yang terperinci mencegah timbulnya tautan yang sterotip, yaitu mencegah pembaca terlalu mudah dan terlalu cepat menautkan latar tertentu dengan konotasi
tertentu. Latar memiliki fungsi, yaitu 1 memberikan informasi situasi ruang dan tempat sebagaimana adanya, 2 sebagai proyek keadaan batin para tokoh, 3 latar
menjadi metafor dari keadaan emosional dan spiritual tokoh. Namun tidak selamanya latar itu serasi dengan peristiwa yang dilatarinya.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa latar dapat disebut landas tumpu, yaitu hal yang menyaran pada keadaan tempat, waktu
dan lingkungan sosial untuk mendeteksi peristiwa- peristiwa dalam cerita.
2.3 Kerangka Berpikir
Cerita wayang merupakan jenis sastra Jawa yang paling tua. Karya sastra tersebut ditulis oleh para pujangga Indonesia, sejak abad X. Cerita wayang terdiri
atas unsur cerita dan wacana. Cerita yaitu isi dari ekspresi naratif atau teks kisahan yang terungkap sedangkan wacana adalah bentuk dari sesuatu yang
diekspresikan atau teknik pengungkapan. Cerita wayang dapat dikenal melalui karya-karya
sastra misalnya:
Bharatayudha Kakawin,
Gathotkacasraya, Smaradahana, Arjunawiwaha, dan Sumanasantaka.
Seiring dengan
perkembangan zaman,
wayangpun mengalami
perkembangan jenis baru dari hasil interaksi dengan kondisi sosial budayanya yang disebut wayang gombal. Wayang gombal termasuk ragam wayang jenis
lakon carangan. Disebut demikian karena cerita wayang gombal menggunakan nama dan negara-negara dari tokoh-tokoh yang termuat dalam buku-buku cerita
wayang tetapi ceritanya tidak bersumber dari pakem walau karya tersebut masih mendasarkan diri pada epos Mahabarata dan Ramayana. Dengan demikian untuk
mengetahui kesamaan tokoh Arjuna yang terdapat dalam wayang gombal dan Mahabarata digunakan metode studi bandingan.
Alur kerangka berpikir dapat dipahami melalui gambar berikut.
Lakon Carangan Lakon Sempalan
Ramayana Mahabarata
Wayang Gombal
Cantrik Janaloka Carita Baratayudha
Wayang
Lakon Pokok
Fakta Cerita Fakta Cerita
Tokoh dan Penokohan
Tokoh dan Penokohan
Arjuna Simpulan
nn Arjuna
36
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan objektif. Sesuai dengan teori Abrams, pendekatan strukturalisme disebut dengan
pendekatan objektif, yaitu melihat karya sastra sebagai struktur otonom, berdiri sendiri, terlepas dari unsur yang berada di luar dirinya. Telaah sastra dalam
pendekatan ini melihat karya sastra sebagai sesuatu yang terlepas dari unsur sosial budaya, pengarang, dan pembacanya. Semua hal yang berada di luar karya, seperti
biografi pengarang, psikologi, sosiologi, dan sejarah, tidak diikut sertakan dalam analisis. Pendekatan objektif digunakan untuk mengetahui peristiwa-peristiwa dan
hubungan sebab akibat didalam karya sastra yang bersifat otonom Teeuw 1988:120.
Pendekatan objektif adalah pendekatan yang menitikberatkan atau bertumpu pada karya sastra itu sendiri dan digunakan untuk mengungkap unsur-unsur
dalamnya yang dikenal dengan istilah intrinsik. Konsekuensi logis yang ditimbulkan adalah mengabaikan bahan menolak segala unsur ekstrinsik, seperti
aspek historis, sosiologis, politis, dan unsur-unsur sosiokultural lainnya, termasuk biografi. Pemahaman dipusatkan pada analisis terhadap unsur-unsur dalam
dengan mempertimbangkan keterjalinan antar unsur di satu pihak, dan unsur- unsur dengan totalitas di pihak yang lain Ratna 2004:73