9
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORETIS
2.1 Kajian Pustaka
Wayang merupakan objek penelitian yang menarik. Banyaknya penelitian tentang wayang purwa, wayang golek dan wayang wong, merupakan salah satu
bukti bahwa penelitian wayang merupakan objek yang sangat menarik untuk dikaji. Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah sebagai
berikut. Padija 1985 dalam tesisnya yang berjudul Merunut Suluk Pedalangan
Wayang Purwa dalam Kakawin Bharatayudha Sebuah Telaah Reseptif menyimpulkan bahwa suluk pedalangan merupakan ciri khas pentas wayang.
Kekhususan suluk pedalangan yang merupakan ciri khas pentas wayang bunyi kombangan dan ombak disisipkan di dalamnya.
Penelitian tentang wayang juga dilakukan oleh Rosiana 2010 dalam skripsinya yang berjudul
Struktur Dramatik Wayang dalam Lakon “Gathotkaca Wisud
a” oleh Ki Mantep Soedarsono menyimpulkan bahwa srtuktur dramatik cerita lakon Gathotkaca Wisuda dibangun dari konflik-konflik. Konflik-konflik
tersebut meliputi konflik antara Bathara Narada dan Bathara Guru yang terjadi pada tahapan pemaparan, konflik perang antara pihak Gathotkaca melawan
pihak Nagabaginda beserta balatentaranya yang terjadi di kaki gunung argakelasa, konflik perang anarata Abimanyu atas kekalahan Gathotkaca, konflik perang
antara pihak Gathotkaca melawan pihak prabu Nagabaginda yang terjadi di kerajaan Amarta.
Penelitian dengan topik yang sama dilakukan oleh Lestari 2010 dalam skripsinya yang berjudul Struktur Dramatik Lakon Wayang Karna Tandhing oleh
Ki Enthus Susmono menyimpulkan bahwa struktur dramatik cerita dalam lakon wayang Karna Tanding garapan ki Enthus Susmono adalah sebagai berikut : 1
alur yang digunakan adalah alur gabungan atau campuran dengan menggunakan teknik tarik balik backtracking periode pertunjukan wayang dibagi menjadi tiga,
yaitu pathet nem, pathet sanga, dan pathet manyura, 2 tokoh protagonist adalah Adipati Karna, sedangkan tokoh antagonis adalah Raden Arjuna. 3 latar tempat
meliputi latar kehidupan kedewataan tempat dewa dan para bidadari, kehidupan di bumi Tegal Kuruseta, Ngastina, Hupalawiya, Pasanggarahan Bulupitu, Sungai
Cincingguling, Banjarjunut, Kerajaan Amarta, Pedukuhan Karang dempel dan Kerajaan Mandraka. Latar suasana meliputi keadaan tegang dan mencekam,
sedih, berkabung, gembira, emosi, santai dan terharu. Latar waktu terjadi ketika peranag Baratayudha Jayabinangun berlangsung dan ketika Adipati Karna sudah
tua meninggal di padang Kuruseta. Penelitian lain yang relevan dengan penelitian ini dilakukan oleh Setyarini
2010 dalam skripsinya yang berjudul Bahasa Figuratif Pada Kumpulan Cerpen Wayang Mbeling: Prahara Di Alengkadiraja WMPDA Karya Teguh Hadi
Prayitno: Kajian Stilistika menyimpulkan bahwa gaya bahasa dalam Kumpulan cerpen Wayang Mbeling: Prahara di alengkadiraja WMPDA sangat beragam.
Unsur retorika berkaitan dengan penggunaan dan penyusunan gaya bahasa.
Ketepatan makna yang dimaksud pengarang disampaikan dengan gaya bahasa yang sesuai dengan maknanya. Gaya bahasa yang digunakan adalah metafora,
simile perbandingan, personifikasi, metonimia, sinekdoke. Dari berbagai macam gaya bahasa dalam kumpulan cerpen Wayang Mbeling: Prahara di alengkadiraja
WMPDA tersebut masing-masing menunjukan fungsi atau manfaat dari penggunaan gaya bahasa tersebut.
Berdasarkan penelitian-penelitian di atas, tokoh Arjuna sebagai titik temu antara wayang gombal dengan Carita Baratayuda belum pernah diteliti, sehingga
kedudukan penelitian ini sebagai pelengkap dari penelitian sebelumnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesamaan tokoh Arjuna dalam cerita wayang
gombal dan Carita Baratayuda dengan metode studi sastra perbandingan.
2.2 Landasan Teoretis