Latar Setting Penahapan Plot

3 Klimaks 4 Relevasi atau penyingkiran tabir suatu problema 5 Denoument atau penyelesaian yang membahagiakan, yang dibedakan dengan catastrophe, yakni penyelesaian yang menyedihkan, dan solution yakni penyelesaian yang masih bersifat terbuka karena pembaca sendirilah yang dipersilahkan menyelesaikan lewat daya imajinasinya.

2.2.1.4 Latar Setting

Latar disebut juga setting yaitu tempat atau waktu terjadinya cerita. Suatu cerita hakikatnya tidak lain ialah lukisan peristiwa atau kejadian yang menimpa atau dilakukan oleh satu atau beberapa orang tokoh pada suatu waktu di suatu tempat Suharianto 2002:22. Abrams dalam Nurgiyantoro 2002:216 mengungkapkan latar atau setting disebut juga dengan landasan tumpu, yang menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Latar atau landas tumpu setting cerita adalah lingkungan tempat peristiwa terjadi. Cerita merupakan lukisan peristiwa yang dialami oleh satu atau beberapa orang pada suatu waktu di suatu tempat dan dalam suasana tertentu. Waktu, tempat, dan suasana terjadinya peristiwa dalam cerita disebut latar atau setting. Latar meliputi segala keterangan, petunjuk, pengcuan, yang berkaitan dengan tempat, waktu, dan lingkungan terjadinya peristiwa dalam cerita Haryati 2007:27. Ragam latar menurut Hudson dalam Haryati 2007:27 dibagi menjadi dua yakni latar fisik dan latar spiritual atas. Latar fisik, disebut juga dengan istilah latar tempat, yaitu latar dalam wujud fisiknya, yaitu bangunan daerah dan sebagainya. Latar spiritual atas, yaitu nilai-nilai yang melingkupi dan dimiliki oleh latar fisik. Menggambarkan keadaan masyarakat. Kelompok-kelompok sosial dan sikapnya, adat kebiasaan, cara hidup, dan lain-lain yang melatari peristiwa. Unsur latar menurut Nurgiyantoro 2002:227-236 dapat dibedakan menjadi tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu, dan sosial. Ketiga unsur yaitu: 1 Latar tempat, yaitu menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. 2 Latar waktu, yaitu latar yang berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa-peristiwa yang dicetakan dalam sebuah karya fiksi. 3 Latar sosial yaitu menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan pelaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Kegunaan latar bukan semata-mata sebagai petunjuk kapan dan dimana terjadinya, melainkan juga sebagai tempat pengambilan nilai-nilai yang ingin diungkapkan pengarang melalui ceritanya tersebut Suharianto 2005:22. Sudjiman 1988-45-47 jika dalam cerita yang diutamakan tokoh atau alurnya. Sering kali pelukisan latar sekedar melengkapi cerita. Dalam latar semacam itu tidak dipentingkan kekhususan waktu dan tempat. Maka alur itu disebut dengan istilah alur netral. Dalam cerita dikenal pula istilah latar fisik yang menimbulkan dugaan atau tautan pikiran tertentu ini disebut latar spiritual. Latar yang terperinci mencegah timbulnya tautan yang sterotip, yaitu mencegah pembaca terlalu mudah dan terlalu cepat menautkan latar tertentu dengan konotasi tertentu. Latar memiliki fungsi, yaitu 1 memberikan informasi situasi ruang dan tempat sebagaimana adanya, 2 sebagai proyek keadaan batin para tokoh, 3 latar menjadi metafor dari keadaan emosional dan spiritual tokoh. Namun tidak selamanya latar itu serasi dengan peristiwa yang dilatarinya. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa latar dapat disebut landas tumpu, yaitu hal yang menyaran pada keadaan tempat, waktu dan lingkungan sosial untuk mendeteksi peristiwa- peristiwa dalam cerita.

2.3 Kerangka Berpikir

Cerita wayang merupakan jenis sastra Jawa yang paling tua. Karya sastra tersebut ditulis oleh para pujangga Indonesia, sejak abad X. Cerita wayang terdiri atas unsur cerita dan wacana. Cerita yaitu isi dari ekspresi naratif atau teks kisahan yang terungkap sedangkan wacana adalah bentuk dari sesuatu yang diekspresikan atau teknik pengungkapan. Cerita wayang dapat dikenal melalui karya-karya sastra misalnya: Bharatayudha Kakawin, Gathotkacasraya, Smaradahana, Arjunawiwaha, dan Sumanasantaka. Seiring dengan perkembangan zaman, wayangpun mengalami perkembangan jenis baru dari hasil interaksi dengan kondisi sosial budayanya yang disebut wayang gombal. Wayang gombal termasuk ragam wayang jenis lakon carangan. Disebut demikian karena cerita wayang gombal menggunakan nama dan negara-negara dari tokoh-tokoh yang termuat dalam buku-buku cerita