Layak HASIL DAN PEMBAHASAN

79 Tabel 25. Hasil Analisis Finansial Pengusahaan Pola Tanam dengan Sistem Agroforestri di TNRAW Pola Tanam NPV Rp.000ha BCR Keterangan Tanpa CER Dengan CER Tanpa CER Dengan CER Tanpa CER Dengan CER A. Kelas lereng I 1. Jati, Kakao, Jagung, Padi Gogo 33 982.88 36 911.50 1.52 1.56 Layak Layak 2. Jati, Mete, Jagung, Padi Gogo 46 331.42 49 280.58 1.67 1.71 Layak Layak

3. Jati, Mete, Jagung, Pisang 52 142.79

55 226.36 1.83 1.88 Layak Layak 4. Akasia, Mete, Jagung, Kedelai -989.84 7 639.47 0.98 1.12 Tidak Layak Layak B. Kelas lereng II 1. Jati, Kakao, Jagung, Padi Gogo 75 405.27 79 540.94 1.92 1.97 Layak Layak 2. Jati, Mete, Jagung, Padi Gogo 91 706.80 96 112.22 1.94 1.98 Layak Layak

3. Jati, Mete, Jagung, Pisang 102 930.69

107 336.11 2.19 2.24 Layak Layak 4. Akasia, Mete, Jagung, Kedelai 44 597.31 55 839.35 1.58 1.72 Layak Layak C. Kelas lereng III 1. Jati, Kakao, Jagung, Padi Gogo 178 167.36 185 910.97 2.20 2.25 Layak Layak 2. Jati, Mete, Jagung, Padi Gogo 251 198.43 259 609.68 2.62 2.68 Layak Layak 3. Jati, Mete, Jagung, Pisang 259 433.25 267 844.49 2.77 2.83 Layak Layak 4. Akasia, Mete, Jagung, Kedelai 152 189.84 171 684.56 2.08 2.22 Layak Layak D. Kelas lereng IV 1. Jati, Kakao, Jagung, Padi Gogo 246 493.26 255 661.16 2.29 2.34 Layak Layak 2. Jati, Mete, Jagung, Padi Gogo 347 967.29 358 158.90 2.84 2.89 Layak Layak

3. Jati, Mete, Jagung, Pisang 366 922.49

377 114.17 2.90

2.96 Layak

Layak 4. Akasia, Mete, Jagung, Kedelai 372 454.49 393 414.30 2.72 2.85 Layak Layak 5.3.2. Dampak Perubahan Potensi Karbon, Harga Karbon, Biaya Transaksi, Tingkat Suku Bunga dan Luas Lahan terhadap Kelayakan Usaha Analisis sensitivitas diperlukan untuk mengantisipasi kemungkinan kesalahan dalam menilai biaya atau manfaat serta untuk mengantisipasi kemungkinan terjadi perubahan suatu unsur harga pada saat proyek tersebut dilaksanakan. Jadi analisis sensitivitas dilakukan untuk melihat sampai berapa persen peningkatan atau penurunan faktor-faktor tersebut dapat mengakibatkan perubahan dalam kriteria investasi pada aspek keuangan yaitu dari layak menjadi tidak layak untuk dilaksanakan. Analisis dilakukan dengan melihat pengaruh perubahan beberapa parameter yang sangat berpengaruh pada proyek CDM, seperti Potensi Karbon, Harga Karbon, Biaya Transaksi, Tingkat Suku Bunga, Luas Lahan. Hasil yang disampaikan adalah persentase perubahan NPV dan BCR setelah ada perubahan faktor-faktor tersebut di atas dengan asumsi parameter lainnya tetap. Berdasarkan analisis sensitivitas diketahui bahwa yang paling sensitif terhadap perubahan adalah pola tanam 4 yang terdiri dari kombinasi tanaman Akasia, Mete, Jagung dan Kedelai. Hal ini disebabkan potensi rosot karbon tanaman Akasia yang lebih tinggi dibandingkan tanaman jati sebagai tanaman utama, selain itu karena asumsi pelepasan karbon pada saat kegiatan pemanenan dianggap tidak berpengaruh sehingga tanaman Akasia yang dalam hal ini memiliki daur lebih pendek sehingga pemanenan lebih sering dilakukan 4 kali selama masa daur jika dibandingkan dengan tanaman Jati. Analisis sensitivitas akibat perubahan nilai potensi karbon berdasarkan skenario potensi karbon yang disajikan pada Tabel 26. Tiap jenis tanaman mempunyai 3 kemungkinan potensi karbon yaitu rendah, sedang, tinggi. Sementara yang digunakan dalam analisis finansial penelitian ini adalah potensi rosot karbon yang tinggi karena pola tanam dengan sistem agroforestri diasumsikan mempunyai input yang baik High input system. Tabel 26. Potensi Rosot Karbon Tanaman Penyusun Sistem Agroforestri Species CMAI ton Cha Terendah Nilai Tengah Tertinggi Jati 2 – 5 2 3.5 5 Acacia 5 – 15.5 5 7.5 15.5 Kakao 2 – 4 2 3 4 Mete 2 – 5 2 3.5 5 Catatan : Data CMAI untuk berbagai species di atas ditentukan berdasarkan data dari Boer , 2001; Boer et.al, 2007; Chaco et al, 2002 dan IPCC, 2006. Persentase perubahan nilai NPV dan BCR pada 4 pola tanam di 4 Kelas lereng akibat perubahan potensi karbon disajikan pada Tabel 27 yang menunjukkan bahwa pada tiap kelas lereng pola tanam dengan tanaman utama Jati dan tanaman MPTS mete pola tanam 2 dan 3 persentase perubahannya yang paling kecil. Hal ini dikarenakan potensi rosot karbon memiliki nilai terendah sehingga perubahan yang berkaitan dengan hal tersebut tidak terlalu mengakibatkan dampak yang signifikan atau kurang sensitif. Sementara Pola tanam 4 dengan kombinasi tanaman Akasia, Mete, Jagung dan Kedelai adalah yang paling sensitif hal ini terlihat dari persentase perubahan nilai NPV dan BCR pada tiap kelas lereng karena tanpa ikut serta dalam proyek CDM pola tanam ini tidak layak untuk dilakukan tetapi dengan CER menjadi layak untuk dilakukan Informasi selengkapnya dapat dilihat di Lampiran 17-18. Persentase nilai NPV dan BCR secara keseluruhan menunjukkan nilai yang positif yang berarti bahwa dengan CER seluruh alternatif sistem agroforestri dengan 4 pola tanam pada tiap kelas lereng layak untuk dilaksanakan. Tetapi jika kita melihat nilai rosot karbon yang menghasilkan jasa lingkungan tinggi maka berdasarkan analisis ini maka pola tanam yang terbaik adalah pola tanam 4 untuk tiap kelas lerengnya. Hal ini terlihat dari besarnya persentase perubahan NPV pada tiap kategori potensi karbon untuk pola tanam 4 di tiap kelas lereng. Tabel 27. Persentase Perubahan Nilai NPV dan BCR akibat Perbedaan Potensi Karbon No. Pola Tanam NPV BCR Potensi Karbon Potensi Karbon Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi A. KL I 1 3.43 5.77 7.93 1.17 2.02 2.83 2 2.54 4.42 5.98 1.01 1.80 2.47 3 2.26 3.95 5.58 1.01 1.80 2.58 4 154.87 130.20 112.96 4.34 6.48 12.29 B. KL II 1 2.25 3.75 5.20 1.06 1.81 2.54 2 1.86 3.24 4.58 0.88 1.57 2.25 3 1.66 2.90 4.10 0.88 1.57 2.25 4 7.63 20.13 10.00 2.91 4.41 8.42 C. KL III 1 1.84 3.02 4.17 0.99 1.65 2.30 2 1.31 2.26 3.24 0.80 1.39 2.01 3 1.27 2.21 3.14 0.80 1.41 2.01 4 4.08 6.17 11.35 2.14 3.28 6.21 D. KL IV 1 1.62 2.61 3.59 0.90 1.47 2.04 2 1.15 2.01 2.85 0.73 1.29 1.85 3 1.09 1.90 2.70 0.70 1.24 1.77 4 2.65 4.08 7.48 1.55 2.41 4.49 Analisis sensitivitas selanjutnya dilakukan untuk melihat dampak perubahan harga karbon terhadap NPV dan BCR dari 4 pola tanam pada tiap kelas lereng Tabel 28. Ada 3 skenario harga karbon CER yang digunakan berdasarkan penelitian Rusolono, 2006 yaitu USD 15, USD 18 dan USD 21. Hasil analisis sensitivitas menunjukkan bahwa persentase perubahan NPV dan BCR akibat perubahan harga karbon menunjukkan kecenderungan yang meningkat. Analisis ini juga menunjukkan bahwa pola tanam 4 pada tiap kelas lereng adalah pola tanam yang paling sensitif terhadap perubahan harga karbon karena pola tanam 4 mempunyai potensi rosot karbon yang terbesar dibandingkan pola tanam lainnya Informasi selengkapnya dapat dilihat di Lampiran 19-20. Tabel 28. Persentase Perubahan Nilai NPV dan BCR akibat Perubahan Harga Karbon No. Pola Tanam NPV BCR Harga Karbon USD Harga Karbon USD 15 18 21 15 18 21 A. KL I 1 7.93 9.47 10.89 2.83 3.42 3.98 2 5.98 7.41 8.56 2.47 3.09 3.60 3 5.58 6.64 7.68 2.58 3.09 3.60 4 112.96 110.56 108.91 12.29 14.41 16.42 B. KL II 1 5.20 6.19 7.15 2.54 3.04 3.54 2 4.58 5.46 6.32 2.25 2.69 3.14 3 4.10 4.89 5.67 2.25 2.69 3.14 4 20.13 23.24 26.11 8.42 9.95 11.43 C. KL III 1 4.17 4.96 5.74 2.30 2.75 3.20 2 3.24 3.87 4.48 2.01 2.41 2.80 3 3.14 3.75 4.35 2.01 2.41 2.81 4 11.35 13.33 15.21 6.21 7.37 8.50 D. KL IV 1 3.59 4.28 4.96 2.04 2.44 2.84 2 2.85 3.40 3.94 1.85 2.21 2.58 3 2.70 3.23 3.75 1.77 2.12 2.47 4 7.48 8.84 10.17 4.49 5.35 6.19 Menurut Rusolono, 2006 biaya transaksi merupakan hal yang paling berpengaruh dalam proyek CDM, karena untuk ikut kegiatan ini dibutuhkan proses yang cukup panjang dengan biaya yang tinggi pula. Adapun komponen biaya transaksi diantaranya : 1. Biaya desain, pendaftaran dan validasi sebesar Rp. 500 juta untuk 1 masa proyek dalam penelitian ini diasumsikan 30 tahun 2. Biaya monitoring sebesar Rp. 200 jutatahun mulai tahun kedua 3. Biaya verifikasi dan sertifikasi sebesar Rp. 200 juta5 tahun Pada penelitian ini total biaya transaksi yang dikeluarkan untuk 1 proyek CDM sekitar Rp. 7.5 milyar. Berdasarkan hasil penghitungan luas lahan layak Kyoto di sekitar TNRAW adalah sebesar 45 319 ha, maka biaya transaksi per hektarnya adalah Rp. 166 130.- atau kurang lebih USD 20. Oleh karena itu dapat dilihat bahwa analisis sensitivitas pada perubahan biaya transaksi Tabel 29 tidak menunjukkan hasil yang signifikan karena luasan proyek yang cukup besar menyebabkan nilai NPV dan BCR tidak sensitif terhadap perubahan biaya transaksi Informasi lengkap dapat dilihat di Lampiran 21-22. Tabel 29. Persentase Perubahan Nilai NPV dan BCR akibat Perubahan Biaya Transaksi No. Pola Tanam NPV BCR Biaya Transaksi Biaya Transaksi Turun 20 Tetap Naik 20 Turun 20 Tetap Naik 20 A. KL I 1 7.96 7.93 7.91 2.84 2.83 2.82 2 6.00 5.98 5.97 2.48 2.47 2.46 3 5.60 5.58 5.57 2.59 2.58 2.57 4 112.94 112.96 112.97 12.31 12.29 12.28 B. KL II 1 5.21 5.20 5.20 2.55 2.54 2.54 2 4.59 4.58 4.57 2.26 2.25 2.24 3 4.11 4.10 4.10 2.26 2.25 2.24 4 20.15 20.13 20.12 8.43 8.42 8.41 C. KL III 1 4.17 4.17 4.16 2.31 2.30 2.29 2 3.24 3.24 3.24 2.02 2.01 2.01 3 3.14 3.14 3.14 2.02 2.01 2.01 4 11.36 11.35 11.35 6.22 6.21 6.21 D. KL IV 1 3.59 3.59 3.58 2.04 2.04 2.03 2 2.85 2.85 2.84 1.85 1.85 1.84 3 2.70 2.70 2.70 1.78 1.77 1.77 4 7.48 7.48 7.47 4.50 4.49 4.49 Dalam suatu kegiatan proyek pembangunan sistem agroforestri dengan skema CDM tingkat suku bunga merupakan salah satu faktor yang penting untuk melihat kelayakan suatu proyek di masa yang akan datang. Analisis sensitivitas akibat perubahan tingkat suku bunga disajikan pada Tabel 30 dan Tabel 31. Pada tingkat suku bunga bank tahun 2004 yang digunakan dalam perhitungan penelitian ini yaitu 12.5 menunjukkan hampir setiap pola tanam dengan sistem agroforestri di 4 empat kelas lereng layak untuk dilaksanakan kecuali pola tanam 4 di kelas lereng I yang NPVnya menunjukkan nilai negatif jika sistem agroforestri dilaksanakan ikut serta dalam kegiatan CDM atau tanpa memperhitungkan CER, tetapi jika memperhitungkan CER pola tanam 4 menjadi layak untuk dilaksanakan. Pada tingkat suku bunga 10 pola tanam 4 pada kelas lereng I menjadi layak untuk dilaksanakan, dengan potensi karbon yang cukup tinggi pola tanam 4 menjadi layak untuk dipertimbangkan sebagai alternatif pola tanam dengan sistem agroforestri di Sulawesi Tenggara terutama jika tujuan utama dari penanaman adalah untuk meningkatkan jasa lingkungan rosot karbon yang dihasilkan oleh tanaman yang ada pada sistem agroforestri. Sementara itu pada tingkat suku bunga 25 , pola tanam 3 pada kelas lereng I yang merupakan pola tanam terbaik menjadi tidak layak untuk dilaksanakan karena secara finansial NPV tidak memenuhi syarat layak, sehingga pada tingkat suku bunga inilah pola tanam dengan sistem agroforestri pada kelas lereng I tidak menguntungkan untuk dilaksanakan bagi 4 alternatif pola tanam yang diajukan Informasi selengkapnya dapat dilihat di Lampiran 23-24. 86 Tabel 30. Analisis Sensitivitas Pengaruh Perubahan Tingkat Suku Bunga terhadap NPV No. Pola Tanam NPV 10 12.5 25 Tanpa CER Dengan CER Tanpa CER Dengan CER Tanpa CER Dengan CER A. KL I 1 60 376.53 63 880.75 5.49 33 982.88 36 911.50 7.93 -11 143.17 -9 577.44 -16.35 2 76 152.43 79 650.92 4.39 46 331.42 49 280.58 5.98 -6 350.60 -4 732.61 -34.19 3 82 557.09 86 264.65 4.30 52 142.73 55 226.36

5.58 -2 081.54