TEKNOLOGI MEMBRAN TINJAUAN PUSTAKA

proses oksidasi dan dekomposisi minyak serta zat lain yang belum dapat diidentifikasi. Pemisahan gum degumming merupakan suatu proses pemisahan getah atau lendir-lendir yang terdiri dari fosfatida, protein, residu, karbohidrat, air dan resin tanpa mengurangi jumlah asam lemak bebas dalam minyak. Biasanya proses ini dilakukan dengan cara dehidratasi gum atau kotoran lain agar supaya bahan tersebut lebih mudah terpisah dari minyak. Bahan tersebut selanjutnya dipisahkan dari minyak melalui proses pemusingan sentrifugasi. Metode degumming yang paling umum adalah dengan mengalirkan uap air panas dan air ke dalam minyak Ketaren, 1986. Sejumlah air atau uap air 2 – 4 ditambahkan pada minyak kasar untuk menggumpalkan gum. Kemudian gum dipisahkan dengan sentifugasi Carr, 1989. Dalam proses water-degumming , kandungan fosfolipid di dalam minyak menurun hingga mencapai 1800 – 6000 mgkg dengan kandungan fosfor sebesar 60 - 200 mgkg Segers dan van der Sande, 1990. Selain itu, proses degumming dapat juga dilakukan dengan penambahan asam fosfat seperti yang dilakukan oleh Diosady et al. 1982 dimana di dalam degumming asam, kemampuan hidrasi fosfolipid ditingkatkan dengan penambahan asam fosfat atau sitrat dan kandungan fosfolipid di dalam minyak menurun sebesar 1500 mgkg. Sianturi 1998 melakukan degumming minyak kelapa sawit kasar dengan penambahan 0,09 vw asam fosfat 85. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar fosfolipid minyak kelapa sawit menurun hingga 98. Pada kasus lainnya, degumming minyak jarak pagar dengan asam fosfat atau sitrat dapat menurunkan kandungan fosfor sebesar 85 Yuliani et al., 2006.

C. TEKNOLOGI MEMBRAN

Membran adalah suatu selaput semi permeabel yang berupa lapisan tipis. Selaput tersebut dapat memisahkan dua fasa dengan cara menahan komponen tertentu dan melewatkan komponen lainnya melalui pori-pori Osada dan Nakagawa, 1992. Membran adalah suatu pembatas yang selektif antara dua fasa. Membran dapat berukuran tebal atau tipis, dapat memiliki struktur yang homogen atau heterogen, perpindahannya dapat bersifat aktif atau pasif dengan “driving force” berupa perbedaan tekanan, konsentrasi atau temperatur. Berdasarkan bahan bakunya, membran dapat dibedakan atas membran alami dan sintetik, sedangkan berdasarkan sifat kelistrikannya membran dapat dibedakan atas membran bermuatan positif atau negatif dan tidak bermuatan netral Mulder, 1991. Membran dapat diklasifikasikan atas beberapa grup antara lain berdasarkan bahan bakunya, morfologi dan ukuran partikel yang dipisahkan. Berdasarkan bahan bakunya membran dapat dibedakan atas membran biologi dan sintetik. Membran sintetik dibedakan atas dua yaitu organik polimer organik dan inorganik material inorganik seperti keramik, gelas dan metal. Berdasarkan morfologinya, membran dibedakan atas membran simetrik dan membran asimetrik. Membran simetrik memiliki struktur pori yang seragam sedangkan membran asimetrik memiliki struktur ukuran pori yang tidak seragam. Berdasarkan ukuran partikel yang dipisahkan dan tekanan yang digunakan, membran dapat dibedakan atas mikrofiltrasi, ultrafiltrasi dan reverse osmosis. Perbedaan karakteristik antara mikrofiltrasi, ultrafiltrasi dan reverse osmosis dapat dilihat pada Tabel 3. Selain itu, membran dapat diklasifikasikan berdasarkan struktur dan prinsip pemisahan, yaitu membran porous mikrofiltrasi, ultrafiltrasi, non porous pemisahan gas, pervaporasi dan liquid film pemisahan dilakukan dengan penambahan suatu carrier molecule ke dalam suatu liquid membrane Mulder,1991. Unit terkecil dimana membran ditempatkan disebut dengan modul. Modul merupakan bagian yang penting dalam instalasi membran Mulder, 1991. Belfort et al. 1994 menyebutkan bahwa fungsi utama uji modul membran atau test cell adalah untuk pemisahan suspensi umpan dari larutan permeat, mempertahankan pressure drop sepanjang modul membran serta untuk mendapatkan fluks permeat dan selektifitas yang diinginkan. Modul membran diklasifikasikan menjadi lima, yaitu hollow fiber, spiral wound, plate and frame , tubular dan capillary. Perbandingan karakteristik modul membran dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 3. Karakteristik mikrofiltrasi, ultrafiltrasi dan reverse osmosis Parameter Mikrofiltrasi Ultrafiltrasi Reverse Osmosis Ukuran molekul yang ditahan Dalton Lebih besar dari 10 6 0,01- 10 μm 10 3 - 10 6 0,001-0,02 μm Lebih kecil dari 1000 lebih kecil dari 0,001 μm Kepentingan tekanan osmotik dari larutan umpan Tidak penting Tidak penting Penting Tekanan yang digunakan bar Lebih kecil dari 2 1 - 15 Lebih besar dari 20 Mekanisme retensi membran Penyaringan molekul Penyaringan molekul Pengangkutan secara difusi, penyaringan molekul Fluks lm 2 .jam Lebih besar dari 300 30 – 300 3 – 30 Sumber : Renner dan El-Salam 1991 Tabel 4. Perbandingan karakteristik modul membran Karakteristik Hollow fiber Spiral wound Plate and frame Tubular Capillary Luas permukaan membran Sangat besar Sedang Sedang Sangat kecil Sedang Wall shear rate Sangat rendah Sedang Sedang Sangat tinggi Sedang Penggandaan skala Mudah Mudah Cukup sulit Sulit Sulit Fluks permeat Rendah Sedang Tinggi Tinggi Tinggi Kecenderungan terjadinya ”blocking” pada jalur aliran umpan Sangat tinggi Tinggi Sedang Sangat rendah Rendah Sumber : Belfort et al. 1994 Modul membran hollow fiber terdiri dari susunan serat halus yang disusun menjadi satu bundle dimana setiap satu bundle tersusun dari 45 – 3000 serat. Keuntungan dari penggunaan modul membran hollow fiber antara lain luas permukaan per volume yang besar, volume pengisian yang kecil, ketahanan terhadap kemungkinan penghambatan aliran cukup tinggi, dapat dibersihkan dengan backflushing dan konsumsi energi rendah. Kerugian penggunaan membran hollow fiber antara lain serat-serat mudah tersumbat, tekanan maksimum yang digunakan rendah, sambungan beberapa elemen terbatas pada konfigurasi pararel, sulit untuk mempertahankan fluks yang tinggi pada larutan dengan viskositas tinggi dan kerusakan pada salah satu serat memerlukan penggantian keseluruhan modul membran Renner dan El-Salam, 1991. Menurut Mulder 1991, kemampuan membran untuk memisahkan komponen-komponen disebabkan karena perbedaan sifat fisik atau kimia antara membran dengan komponen yang dipisahkan. Prinsip operasi pemisahan dengan menggunakan membran adalah memisahkan satu atau lebih komponen dalam suatu aliran fluida. Secara umum proses ini digunakan untuk memisahkan makromolekul, substansi biologi, komponen yang tidak terlarut suspensi dan koloid serta partikel lain yang tidak dikehendaki dalam suatu cairan. Prinsip operasi membran secara skematis dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Skema proses pemisahan dengan membran Mulder, 1991 Kinerja performance membran terutama dipengaruhi oleh karakteristik membran yang digunakan. Karakteristik membran tersebut diantaranya meliputi struktur dan ukuran pori serta sifat fisik kimia lainnya seperti morfologi dan bahan baku membran. Parameter utama yang digunakan dalam penilaian kinerja membran filtrasi adalah fluks dan rejeksi Osada dan Nakagawa, 1992. Secara umum fluks didefinisikan sebagai volume aliran yang melalui membran per unit luas permukaan membran dan satuan waktu. Umumnya satuan yang digunakan adalah liter per meter persegi per jam literm 2 .jam. Parameter operasi yang mempengaruhi fluks antara lain Umpan Retentat Permeat modul membran tekanan, konsentrasi umpan, temperatur dan potensial listrik Mulder, 1991. Tekanan transmembran merupakan gradien tekanan antara sisi retentat dan sisi permeat dari membran. Dalam prakteknya dihitung sebagai tekanan rata-rata antara tekanan inlet sisi umpan dan tekanan outlet sisi retentat dari modul membran yang umumnya satuan yang digunakan adalah bar atau Mpa. Semakin tinggi tekanan transmembran maka fluks dan laju transpor solut ke permukaan membran semakin meningkat. Pengaruh dari konsentrasi umpan yaitu dengan adanya kenaikan konsentrasi umpan, fluks akan menurun. Apabila konsentrasi umpan sama dengan konsentrasi gel maka fluks sama dengan nol. Meskipun sulit untuk mencapai konsentrasi gel, hal ini perlu dipertimbangkan sebagai batas konsentrasi maksimun untuk retentat. Secara umum, semakin tinggi temperatur akan meningkatkan fluks. Efek dari temperatur ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain menurunnya viskositas larutan, meningkatnya difusivitas solut, perubahan interaksi antara membran dan solut Renner dan El-Salam, 1991. Efisiensi membran, menurut Mulder 1991, ditentukan dengan dua parameter utama yaitu selektifitas dan aliran yang melalui membran. Selektifitas pada membran diperlihatkan dengan dua parameter, yaitu rejeksi R atau faktor pemisahan α. Untuk pemisahan larutan, selektifitas ditunjukkan dengan rejeksi R yang dinyatakan sebagai berikut : 100 x - 1 100 x R ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ = ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − = f p f p f c c c c c dimana c f adalah konsentrasi zat terlarut di dalam umpan dan c p adalah konsentrasi zat terlarut di dalam permeat. R dinyatakan dalam persen. Untuk pemisahan gas dan cairan organik, selektifitas ditunjukkan dengan faktor pemisahan α. Rejeksi menunjukkan kemampuan suatu membran untuk menahan suatu komponen agar tidak melewati membran. Pada proses pemisahan dengan membran, sebagian molekul atau partikel dapat dilewatkan melalui pori membran dan sebagian lagi tertahan oleh permukaan membran Renner dan El-Salam, 1991. Komponen yang dapat ditahan harus memiliki bobot molekul yang lebih besar dari batas bobot molekul yang dapat ditahan oleh membran atau disebut dengan MWCO. Menurut Renner dan El-Salam 1991, MWCO Molecular Weight Cut Off adalah bobot molekul terkecil dari zat yang dapat ditahan oleh pori-pori membran. Zat yang memiliki bobot molekul di atas MWCO suatu membran tidak dapat melewati pori membran, sebaliknya zat dengan bobot molekul lebih rendah dari MWCO membran dapat melewati pori membran tersebut. Umumnya konsep ”cut off” digunakan untuk karakterisasi pori membran. Cut off didefinisikan sebagai bobot molekul makromolekul dimana 90 dapat ditahan oleh membran. Misalnya membran memiliki MWCO sebesar 40.000 Da berarti seluruh solut dengan bobot molekul lebih besar dari 40.000 Da dapat ditahan oleh membran lebih besar dari 90. Makromolekul yang umum digunakan untuk penentuan MWCO antara lain protein globular albumin, globulin, polisakarida bercabang dekstran atau molekul linear fleksibel polietilen glikol. Selain itu, terdapat beberapa metode lain untuk karakterisasi pori membran. Membran mikrofiltrasi umumnya dikarakterisasi dengan beberapa metode antara lain scanning electron microscopy ukuran pori membran dapat diperkirakan dengan teknik fotografi, metode bubble point penentuan ukuran pori maksimum dengan menghembuskan udara ke dalam membran yang berisi cairan, metode mercury intrusion merkuri di dorong ke dalam membran dimana volume merkuri ditentukan pada setiap tekanan dan menghasilkan suatu persamaan antara tekanan dan volume merkuri, dari persamaan tersebut dapat ditentukan ukuran pori membran dan metode permeabilitas. Untuk membran ultrafiltrasi dapat dikarakterisasi porinya dengan beberapa metode antara lain gas adsorption-desorption, thermoporometry berdasarkan pengukuran kalorimetri dari perpindahan solid-liquid di dalam bahan porous, permporometry berdasarkan penyumbatan pori disebabkan gas yang terkondensasi dan pengukuran rejeksi solut penentuan MWCO Mulder, 1991. Penurunan kinerja membran ditunjukkan dengan fluks yang semakin menurun seiring dengan semakin lama waktu filtrasi. Penurunan fluks dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain polarisasi konsentrasi, adsorbsi, pembentukan lapisan gel dan penyumbatan pada membran. Faktor-faktor tersebut menyebabkan terjadinya fouling pada membran. Umumnya fouling terjadi pada membran porous seperti mikrofiltrasi dan ultrafiltrasi. Fouling tergantung pada sifat fisik dan kimia seperti konsentrasi, temperatur, pH, kekuatan ion dan interaksi spesifik ikatan hidrogen, interaksi antar dipol Mulder, 1991. Ada berbagai cara untuk mengatasi fouling, antara lain pemberian perlakuan awal untuk larutan umpan, pengubahan karakteristik membran, perbaikan kondisi proses dan pencucian. Pencucian membran umumnya dilakukan melalui pencucian hidrolik, mekanik atau kimiawi Mulder, 1991. Salah satu metode pencucian hidrolik yang banyak digunakan adalah backpulsing atau backflushing. Metode ini pada prinsipnya membalikkan aliran permeat melalui membran dalam periode waktu yang sangat pendek dan frekuensi yang tinggi. Aliran balik tersebut dapat mengangkat atau mengeluarkan partikel-partikel pengotor dari permukaan atau pori membran Mores et al., 1999; Sondhi dan Bhave, 2001. Menurut Sondhi dan Bhave 2001, backflushing efektif dalam mengurangi fouling dan dapat menjaga fluks tetap tinggi. Selain itu, backflushing dapat mengembalikan fluks seperti semula 97,5. Sondhi dan Bhave 2001 juga menyatakan bahwa semakin besar diameter pori efektifitas backflushing semakin tinggi. Hasil penelitian Ma et al. 2000 yang mengkaji pengaruh backflushing dan modifikasi permukaan membran terhadap penurunan fouling dengan bahan suspensi E. coli menyatakan bahwa fluks dengan menggunakan backflushing lebih tinggi dua kali lipat dibandingkan tanpa backflushing.

D. POLIPROPILEN