflush

terhadap kejernihan

Pengukuran kejernihan minyak dilakukan menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang P sebesar 625 nm. Minyak jarak kasar yang digunakan dalam penelitian ini memiliki kejernihan sebesar 52,92 6 13,41%. Gambar 9 menunjukkan peningkatan kejernihan minyak setelah mikrofiltrasi. Peningkatan

kejernihan dihitung dengan membandingkan minyak setelah mikrofiltrasi dengan minyak kasar. Untuk filtrasi selama 2 dan 4 menit, perlakuan


(4)

backflush yang memberikan peningkatan kejernihan paling tinggi adalah 2 detik, selanjutnya 6 dan 4 detik. Berbeda dengan fenomena yang ditunjukkan pada perlakuan filtrasi selama 6 menit, semakin panjang periode backflush kejernihan minyak semakin meningkat. Apabila filtrasi berlangsung lebih lama maka polarisasi konsentrasi semakin intensif sehingga kotoran yang menumpuk di permukaan membran semakin banyak. Penumpukkan kotoran tersebut menyebabkan pori-pori membran tertutup dan memperkecil ukuran pori sebenarnya sehingga molekul fosfolipid yang memiliki ukuran yang lebih kecil dari pori membran dapat ditahan oleh membran. Backflush akan menghilangkan atau mengangkat kotoran-kotoran tersebut, sehingga semakin panjang periode backflush dan semakin tinggi frekuensi backflush kotoran yang menumpuk tersebut akan lebih banyak terangkat. Kejernihan minyak dipengaruhi oleh jumlah kotoran di dalam minyak. Semakin sedikit kotoran di dalam minyak maka minyak semakin jernih. Oleh karena itu, semakin panjang periode backflush kejernihannya semakin rendah dan peningkatan kejernihan semakin rendah pula.

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180

A1 A2 A3

Perlakuan

P

e

ni

n

g

ka

ta

n K

e

je

r

n

ih

a

n

M

in

yak

(

%

)

B1 B2 B3

Gambar 9. Peningkatan kejernihan minyak setelah mikrofiltrasi minyak jarak pada berbagai perlakuan

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam, faktor A (lama filtrasi), faktor B (lama backflush) dan interaksi kedua faktor (lama filtrasi dan waktu backflush) berpengaruh nyata terhadap peningkatan kejernihan

minyak. Uji lanjut Duncan untuk faktor A menunjukkan bahwa pengaruh filtrasi selama 2, 4 dan 6 menit terhadap peningkatan kejernihan minyak berbeda nyata satu terhadap lainnya. Hal yang sama terjadi pada backflush selama 2, 4 dan 6 detik memberikan pengaruh yang berbeda nyata satu terhadap lainnya pada peningkatan kejernihan minyak.

Pengaruh lama filtrasi dan backflush

terhadap warna

Pengukuran warna minyak dilakukan menggunakan colorimeter. Parameter yang diukur adalah color difference (ΔE), yaitu suatu nilai warna dengan membandingkannya dengan warna standar. Standar yang digunakan dalam pengukuran warna ini adalah minyak jarak kasar sebelum filtrasi. Semakin tinggi color difference, warna sampel semakin berbeda dengan warna standar. Color difference permeat yang dihasilkan dari mikrofiltrasi minyak jarak pada berbagai perlakuan dapat dilihat pada Gambar 10.

0 2 4 6 8 10 12

A1 A2 A3

Perlakuan

Co

lo

r Di

fe

re

n

ce B1B2

B3

Gambar 10. Color difference permeat yang dihasilkan dari mikrofiltrasi minyak jarak pada berbagai perlakuan

Dari gambar tersebut dapat diamati bahwa pada perlakuan filtrasi selama 2 menit, semakin panjang periode backflush, color difference semakin meningkat. Pada perlakuan filtrasi selama 4 menit, backflush selama 4 detik menurunkan color difference dan meningkat dengan backflush selama 6 detik. Sementara pada perlakuan filtrasi selama 6 menit dan backflush selama 2 dan


(5)

4 detik color difference cenderung stabil, dan meningkat dengan backflush 6 detik. Warna minyak dapat dilihat dari nilai L (kejernihan), a (hijau-merah) dan b (biru-kuning). Minyak jarak kasar memiliki nilai L sebesar 31,70 6 0,81, a sebesar 33,40 6 0,18 dan b sebesar 82,54 6 1,56. Untuk perlakuan dengan color difference tertinggi yaitu perlakuan filtrasi selama 2 menit dengan backflush selama 6 detik (7,58) memiliki kejernihan yang lebih tinggi, nilai a cenderung konstan dan nilai b cenderung meningkat dibandingkan dengan minyak jarak kasar. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa semakin tinggi color difference sampel semakin meningkat kecerahan dan warna kuningnya.

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam, faktor A (lama filtrasi) berpengaruh nyata terhadap nilai color difference, sedangkan faktor B (lama backflush) dan interaksi kedua faktor (lama filtrasi dan lama backflush) tidak berpengaruh nyata terhadap color difference. Uji lanjut Duncan untuk faktor A menunjukkan bahwa pengaruh filtrasi selama 4 dan 6 menit terhadap color difference tidak berbeda nyata, tetapi keduanya berbeda nyata dengan filtrasi selama 2 menit.

Minyak jarak pagar memiliki warna kuning. Hal ini menunjukkan bahwa minyak jarak mengandung zat warna karotenoid. Zat warna tersebut larut dalam minyak. Karotenoid memiliki bobot molekul < 570 Da (Manjula dan Subramanian, 2006). Berdasarkan bobot molekul karotenoid, membran mikrofiltrasi sebenarnya tidak mampu untuk memisahkan zat warna tersebut dari minyak. Interaksi antara bahan membran yang bersifat hidrofobik dengan gugus yang bersifat hidrofobik dari molekul fosfolipid dapat mengubah sifat membran menjadi hidrofilik. Zat warna yang larut dalam minyak seperti karotenoid dan klorofil bersifat hidrofobik sehingga zat warna tersebut dapat ditahan oleh membran. Zat warna dalam minyak tidak hanya zat warna alami tetapi juga ada zat warna yang

dihasilkan dari proses oksidasi dan dekomposisi minyak sehingga diduga zat warna yang tertahan dalam membran adalah zat warna dari hasil proses tersebut dimana zat warna tersebut memiliki ukuran molekul yang lebih besar dari ukuran pori membran.

KESIMPULAN

Proses pemurnian minyak jarak pagar dengan filtrasi membran berukuran 0,01 μm mampu menurunkan kadar fosfolipid dalam minyak jarak pagar. Perlakuan terbaik yang memberikan rejeksi fosfolipid tertinggi adalah filtrasi selama 4 menit dengan backflush selama 2 detik dengan rejeksi fosfolipid sebesar 25,47%. Perlakuan backflush mampu merecovery dan meningkatkan fluks. Perlakuan terbaik yang menghasilkan fluks tertinggi adalah filtrasi selama 2 menit dengan backflush selama 6 detik, dengan fluks sebesar 8,42 l/m2. jam. Selain itu, mikrofiltrasi minyak jarak dan perlakuan backflush mampu merejeksi logam kalsium (Ca), magnesium (Mg) dan besi (Fe) serta meningkatkan kejernihan dan color difference. Namun demikian, mikrofiltrasi minyak jarak belum mampu untuk menurunkan bilangan asam dan FFA.

DAFTAR PUSTAKA Amalia Kartika, I. 2006. Purification of twin-screw extruder-pressed sunflower oil using polyethersulfone ultrafiltration membranes. Jurnal Teknologi Industri Pertanian 16 : 58 – 65.

Carelli, A. A, L. N. Ceci dan G. H. Crapiste. 2002. Phosphorus to phospholipid conversion factors for crude and degummed sunflower oils. JAOCS 79 : 1177–1180.

Diosady, L. L., P. Sleggs dan T. Kaji. 1982. Chemical degumming of canola oils. JAOCS : 313-316.

Haas, W. dan M. Mittelbach. 2000. Detoxification experiments with the seed oil from Jatropha curcas L.


(6)

Industrial Crops and Product 12 : 111– 118.

Johnston, R. T. dan M. Saltzman. 1971. Industrial color technology. American Chemical Society, Washington D. C. Kandpal, J.B. dan M. Madan. 1995.

Jatropha curcas : A renewable source of energy for meeting future energy need. Renewable Energy 6 : 159-160. Ketaren, S. 1986. Pengantar teknologi

minyak dan lemak pangan. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.

Koseoglu, S. S. dan D. E. Engelgau. 1990. Membrane applications and research in the edible oil industry : an assesment. J. Am. Oil. Chem. Soc., 67 : 239 -249. Manjula, S. dan R. Subramanian. 2006.

Membrane technology in degumming, dewaxing, deacidifying and decolorizing edible oils. Critical Reviews in Food Science and Nutrition 46 : 569 - 592.

Mores, W. D., C. N. Bowman dan R. H. Davis. 1999. Theoritical and experimental flux maximization by optimization of backpulsing. Journal of Membrane Science 165 : 225 – 236. Mulder, M. 1991. Basic principles of

membrane technology. Kluwer Academic Publishers, Dordrecht.

Ochoa, N., C. Pagliero, J. Marchese dan M. Mattea. 2001. Ultrafiltration of vegetable oils degumming by polymeric membranes. Separation and Purification Technology 22-23: 417-422.

Pagliero, C., N. Ochoa, J. Marchese dan M. Mattea. 2001. Degumming of crude soybean oil by ultrafiltration using polymeric membranes. JAOCS, Vol. 78 : 793–796.

Paquot, C. 1979. Standard method for the analysis of oils, fats and derivatives. Pergamon Press, England.

Snape, J. B dan M. Nakajima. 1996. Processing of agricultural fats and oils using membrane technology. Journal of Food Engineering 30 : 1–41.

Soerawidjaja, Y.H., T.P. Brodjonegoro, L.K. Reksowardoyo. 2005.

Memobilisasi upaya penegakan industri biodiesel di Indonesia. Pusat Penelitian Pendayagunaan Sumberdaya Alam dan Pelestarian Lingkungan ITB, Bandung. Sondhi, R. dan R. Bhave. 2001. Role of

backpulsing in fouling minimization in crossflow filtration with ceramic membranes. Journal of Membranes Science 186 : 41–52.

Subramanian, R. dan M. Nakajima. 1997. Membrane degumming of crude soybean and rapeseed oils. JAOCS 74 : 971 – 975.