Pola pemanfaatan lahan untuk satu Ha 100m x 100m Kelas IV menghasilkan sepuluh larikan untuk tanaman kayu dengan 330 tanaman dan 23 larikan untuk MPTS
dengan 759 tanaman. Lahan untuk tanaman pangan adalah seluas 8 512 m
2
Gambar 10.
Ø √√√√√√ Ø √√√√√√ Ø √√√√√√ Ø √√√√√√ Ø √√√√√√ Ø
√√√√√√√√√√√√√√√√√√√√√√√√√√√√√√√√√√√√√√√√√√ √√√√√√√√√√√√√√√√√√√√√√√√√√√√√√√√√√√√√√√√√√
√√√√ Ө √√√√√√ Ө √√√√√√ Ө √√√√√√ Ө √√√√√√ Ө √√√ √√√√√√√√√√√√√√√√√√√√√√√√√√√√√√√√√√√√√√√√√√
√√√√√√√√√√√√√√√√√√√√√√√√√√√√√√√√√√√√√√√√√√
Ø √√√√√√ Ø √√√√√√ Ø √√√√√√ Ø √√√√√√ Ø √√√√√√ Ø
Keterangan : Ø = Kayu-kayuan, jarak tanam 3 m Ө = MPTS, jarak tanam 3 m
√ = Tanaman Pangan Gambar 10. Pemanfaatan Lahan untuk Kelas Lereng IV
5.3.1. Kelayakan Sistem Agroforestri di Sekitar TNRAW
Dalam menetapkan kombinasi tanaman dalam sistem agroforestri harus memperhatikan beberapa faktor seperti kesesuaian lahan dan preferensi
masyarakat sebagaimana telah disampaikan di atas. Berdasarkan studi pustaka diperoleh 4 kombinasi untuk diterapkan di TNRAW dengan pola tanam yang
disarankan Mandagi 2000 berdasarkan kelas kelerengan. Kemudian dilakukan analisis finansial untuk mengetahui berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk
membangun sistem agroforestri dengan berbagai pola tanam pada empat kelas kelerengan. Hasil analisis dapat menentukan pola tanam mana yang paling baik
tanpa atau dengan memperhitungkan CER berdasarkan besarnya keuntungan, NPV dan BCR .
3
Sistem agroforestri dengan skema perdagangan karbon atau dengan memperhitungkan CER dalam analisis finansial diharapkan dapat memberikan
keuntungan lebih dari segi finansial. Potensi rosot karbon dari tiap pola tanam alternatif disajikan pada Tabel 21.
Tabel 21. Potensi Rosot Karbon Sistem Agroforestri per Hektar Selama 30 Tahun
Kelas lereng Potensi Karbon Pola Tanam Ton CHa30 Tahun
1 Jati, Kakao,
Jagung, Padi Gogo
2 Jati, Mete,
Jagung, Padi Gogo
3 Jati, Mete,
Jagung, Pisang
4 Akasia,
Mete, Jagung, Kedelai
I 73.25 81.51
81.51 240.21
II 108.92 115.94 115.94 312.56 III 202.90 220.29 220.29 541.08
IV 240.00 266.67 266.67 581.65
Pada Tabel 21 dapat dilihat bahwa ada kecenderungan semakin tinggi kelas lereng maka potensi karbon semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena
dengan asumsi Carbon Annual Mean Increment CMAI tetap dan pola tanam dengan jarak tanam yang telah ditentukan dalam Mandagi 2000. Dalam
penghitungan potensi rosot karbon yang dimasukkan hanya tanaman kayu dan MPTS sementara tanaman pertanian tidak dimasukkan karena nilainya terlalu
kecil dengan jangka waktu penanaman yang singkat maka dianggap tidak terlalu berpengaruh. Nilai potensi rosot karbon pola tanam 2 dan 3 sama pada tiap kelas
lerengnya karena tanaman kayu dan MPTSnya sama. Pola tanam 4 mempunyai potensi rosot karbon tertinggi. Tabel 22 menunjukkan pendapatan, biaya, dan
keuntungan pengusahaan sistem agroforestri di TNRAW Informasi lebih lengkap dapat dilihat di Lampiran 1-16.
74
Tabel 22. Pendapatan, Biaya dan Keuntungan Pengusahaan Pola Tanam dengan Sistem Agroforestri di TNRAW
Pola Tanam Pendapatan Rp.000
Biaya Rp.000 Keuntungan Rp.000
Keterangan Tanpa CER
Dengan CER Tanpa CER
Dengan CER Tanpa CER
Dengan CER Tanpa
CER Dengan
CER A. Kelas lereng I
1. Jati, Kakao, Jagung, Padi Gogo 717 692.67
727 911.64 198 478.44
198 643.94 519 214.23
529 267.71 3
3 2. Jati, Mete, Jagung, Padi Gogo
787 580.67 797 530.08
208 382.19 208 547.69
579 198.48 588 982.39
2 2
3. Jati, Mete, Jagung, Pisang 786 843.39
798 214.14 195 338.19
195 503.69 591 505.20
602 710.46 1
1
4. Akasia, Mete, Jagung, Kedelai 274 414.27
307 923.38 195 345.52
195 511.01 79 068.75
112 412.36 4
4 B. Kelas lereng II
1. Jati, Kakao, Jagung, Padi Gogo 1 045 199.51
1 060 393.18 201 358.36
201 523.86 843 841.14
858 869.33 3
3 2. Jati, Mete, Jagung, Padi Gogo
1 190 799.51 1 206 973.42
305 045.31 305 210.80
885 754.20 901 762.62
2 2
3. Jati, Mete, Jagung, Pisang 1 190 048.98
1 206 222.89 282 480.39
282 645.88 907 568.59
923 577.01 1
1
4. Akasia, Mete, Jagung, Kedelai 542 039.98
585 641.53 253 335.30
253 500.79 288 704.68
332 140.73 4
4 C. Kelas lereng III
1. Jati, Kakao, Jagung, Padi Gogo 2 034 671.23
2 062 975.58 512 866.49
513 031.98 1 521 804.74 1 549 943.60
3 3
2. Jati, Mete, Jagung, Padi Gogo 2 389 013.39
2 419 743.82 520 716.08
520 881.57 1 868 297.31 1 898 862.25
2 2
3. Jati, Mete, Jagung, Pisang 2 387 971.90
2 418 702.34 492 235.28
492 400.77 1 895 736.62 1 926 301.57
1 1
4. Akasia, Mete, Jagung, Kedelai 1 303 837.34
1 379 317.42 363 919.84
364 085.33 939 917.50
1 015 232.09 4
4 D. Kelas lereng IV
1. Jati, Kakao, Jagung, Padi Gogo 2 529 868.08
2 563 348.08 677 537.86
677 703.35 1 852 330.22 1 885 644.73
3 3
2. Jati, Mete, Jagung, Padi Gogo 2 732 441.86
2 769 641.86 645 551.48
645 716.97 2 086 890.38 2 123 924.88
2 2
3. Jati, Mete, Jagung, Pisang 3 076 218.50
3 113 418.50 669 953.38
670 118.87 2 406 265.12 2 443 299.62
1 1
4. Akasia, Mete, Jagung, Kedelai 1 965 045.94
2 046 186.05 570 983.54
571 149.03 1 394 062.40 1 475 037.02
4 4
Berdasarkan hasil perhitungan data sekunder di atas dari 4 pola tanam dengan sistem agroforestri yang diterapkan pada berbagai kelas lereng secara
keseluruhan menghasilkan keuntungan tanpa atau dengan memperhitung CER. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Hendri 2001 di Wilayah Perum Perhutani
KPH Cepu menunjukkan perhitungan opsi mitigasi karbon yang dievaluasi yaitu antara jati yang dirotasikan TR, jati yang tidak dirotasikan TWR, dan
Agroforestri AF bahwa berdasarkan perhitungan potensi mitigasinya opsi TWR lebih jika dibandingkan dengan TR dan AF, masing-masing sebesar 429 450;
200 888; dan 48 000 tCha. Keuntungan opsi TR bernilai negatif karena pemanenan dilakukan dalam jangka panjang long rotation. Oleh karena itu
untuk meningkatkan keuntungannya maka cara yang dapat ditempuh ialah melakukan penanaman campuran dengan penerapan sistem Perhutanan Sosial dan
penanaman tanaman bawah yang berupa tanaman jamu empon-empon. Keuntungan opsi TWR juga bernilai negatif, lebih besar dari TR karena tidak ada
pemanenan kayu. Opsi ini ditujukan untuk konservasi tanah dan air serta biodiversitasnya. Sedangkan keuntungan yang diperoleh dari opsi AF bernilai
positif karena dipanen dalam jangka pendek short rotation dan menerapkan sistem penanaman campuran. Jadi dari segi keuntungan pada ketiga opsi mitigasi
tersebut, maka opsi AF memberikan keuntungan bernilai positif, yaitu sebesar 515 280 harotasi. Dengan demikian keuntungan opsi AF inilah yang nantinya
dapat diberikan oleh Perum Perhutani KPH Cepu untuk masyarakat setempat dari aktivitas mitigasi yang dilakukan.
Dari hasil perhitungan di atas diperoleh pola tanam terbaik dari setiap kelas lereng yang disajikan pada Tabel 23 berikut :
Tabel 23. Pola Tanam Terbaik pada Tiap Kelas Lereng Berdasarkan Keuntungan Kelas
Lereng Pola
Tanam Kombinasi Tanaman
Keuntungan Rp.000 Tanpa CER
Dengan CER I
3 Jati, Mete, Jagung,Pisang
591 505.20 602 710.46
II 3
Jati, Mete, Jagung,Pisang 907 568.59
923 577.01 III
3 Jati, Mete, Jagung,Pisang
1 895 736.62 1 926 301.57
IV 3
Jati, Mete, Jagung,Pisang 2 406 265.12
2 443 299.62
Hasil analisis data menunjukkan semakin besar kelas lereng semakin besar keuntungan yang diterima karena pola tanam dengan jarak tanam yang semakin
kecil sehingga populasi tanaman per hektar semakin meningkat. Dengan asumsi hasil panen sama maka keuntungannya pun meningkat sebagaimana terlihat pada
Tabel 23 di atas. Adapun nilai keuntungan yang disampaikan pada Tabel 22 dan Tabel 23 merupakan keuntungan yang diperoleh selama 30 tahun yaitu seumur
proyek rosot karbon per hektar. Dapat dilihat bahwa biaya transaksi skema proyek karbon yang diasumsikan sebesar Rp. 7.5 Milyar untuk 30 tahun tidak
memberatkan petani atau penyelenggara proyek karena luas lahan layak Kyoto yang tersedia di sekitar TNRAW sangat luas yaitu 45 319 ha yang terbagi menjadi
4 Kelas lereng. Sehingga dengan mengikuti proyek CDM dapat menambah keuntungan petani. Kombinasi tanaman pada pola tanam 3 mempunyai nilai
ekonomis yang cukup tinggi dan selain petani sudah menguasai teknologinya untuk pemeliharaannya juga tidak terlalu sulit sehingga peluang gagal panen
sangatlah kecil. Sementara pola tanam yang memberikan hasil yang kurang
menguntungkan dibandingkan yang pola tanam lainnya disajikan pada Tabel 24 di bawah ini.
Tabel 24. Pola Tanam Terburuk pada Tiap Kelas lereng Berdasarkan Keuntungan Kelas
Lereng Pola
Tanam Kombinasi Tanaman
Keuntungan Rp.000 Tanpa CER
Dengan CER I
4 Akasia,Mete,Jagung,Kedelai
79 068.75 112 412.36
II 4
Akasia,Mete,Jagung,Kedelai 288 704.68
332 140.73 III
4 Akasia,Mete,Jagung,Kedelai
939 917.50 1 015 232.09 IV
4 Akasia,Mete,Jagung,Kedelai 1 394 062.40 1 475 037.02
Kombinasi tanaman pada pola tanam 4 merupakan alternatif terakhir yang dapat dipilih untuk sistem agroforestri di sekitar TNRAW karena berdasarkan
hasil perhitungan memberikan keuntungan yang terkecil bahkan pola tanam 4 tidak layak untuk diterapkan di kelas lereng I jika tidak memperhitungan CER.
Hal ini disebabkan rotasi tanaman yang pendek meningkatkan biaya operasional yang harus dikeluarkan tiap awal daur selain itu nilai jual akasia dibandingkan
dengan jati cukup jauh dimana 1 m
3
kayu Jati hasil penjarangan saja dihargai Rp. 1 200 000,- dan jika sudah masak tebang sebesar Rp. 3 000 000,-, sementara hasil
panen 1 m
3
kayu Akasia seharga Rp. 240 000,-. Dengan asumsi jarak tanam yang sama dan hasil panen maksimal maka dapat dipahami mengapa kombinasi
tanaman pada pola tanam 4 menghasilkan keuntungan yang paling sedikit dibandingkan pola tanam lainnya.
Sebagaimana disampaikan pada metode penelitian bahwa untuk menilai kelayakan suatu proyek dilakukan analisis finansial dengan melihat nilai NPV dan
BCR. Dimana nilai NPV menunjukkan keuntungan yang akan diperoleh selama umur investasi, merupakan jumlah nilai penerimaan arus tunai pada waktu
sekarang dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan selama waktu tertentu. Sementara BCR menunjukkan tingkat besarnya tambahan manfaat pada setiap
tambahan biaya sebesar satu satuan. Penilaian kelayakan suatu proyek menjadi lebih baik karena sudah memperhitungkan nilai suku bunga, sehingga dapat
diketahui nilai yang mendekati nilai sebenarnya pada setelah beberapa tahun umur proyek.
Hasil Analisis Finansial disampaikan pada Tabel 25 menghasilkan kesimpulan pola tanam yang terbaik dan terburuk untuk masing-masing kelas
lereng dengan penilaian berdasarkan NPV dan BCR Informasi lengkap dapat dilihat di Lampiran 1-16. Hal ini menguatkan pemilihan pola tanam terbaik yang
dilakukan sebelumnya. Dimana pola tanam 3 dengan kombinasi tanaman Jati, Mete, Jagung dan Pisang merupakan pola tanam yang terbaik untuk tiap Kelas
lereng. Nilai NPV pola tanam terbaik berkisar antara Rp. 52 142 790 ha30 thn
sampai dengan Rp. 366 922 490 ha30 tahun tanpa memperhitungkan pendapatan dari CER dan antara Rp. 55 226 360 ha30 tahun sampai dengan
Rp. 377 114 170ha30 tahun dengan memperhitungkan pendapatan dari penjualan CER.
Nilai BCR pada Tabel 25 hampir seluruhnya menunjukkan nilai di atas batas minimum suatu proyek layak atau tidak dijalankan BCR
≥ 1 kecuali pola tanam 4 di kelas lereng I. BCR untuk pola tanam terbaik berkisar antara 0.98
sampai dengan 2.96 jika tidak memperhitungkan CER dan 1.12 sampai dengan 2.90 jika CER diperhitungkan.
Analisis finansial sistem agroforestri menunjukkan hasil yang hampir seluruhnya layak karena sistem agroforestri diasumsikan menggunakan input yang
maksimal high input system untuk tiap pola tanam pada 4 kelas lereng.
79
Tabel 25. Hasil Analisis Finansial Pengusahaan Pola Tanam dengan Sistem Agroforestri di TNRAW
Pola Tanam NPV Rp.000ha
BCR Keterangan
Tanpa CER Dengan CER
Tanpa CER Dengan CER
Tanpa CER
Dengan CER
A. Kelas lereng I 1. Jati, Kakao, Jagung, Padi Gogo
33 982.88 36 911.50
1.52 1.56 Layak Layak